Cerita Sex Sepeda Gunung Belvina – Saya membeli sebuah sepeda gunung bekas dari tukang loak yang berkeliling di depan rumah. Murah, hanya 50 ribu rupiah. Rangkanya masih mulus, hanya velg-nya saja yang berkarat dan bannya yang perlu diganti dengan yang baru. Kalau sudah diperbaiki, bisa dipakai untuk berolah raga atau menjadi mainan kedua anak saya.
Hari Sabtu, saya libur. Pagi-pagi saya mengeluarkan sepeda bekas itu ke halaman, lalu berjongkok mengamplas velg-nya yang berkarat. Tidak lama kemudian Belvina, anak gadis saya yang berusia 17 tahun, keluar dari rumah.
“Bel, tolong ambilkan amplas lagi di kotak perkakas untuk Papah,” suruh saya.
Tapi Belvina tertawa cekikikan sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan seperti ada sesuatu yang aneh pada diri saya.
“Kenapa sih kamu ketawa begitu?” tanya saya heran.
“Ituu… titit Papah keluar dari celana…!” tunjuknya dengan jari ke selangkangan saya.
Haahh…??!
Saya benar-benar kaget dan buru-buru melihat ke bawah. Benar, penis saya keluar dari celana. Kenapa saya tidak merasakan celana saya koyak ya, atau penis saya dingin kena angin? Duhhh… duhhh… panas wajah saya seperti terpanggang api.
Belvina sudah meninggalkan teras. Saya pergi membuka kran air mencuci tangan, maksud saya mau ganti celana pendek. Tapi kemudian Belvina keluar dari rumah.
“Ini Pah amplasnya? Bener nggak begini?” tanya Belvina menyodorkan gulungan amplas yang dipegangnya pada saya.
“Iya benar, tolong pegang dulu, tangan Papah basah.” jawab saya memandang Belvina yang berdiri di depan saya. “Bagaimana tadi kamu melihat titit Papah, takut nggak?” tanya saya iseng sambil mengeringkan tangan saya yang basah di celana saya.
“Ngg… ngg… nggak tau, Pah!” jawab Belvina malu.
“Baru pertama kali melihat atau sudah pernah?” tanya saya lagi.
“Hii.. hiikk…” Belvina tertawa.
“Masa hanya ketawa sih. Kamu kan sudah besar, ayo kita diskusi.” kata saya.
“Baru pertama kali, Pah. Tapi Papah jangan cerita sama Mamah, ya?”
“Nggak, masih mau melihat lagi? Maksud Papa, supaya kamu tau apa itu penis.”
“Ini Pah, amplasnya.” Belvina mengalihkan pembicaraan.
Saya mengambil gulungan amplas dari tangan Belvina. “Bikinkan kopi buat Papah ya, nanti balik lagi kesini, kita ngobrol.” kata saya tidak kehilangan akal.
Belvina masuk ke rumah. Saya duduk di tepi lantai teras menunggu Belvina dengan tak sabar. Kira-kira 10 menit saya menunggu, Belvina datang membawa kopi untuk saya. “Ini Pah, kopinya!” ia berjongkok meletakkan gelas kopi di lantai.
“Siapa yang bikin, Mamah atau kamu?” tanya saya memancing supaya Belvina tidak buru-buru pergi.
“Hee.. hee.. Mamah…”
“Ayo, duduk sini!” saya meraih pundak Belvina.
Belvina duduk di samping saya. “Papah bukan mengajarkan kamu yang nggak baik.” kata saya mengambil tangan Belvina yang halus dan mulus, lalu saya remas pelan-pelan. “Papah sayang sama kamu. Makanya karena kamu sudah terlanjur melihat penis Papah, Papah akan mengajari kamu sex, supaya nanti kamu pacaran, nggak dibohongi sama pacar kamu.”
Sambil meremas tangan Belvina, sebelah tangan saya mengangkat gelas kopi. “Hii.. hiikk… iihh… Papah, nggak ditutupin, nanti kelihatan dari jalan.” kata Belvina ketika melihat penis saya muncul dari bagian celana saya yang sobek.
“Sini, tutupin dengan tanganmu!” saya menarik tangan Belvina ke selangkangan saya.
“Iihh… Papahh… Papahhh… nggak mau.. gelii…” seru Belvina menarik tangannya.
Tapi apalah artinya sebuah tangan yang kecil dengan tangan saya yang besar dan kuat? Saya berhasil menelungkupkan telapak tangan Belvina ke penis saya. “Iihhh… Papah, orang gak mau dipaksa!” kata Belvina cemberut.
“Anggap saja kamu pegang penis pacarmu, karena nanti kamu pacaran, pasti suatu hari pacarmu akan meminta kamu memegang penisnya.” jawab saya. “Apakah kamu nggak mau pegang, ayo? Kalau kamu sayang sama pacarmu, pasti kamu mau pegang penisnya ya kan?” kata saya.
