EPISODE 1 Kegabutan
Cuaca Jakarta sore itu terlihat suram, hujan gerimis seolah tak ingin berhenti menyiram bumi betawi ini sejak siang tadi, seperti biasa, Jakarta sore itu sangat padat, bubaran kerja ditambah genangan yang tercipta akibat hujan, semakin menambah semrawut kota megapolitan ini. Suasana seperti ini sudah pasti akan menciptakan emosi meningkat, suara klakson pengemudi yang tak sabaran terdengar saling menyahut, aku termangu di belakang kemudi mobilku, aku terkadang heran kenapa suasana yang sudah terbiasa seperti ini masih saja membuat emosi orang meningkat, sejauh mataku memandang hanya barisan kendaraan mobil yang ada di kiri kananku, aku sendiri tak terlalu memusingkan suasana macet seperti ini, bagiku kemacetan adalah pertanda kemakmuran, dan kalau masih tak terbiasa juga dengan macet atau banjir atau genangan apapun namanya, mending pergi saja ke pelosok sepi. Aku mencari gelombang radio yang bisa ditangkap oleh antena mobilku, beberapa lagu terdengar akrab ditelinga, lagu-lagu mellow yang sedang trending di yutub, aku tak suka dengan jenis lagu ini, lagu-lagu ini akan membuat sensitif perasaan kita terpelihara dengan baik, dan rasanya gak cocok untuk warga megapolitan yang harus tegar dengan keadaan apapun. Aku terkadang mulai merasa apa yang dikatakan sakah satu musisi indonesia benar, anak-anak muda generasi z ini sama sekali buruk dalam selera musik, cewek-cewek abg begitu histeris melihat segerombolan lekaki yang lebih cantik dari mereka berjoget, mereka begitu asyik mendengar jeritan menyayat biduan yang sedang patah hati, seolah semua mereka itu galau terus dalam hidup, padahal mereka belum merasakan kerasnya persaingan di masyarakat secara real. Sebuah lagu lawas dari Van Halen terdengar dari salah satu stasiun radio, aku menganggukan kepala sambil mengikuti irama yang terdengar akrab menemani masa mudaku dulu, musik itu membuatku terhibur ditengah kebosanan menunggu antrian kemacetan ini. Namaku adalah Denny, usiaku hampir 50 tahun, aku berada dalam usia yang sangat mapan, rasanya dewi fortuna selalu mengiringi langkahku sejak aku terjun ke masyarakat seusai menamatkan kuliah dulu, apapun yang aku kerjakan selalu menuai sukses besar, pekerjaan pertamaku sejak lulus adalah menjadi account officer di sebuah Bank milik konglomerat pribumi Indonesia, hanya dalam dua tahun aku mendapatkan promosi menjadi kepala Tim yang harus memimpin anak buah yang usianya lebih tua daripadaku, aku menyukai tantangan dan persaingan, adrenalinku akan meningkat cepat saat aku menghadapi pesaing-pesaingku yang kuat, dan ketika aku mencapai target yang aku tentukan, aku mulai jenuh, dan aku bahkan sudah tak tahu lagi berapa banyak aku berganti pekerjaan karena aku merasa jenuh dan tak memiliki tantangan lagi. Dan kini aku mulai memanen kerja kerasku sejak muda, aku telah memiliki perusahaan yang bergerak dalam broker saham, bukan hanya itu saja, aku juga memiliki beberapa kegiatan usaha, baik kecil atau besar semua aku sikat, dari kafe hingga tempat cuci mobil aku punya. Rasanya uang begitu jinak mengikuti kemanapun aku melangkah. Aku memiliki dua orang anak yang sudah remaja, anak pertamaku adalah perempuan sekarang usianya 17 tahun, sedang kuliah di salah satu perguruan tinggi di Australia, anak keduaku lelaki usianya 13 tahun sekolah di singapura dan tinggal bersama neneknya disana, praktis aku dirumah hanya bersama istriku. Istriku saat ini berusia 36 tahun, dia lebih muda 10 tahun dariku, sejak pertama menikah, tak sekalipun dia menjalani pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, seperti masak, nyuci, atau mengurus anak, semua dikerjakan oleh asisten rumah tangga, kerjaan istriku tiap hari adalah sibuk menghabiskan uang belanja yang kuberikan, istriku sibuk mempermulus kulitnya, serta kegiatan lain agar penampilannya seksi dan sempurna. Aku sendiri tak mempermasalahkan kegiatan istriku yang terkesan hura-hura, menurutku apa yang dilakukannya adalah semata agar penampilannya tetap menarik buatku sebagai suami, dia tentu takut kalau suaminya akan direbut oleh pelakor dan kehilangan posisi sebagai ratu rumah tanggaku, walau dia ratu, aku tetaplah raja di rumahku, istriku sangat telaten mengurusku, aku memang mewajibkan dia untuk selalu ada dirumah saat aku pulang, aku juga mewajibkan istriku untuk mengurus semua keperluanku, seperti menyediakan pakaian untuk aku ke kantor, menyiapkan pakaian ganti kalau aku pulang, menemaniku makan di rumah dan hal-hal seperti itu. Istriku juga tak peduli atau mungkin tepatnya tak berani untuk kepo dengan kegiatanku di luar rumah, aku sebagai lelaki bukanlah jenis lelaki yang baik-baik saja, tidur dengan perempuan lain bukanlah hal terlarang bagiku, namun aku membatasi untuk tidur bersama perempuan yang bisa dibayar, aku tak berminat untuk memelihara ayam kampus atau menjadi sugar daddy, alasannya karena aku gampang jenuh, aku yakin istriku tahu kelakuanku di luar rumah, tapi mungkin dia beranggapan seperti slogan minuman ringan, yang penting botolnya pulang heheheh.
