Sudah satu minggu ini Shin Chan melihat papanya secara diam-diam mengambil botol ungu dari atas lemari obat didapur dan meminum sebutir obat warna merah dari dalamnya. Setiap kali Shin Chan bertanya pada papanya, ia selalu memperoleh jawaban yang tak memuaskan. Shin Chan berpikir bahwa yang diminum papanya setiap akan berangkat kerja itu adalah permen yang sangat enak rasanya dan disembunyikan darinya. Timbullah keinginannya untuk mencoba obat yang dikiranya permen enak itu. Sepulang sekolah ia langsung kedapur karena lapar. Lalu ia mencoba berteriak memanggil mamanya tapi ia hanya mendengar jawaban samar-samar dari belakang. Mamanya meminta Shin Chan untuk sabar menunggu karena beliau masih sibuk mencuci pakaian. Duduk di depan meja makan pandangannya tertuju pada lemari obat yang ada dipojok dapur. Dilihatnya juga sebuah botol ungu diatasnya. “Uhh, lapar begini paling enak makan permen dulu ya”, katanya dalam hati. Otaknya berputar mencari cara meraih botol ungu yang terlalu tinggi dari jangkauannya. Akhirnya ia mengambil kursi tinggi dan berhasil meraihnya. Di botol itu tertera “Penis Enlargement”, (pembesar kelamin), tapi Shin Chan tak tahu maknanya dan dianggapnya isinya adalah permen manis. Ketika akan membuka didengarnya suara mamanya mulai mendekat ke dapur. Dengan buru-buru ia mengambil 2 butir dari dalam botol itu lalu ditutup dan dikembalikan ketempat asalnya. Sambil mengunyah 2 butir obat yang dikiranya permen itu ia mendorong kursi ketempat semula. “Hmm, rasanya manis, enak”, katanya dalam hati. “Shin Chan, kamu makan apa?”, tanya mamanya ketika melihat anaknya lagi mengunyah sesuatu. “Permennya Papa”, jawab Shin Chan santai tanpa rasa bersalah. Tanpa memikirkan soal permen itu, mamanya Shin Chan kemudian menyiapkan makan siang Shin Chan. Sejak saat itu bila Shin Chan harus menunggu untuk makan siang ia pasti akan mengambil dan mengunyah permennya Papa tanpa sepengetahuan siapapun. Meskipun tidak setiap hari ia mengambil permennya Papa tapi setiap pengambilan bisa 2 sampai 3 butir. Hal itu ia lakukan selama hampir 3 bulan. Papa Shin Chan yang banyak disibukkan pekerjaan kantor tak pernah curiga akan singkatnya persediaan obatnya karena sering lupa dan selalu membeli lagi setelah habis. Shin Chan sendiri tak pernah merasakan efek dari obat itu karena ia sama sekali tak mengerti. Efek yang ditimbulkan permen yang dikunyahnya adalah pembesaran alat kelamin pria hanya pada saat ereksi. Oleh karena Shin Chan kecil belum pernah ereksi maka ia pun tak merasakan apa-apa. Suatu sore hari ketika Shin Chan menonton TV bersama mamanya, ia melihat penyanyi wanita yang hanya mengenakan bikini. “Ma, Mama, yang nyanyi cantik ya Ma”, kata Shin Chan pada mamanya. “Cantik mana sama Mama?”, tanya mamanya. “Cantik Mama dikit, tapi banyakan penyanyi itu”, jawab Shin Chan santai. “Ehh, Shin Chan nakal ya”, teriak mamanya. “Kalau begitu nanti nggak kubuatkan mie kesukaanmu”, sambung mamanya. “Ma, Mama, buatkan mie-nya dong”, rengek Shin Chan berkali-kali tanpa dihiraukan mamanya. “Mama cantik kok, Mama lebih cantik dari penyanyi itu, sungguh Mama tambah cantik lagi kalau buatin Shin Chan mie kesukaan Shin Chan”, rayu Shin Chan pada mamanya. Akhirnya luluh juga hati mamanya mendengar rengekan dan rayuan anaknya semata wayang itu. “Iya Shin Chan, Mama akan buatkan tapi nanti ya”, ujar mamanya. “Shin Chan mau sekarang Ma, Mama buatin sekarang dong, Shin Chan lapar sekali”, rengek Shin Chan lagi. Tak tahan mendengar rengekan Shin Chan, mamanya langsung ke dapur dan menyiapkan mie kesukaan Shin Chan. “He, hehe, Shin Chan akan makan enak”, katanya dalam hati sambil menonton goyangan penyanyi-penyanyi cantik di