“Hii… hiikk… jadi keras, Pah?”
“Karna tanganmu ajaib!” seloroh saya.
“Iihh… Papah! Plaakk…!” Belvina memukul paha saya dengan manja.
Saya memeluk pundak Belvina dan mencium rambutnya. “Pegang lagi!” bisik saya.
Tangan Belvina menuju ke penis saya yang sudah setengah tegang, lalu penis saya dipegangnya. “Remas…” bisik saya mengajari tangannya meremas batang penis saya.
Belvina tidak melawan. Dengan diam dan kepalanya bersandar di pundak saya, telapak tangannya yang mulus itu meremas batang penis saya pelan-pelan. Gelora kenikmatan menjalari tubuh saya. Saya mengangkat gelas kopi, lalu meneguknya.
Gelora kenikmatan semakin mengejar saya. Akhirnya saya mengejang. Saya memeluk pundak Belvina erat-erat, kemudian saya mengajari tangan Belvina mengocoks penis saya.
“Ooohhh… ooowhhh… “ lenguh saya ketika air mani saya keluar dari penis saya. Crroott… crroooottt…
“Papahhh…. “ desah Belvina.
Saya mencium rambutnya berulang-ulang. “Terima kasih, sayang. Vagina kamu terasa apa-apa, nggak? tanya saya mencoba memegang selangkangan Belvina yang tertutup celana pendek.
Rasanya hangat dan sedikit lembab. “Papahhh…” desah Belvina lagi, sehingga membuat saya berani mengelus selangkangannya dengan jari jemari saya. “Ooohhh… Papahhhh…” desah Belvina menarik napas panjang. Pahanya yang kaku menjepit tangan saya.
“Ayo kita ke kamar!” ajak saya menarik Belvina bangun dari duduknya.
Belvina tidak membantah. Kopi tinggal ¼ gelas saya tinggalkan di lantai. Riko, adik Belvina yang berumur 13 tahun sedang duduk di kursi nonton televisi dengan sebungkus potato chips. Ia tidak menghiraukan saya dan Belvina masuk ke kamar.
Istri saya sedang mencuci pakaian di kamar mandi. Saya mengunci pintu kamar Belvina. Belvina berbaring di tempat tidur dengan kedua kaki berjuntai ke lantai. Ia membiarkan saya menarik lepas celana pendek dan celana dalamnya.
Saya tidak mau banyak memperhatikan vagina Belvina yang sudah telanjang itu. Saya membuka lebar paha Belvina, lalu segera mulut saya mengulum vagina Belvina yang rasanya asin berbau pesing dan agak amis itu. “Oooo… Papahh… Papahh…” desah Belvina menggelinjang.
Saya menjilat klitorisnya yang sudah mulai mengeras, Belvina memegang rambut saya dengan tangannya. “Ooo… Papp… ppaahhh… Papp… paaahhh….” rintih Belvina mulai mencengkeram rambut saya.
“Paapp… paaahhh… Paapp… paahhhh….” kemudian tubuh Belvina bergetar hebat, napasnya tersengal-sengal.
Saya melepaskan vagina Belvina dari mulut saya. Belvina terbaring lemas di tempat tidur. Saya berbaring di sebelahnya mengelus rambutnya. “Enak, sayang?” tanya saya.
Belvina memeluk saya. Saya mengecup bibirnya sejenak, lalu saya memakaikan kembali celananya dan membiarkan ia tidur. Siangnya istri saya mengajak saya ke salon untuk gunting rambut.
Riko mau pergi ke rumah temannya mengerjakan PR, jadi ia tidak ikut. Kami berangkat bertiga. Saya ingin memanjakan Belvina supaya suatu hari saya bisa mendapat lebih dari tubuhnya. Saat mamanya sedang potong rambut, saya mengajak Belvina ke toko handphone.
Saya membiarkan ia melihat-lihat dan ketika ia berdiri terpaku cukup lama di sebuah stand handphone, saya mendekatinya dan bertanya, “Mau yang ini?”
“Papa mau beliin buat aku? Kan baru setahun hape aku?” katanya.
“Iya, tukar saya dengan yang ini hapemu!” kata saya.
“Wahh… dapat hape baru nih, Mama nggak dibeliin?” mamanya ngeledek.
Istri saya tidak tahu maksud saya membelikan handphone baru untuk Belvina.
Selang 2 hari, hari libur. Istri saya mengajak Riko ke rumah kakek neneknya, karena sudah sekitar 3 bulan istri saya tidak ke rumah orang tuanya, sekalian mengantar uang bulanan. “Semalam Belvina nggak enak badan. Tolong dilihat ya Pah, kalau masih nggak enak badan juga, suruh minum obat.” kata istri saya pada saya yang sedang duduk nonton televisi.
