“Skak” kata Mamanseraya menaruh biji caturnya dengan wajah senang.
“Brengsek, kok bisa-bisanya, orang mau ngejebak malah kejebak !” Jono dengan keki menggebrak pelan meja itu.
Malam itu, jam sebelas lebih, cuaca sangat tidak bersahabat. Sejak jam sebelasan tadi hujan sudah turun dengan derasnya disertai guruh dan petir. Di tempat yang sepi depan pintu kamar mayat itulah Maman, si penjaga kamar mayat dan Jono, si satpam rumah sakit menghabiskan waktunya dengan bermain catur. Maman (67 tahun), dalam usia senjanya masih kuat bekerja hingga jam seharusnya orang tidur seperti ini walaupun sudah agak bongkok dan beruban. Sudah hampir sepuluh tahun dia menyambung hidup sebagai penjaga kamar mayat di rumah sakit ini, istrinya sudah meninggal tanpa meninggalkan anak. Kesepian dan suasana angker sudah menjadi temannya sehari-hari, maka mendengar suara-suara aneh dan cerita-cerita seram lainnya sudah tidak membuatnya merinding lagi, istilahnya sudah kebal dengan hal-hal seperti itu. Jono (41 tahun), baru setahun lebih bekerja di rumah sakit ini setelah pindah dari perusahaan sebelumnya yang bangkrut. Dia seorang pria berbadan tegap dan wajahnya yang sedikit bopengan terkesan sangar, pas untuk profesinya itu. Sungguh, malam itu menjadi malam panjang bagi mereka, suasana hujan dengan angin yang dingin mudah membuai orang hingga ngantuk.
“Weleh, dingin-dingin gini dapet giliran malem” kata Jono lalu meneguk kopinya “padahal enaknya tidur suasana gini mah”
“Hati-hati lu, tidur disini bisa-bisa dicolek-colek yang di dalem sana tuh” canda Pak Maman menunjuk ke kamar mayat.
“Wahaha, Pak Maman mulai lagi deh cerita dunia lainnya”
“Ee…kenapa enggak disini kan kamar mayat, yang aneh-aneh gitu udah sering lah”
“Iya sih apalagi malem-malem gini, di kantor tempat saya dulu juga pernah sih, ya tapi gua sendiri sih belum pernah ngalamin, teman katanya pernah, Eh, omong-omong jam berapa nih Pak ?” tanyanya.
“Wah sepuluh menit lagi jam dua belas nih” jawab Pak Maman melihat jamnya.
“Ya udah, lagi yuk Pak” katanya sambil menyusun kembali biji catur “penasaran saya, pengen belajar ilmunya Bapak”
Pak Maman pun menerima tantangannya dan tak lama kemudian mereka mulai memusatkan pikiran pada papan catur. Hening sekali suasana disana, bunyi yang terdengar hanya bunyi rintik hujan, angin dan suara biji catur dipindahkan. Tak lama kemudian terdengar bunyi lain di lorong itu, sebuah suara orang melangkah, suara itu makin mendekat sehingga mengundang perhatian dua orang itu.
“Siapa tuh ya, malem-malem kesini ?” tanya Jono yang dijawab Pak Maman dengan mengangkat bahu.
Suara langkah makin terdengar, dari tikungan lorong muncullah sosok itu, ternyata seorang gadis cantik berpakaian perawat. Di luar seragamnya dia memakai jaket cardigan pink berbahan wol untuk menahan udara dingin malam itu. Suster itu ternyata berjalan ke arah mereka.
“Malam Pak” sapanya pada mereka dengan tersenyum manis.
“Malam Sus, lagi ngapain nih malem-malem kesini” balas Jono.
“Ohh…hehe…anu Pak abis jaga malam sih, tapi belum bisa tidur, makannya sekalian mau keliling-keliling dulu”
“Oh iya kok saya rasanya baru pernah liat Sus disini yah ?” tanya Jono.
“Iya Pak, saya baru pagi tadi sampai disini, pindahan dari rumah sakit *****” jawabnya, “jadi sekalian mau ngenal keadaan disini juga”
“Oo…pantes saya baru liat, baru toh” kata Pak Maman.
“Sus ga tau apa, ini kan kamar mayat” kata Jono menunjuk tempat itu, “tuh itu tuh, ga takut ?”
“Ah Bapak, masa suster takut sih sama mayat” jawabnya tersenyum, “lagian saya kan udah disana juga”
Kedua orang itu bengong dan agak kaget mendengar kalimat terakhir, apalagi suster muda itu diam sesaat sambil menatap ke arah pintu ruangan itu.
“Maksudnya sudah biasa disana ngeliat mayat, gitu loh” lanjutnya membuat kedua orang itu bernafas lega.
“Dasar si Sus, saya kira apa, bikin deg-degan aja ah” kata Jono.
“Emang bapak kira apa ?” tanyanya lagi sambil menjatuhkan pantatnya pada bangku panjang dan duduk di sebelah Jono.
“Wow, hoki gua” kata pria itu dalam hati kegirangan.
“Dikirain suster ngesot yah Jo hahaha” timpal Pak Maman mencairkan suasana.
“Hehehe iya dikira suster ngesot, nggak taunya suster cantik” kedua pria itu tertawa untuk menghangatkan suasana.