TV. “Uhh, asyiik cantik-cantik goyang ngebor, ayo terus ngebor”, kata Shin Chan dalam hati sambil terus mendekat ke arah TV dengan tengkurap. Tanpa disadarinya, kemaluan Shin Chan bergeser dengan karpet yang ada dilantai. Semakin asyik, Shin Chan mengikuti irama lagu di TV dan menggerak-gerakkan pinggulnya. Semakin lama ia merasakan rasa yang enak kemaluannya ketika bergesek dengan karpet. “Uhh, enaak, ayo terus goyang”, kata Shin Chan. Tiba-tiba kemaluan Shin Chan bertambah besar karena ereksi. Semakin lama semakin besar hingga panjangnya sekitar 20 cm, sebuah ukuran panjang kemaluan yang berlebihan untuk anak seusia Shin Chan. Karena celana Shin Chan ukurannya pas-pas-an untuk anak seukuran Shin Chan maka Shin Chan menjerit kesakitan karena kemaluannya yang panjang itu menabrak dan terjepit karet celananya. “Aduh, Aduh, Mama, Mama sakit Ma”, jerit Shin Chan pada mamanya. Terkejut Mama Shin Chan langsung berlari ke ruang tengah dan mendapat Shin Chan lagi terlentang kelimpungan dengan tonjolan celananya yang sangat besar. “Kamu kena? Mana yang sakit?”, tanya mamanya pada Shin Chan kebingungan. “Ini Ma, burung Shin Chan kejepit celana, tolong Ma, aduh sakit”, teriak Shin Chan sambil meringis dan memegang burungnya. Sekilas Mama Shin Chan juga melihat tontonan TV yang masih memeprlihatkan goyangan-goyangan erotis dari penyanyinya. Mengertilah Mama Shin Chan tapi tetap heran dengan besarnya tonjolan burung Shin Chan. Untuk mengurangi rasa sakit jepitan celana pada burung Shin Chan maka mamanya melorotkan celana Shin Chan yang lagi terlentang. Bertambah terkejutnya Mama Shin Chan setelah melihat burung Shin Chan yang berdiri tegak dengan ukuran melebihi milik suaminya. Dipegang dan diusap-usap burung Shin Chan oleh kedua tangan mamanya yang lembut. “Enaak Ma, terus.”, kata Shin Chan nakal sambil tersenyum lega. “Shin Chan, ini akibatnya kalau kamu lihat TV yang seperti gituan”, teriak mamanya dengan muka merah dan segera mematikan TV. “Mama, Mama, maafin Shin Chan.”, rengek Shin Chan hampir menangis. Tapi tetap saja burung Shin Chan berdiri tegak karena usapan mamanya. Mamanya Shin Chan tahu bahwa untuk menidurkan kembali burung Shin Chan ia harus menyudahi usapannya pada burung itu, tapi karena ia belum pernah melihat dan memegang penis pria sebesar itu maka dengan ia masih tetap berlama-lama menatap dan mengusap burung anaknya. Melihat jam dinding, dengan berat hati ia meninggalkan Shin Chan dan kedapur untuk menyiapkan makan malam suaminya yang akan tiba dari pulang kerja tak lama lagi. “Ma, Mama, gimana ini, Shin Chan kok ditinggal”, teriak Shin Chan. “Lepas dulu aja celanamu, duduk dan tunggu aja, kalau burungmu sudah tidur pakai lagi celanamu”, teriak mamanya dari dapur. “Hihihi, dingin-dingin empuk”, tawa Shin Chan sambil memijat-mijat burungnya sendiri. Lupa akan perintah mamanya, Shin Chan lari berputar-putar diruang tengah tanpa celana menirukan aksi superhero kesayangannya ketika membasmi kejahatan. “Hmm, mana monster-monster jahat itu biar kutembak dengan senjata baruku ini”, teriak Shin Chan memegang burungnya dan memainkannya bak senjata. Kelakuan Shin Chan yang belum tahu apa-apa ini, membuat burungnya tetap saja berdiri tegang tak mau segera tidur. Tapi Shin Chan malah senang karena punya mainan baru. Mama Shin Chan yang telah usai menyiapkan makan malam keluarga, kembali keruang tengah untuk melihat kondisi anaknya. “Ma, Mama, ayo Ma main superhero lawan monster, Shin Chan jadi superheronya, Mama jadi monsternya ya”, teriak Shin Chan pada mamanya. “Shin Chan kamu kok nakal banget sih, disuruh duduk kok malah lari-lari”, teriak mamanya tak dihiraukan Shin Chan yang lagi asyik main