Cerita ini adalah karya saya yang pertama. 100% Fiksi, jika ada kesamaan nama dan lokasi maka itu hanyalah kebetulan saja. Semoga berkenan. Prologue: Alkisah di sebuah desa, di daerah yang cukup terpencil di Pulau Jawa, desa bernama Desa Banjardowo. Mayoritas masyarakat di desa tersebut memiliki profesi sebagai petani dan peternak. Sebagian kecil lagi berprofesi sebagai pengrajin tembikar dan pedagang makanan tradisional. Tokoh utama kita dalam cerita ini bernama Subarkah seorang pemuda lugu yang sehari harinya bekerja sebagai pembuat kerajinan tembikar. Barkah begitu dia dipanggil, tinggal di sebuah rumah sederhana warisan orang tuanya yang telah lama meninggal. Sebagai seorang pemuda Barkah tidak memiliki perilaku yang negatif. Setiap harinya diisi dengan membuat tembikar di malam hari, dan berjualan di pasar pagi hingga sore. Barkah bukan pemuda yang terlalu tampan. Penampilannya biasa saja, tubuhnya cukup kekar karena pekerjaan kasar yang dia kerjakan setiap hari seorang diri. Barkah juga bukan merupakan pemuda yang populer di kalangan wanita dan gadis desa. Ada satu hal yang sedikit berbeda di desa Banjardowo ini. Sistem keluarga di desa ini adala Matriarki. Yang artinya pemimpin keluarga di desa ini justru pihak perempuan. Demikian juga dalam hal menjalin asmara, seorang wanita justru akan berinisiatif terlebih dahulu daripada sang pria. Sehingga jika ada perselingkuhan di Desa Banjardowo justru lebih sering dilakukan oleh pihak wanita. Tak jarang justru wanita yang bekerja di pasar dan para pria yang bertugas menjaga rumah dan melakukan pekerjaan rumahan. Hal ini telah berlangsung sejak jaman para pendiri desa dan tidak berubah hingga era modern. Karena desa ini cukup tertutup dan faktor geografis desa ini yang berada di kaki gunung di Jawa Timur sehingga peradaban modern dan pendatang sangat jarang menghampiri Desa Banjardowo. Chapter 1 “Hadeh, sudah selarut ini kok ya baru laku sedikit dagangan ku to yo yo” “Terpaksa besok ngirit lagi dah ini” Gerutu Barkah yang baru pulang ketika gelap sambil membawa barang dagangan nya yang masih banyak. Dalam perjalanan pulang Barkah melewati rumah penduduk desa yang masing masing telah sibuk dengan aktivitas malam di rumahnya masing masing. Langkah gontai pun diayunkan Barkah sembari melihat lihat cahaya temaram dari rumah ke rumah. Langkah kaki Barkah pun sampai melewati rumah Bu Marsih, seorang janda yang berusia 58 tahun. Bu Marsih telah menjadi janda selama 20 tahun. Suaminya meninggal karena sakit stroke. Maklum jarak usia Bu Marsih dan suaminya terpaut 18 tahun lebih. Ketika melewati rumah Bu Marsih tiba tiba hidung Barkah mencium aroma wangi yang semerbak, “Waduh, bau apa ini kok wangi banget” “Mampus, jangan jangan ada demit lewat” Karena hari telah gelap Barkah pun mulai khawatir, Desa Banjardowo memang desa yang masih banyak terjadi hal hal mistis sehingga terbesit sedikit rasa takut di hati Barkah. Akan tetapi rasa penasaran muncul lebih kuat dibenak barkah. “Bentar bentar, kok baunya dari rumah Bu Marsih ya” ucap Barkah dalam hati. Dengan penasaran dan berhati hati Barkah berbelok ke arah rumah Bu Marsih sambil masih menggendong dagangannya. Dilongokan kepalanya sambil terus mencari sumber aroma wangi tersebut. Barkah pun menemukan sumber wangi tersebut berasal dari arah kamar