“Kalau ternyata memang iya gimana Pak” kata gadis itu dengan suara pelan dan kepala tertunduk yang kembali membuat kedua pria itu merinding melihat gelagat aneh itu.
Tiba-tiba gadis itu menutup mulutnya dengan telapak tangan dan tertawa cekikikan.
“Hihihi…bapak-bapak ini lucu ah, sering jaga malam kok digituin aja takut” tawanya.
“Wah-wah suster ini kayanya kebanyakan nonton film horror yah, daritadi udah dua kali bikin kita nahan napas aja” kata Pak Maman.
“Iya nih, suster baru kok nakal ya, awas Bapak laporin loh” kata Jono menyenggol tubuh samping gadis itu.
Sebentar kemudian suster itu baru menghentikan tawanya, dia masih memegang perutnya yang kegelian.
“Hihi…iya-iya maaf deh bapak-bapak, emang saya suka cerita horror sih jadi kebawa-bawa deh” katanya.
“Sus kalau di tempat gini mending jangan omong macem-macem deh, soalnya yang gitu tuh emang ada loh” sahut Pak Maman dengan wajah serius.
“Iya Pak, sori deh” katanya “eh iya nama saya Virna, suster baru disini, maaf baru ngenalin diri…emmm Bapak Jono yah” sambil melihat plat nama di dada satpam itu.
“Kalau saya Suherman, tapi biasa dipanggil Maman aja, saya yang jaga kamar mayat disini” pria setengah baya itu memperkenalkan diri.
“Omong-omong Sus ini mau kemana sebenarnya ?” tanya si satpam.
“Ya itu liat-liat aja, kalau udah ngantuk baru bobo ntar, ga tau nih kok rasanya belum ngantuk aja sih” katanya. “eerr…maaf ada yang punya rokok gak, boleh minta satu”
Mereka tersenyum lalu merogoh kantongnya untuk mengeluarkan bungkus rokok masing-masing.
“Oke deh, saya ambil yang Pak Maman aja, apinya dari Pak Jono” kata Virna karena kedua pria itu dengan cepat menyodorkan bungkus rokok yang sudah dibuka ke arahnya.
Diambilnya sebatang dari bungkus si penjaga kamar mayat lalu disulutkannya pada lighter si satpam.
“Berani juga yah Sus ini, baru masuk udah berani ngerokok” kata Jono sambil memandang wajah cantik yang sedang mengepulkan asap dari mulutnya.
“Iya abis gimana Pak, suntuk banget sih, lagian dikit-dikit aja kok, biasanya sih jarang saya ngerokok gini”
Malam itu mereka mereka merasa beruntung sekali mendapat teman ngobrol seperti suster Virna, biasanya suster-suster lain paling hanya tersenyum pada mereka atau sekedar memberi salam basa-basi.
Merekapun terlibat obrolan ringan, kedua pria itu tidak lagi mempedulikan permainan caturnya dan mengalihkan perhatiannya pada suster Virna yang ayu itu. Sejak awal tadi mereka sudah terpesona dengan gadis ini. Pria normal mana yang tidak tertarik dengan gadis berkulit putih mulus berwajah kalem seperti itu, rambut hitamnya disanggul ke belakang sehingga menampakkan leher jenjangnya, tubuhnya yang ramping lumayan tinggi (168 cm), pakaian perawat dengan bawahan sebatas lutut itu menambah pesonanya, dari betisnya yang putih mulus itu sudah terbayang bentuk pahanya yang indah. Jono, si satpam, makin mendekatkan duduknya dengan gadis itu sambil sesekali mencuri pandang ke arah belahan dadanya melalui leher bajunya. Suasana malam yang dingin membuat nafsu kedua pria itu mulai bangkit, apalagi Pak Maman sudah lama ditinggal istri dan Jono sendiri sudah cerai lima tahun yang lalu dan selama ini ia memenuhi kebutuhan biologisnya hanya dengan pelacur-pelacur kelas pinggir jalan yang tentu saja kualitasnya tidak seperseratusnya suster muda di sebelahnya ini. Semakin lama mereka semakin berani menggoda suster muda itu dengan guyonan-guyonan nakal dan obrolan yang menjurus ke porno. Virna sendiri sepertinya hanya tersipu-sipu dengan obrolan mereka yang lumayan jorok itu.
“Terus terang deh Sus, sejak Sus datang kok disini jadinya lebih hanget ya” kata Jono sambil meletakkan tangannya di lutut Virna dan mengelusnya ke atas sehingga pahanya mulai tersingkap.
“Eh…jangan gitu dong Pak, mau saya gaplok yah ?!” Virna protes tapi kedua tangannya yang dilipat tetap dimeja tanpa berusaha menepis tangan pria itu yang mulai kurang ajar.
“Ah, Sus masa pegang gini aja gak boleh, lagian disini kan sepi gini, dingin lagi” katanya makin berani, tangannya makin naik dan paha yang mulus itupun semakin terlihat.
“Pak saya marah nih, lepasin gak, saya itung sampai tiga” wajah Virna kelihatannya BT, matanya menatap tajam si satpam yang tersenyum mesum.
“Jangan marah dong Sus, mendingan kita seneng-seneng, ya ga Jo ?” sahut Pak Maman, entah sejak kapan tiba-tiba saja sudah di sebelahnya sehingga tubuhnya diapit kedua pria tidak tau malu itu.