dengan berlarian. Mamanya berusaha menangkap Shin Chan untuk dipaksa duduk tenang, tapi Shin Chan malah menganggapnya bermain-main dan tetap terus menghindar dari tangkapan mamanya lalu sesekali memegang burung dan mengarahkannya pada mamanya sambil beraksi menembak. “Dor, dor, dor”, teriak Shin Chan. Gemas campur marah mamanya Shin Chan mengancam tak memberinya mie, tapi Shin Chan nakal sudah tak mendengarkan lagi ancaman mamanya yang sudah dianggapnya monster yang berusaha menangkapnya. “Ayo monster kalau bisa tangkap Super Shin Chan”, ujar Shin Chan. Mendengar kata-kata Shin Chan, mamanya punya akal untuk menangkapnya. “Awas Super Shin Chan kalau ketangkap akan kuberi pelajaran”, kata mamanya Shin Chan berlagak jadi monster. Lalu mamanya Shin Chan segera mematikan lampu diruang tengah sehingga kondisinya menjadi remang-remang. “Mama, Mama Shin Chan takut, nyalain lagi lampunya”, jerit Shin Chan ketakutan sehingga tak mampu beranjak dari tempatnya berdiri. Tiba-tiba dua tangan mamanya sudah menangkap tubuhnya dari belakang. “Hehehe, ketangkap kamu”, ujar mamanya Shin Chan dengan suara monster. “Mama, Mama mainnya sudahan”, ujar Shin Chan sambil merobohkan dirinya diatas karpet ruang tengah. “Mamamu sudah tak ada, yang ada hanyalah monster yang akan memberimu pelajaran”, kata mamanya bak monster jahat yang siap menerkam mangsanya. Merasa tertantang, keberanian Shin Chan muncul kembali mengingat ia punya senjata pamungkas yaitu burungnya yang masih berdiri. “Super Shin Chan tidak takut sama monster jelek, sini biar kutembak”, teriak Shin Chan dengan memegang dan mengarahkan burungnya ke arah wajah mamanya yang mendekat. “Aku bukan monster jelek tapi monster cantik dan tak takut dengan senjatamu, terimalah pelajaran dariku”, ucap mamanya Shin Chan langsung menangkap dan menjilati burungnya Shin Chan yang mengarah kemukanya. Shin Chan yang tak berdaya melepas tangannya dari burungnya dan terlentang mengaduh”Aduh, aduh, geli Ma, geli Ma”. Tak mendengarkan rintihan Shin Chan, mamanya terus menjilati dan mengulum batang kemaluan Shin Chan. Kuluman maju mundur pada ujung batang kemaluan Shin Chan ia tambahkan kocokan dengan tangannya pada pangkal batang kemaluan Shin Chan. “Uhh, uuh, mmh, Ma, Ma, en, en, enaak”, ucap Shin Chan terbata-bata. “Teruus Ma, iya gitu, mmh, uhh, lagi Ma, mmff”, kata Shin Chan yang membuat mamanya makin mempercepat kuluman dan kocokan pada batang kemaluan Shin Chan. “Ma, Ma, Sin, Sin, Shin Chan mau.”, belum habis ucapan Shin Chan, batang kemaluannya berdenyut hebat mengeluarkan cairan putih dan langsung menyemprot kedalam kerongkongan mamanya. “Mmmh, mmh.”, suara mamanya sambil terus menyedot batang kemaluan Shin Chan dan menelan cairan putih itu seperti menyedot plastik sedotan ketika minum es juice sirsak. “Mama, Mama kok doyan sih Shin Chan pipisin”, ujar Shin Chan setelah lepas mulut mamanya dari batang kemaluannya. “Shin Chan, itu tadi bukan pipis tapi peluru dari senjata Shin Chan yang harus dimakan oleh monster”, kata mamanya Shin Chan dengan kalem. Bersamaan dengan itu terdengar suara telpon dan ternyata dari papanya Shin Chan yang memberitahu istrinya bahwa ia akan lembur malam ini hingga tengah malam. Dengan sangat kecewa, mamanya Shin Chan menutup gagang telepon. Ia kecewa karena hasrat nafsunya yang tinggi setelah bermain dengan Shin Chan hingga basah celana dalamnya ternyata tak dapat ia lampiaskan bersama suaminya yang akan pulang larut malam. “Mama, Mama siapa yang nelpon kita?”, tanya Shin Chan yang masih belum bercelana meski burungnya sudah kembali pada ukuran semula. “Itu tadi papamu, pulangnya akan malam. Kamu cepat pakai celanamu, makan lalu segera tidur”, perintah mamanya dengan nada agak keras sambil kembali menyalakan lampu ruangan tengah. Di kamar tidur, Shin Chan yang bersiap-siap menuju ke pembaringan bercakap-cakap dengan mamanya. “Mama, Mama besok disekolah akan aku tunjukkan senjataku pada teman-teman”. Mamanya langsung menjawab”Shin Chan kamu tidak boleh menunjukkan senjatamu itu, senjatamu itu hanya boleh kamu tunjukkan sama Mama saja, dan jangan sekali-sekali cerita pada papamu atau orang lain, ngerti?”