mandi. Seperti halnya rumah rumah di desa, kamar mandi di Desa Banjardowo ini biasanya terpisah dari bangunan utama rumah. Sehingga siapapun warga desa di situ jika sedang membutuhkan bisa saja meminjam kamar mandi tetangganya. Barkah makin mendekat ke kamar mandi Bu Marsih, menyadari bahwa pintu kamar mandi tertutup dan lampu menyala, Barkah pun berpikir, “wah ini Bu Marsih pasti yang sedang mandi malam malam, apa nggak takut masuk angin kali ya” Sebagai seorang pemuda yang beranjak dewasa tentu saja Barkah memiliki rasa ingin tahu dan libido seperti pemuda pada umumnya. Barkah pun makin mendekat dan mencoba mengintip dari celah pintu. Meskipun hanya sedikit Barkah bisa melihat bahwa Bu Marsih janda di desa tersebu sedang berendam air panas yang ditampung dalam sebuah ember kayu besar dan ditaruh di tengah kamar mandi. Air di ember kayu tersebut tampak beruap yang menandakan air tersebut bersuhu hangat dan penuh dengan kelopak bunga serta air sabun yang telah dicampur sehingga membuat aroma wangi begitu semerbak. Sambil memicingkan mata Barkah berusaha melihat lebih jelas sosok Bu Marsih, sekejap Barkah berhasil menemukan sosok yang dicari. Nampak tubuh telanjang yang telah basah di dalam air. Mengusap usap dua bongkahan payudara berukuran besar berkulit putih. Guratan usia tak bisa berbohong, tapi bagi Barkah yang masih perjaka, melihat payudara Bu Marsih sudah cukup untuk membuat batang kelelakiannya bereaksi. Sesekali tangan Bu Marsih merayap turun dan mengusap kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Sambil mendesah Bu Marsih mengucap “duh Gusti, udah lama aku menjanda, dan udah lama nggak ada pria yang mau main sama hamba, memek ini gatelnya nggak ketulungan ya gusti” Melihat aksi Bu Marsih tersebut membuat Barkah menelan ludah, ditengah keasyikannya tersebut tanpa sengaja kaki Barkah menyenggol barang dagangannya sendiri sehingga sebuah tembikar jatuh dan terpecah menimbulkan suara gaduh. “krompyannnggg….!!!!” “Siapa di luar?” Pekik Bu Marsih yang terkejut dengan suara pecah. Dengan cepat Bu Marsih bangkit sambil membalutkan handuk sekenanya dan segera membuka pintu kamar mandi. Barkah yang sedang terkejut dan panik tak sigap menghadapi situasi tersebut. Tertangkap basah lah Barkah oleh Bu Marsih sedang mengintip dirinya sedang mandi. Bersambung.
Chapter 2 Bu Marsih yang menangkap basah Barkah terhenyak sambil melotot. “Barkah….ngapain bar malem malem di sini?” Takut, panik, dan tercengang melihat Bu Marsih keluar hanya berbalut handuk membuat Barkah terbata bata. Barkah antara takut, panik dan terangsang. Dia hanya bisa diam melihat tubuh Bu Marsih yang memiliki kulit mulus untuk orang seusianya. Kulitnya putih, dengan toniolan dua buah payudara yang tampang menonjol terhimpit balutan handuk. Pahanya cukup montok berisi hingga ke pantat yang hanya tertutup sedikit oleh handuk yang jelas kekecilan. Aroma wangi semakin tercium jelas manakal mereka berada sedekat ini. Sungguh Barkah tak mampu menahan gejolak libidonya dan membuat penis Barkah mengacung tegak dibalik celananya. Bu Marsih yang langsung paham akan kondisi yang ada melihat dengan seksama diri Barkah. Tidak jelek namun juga tidak tampan, badannya kekar dan tampak prima. Apalagi tadi Bu Marsih sedang dalam sesi merangsang diri sendiri. Udara dingin desa