***
Aku menepikan sejenak mobilku di sekitaran GBK, daripada aku suntuk mengantri dalam kemacetan, mending aku cuci mata melihat aktifitas di sekitar stadion kebanggaan rakyat Indonesia ini. Audi A5 terbaruku terparkir rapih disisi trotoar, aku mengambil sekotak rokok dari laci dahboardku, udara kelihatan begitu menyenangkan, aku suka jalanan sehabis hujan, bau hujan membuat segar cuping hidungku. Kulihat seorang pria tua berbaju dinas parkir tergopoh-gopoh mendekati mobilku, lelaki tua itu mengibaskan bendera kecil berwarna merah, seolah sedang memarkirkan kendaraanku yang sudah rapih terparkir. “Selamat malam Pak..” Sapa pria tua itu dengan ramah. “Malam pak..” balasku sambil menyalakan sebatang rokok, kutawarkan rokok itu padanya, “Maaf pak saya sudah berhenti merokok.” dia menolak dengan halus. Aku duduk di trotoar di depan bumper mobilku, bapak tua itu terlihat sedang berlari mengejar sebuah mobil yang hendak meninggalkan tempat parkir, aku mengalihkan pandanganku ke sekitaran tempatku duduk, beberapa kios penjual makanan kaki lima berjejer rapih, bangku-bangku dan kursi juga tersedia di depan kios mereka, beberapa orang kulihat berolahraga, beberapa lainnya hanya berjalan menikmati suasana, di ujung sana kulihat ada sekelompok anak muda yang sedang bermain basket, ada juga beberapa abg cewek yang sedang berjoget-joget di depan hp mereka yang terpasang di tripod, aku menikmati suasana ini sambil menghisap rokokku dalam-dalam. Bapak tua yang tadi kulihat sedang merapihkan uang lembaran lusuh yang dia dapatkan dari para pengemudi mobil ataupun motor, “Pak sini duduk..” Aku memanggilnya “Loh kok bapak masih disini, saya kira sedang makan disana..” Ujarnya sambil menunjuk tempat keramaian orang yang sedang menikmati makanan. “Gak pak..saya sengaja menepi, karena jalanan macet, mending ngerokok bentar disini sambil menunggu agak lenggang..” Jawabku. “Lumayan kayaknya ya pak penghasilannya..?” tanyaku kemudian. “Ya lumayan aja pak, maklum bukan akhir pekan, gak terlalu ramai, untung saja hujan jadi banyak yang neduh disini heheh..” ujarnya kemudian. Kami saling berbincang, lumayan lah buat temen nunggu macet, apalagi di rumah istriku juga gak ada, dia sedang ada acara reuni dengan teman SMA nya. Bapak tukang parkir itu rupanya berusia 55 tahun, aku cukup surprise, penampilannya jauh lebih tua dari usianya, mungkin karena kehidupannya yang keras membuat penampilannya lebih cepat matang. Bapak Tua itu rupanya tinggal sendiri, istrinya sudah meninggal 5 tahun lalu, anak-anaknya sudah memiliki keluarga sendiri, kulihat bapak tua ini masih kelihatan napsu dengan cewek, beberapa kali kupergoki matanya jelalatan melihat perempuan yang lewat, khususnya yang mengenakan celana pendek, apalagi banyak cewek-cewek yang berolahraga hanya mengenakan tanktop dan hotpants pendek. “Masih doyan cewek pak?” Tanyaku sambil tersenyum. “Ehhh…bisa aja bapak ini…” Jawabnya terlihat malu. “Ya baguslah pak..normal namanya..” Balasku tergelak. “Masa ada pemandangan indah gak dimanfaatkan ya pak hahahaha..” lanjutku. Kami berdua tergelak, berbincang ngalor ngidul dengan orang-orang kecil macam bapak ini membuat hiburan sendiri bagiku, biasanya aku mengobrol hal-hal penting seharian dengan staf atau tamu-tamu yang datang ke kantorku. “Trus kalau masih napsu gitu, gimana ngelampiasinnya pak, kan istri katanya sudah almarhum.” Tanyaku iseng karena merasa sudah akrab. “Hahahaha…bisa aja bapak ini, saya jadi malu…” Jawabnya mengambang. Aku ikut tersenyum melihat kepolosan bapak tua ini, tiba-tiba sesuatu terbersit di benakku