AKU tidur sekamar dengan nenek, tetapi tidak satu ranjang. Aku di ranjangku dan nenek di ranjangnya terpisah agak jauh dengan ranjangku.
Ranjang nenek terletak di sebelah kiri kamar, ranjangku di sebelah kanan. Tetapi kegiatan di kamar tidak memisahkan aku dengan nenek.
Nenekku kalau berjalan sedikit agak jauh, sudah harus memakai tongkat untuk menopang tubuhnya yang agak gemuk supaya dengkulnya tidak sakit. Usia nenek sudah 67 tahun, tetapi menurutku kecantikan nenek belum pudar tergerus waktu dan belum hilang terkikis oleh zaman.
Menikah pada usia 20 tahun dan sudah entah berapa ratus kali berhubungan seks dengan kakek sampai melahirkan 7 orang anak, nenek masih awet muda dan cantik.
Memang pada waktu itu lagi ngetrend, ‘banyak anak banyak rezeki’, berbanding terbalik dengan zaman Mama sekarang ini, “dua anak saja cukup” mau dua-duanya laki-laki atau mau dua-duanya perempuan, sama saja.
Nenek sering menyuruh aku memijit kakinya, tangannya, atau badannya dan juga sering menyuruh aku mengerik kalau nenek lagi tidak enak badan sehingga dari situ aku bisa memijit dan mengerik walaupun masih amatiran, he.. he..
Mama juga jadi ikut-ikutan menyuruh aku mengerik. Perbedaannya, kalau Mama menyuruh aku mengerik, Mama menutup rapat dadanya dengan baju. Sedangkan nenek bertelanjang dada. Mungkin nenek menganggap dirinya sudah tua.
Sehingga kegiatan berdua di kamar seperti ini membuat aku mudah horny. Apalagi nenek pernah menyuruh aku mengerik dadanya tanpa menutupi payudaranya. Bagaimana mungkin tidak timbul nafsuku?
Payudara nenek belum peot. Masih mulus kencang seperti masih berisi susu, ditambah dengan putingnya yang besar berwarna coklat tua, sungguh membuat darah muda di dalam tubuhku bergejolak hebat tidak tahan melihatnya.
Untung aku masih mempunyai banyak pertimbangan sehingga bisa kucegah tidak sampai melakukan perbuatan yang nekat terhadap nenek.
Nenek sayang sama aku, masa aku tega mencelakakan nenek? Nenek juga sudah tua. Kata orang, wanita yang sudah tua, vaginanya sudah kering, apalagi nenek sudah menjanda selama 4 tahun. Vagina nenek yang sudah tidak dipakai berhubungan intim selama 4 tahun, pasti sudah kesulitan melakukan penetrasi dengan penisku.
Tetapi aku nekat juga. Selesai aku memijit nenek malam itu, aku dan nenek berbaring berdua ngobrol sambil kupeluk perut nenek.
Aku tertarik dengan bau badan nenek, sehingga membuat aku berani mencium ketiaknya yang tidak tertutup baju karena nenek memakai kaos tanpa lengan.
Nenek membiarkan aku bermanja-manja dengannya sampai aku tertidur.
Tidurku baru terganggu ketika mendengar suara ait hujan yang sangat deras seperti ditumpahkan dari langit ditingkahi dengan suara dentuman petir seperti menyalak di atas genteng kamarku.
Nenek yang berbaring di sebelahku kulihat dadanya naik-turun kembang-kempis dan wajahnya sekan-akan tersenyum. Itulah sebabnya kenapa aku berani melakukan perbuatan yang tidak terpuji terhadap nenek. Aku bangun mengecup bibir nenek.
“Mmmhh…” gumam nenek terbangun menggeliat.
Rupanya nenek tidak tidur nyenyak. Ancaman sudah di depan nenek karena aku tidak bisa mundur lagi. “Hujan ya?” tanya nenek seraya membalik miring tubuhnya menghadap ke dinding kamar.
“Ya, Nek.” jawabku memeluk nenek dari belakang dan menjulurkan tanganku ke depan memegang payudaranya yang hanya dilapisi kaos longgar.
“Mmmhh… ahhh…” rintih nenek menggeliat ketika kuremas payudaranya yang benar-benar masih kenyal.
“Nenek cantik dalam keadaan tidur,” kataku. “Hujan begini, kita hangatkan badan yuk, Nek.” Tidak berhenti kuremas payudara nenek. Kuremas terus payudara nenek.