dan kedua insan yang sama sama dalam pengaruh birahi membuat Bu Marsih entah bagaimana memiliki keberanian untuk menarik tangan Barkah masuk ke dalam kamar mandi “Masuk Bar, takut ada yang lihat nanti” Bagai kerbau dicocok hidungnya Barkah pun melangkah masuk mengikuti tarikan tangan Bu Marsih. Setelah mereka berdua masuk Bu Marsih cepat cepat mengunci pintu kamar mandi. “Udah berapa lama Bar di luar? Kamu ngintip aku mandi ya?” “Eng….enggak Bu Mar, nganu saya tadi kebetu kebetulan lewat. Kok ada wangi wangi, saya cu cuma penasaran aja Bu, sumpah” elak Barkah mencoba membela diri. “Halah penasaran kok sampe ngaceng, kamu mau lihat ini po Bar?” Sambil berucap dan mengerling nakal, Bu Marsih pun melepas handuk yang melilit tubuhnya. Makin berdegup kencang jantung Barkah. Nampak tubuh telanjang berisi, khas ibu ibu berumur 50th ke atas, guratan usia memang mulai muncul. Kulit Bu Marsih tidak semulus gadis gadis desa di Banjardowo yang masih belia. Tapi dua payudara nya begitu besar, pantatnya masih berisi. Perutnya sedikit menggelambir tapi masih termasuk bagus, karena Bu Marsih belum pernah punya anak. “Kenapa Bar kok diem diem ae?” Sambil menggoyang goyangkan kedua payudara besarnya, Bu Marsih mendekat ke Barkah yang terdiam sambil melotot tidak percaya. “Bukaen celanamu Bar” melihat Subarkah yang masih termangu tak percaya Bu Marsih mendekat sambil melepas celana kumal Barkah. Mulutnya nyosor mencari bibir Barkah sambil menggerakkan tangan Barkah agar meremasi payudaranya. Bu Marsih yang telah dilanda nafsu menerkam Barkah hingga mereka berdua terduduk dilantai kamar mandi. Barkah hanya bisa memejamkan mata sambil tangan kirinya meremasi payudara besar Bu Marsih. Terbaring pasrah di lantai kamar mandi yang masih hangat akibat terkena air mandi yang panas barkah menikmati ciuman panas Bu Marsih. Mungkin lebih tepatnya disebut jilatan dan sedotan. Terbawa nafsu dan telah lama tidak merasakan disetubuhi pria, Bu Marsih begitu agresif menciumi bibir Barkah. Mulutnya hampir menelan bulat bulat bibir Barkah, sambil lidahnya terus berusaha menyeruak masuk ke rongga mulut Barkah. Tidak memiliki pengalaman barkah hanya bisa pasrah sambil menikmati rasanya dicumbu wanita. Tiba tiba terasa sesuatu yang hangat dan becek menyentuh ujung kepala penis Barkah. “Blesssssss……” Penis Barkah ditelan bulat bulat oleh memek Bu Marsih. Adegan ini daripada disebut sebagai adegan bercinta lebih tepat disebut adegan pemerkosaan. “Auhhhh……sssttttt ahhhhh……..” “Ayo…..Bar mentokin bar…….” “Kapan lagi Bar kamu bisa ngewe sama cewek montok ky aku Bar” Sambil terus mendesah dilanda birahi Bu Marsih bergoyang liar diatas tubuh Barkah. “Ayo Bar, jangan ragu, mentokin Bar……owwwhhhhh” Barkah yang kebingungan tak tahu harus berbuat apa, dia merasa sudah berusaha memasukkan seluruh batang penis nya tapi Bu Marsih masih meminta agar dimentokin lagi. Dari sudut pandang Barkah nampak Bu Marsih yang selama ini hanya bisa dicuri curi pandang ketika berghibah di pasar sedang telanjang sambil bergoyang liar. Payudara besar nya bergoncang keras kesana kemari. Pantat besarnya terus menghentak membentur paha Barkah yang berusaha menahan berat badam Bu Marsih. Tulang ekornya sebenarnya sakit karena tiduran di lantai kamar mandi yang keras. Tapi nikmat memek Bu Marsih yang menjepit