. “Memangnya kenapa Ma?”, tanya Shin Chan tak puas. “Kalau kamu ceritakan dan tunjukkan sama orang lain, Mama nggak mau lagi main sama kamu dan Mama nggak akan membuatkan mie kesukaan Shin Chan”, jawab mamanya yang direspon dengan anggukan oleh Shin Chan. Ditempat tidur Shin Chan masih bingung dengan apa yang dikatakan mamanya tadi. “Mama curang, masa senjata kok nggak boleh dikeluarkan, eh tapi kalau nggak dituruti nggak bisa dapat mie dan nggak bisa main, wah nggak asyik”. Gemericik air terdengar oleh Shin Chan dari arah kamar mandi. Shin Chan nakal segera bergegas membuka selimut lalu turun dari tempat tidurnya. “Uhh, Mama mandi, ngintip ahh, seperti apa sih Mama punya senjata? punyaku kalah nggak ya?”, pertanyaan dalam benak Shin Chan. Didalam kamar mandi yang hanya ditutup separuh itu terlihat mamanya Shin Chan sedang telanjang sambil menunggu tingginya air dalam bathtub. Berdiri bersandarkan dinding kamar mandi tangan kanan mamanya Shin Chan mengusap-usap daerah kemaluannya sendiri dan sesekali memasukkan jari tengahnya kedalam vaginanya. Sementara itu tangan kirinya meremas payudaranya sambil memejamkan mata membayangkan burungnya Shin Chan. Shin Chan yang sedang mengintip keheranan melihat senjata mamanya yang hanya berupa lubang kecil yang ditumbuhi rambut-rambut halus tanpa ada moncongnya seperti miliknya. Lebih heran lagi ketika melihat payudara mamanya. “Uhh, Mama punya 2 senjata, tapi kok diatas ya?”, pertanyaan dalam benak Shin Chan. Merasa ingin lebih jelas ia bergerak lebih maju tapi badannya menyenggol pintu kamar mandi sehingga mengejutkan mamanya. “Shin Chan, kamu kok nakal sekali”, teriak mamanya. Dengan nyengir di bibir Shin Chan berkata”Mama, Mama maafin Shin Chan”. Berhadap-hadapan dengan mamanya yang telanjang, piyama Shin Chan mulai terbuka bagian bawahnya karena tertonjol oleh batang kemaluan Shin Chan yang berdiri mengeras. Hal itu tak luput dari pandangan mamanya. “Shin Chan kamu haru diberi pelajaran lagi karena nakal, kesini dan buka piyamamu”, perintah mamanya. Shin Chan yang ketakutan hanya menuruti perintah mamanya. Dengan telanjang bulat ia masuk kedalam kamar mandi dan berdiri tepat didepan mamanya. Dengan tinggi badan Shin Chan, mukanya tepat menghadap pada daerah kemaluan mamanya. “Mama, Mama mana senjatanya yang seperti punya Shin Chan?”, tanya Shin Chan. “Senjataku nggak kelihatan karena ada didalam, coba lihat”, jawab mamanya Shin Chan. “Mana, nggak kelihatan?”, tanya Shin Chan. “Memang nggak, tapi bisa mengeluarkan peluru, coba rasakan dengan lidahmu”, perintah mamanya Shin Chan dengan menarik kepala Shin Chan hingga lidahnya menyentuh bibir vagina mamanya. “Ohh, Shin Chan rasakan lubangnya dan masukin dengan lidahmu”, perintah mamanya. Lidah Shin Chan akhirnya menemukan lubang vagina mamanya dan tanpa diperintah lagi bergerak-gerak secara bebas dalam liang kenikmatanan mamanya. “Ahh, terus Shin Chan, lagi, jangan berhenti ohh.”, ucap mamanya sambil mendesah keenakan. Tarikan tangan Mama semakin erat memegang kepala Shin Chan membuat Shin Chan agak gelagapan. “Cepat Shin Chan, Mama mau keluarin pelurunya, ahh.”, desah mamanya sambil menggelinjangkan tubuhnya. Shin Chan merasakan semprotan kecil yang