yang bejat, bapak tua itu permisi hendak mengambil uang parkir dari mobil yang sedang bersiap meninggalkan tempat parkir. Aku mengambil hpku, kucari sebuah nama di folder kontak hpku, tanpa berlama-lama aku mulai menekan tombol panggilan. “Haloo ommm….Pa kabar nih…ihh tumben nelpon..” Suara indah yang menggetarkan iman terdengar di ujung telpon. “Kamu lagi apa..” Tanyaku. “gak ngapa-ngapain om, ehmmm om mau ajak jalan ya?” Tanya suara manja itu. “Available gak sekarang?” Tanyaku. “Sekarang? Hmmm buat om mah aku selalu available hihihi..” Suaranya semakin sengaja dibuat menggoda, Hmmm dasar…! “Oke nanti bentar lagi aku kirim tempatnya ya, kamu langsung kesana..” Ujarku, pembicaraan kami kemudian berakhir, aku kemudian beralih ke aplikasi pemesanan hotel. Tak perlu lama aku sudah mendapatkan sebuah kamar hotel di tempat langgananku. Aku kemudian memforward bukti transaksi ke perempuan yang kutelpon tadi. Perempuan tadi mengirimkan sebuah emoji jempol sebagai balasannya, disusul emoji orang yang sedang berlari dengan caption Otw…aku tersenyum-senyum membayangkan skenario menarik yang akan terjadi sebentar lagi. Si bapak Tua sama sekali tak mengetahui rencanaku padanya, saat kami kembali mengobrol, aku mengajaknya untuk menemaniku makan di suatu tempat, tadinya dia menolak karena alasan jaga parkir, namun setelah kuberikan dua lembar uang ratusan ribu dia akhirnya mau meninggalkan tugasnya. Aku menangkap kecurigaan di benaknya saat kami dalam perjalanan, namun tak lama dia mulai rileks karena mungkin merasa sudah akrab denganku, aku mengajak bapak tua itu makan sate kambing langgananku di blok M, sambil makan kami saling ngobrol dan bersenda gurau, terkadang aku sengaja memancing reaksinya ketika ada wanita seksi di tempat itu, “Pak tuh cewek seksi banget..suka gak cewek kaya gitu?” tanyaku. Dia melirik dan terkekeh, “Kalau gak suka mah berarti saya udah gila pak hehehe..” “Pernah ngebayangin nidurin cewek kaya gitu gak pak?” tanyaku frontal. Bapak itu tersedak kaget dengan pertanyaanku, dia melirik kekanan kekiri seolah takut kalau ucapanku tadi terdengar orang lain, “Waduh bapak ini ada-ada aja..” “Cewek mulus, cines lagi…masa gak pernah bayangin sih pak…” kejarku lagi. “Ya pasti pernah pak, Cuma bayangin aja sih bisanya..” jawab pak tua itu. “Kalau saya kasih kesempatan buat ngalamin secara langsung mau pak?” tanyaku sambil tersenyum. “Hah? Maksudnya pak..” Tanyanya bingung. Aku memajukan wajahku, “Kalau ngewe sama cewek mulus kaya gitu mau gak?” Aku benar-benar hampir kelepasan tertawa melihat wajahnya yang bingung culun, tapi aku berusaha menahan diriku. “Serius pak?” Tanyanya lirih, sumpah aku sempet mendengar cegukan liurnya. Kuambil hpku dan kucari sebuah foto, lalu kutunjukkan pada pria tua itu foto gadis yang kutelpon tadi, gadis itu terlihat seksi dengan lingerie merah yang dikenakannya, seluruh punggung putih mulusnya terlihat begitu indah dan menantang syahwat lelaki yang melihatnya, terdengar lagi cegukan liur lelaki tua itu. “Mau sama ini pak?” tanyaku. Dia menatapku nanar, kulihat sinar syahwat begitu jelas dimatanya, “Ssssayaaa.***k pahmmm..” jawabnya dengan suara bergetar. “Oke saya anggap aja mau ya…setelah kita makan kita temui cewek itu, bapak bisa nikmati sepuasnya hehehehe..” ujarku menyeringai, aku benar-benar sangat eksiting dengan semua ini, kontolku mulai menegang membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Kulihat bapak itu semakin bingung, namun aku yakin dia paham, “tenang aja..saya yang tanggung semua..hadiah buat bapak tadi udah nemani saya ngobrol.”