penis nya mengalahkan rasa sakit tersebut. Tak lama terasa ada aliran yang terasa nikmat menjalar dari pangkal penis memberontak berusaha keluar. Barkah pun panik dan tau tahu harus apa. “Bu……bu marsih…..ahhh…..sa….saya mau….ngecret Bu……” “Tahan Bar……tahan……masih enak, crotin dalem aja Bar nanti……owhhhhh” Tak peduli dengan tampang Barkah yang udah nggak karuan sambil meringis menahan ejakulasinya Bu Marsih makin menggila menghentak hentakan memek nya menelan seluruh batang penis Barkah. “Owhhhh…..nggak tah…..nggak tahan Buuuuuu” Lolongan panjang Barkah dibarengi dengan semburan sperma menandakan hilangnya keperjakaan Barkah ditangan janda berumur 58th ini. Setelah ejakulasinya penis barkah pun mulai melemas dan “ploppp” keluar dari memek Bu Marsih. “Lahhhh kok udahan to Bar, ayo lagi Bar” Bu marsih masih berusaha menggesek gesekan memek nya ke penis Barkah yang telah lemes dan berbalur lendir. Tapi apadaya penis Barkah tetap tak mau bangun lagi. “Halah cah enom, baru ngecret sekali kok wis lemes to ya Bar” Meskipun belum tuntas birahi nya, tak bisa dipungkiri Bu Marsih lumayan menikmati persetubuhannya dengan Barkah. Dia hanya berharap bisa lebih lama lagi. “Yowis Bar, kamu baru pertama ya ngewe sama cewek?” “Iya Bu Mar” jawab Barkah sambil terbata bata. Bu Marsih pun bangkit sambil lelehan sperma Barkah tampak mengalir menetes dari memeknya. “Bangun Bar, pulang sana, udah malem. Besok pagi selesai kamu siap jualaan, kamu ke sini ya, kalo kamu nggak ke sini awas, tak laporin kamu ke Bu Kades biar kamu diarak warga” Barkah pun terkejut “hah, ma….mau apa Bu Mar saya disuruh ke sini? “Udah nggak usah banyak nanya, besok pokok nya kamu ke sini pagi pagi setelah siap siap jualan” “Ta…tapi kan saya mesti jualan Bu Mar, nanti saya makan apa kalo nggak jualan” sahut Barkah. “Beres soal itu, kebetulan aku ada perabot yang mau tak ganti, nanti tak beli dagangan mu” “Ba…baik Bu Mar, besok saya ke sini lagi” Barkah pun mengenakan kembali pakaiannya, dan keluar dari kamar mandi, sambil melangkah gontai dia membawa dagangan nya menuju pulang ke rumahnya. Direlung hatinya dia khawatir besok akan disuruh apa, tapi disisi lain dia bahagia akhirnya bisa merasakan memek seorang wanita. Sesampainya di rumah Barkah langsung bersih bersih dan langsung tidur. Rasa lapar sudah tidak dirasakan dan rasa kantuk langsung menyerang setelah tenaganya tersedot keluar untuk memuaskan Bu Marsih. Malam pun malin larut menyelimuti Desa Banjardowo, membuat semua insan terlelap. Semua warga terbuai dalam keheningan dan kesejukan malam. Terbawa mimpi indah akan harapan dan keinginan yang terdalam. Tak terkecuali Bu Marsih yang sempat melepas birahi nya meski tak tuntas. Di atas kasurnya Bu Marsih tersenyum kecil mengingat akan hal yang baru saja terjadi. “Kamu lumayan Bar, sayang burungmu kurang besar, kecil malah itungannya, staminamu juga nggak besar, tapi kerasnya udah dapet, mayan bisa nyentil nyentil itilku Bar” “Besok lihat aja Bar, akan aku ubah burung mungilmu itu jadi ular anaconda yang perkasa, bakal tak goyang terus kamu sampe kering Bar” begitulah yang ada dipikiran Bu Marsih sambil pelan pelan dirinya terhenyak dalam tidurnya dan bermimpi dirinya diperkosa Subarkah yang penisnya telah menjadi perkasa dan besar. Bersambung. Akan update berkala secara mingguan.