Penjaga kamar mayat itu dengan berani merangkul bahu Virna dan tangan satunya menyingkap rok suster muda itu di sisi yang lain. Suster itu tidak bergeming, tidak ada tanda-tanda penolakan walau wajahnya masih terlihat marah.
“Satu…” suster itu mulai menghitung namun kedua orang itu malah makin kurang ajar, dan tangannya makin nakal menggerayangi paha yang indah itu, “dua…!” suaranya makin serius.
Entah mengapa suster itu tidak langsung beranjak pergi atau berteriak saja ketika dilecehkan seperti itu. Kedua pria yang sudah kerasukan nafsu itu menganggapnya sandiwara untuk meninggikan harga diri sehingga mereka malah semakin nafsu.
“Tig…” sebelum Virna menyelesaikan hitungannya dan bergerak, si satpam itu sudah lebih dulu mendekapnya dan melumat bibirnya yang tipis.
“Mmm…mmhh !” suster itu berontak dan mendorong-dorong Jono berusaha lepas dari dekapannya namun tenaganya tentu kalah darinya, belum lagi si tua Pak Maman juga mendekapnya serta menaikkan rokknya lebih tinggi lagi. Virna merasa hembusan angin malam menerpa paha mulusnya yang telah tersingkap juga tangan-tangan kasar mengelusinya yang mau tak mau membuatnya terangsang.
“Aahh…jangan…mmhh !” Virna berhasil melepaskan diri dari cumbuan si satpam tapi cuma sebentar, karena ruang geraknya terbatas bibir mungil itu kembali menjadi santapan Jono.
Pak Maman yang mendekap dari belakang meremas-remas dadanya yang masih tertututp seragam suster dan mengelus paha indahnya yang menggiurkan. Virna terus meronta, tapi sia-sia malah pakaiannya semakin tersingkap dan topi perawatnya jatuh ke lantai. Pak Maman melepaskan jaket cardigan pinknya sehingga lengannya yang berkulit halus itu terlihat. Lama-lama perlawanan suster Virna melemah, sentuhan-sentuhan pada daerah sensitifnya telah meruntuhkan pertahanannya. Birahinya bangkit dengan cepat apalagi suasananya sangat mendukung dengan hujan yang masih mengguyur dan dinginnya malam. Bulu kuduk Virna merinding merasakan sesuatu yang basah dan hangat di lehernya. Ternyata si tua Maman itu sedang menjilati lehernya yang jenjang, lidah itu bergerak menyapu daerah itu sehingga menyebabkan tubuh Virna menggeliat menahan nikmat. Mulut Virna yang tadinya tertutup rapat-rapat menolak lidah Jono kini mulai membuka. Lidah kasap si satpam itu langsung menyeruak masuk ke mulut suster itu dan meraih lidahnya mengajaknya beradu lidah. Virna pun menanggapinya, lidahnya mulai saling jilat dengan lidah pria itu, liur mereka saling tertukar. Sementara Pak Maman mulai melucuti kancing bajunya dari atas, tangan keriput itu menyusup ke dalam cup branya, begitu menemukan putingnya langsung dimain-mainkannya benda itu dengan gemasnya.
Di tengah ketidakberdayaannya melawan kedua brengsek itu, Virna semakin pasrah membiarkan tubuhnya dijarah. Tangan Jono menjelajah semakin dalam, dibelainya paha dalam gadis itu hingga menyentuh selangkangannya yang masih tertutup celana dalam. Sementara atasan Virna juga semakin melorot sehingga terlihatlah bra biru di baliknya.
“Kita ke dalam aja biar lebih enak” kata Pak Maman.
“Iya bener Pak, disini kalau ada yang datang malah berabe” Jono menyetujui.
“Kalian emang kurang ajar yah, kita bisa dapet masalah kalau gak lepasin saya !” Virna masih memperingatkan keduanya.
“Udahlah Sus, kurang ajar- kurang ajar, kan lu juga suka ayo !” Jono narik lengan suster itu bangkit dari kursi, “ntar saya laporin loh ada suster ngerokok di tempat kerja”
“Iya Sus, seneng-seneng dikin napa? Dingin-dingin gini emang enaknya ditemenin cewek cantik kaya Sus” timpal Pak Maman.
Mereka menggelandang suster itu ke ruang di antara kamar mayat dan koridor tempat mereka berjaga. Virna disuruh naik ke sebuah ranjang dorong yang biasa dipakai untuk menempatkan pasien atau jenazah yang hendak dipindahkan. Kedua pria itu langsung menggerayangi tubuh Virna yang terduduk di ranjang. Jono menarik lepas celana dalam gadis itu hingga terlepas, celana itu juga berwarna biru, satu stel dengan branya. Kemudian ia berlutut di lantai, ditatapnya kemaluan suster itu yang ditumbuhi bulu-bulu yang lebat, bulu itu agaknya rajin dirawat karena bagian tepiannya terlihat rapi sehingga tidak lebat kemana-mana. Virna dapat merasakan panasnya nafas pria itu di daerah sensitifnya. Pak Maman mempreteli kancing baju atasnya yang tersisa, lalu bra itu disingkapnya ke atas. Kini terlihatlah payudara suster Virna yang berukuran sedang sebesar bakpao dengan putingnya berwarna coklat.
“Uuuhh…Pak!” desah Virna ketika lidah Pak Maman menelusuri gundukan buah dadanya.