“Agghh… mmmh… aagghh… sudah gak bis…sa, Bam…” jawab nenek dengan napas tersengal. “Kam…kamu tau kakekmu meninggal sudah berapa lama, kan? Sewaktu kakekmu masih hidup saja nenek sudah nggak… kamu pengen sekali, ya…?” tanya nenek.
“Berhubung hujan saja, aku ajak nenek…” jawabku, kini tanganku sudah berada di dalam kaos nenek sedang memegangi payudara nenek.
“Coba kamu ambil body lotion…” suruh nenek.
Tanpa banyak bertanya, aku turun dari tempat tidur mengambil body lotion nenek di atas meja. Lalu aku membawa body lotion pada nenek.
“Oleskan ke seluruh ‘burung’mu…” suruh nenek. “Nenek lepaskan celana…”
Aku yang sedang mengoles body lotion ke ‘burung’ku sudah tidak bisa konsentrasi lagi melihat selangkangan nenek yang sudah telanjang. Rambut kemaluan nenek masih hitam, tetapi hanya sedikit sehingga terlihat sangat jelas olehku vagina nenek yang tertutup rapat oleh bibir vaginanya yang sudah keriput.
Baru terpikir olehku bagaimana caranya aku memasukkan penisku yang sudah berbalut body lotion itu ke dalam lubang vagina nenek? Aku lalu menindih nenek dengan jantung berdebar-debar sewaktu tangan nenek memegang penisku, dan menggosok-gosokkan kepala penisku di depan vaginanya.
Sebentar kemudian nenek menekan kepala penisku ke lubang vaginanya, lalu kudorong pantatku ke depan sehingga perlahan penisku mulai masuk ke lubang vagina nenek yang terasa sempit. Tetapi masih tetap bisa kumasukkan penisku tanpa halangan. Hingga akhirnya nenek menjauhkan tangannya dan membiarkan aku memasukkan sendiri penisku ke luang vaginanya sampai penisku terasa mentok di ujung lubang.
Aku jadi ketakutan sendiri. Bagaimana kalau nenek sampai memberitahukan Mama? Mereka, mertua dan menantu, sangat dekat. “Nek, jangan kasih tau sama mama, ya…” kataku.
“Sudah enak, jangan didiamkan.” kata nenek. “Ayo, gerakkan…”
Aku baru sadar. Kemudian kucoba tarik-dorong penisku maju-mundur keluar-masuk di lubang vagina nenek, sementara nenek mengimbangiku dengan memutar pinggulnya dan menggerakkan pantatnya naik-turun.
Bagaimana aku bisa ngomong nenek sudah tua jika pinggul dan pantatnya masih lincah penuh gairah?
Hujan deras di luarpun sudah tidak kuhiraukan lagi. Kulepaskan kaosku dan kaos nenek juga kulepaskan. Sehingga setelah nenek telanjang, dengan gampang aku meremas dan menghisap payudaranya sambil kedua tubuh telanjang kami bergumul di atas kasur saling memuaskan.
Tidak kupikirkan lagi aku baru 19 tahun, sedangkan nenek 67 tahun, selisih sampai 48 tahun aku dengan nenek. Tiba-tiba kami berdua bercumbu bagaikan anak muda.
Setelah beberapa menit berlalu, akupun tidak tahan. Air maniku terasa mau keluar dari penisku. Segera kudorong dalam-dalam penisku ke lubang vagina nenek, kucium bibir nenek sembari kukocok penisku dengan cepat, akhirnya air maniku keluar.
Crroottt… crrooottt…. crroottt…
Aku diamkan penisku di dalam vagina nenek. Tadi begitu nikmat saat air maniku tumpah di rahim nenek. Sangat nikmat, lebih nikmat dari aku masturbasi apalagi di depanku terpajang tubuh nenek yang telanjang.
Sampai penisku layu dan keluar sendiri dari lubang vagina nenek yang basah, aku baru bangun dari tubuh nenek. “Bagaimana rasanya, Nek?” tanyaku.
“Enak…” jawab nenek. “Sudah lama nggak… he..he..”
“Masih mau, Nek?” tanyaku.
“Mau…” jawab nenek cepat.
Malam berikutnya menjadi malam yang indah untuk aku dan nenek. Aku membaca buku sex. Aku nonton video porno bagaimana supaya aku bisa memuaskan nenek di ranjang.
Nenek sangat menikmati saat aku menjilat vaginanya. Kata nenek, ia seperti pengantin baru. Nenek benar-benar ketagihan bersetubuh denganku. Aku juga tidak bosan-bosan menyetubuhi nenek hampir setiap malam.
Dari coba-coba, kami jadi saling jatuh cinta. Aku mencintai nenekku, aku ingin menikahinya.