***
“Hah!!” wajah Heni gadis bispak yang kutelpon tadi terlihat kaget dengan permintaanku, “Duhh aku kira aku sama Oom, kok malah sama bapak tua itu..” bibir si jelita terlihat cemberut yang malah menambah gemas penampilannya. Kucubit kecil pipinya yang memerah, “Nanti Oom bayar kamu dua kali lipat gimana..” ujarku, seketika dia menoleh dan menatapku manja, “Serius nih Oom, aku harus melayani bapak itu?” tanyanya lagi. “Ya lah…kalo kamu gak mau ya oom akan cari orang lain..” jawabku. “Ehh jangan..ihh oom mah gitu cepet ngambek..” si jelita mengelendot manja di bahuku. “Ya udah, yang penting bayarannya sesuai hihihi, jangankan sama lelaki tua, sama gembel pun gak masalah hihihi…” Lanjut si jelita. “Nah gitu dong baru namanya pro..tapi ada syaratnya..” Ujarku “Hmm apahhh..” Tanyanya, sambil membuka bibirnya dengan gaya sensual, andai gak janji kepada bapak tua itu, pengen banget kunikmati sendiri si montok mulus ini. “aku akan menaruh kamera disini, tenang aja ini buat kepentinganku aja, bukan untuk yang lain..” Ujarku meyakinkan si jelita. “Iya aku percaya sama Oom..” Jawabnya. “Sipp itu baru gadisku…” ku tampar pelan pantatnya yang membusung. Pak tua parkir yang baru kutau namanya adalah pak Rosin keluar dari kamar mandi, terlihat dia begitu canggung, namun Henni si jelita mulai menunjukkan profesionalitasnya, dia dengan penuh penghayatan seperti seorang istri menggandeng suaminya menuju tempat tidur. Pak Rosin melihat padaku dengan pandangan ragu, sebenarnya dalam perjalanan menuju hotel aku sudah jelaskan pada lelaki tua itu tentang apa yang akan terjadi malam ini, aku juga menjelaskan kalau aku akan berada di kamar itu untuk menonton semua yang terjadi, sepertinya Pak Rosin keberatan dengan keberadaanku, namun karena dia juga sangat napsu membayangkan bisa menyetubuhi seorang gadis cantik seksi membuatnya tak memiliki pilihan lain selain menuruti syaratku. Sekarang aku melihat seolah sebagai penonton acara duel panas, antara seorang lelaki tua kusam dan dekil berhadapan dengan seorang perempuan jelita yang bertubuh putih mulus bak pualam, kedua petarung kini berada di atas ranjang, sang pejantan sepertinya terlihat gugup, sedangkan si jelita benar-benar memainkan perannya dengan sempurna. Si jelita bisa berperan sebagai apapun asal angkanya cocok, dan kini itulah yang tengah diperlihatkan padaku sebagai penonton yang membayar semuanya, perlahan kulihat perangai asli pak Rosin mulai tampak, perangai lelaki normal yang tak kuasa menahan gejolak hasrat dihadapan sang jelita mulus sempurna. Henni tanpa ragu mulai merangsang syahwat lelaki tua dihadapannya itu, entah dia menikmati atau hanya menjalankan adegan drama, Henni begitu lihai mengecup dan menjilati putting keriput sang pejantan. Dengan posisi menungging dengan tubuh yang masih dibalut lingerie merah merona, lidah Henni melata di sepanjang leher dan putting susu sang pejantan tuanya. Kulihat pak Rosin mulai terbakar, bahasa tubuhnya yang tadi ragu, kini mengikuti naluri syahwatnya yang mulai terbakar, ahhh sepertinya pertarungan ini akan berlangsung seru, aku yakin pak Rosin tak akan mengecewakanku..aku yakin itu..
Bersambung