Lidah itu bergerak liar menjilati seluruh payudara itu tanpa ada yang terlewat, setelah basah semua, dikenyotnya daging kenyal itu, puting mungil itu digigitinya dengan gemas.
“Aahh !” tubuh Virna tiba-tiba tersentak dan mendesah lebih panjang ketika dirasakannya lidah panas Jono mulai menyapu bibir vaginanya lalu menyusup masuk ke dalam. Virna sebenarnya jijik melakukan hal ini dengan tua bangka dan satpam bopeng ini, tapi rupanya libidonya membuatnya melupakan perasaan itu sejenak. Mulut Pak Maman kini merambat ke atas menciumi bibirnya, sambil tangannya tetap menggerayangi payudaranya. Sementara di bawah sana, si satpam makin membenamkan wajahnya di selangkangan Virna, lidahnya masuk makin dalam mengais-ngais liang kenikmatan suster muda itu menyebabkan Virna menggelinjang dan mengapitkan kedua paha mulusnya ke kepalanya, topi satpamnya sampai terjatuh tersenggol tangan gadis itu.
“Jo…Jo, lu jaga di luar dulu gih, kalau ada orang datang liat ke sini kan gawat” suruh Pak Maman mengganggu si satpam yang sedang enak-enaknya menikmati vagina Virna, “Ntar kalau ada yang cari bilang gua lagi ke WC”
“Yah si Bapak mau enaknya sendiri, saya juga udah konak nih Pak !” protes Jono.
“Allah, ayolah ntar juga lu dapet bagian, ke orang tua harus ngalah dikit dong, daripada kita kepergok hayo !”
Jono pun terpaksa keluar ruangan itu dengan hati dongkol, tapi dia berpikir benar juga kalau tidak ada yang jaga di luar bakal berisiko ada yang memergoki, maka diapun terpaksa berjaga diluar dengan hati gelisah, ingin segera menikmati tubuh mulus suster Virna yang baginya merupakan kenikmatan terbesar dan terlangka dalam hidupnya.
“Nah, sekarang tinggal kita duaan Sus” kata Pak Maman membuka pakaiannya “pokoknya malam ini Bapak bakal muasin Sus hehehe !”
Virna tertegun melihat pria tua itu sudah telanjang bulat di hadapannya, tubuhnya terbilang kurus sampai tulang rusuknya agak tercetak di kulitnya, namun demikian penisnya yang sudah menegang itu lumayan besar juga dengan bulu-bulu yang sebagian sudah beruban. Dia naik ke ranjang ke atas tubuh gadis itu, wajah mereka saling bertatapan dalam jarak dekat. Pak Maman begitu mengagumi wajah cantik Virna, dengan bibir tipis yang merah merekah, hidung bangir, dan sepasang mata indah yang nampak sayu karena sedang menahan nafsu.
“Pak, apa ga pamali main di tempat ginian ?” tanya Virna.
“Ahh…iya sih tapi masabodo lah, yang penting kita seneng-seneng dulu hehehe” habis berkata dia langsung melumat bibir gadis itu.
Mereka berciuman dengan penuh gairah, Virna melingkarkan tangannya memeluk tubuh tua Pak Maman. Ia masih memakai seragam susternya yang sudah terbuka dan tersingkap dimana-mana, bagian roknya saja sudah terangkat hingga pinggang sehingga kedua belah pahanya yang jenjang dan mulus sudah tidak tertutup apapun. Pak Maman sudah lama tidak menikmati kehangatan tubuh wanita sejak ditinggal mati istrinya sehingga dia begitu bernafsu berciuman dan menggerayangi tubuh Virna. Mendapat kesempatan bercinta dengan gadis seperti Virna bagaikan mendapat durian runtuh, belum pernah dia merasakan yang secantik ini, bahkan almarhum istrinya ketika muda pun tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengannya.
Setelah lima menitan berciuman sambil bergesekan tubuh dan meraba-raba, mereka melepas bibir mereka dengan nafas memburu. Pak Maman mendaratkan ciumannya kali ini ke lehernya. Kemudian mulutnya merambat turun ke payudaranya, sebelumnya dibukanya terlebih dulu pengait bra yang terletak di depan agar lebih leluasa menikmati dadanya.
“Eemmhh…aahhh…aahh !” desahnya menikmati hisapan-hisapan penjaga kamar mayat itu pada payudaranya, tangannya memeluk kepala yang rambutnya sudah tipis dan beruban itu.
Virna merasakan kedua putingnya semakin mengeras akibat rangsangan yang terus datang sejak tadi tanpa henti. Sambil menyusu, pria itu juga mengobok-obok vaginanya, jari-jarinya masuk mengorek-ngorek liang senggamanya membuat daerah itu semakin basah oleh lendir.
“Bapak masukin sekarang yah, udah ga tahan nih !” katanya di dekat telinga Virna.
Virna hanya mengangguk. Pak Maman langsung menempelkan penisnya ke mulut vagina gadis itu. Terdengar desahan sensual dari mulut gadis itu ketika Pak Maman menekan penisnya ke dalam.
“Uuhh…sempit banget Sus, masih perawan ga sih ?” erang pria itu sambil terus mendorong-dorongkan penisnya.
Virna mengerang dan mencengkram kuat lengan pria itu setiap kali penis itu terdorong masuk. Setelah beberapa kali tarik dorong akhirnya penis itu tertancap seluruhnya dalam vagina suster itu.