Istri saya menunduk mencium bibir saya. Cuupp… cupp… muaahhh…. sudah ya, Pah…”
Melihat Riko masih memesan mobil online dengan hapenya di teras belum dapat-dapat, saya merangkul leher istri saya, lalu bibirnya yang bergincu merah itu saya lumat dengan bibir saya. Teteknya yang menggelantung, saya keluarkan dari BH-nya, lalu saya remas.
Istri saya meronta minta dilepaskan, malah saya menarik turun celana dalamnya dari dalam roknya, sehingga memaksa ia duduk di pangkal paha saya memasukkan penis saya yang tegang ke lubang vaginanya yang basah, lalu digoyangnya dengan cepat penis saya sembari kami melumat bibir.
Sheerr… sheerrr… sheerrr…. air mani saya menembak di dalam vagina istri saya. “Mmmhhh… Papaahhhh….“ desah istri saya.
“Nikmat sekali, sayang…”
“Papa keterlaluan, orang sudah mau pergi masih dientot!”
“Haa… haa… siapa suruh cium bibir?” jawab saya.
Istri saya buru-buru pergi ke kamar mandi mencuci vaginanya. Sebentar kemudian Riko mendapat mobil online, mereka berangkat. Saya mandi.
Tidak lama saya selesai mandi dan duduk kembali nonton televisi, Belvina keluar dari kamar dengan rambut acak-acakan sambil mengucek-cuek matanya. “Papah… “ panggilnya manja melemparkan pantatnya di samping saya.
Saya merangkul bahunya dan mencium rambutnya. “Mau penis Papah lagi?” tanya saya.
“Papahh…. mmmhhh…” desah Belvina manja menyandarkan kepalanya di bahu saya.
Saya mengeluarkan penis saya dari celana dan menarik tangan Belvina memegangnya. Belvina menurut, ia menggenggam penis saya dan meremasnya pelan. “Papahhh…” desahnya.
Penis saya mulai tegang. “Kocok seperti kemarin ya, sayang?” kata saya membantu tangan Belvina bergoyang.
“Nggak mau, nanti keluar!” jawab Belvina manja.
“Kalau gitu, Papah jilat memek kamu ya, kayak kemarin, enak kan?” kata saya. “Ayo kita ke kamar,” ajak saya mematikan televisi dengan remote control, lalu bangun menarik Belvina yang masih duduk.
“Gendong…” pintanya manja.
Kemanjaan Belvina membuat saya semakin kehilangan akal sehat. Saya mengangkat Belvina berdiri, lalu memeluknya, kemudian bibirnya saya cium dan saya lumat. Belvina yang belum pandai ciuman bibir hanya mangap-mangap mulutnya, tapi saya tahu bahwa ia menikmati ciuman saya sehingga tangan saya berani masuk ke dalam baju tidurnya, lalu mengangkat BH-nya dan meremas teteknya yang bulat kecil itu.
Napas Belvina tersengal-sengal. Saya segera menariknya masuk ke kamar. Tempat tidurnya seperti kapal pecah. Saya tidak peduli lagi. Setelah Belvina berbaring, saya segera melepaskan celana tidur dan celana dalamnya. Pahanya yang putih saya kangkang lebar.
Lalu vagina Belvina segera saya hisap dan saya lumat dengan mulut saya. Saya sudah tidak bisa menjelaskan lagi bagaimana baunya vagina Belvina. Pantat Belvina naik-turun dan tangannya mencakar-cakar selimut. “Ooohhh… Papaaahhh…. Pappp…. ppaaahhh…. “ teriaknya dengan napas tersengal-sengal.
Saya melepaskan celana pendek saya. Sambil menjilat vagina Belvina, saya mengocok penis saya yang sudah sangat tegang. Kemudian saya berhenti sebentar melepaskan kaos saya dan kaos Belvina serta BH-nya sehingga saya dan anak gadis saya bertelanjang bulat.
Saya menjilat vagina Belvina lagi dan mengocok penis saya sampai air mani saya sudah terasa di pangkal penis saya, lalu saya naik ke tempat tidur menyumbat lubang vagina Belvina dengan kepala penis saya yang berwarna sangat merah itu. Saya menindih Belvina, saya menghisap puting teteknya yang kecil sembari saya menggoyang-goyang penis saya di lubang vaginanya yang sempit dan ketat.
Hanya kepala penis saya yang masuk, lalu saya menyemburkan air mani saya. Crroott…. crroott… crroottt…. Belvina memeluk saya erat-erat. “Oohhh…. Papp…paahhhh… mau pipisss…” erangnya.
Saya tidak menanggapi Belvina. Saya mencium bibirnya sampai penis saya terkulai dan vagina Belvina dibajiri dengan air mani saya. Entahlah apa setetes atau dua tetes air mani saya sempat menembus ke rahimnya atau tidak.
Bersambung…