hangat dari dalam liang kenikmatan mamanya dan berusaha menelannya. Selepas itu mereka berdua mandi bersama dalam bathtub yang telah terisi air hangat. Berdekapan dengan mamanya, tangan Shin Chan yang nakal meremas-remas payudara mamanya. Shin Chan kecil duduk dipangkuan mamanya, burungnya yang makin mengeras bergeseran dengan perut mamanya. Shin Chan terus meremas semua bagian tubuh mamanya yang sudah merebahkan tubuhnya. Seperti mendapatkan mainan baru, tubuh Shin Chan yang berada diatas tubuh mamanya bergerak keatas kebawah sambil merasakan rasa enak pada bagian burungnya karena bersentuhan dan bergeser dengan tubuh mamanya. Mamanya Shin Chan membiarkan tingkah polah anaknya pada tubuhnya menunggu tertumpuknya hasrat nafsu yang tak akan dibendungnya. “Shin Chan, ayo kita adu senjata Shin Chan dengan senjata Mama”, ajak mamanya Shin Chan. “Mama, Mama gimana caranya?”, tanya Shin Chan bingung. “Masukin aja senjata Shin Chan kedalam lubang yang Shin Chan masuki lidah tadi, nanti didalam akan beradu sendiri”, jawab mamanya menjelaskan. “Ayo, ayo Ma, diadu, tapi yang kalah tandanya apa Ma?”, tanya Shin Chan kembali. “Yang mengeluarkan peluru duluan yang kalah”, jawab mamanya. Mama Shin Chan kemudian mengatur posisi tubuh Shin Chan yang berada diatasnya agak ke belakang sehingga batang kemaluan Shin Chan tepat berada diatas vaginanya. Dipandu oleh tangan mamanya, ujung batang kemaluan Shin Chan masuk sedikit kedalam lubang vagina mamanya. “Shin Chan ayo dorong biar masuk terus”, ucap mamanya sudah tak sabar. “Mama, Mama rasanya geli”, jawab Shin Chan polos. Ditariknya tubuh Shin Chan oleh mamanya sehingga seluruh batang kemaluan Shin Chan masuk dalam vagina mamanya. “Ahh, ah.”, desah mamanya merasakan kenikmatan gesekan burung Shin Chan dengan liang kenikmatannya yang lain dibandingkan burung milik suaminya. “Uhh, mmh, mmff, enaak Ma”, kata Shin Chan kegirangan. “Shin Chan, cepat kamu maju mundur tapi jangan sampai lepas ya senjatamu”, perintah mamanya lagi. Menuruti kata-kata mamanya, Shin Chan terus melakukan gerak maju dan mundur dan semakin lama semakin cepat hingga membuat gelombang yang lumayan dalam bathtub. “Shh, aah, terus Shin Chan”, desah mamanya. “Mmh, mmff, iya Ma”, kata Shin Chan mengiyakan. Beberapa saat kemudian Shin Chan berkata”Mama, Mama aku mau keluarin pelurunya”. “Tahan Shin Chan.”, ucap mamanya sambil mepercepat gerakan tubuhnya untuk mengimbangi gerak maju mundur Shin Chan. Lalu didekapnya tubuh Shin Chan yang sudah kelihatan tak dapat menahan ejakulasinya. “Mamaa..”, ucap Shin Chan lirih dibarengi rasa denyutan dari batang kemaluannya. Satu sentakan aliran cairan hangat dari batang kemaluan Shin Chan segera dirasakan oleh dinding-dinding liang kenikmatan mamanya. Lalu mamanya menggendong tubuh Shin Chan kecil yang sudah didekapnya. Dalam gendongan mamanya yang dalam posisi bediri Shin Chan menguncikan kakinya pada bagia belakang tubuh dan kaki mamanya agar tak jatuh. Dalam gendongan mamanya ini Shin Chan merasakan tubuhnya digoyang keras oleh mamanya sehingga gesekan yang ia rasakan pada batang kemaluannya semakin ia rasakan enaknya. Sehingga meluncurlah peluru-peluru berikutnya tak tertahankan lagi. Sementara itu mamanya juga merasakan sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya sehingga iapun mencapai puncaknya. Gelinjang tubuh mamanya seakan tak mau berhenti mengeluarkan segalanya dari dalam liang kenikmatannya yang terdalam. Setelah melepas gendongan tubuh Shin Chan, mamanya kembali berbaring kedalam bathtub untuk mengistirahatkan tubuhnya. Sementara Shin Chan sambil menangis langsung kembali ke kamarnya setelah mengenakan piyama karena merasa kalah. E N D