“Weleh-weleh, enaknya, legit banget Sus padahal udah gak perawan” komentar pria itu, “pernah sama siapa nih Sus sebelumnya, kalo boleh tau ?”
Sebagai jawabannya Virna menarik wajah pria itu mendekat dan mencium bibirnya, agaknya dia tidak berniat menjawab pertanyaan itu.
Pak Maman mulai menggoyangkan pinggulnya memompa vagina gadis itu. Desahan tertahan terdengar dari mulut Virna yang sedang berciuman. Pria itu memulai genjotan-genjotannya yang makin lama makin bertenaga. Lumayan juga sudah seusia kepala enam tapi penisnya masih sekeras ini dan sanggup membuat gadis itu menggelinjang. Dia mahir juga mengatur frekuensinya agar tidak terlalu cepat kehabisan tenaga. Sambil menggenjot mulutnya juga bekerja, kadang menciumi bibir gadis itu, kadang menggelitik telinganya dengan lidah, kadang mencupangi lehernya. Virna pun semakin terbuai dan menikmati persetubuhan beda jenis ini. Dia tidak menyangka pria seperti si penjaga kamar mayat itu sanggup membawanya melayang tinggi. Pria itu semakin kencang menyodokkan penisnya dan mulutnya semakin menceracau, nampaknya dia akan segera orgasme.
“Malam masih panjang Pak, jangan buru-buru, biar saya yang gerak sekarang !” kata gadis perawat itu tanpa malu-malu lagi.
Pak Maman tersenyum mendengar permintaan suster itu. Merekapun bertukar posisi, Pak Maman tiduran telentang dan Virna menaiki penisnya. Batang itu digenggam dan diarahkan ke vaginanya, Virna lalu menurunkan tubuhnya dan desahan terdengar dari mulutnya bersamaan dengan penis yang terbenam dalam vaginanya. Mata Pak Maman membeliak saat penisnya terjepit diantara dinding kemaluan Virna yang sempit. Ia mulai menggerakkan tubuhnya naik turun dengan kedua tangannya saling genggam dengan pria itu untuk menjaga keseimbangan.
“Sssshhh…oohh…yah…aahh !” Virna mengerang sambil menaik-turunkan tubuhnya dengan penuh gairah.
Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu di pintu, dilihatnya Jono, si satpam itu sedang mengintip adegan panas mereka melalui pintu yang dibuka sedikit. Virna malah tersenyum nakal ke arahnya, sambil terus menggoyang tubuhnya. Tangannya meraih ujung roknya lalu ditariknya ke atas seragam yang berupa terusan itu hingga terlepas dari tubuhnya. Seragam itu dijatuhkannya di lantai sebelah ranjang itu, tidak lupa dilepaskannya pula bra yang masih menyangkut di tubuhnya sehingga kini tubuhnya yang sudah telanjang bulat terekspos dengan jelas. Sungguh suster Virna memiliki tubuh yang sempurna, buah dadanya montok dan proporsional, perutnya rata dan kencang, pahanya juga indah dan mulus, sebuah puisi kuno melukiskannya sebagai kecantikan yang merobohkan kota dan meruntuhkan negara. Jono menutup lagi pintu itu dan kembali ke mejanya, dia sudah tidak sabar menunggu gilirannya. Dia berusaha tidak melakukan masturbasi agar bisa melampiaskannya semaksimal mungkin pada suster itu. Jono hanya bisa gelisah telah menunggu lebih dari dua puluh menit, dua batang rokok telah dihabiskannya. Ternyata perintah Pak Maman untuk berjaga di depan tidak salah karena tak lama kemudian di dengarnya langkah kaki.
“Wei, jangan terlalu ribut dulu ada yang datang” Jono melongokkan kepala ke dalam untuk memperingatkan Pak Maman dan Virna yang sedang berasyik-masyuk.
Virna pun terpaksa mengurangi ritmenya agar desahannya tidak terlalu kencang.
“Eh, Dokter Ary…pagi, ngapain nih jam segini ?” sapanya pada orang itu yang adalah salah satu dokter yang shift malam.
“Pagi, biasalah, jaga…abis dari WC sekalian ngontrol, serem juga yah jam segini disana sepi gitu…eh iya, omong-omong Pak Maman mana ?” tanya dokter berusia 40an itu.
“Sakit perut tuh katanya, lagi ke WC yang disana, makannya saya jaga disini dulu”
“Oh gitu yah, ok deh Jo, saya balik ke dalem dulu yah” pria itu berpamitan.
“Omong-omong Dok, suster-suster baru belakangan ini cakep-cakep juga yah hehehe”
“Ah, tau aja lu Jon, tapi emang iya sih saya udah liat beberapa fotonya, katanya besok siang baru datang sini” jawab Dokter Ary sambil berlalu.
“Besok?” Jono bertanya dalam hati dengan heran “ketinggalan info kali lu, orang di dalem sana udah ada satu kok hehehe”
Jono kembali dan memberi tanda pada mereka bahwa sudah aman.
“Cepetan dong Pak Maman, udah kebelet nih !” sahutnya.
“Iya-iya sebentar lagi nih sabar !”
Kembali Virna dan penjaga kamar mayat itu memacu tubuhnya dalam posisi woman on top. Virna demikian liar menaik-turunkan tubuhnya di atas penis Pak Maman, dia merasakan kenikmatan saat penis itu menggesek dinding vagina dan klitorisnya.
“Ayo manis, goyang terus…ahh…enak banget !” kata Pak Maman sambil meremasi payudara gadis itu.
Wajah Virna yang bersemu merah karena terangsang berat itu sangat menggairahkan di mata Pak Maman sehingga dia menarik kepalanya ke bawah agar dapat mencium bibirnya.
Akhirnya Virna tidak tahan lagi, ia telah mencapai orgasmenya, mulutnya mengeluarkan desahan panjang. Pak Maman yang juga sudah dekat puncak mempercepat hentakan pinggulnya ke atas dan meremasi payudara itu lebih kencang. Ia merasakan cairan hangat meredam penisnya dan otot-otot vagina suster itu meremas-remasnya sehingga tanpa dapat ditahan lagi spermanya tertumpah di dalam. Setelah klimaksnya selesai tubuh Virna melemas dan tergolek di atas tubuh tua itu. Virna yang baru berusia 24 tahun itu begitu kontras dengan pria dibawahnya yang lebih pantas menjadi kakeknya, yang satu begitu ranum dan segar sementara yang lain sudah bau tanah.
“Asyik banget Sus, udah lama saya gak ginian loh !” ujar Pak Maman dengan tersenyum puas.
“Yuk udah kan Pak Maman, gantian dong !” terdengar suara Jono dari pintu sana.
“Iya-iya tunggu saya pake baju dulu” jawab Pak Maman, “udah dulu yah Sus, gantian sama si Jono dulu, saya harus jaga lagi”
Setelah memakai kembali pakaiannya Pak Maman mempersilakan si satpam mengambil gilirannya.
“Tuh sana, selamat ngentot, pokoknya asoy banget deh” katanya, “eh tadi siapa emang yang dateng ?”
“Dokter Ary, tenang dia cuma abis dari WC aja kok, sekarang Bapak yang jaga yah !”
Jono buru-buru masuk dan menemukan tubuh telanjang Virna yang sedang duduk di ranjang dorong itu.
“Hehehe…sekarang sama saya yah Sus, dijamin lebih puas daripada sama Pak Maman tadi” katanya sambil membuka jaket dan meletakkannya di sebuah meja.
Virna turun dari ranjang dan berjalan menghampirinya. Jantung Jono semakin berdegub melihat suster cantik itu sudah berdiri di hadapannya tanpa sehelai benangpun di tubuhnya. Butir-butir keringat masih nampak di tubuhnya yang putih mulus bekas pergumulan dengan Pak Maman tadi. Virna membantu membukakan pakaiannya, ketika melepaskan kemejanya, Jono merasakan telapak tangan lembut gadis itu membelai dadanya, enak sekali sampai matanya terpejam menikmati. Virna melemparkan kemeja itu ke meja tempat Jono menaruh jaketnya. Setelah bagian atas lepas, kini gadis itu berlutut di depannya. Tangannya bergerak lincah membuka sabuknya dan meloroti resleting celananya.
“Gile nih malem, ga nyangka bisa dapet yang ginian” dia seperti masih belum percaya hal yang dialaminya itu.
Lidah Virna bergerak liar menjilati batang penis yang hitam itu sambil tangannya melakukan gerakan mengocok. Setelah batang itu basah oleh ludahnya, ia membuka mulut dan memasukkan benda itu ke dalamnya. Penis itu dihisap-hisap sampai Jono merem-melek keenakan. Virna sendiri sebenarnya merasa mulutnya kepenuhan dengan penis sebesar itu, namun dia tidak perlu waktu lama untuk beradaptasi.
“Uuhh…enak Sus, enak banget !” erang Jono sambil meremas-remas rambut Virna.
Tubuh Jono bergetar menahan nikmatnya dioral suster itu terlebih ketika lidah itu menjilati kepala penisnya yang bersunat. Tidak ingin orgasme terlalu dini, diangkatnya tubuh Virna hingga berdiri dan digiringnya ke arah ranjang dorong tadi.
Virna duduk di tepi ranjang sementara Jono berdiri diantara kedua belah pahanya. Bibir mereka beradu dan berciuman dengan penuh gairah. Tangan kasar Jono bergerilya menjamahi punggung, payudara dan pahanya. Di tengah percumbuan nan panas itu Jono menarik lepas sanggul Virna sehingga rambutnya indahnya yang hitam legam itu tergerai hingga sebatas dada atas.
“Aaahh…pelan-pelan Pak !” desah Virna ketika satpam itu melesakkan penisnya ke vaginanya.
Penis satpam itu lebih besar dan keras dari milik Pak Maman sehingga walaupun vagina Virna sudah becek tetap saja ada rasa nyeri waktu benda itu memasukinya.
“Sshh…tahan yah Sus, sempit sekali nih, uuuhh !” eragnya sambil terus mendorong masuk penisnya.
Setelah masuk setengahnya, didesakkannya penis itu dalam-dalam hingga masuk semua. Virna menggeliat dan mendesah menerima sodokan itu. Jono mulai menyetubuhi Virna yang duduk di ranjang sambil berdiri. Ukuran penisnya yang besar itu memberi rasa nyeri pada Virna terutama ketika gerakannya kasar. Kesesakannya justru menyebabkan gesekan dengan dinding vagina dan klitoris lebih terasa. Lama-lama Virna pun sudah melupakan sakitnya dan hanyut dalam kenikmatan.
“Oh…Pak…terussshh…!” mulut Virna menceracau
Di tengah dinginnya malam dan hujan yang sudah tinggal rintik-rintik tubuh mereka malah berkeringat karena bergairahnya percintaan itu. Mereka bagaikan,
Bebek mandarin bermain di air,
Burung phoenix melintasi bebungaan.
Dengan birahi mereka berjalin bak tanaman rambat,
Tubuh mereka berpadu dalam kegairahan.
Ujung lidah sang gadis menghantarkan liur yang manis,
Pinggangnya yang seperti willow dipenuhi nafsu,
Bibirnya yang seperti ceri menghantarkan nafas berat.
Mata berbinar, butir keringat mengalir dari tubuh harumnya
Dada lembut berguncang, embun menitik di kulit sang gadis.
Sang pria merasakan kecantikan bak dewi,
Bagaikan harimau lapar menerkam domba
Sang gadis dalam buaian kenikmatan,
Bagaikan ikan haus dalam air
Tetesan air surga jatuh ke dalam dua helai kelopak teratai merah.
Menatap wajah cantik Virna yang sedang terangsang berat dengan rambut telah terurai itu menambah semangat satpam itu. Frekuensi genjotannya semakin naik membuat ranjang itu bergoyang-goyang. Sambil terus menggenjot Jono dengan nikmatnya melumat payudara Virna yang membusung, sebentar saja kulit payudara itu sudah penuh dengan ludah dan bekas cupangan yang memerah.
“Oohh…saya…saya keluar Pak…aaahh…aahh !” erang Virna tanpa malu-malu.
Gadis itu memeluk erat-erat tubuh kekar si satpam sambil mengeluarkan cairan orgasme dari vaginanya yang menyebabkan penis pria itu semakin lancar menyodokinya. Tubuhnya terlonjak-lonjak seperti kesetrum dan mulutnya mengerang nikmat. Virna sangat puas dan lemas sekali setelah orgasme panjang itu, namun pria itu masih terus memompa vaginanya. Hingga lima menit setelah orgasmenya, Virna belum merasakan tanda-tanda pria itu akan klimaks, dia begitu perkasa baginya sehingga gairahnya kini mulai naik lagi. Jono mengajaknya berganti gaya, disuruhnya suster itu menungging di atas ranjang lalu ia memposisikan diri di belakangnya untuk melakukan doggie style. Diarahkannya penis itu pada vaginanya yang sudah penuh dengan cairan yang meluber membasahi daerah selangkangan dan paha dalamnya. Kali ini dia tidak terlalu sulit melakukan penetrasi berkat bantuan cairan itu. Setiap kali Jono menggenjot terdengar bunyi tumbukan yang timbul dari beradunya pantat gadis itu dengan selangkangannya.
“Enak…terus…iyah gitu terus !” Virna mendesah sambil ikut menggoyangkan pinggulnya sehingga penis itu menancap makin dalam.
Ketika sedang asyik menunggangi Virna, tiba-tiba pintu membuka dan masuklah Pak Maman yang nafsunya bangkit lagi dan minta jatah sekali lagi.
“Itu diluar gak ada yang jaga gimana ?” tanya Jono.
“Jam segini udah sepi banget disini, tenang aja, lagian cuma sebentar kok, gua ngaceng lagi nih !” katanya.
Karena ranjang itu tidak muat untuk tiga orang terpaksa mereka turun ke lantai. Jono meneruskan genjotan doggie stylenya sementara Pak Maman duduk di sebuah bangku dengan celana sudah dipeloroti. Virna sambil bersandar pada paha Pak Maman mengoral penis itu sesuai yang dimintanya. Tangan Jono terus saja menggerayangi tubuh Virna, kadang diremasnya payudara atau pantatnya dengan keras sehingga memberi sensasi perih bercampur nikmat bagi gadis itu. Sedangkan Pak Maman sering menekan-nekan kepala gadis itu sehingga membuat Virna terkadang gelagapan.
“Gila nih duaan barbar banget sih” kata Virna dalam hati.
Walau kewalahan dithreesome seperti ini, namun tanpa dapat disangkal Virna juga merasakan nikmat yang tak terkira. Tak lama kemudian Jono mencabut penisnya lalu berpindah ke depan. Virna kini bersimpuh di depan kedua pria yang senjatanya mengarah padanya menuntut untuk diservis olehnya. Virna menggunakan tangan dan mulutnya bergantian melayani kedua penis itu hingga akhirnya penis Jono meledak lebih dulu ketika ia menghisapnya.
Sperma si satpam langsung memenuhi mulut gadis itu, sebagian masuk ke kerongkongannya sebagian meleleh di bibir indah itu karena banyaknya. Pria itu melenguh dan berkelejotan menikmati penisnya dihisap gadis itu. Tak lama kemudian Pak Maman pun menyemburkan isi penisnya dalam kocokan Virna, cairan itu mengenai wajah samping dan sebagian rambutnya. Tubuh Virna pun tak ayal lagi penuh dengan keringat dan sperma yang berceceran.
“Sus hebat banget, sepongannya dahsyat, saya jadi kesengsem loh” puji Jono ketika beristirahat memulihkan tenaga.
“Sering-sering main sini yah Sus, saya kalau malem kan sering kesepian hehehe” goda Pak Maman.
“Iya Non, gimana mau kan sering-sering main sama kita ?” tanya Jono sambil meremas pantat Virna yang berkaca dan menata kembali rambutnya.
Virna tersenyum dengan hanya melihat pantulan di cermin, katanya, “Kenapa nggak, saya puas banget malem ini, mulai sekarang saya pasti sering mendatangi kalian”
Jam telah menunjukkan pukul setengah dua kurang, berarti mereka telah bermain cinta selama hampir satu setengah jam. Virna pun berpamitan pada mereka setelah memakai jaket pinknya. Sebelum berpisah ia menghadiahkan masing-masing sebuah ciuman di mulut. Jono membalas ciuman itu dengan bernafsu, dipeluknya tubuh langsing itu sambil meremas pantatnya selama dua menitan.
“Nakal yah, ok saya masuk dulu yah !” katanya sebelum membalik badan dan berlalu.
Lelah sekali mereka setelah menguras tenaga dengan perawat cantik itu sehingga selama sisa waktu itu agak terkantuk-kantuk. Setelah pagi mereka pun pulang dan tertidur di tempat masing-masing dengan perasaan puas.
###
Sore harinya jam lima, ketika sedang bersantai di sebuah warung sambil menikmati pisang goreng dan kopinya, Jono terperangah melihat berita sore di televisi.
“Seorang perawat bernama Virna Darmawan, berusia 24 tahun, ditemukan tewas mengenaskan di kamar mandi kostnya. Tubuhnya ditemukan dalam keadaan telanjang bulat di bawah siraman shower, kematiannya disebabkan oleh arus listrik yang bocor saat sedang mandi. Jenazah korban baru saja ditemukan pagi ini jam delapan oleh seorang teman kostnya. Sementara waktu kematiannya diperkirakan kemarin sore sekitar jam tujuh atau delapan. Jenazah saat ini telah dibawa ke….”
Tubuh Jono seperti mati rasa dengan mulut melongo saat gambar di televisi memperlihatkan foto korban yang tidak lain adalah gadis yang semalam bercinta dengannya. Jantungnya serasa berhenti berdetak dan mulutnya tidak sanggup berkata apa-apa.
“Jo…Jo, kenapa lu, emang lu kenal sama tuh cewek ?” tanya Bu Parti sang pemilik warung melihat reaksi Jono.
“Ehh…ii-iya…iya itu kan suster di rumah sakit saya” jawabnya gugup, “ka-ka-kasian yah, masih muda gitu”
Jono buru-buru membayar tagihannya dan meninggalkan warung itu.
Berita tentang kematian perawat itu menjadi bahan pembicaraan di rumah sakit itu.
“Kasian yah, padahal hari ini dia baru mau masuk kerja disini”
“Kos-kosan jaman sekarang payah, masa keamanannya ga terjamin gitu sih, ini jelas kesalahan pihak kost”
“Masih muda, cantik lagi, tapi nasibnya kok kaya gitu, ck..ck…ck”
Itulah sebagian pembicaraan para dokter, perawat, dan karyawan rumah sakit yang didengar Jono ketika tiba di tempat kerjanya hari itu jam tujuh. Jono semakin ketakutan dan pucat mendengar semua itu, berarti yang semalam itu siapa, manusia atau bukankah itu, seribu satu pertanyaan berkecamuk di benaknya. Hal yang serupa pun dirasakan oleh Pak Maman, ia baru mendengar berita itu ketika tiba di rumah sakit sore itu. Walaupun sudah sering mengalami kejadian-kejadian aneh selama bertugas namun belum pernah menghadapinya secara langsung apalagi sampai bermain cinta seperti kemarin itu.
“Jadi siapa yang kemarin malem main sama kita itu ?” tanya Jono pada Pak Maman di tempat yang sama seperti kemarin.
“Mana gua tau, yang pasti sekarang gua jadi gak enak, gimana kalau dia datengin kita lagi…lu inget kan terakhir dia omong apa” wajah Pak Maman tersirat rasa ketakutan.
Malam itu jam sepuluh ketika mereka bertugas, obrolan mereka masih didominasi kejadian semalam dan kematian perawat muda bernama Virna itu. Angin yang berhembus membangkitkan bulu kuduk apalagi mereka masih dibayang-bayangi kejadian itu.
“Pak nggak sebaiknya kita cari orang pintar aja, saya takutnya ada apa-apa” kata Jono.
“Yah, gimana yah, gini aja…” Pak Maman mendadak menghentikan kata-katanya karena dia merasa ada yang memegang pergelangan kakinya di bawah meja sana.
Jono juga merasakan hal yang sama, mereka terpaku saling memandang satu sama lain, nafas serasa berat dan jantung seakan berhenti berdetak. Pelan-pelan mereka mengarahkan bola matanya ke bawah sana. Virna, sang perawat itu telah berada di sana dengan seragam kerjanya. Rambutnya kini terurai, sebagian menggantung di wajahnya yang pucat. Dia tersenyum pada mereka, namun senyum itu bukanlah senyum semanis kemarin, senyumannya yang sekarang begitu menakutkan, matanya yang merah dengan lingkaran hitam disekelilingnya seperti itu menatap dalam-dalam seolah menembus sampai ke tulang.
“WHUUAAA…!” mereka berteriak bersamaan dan berlarian tunggang langgang.