Papa ikut sibuk menjemput saudara-saudaranya yang menginap di hotel lain untuk dibawa ke tempat pesta. Banyak saudara-saudara yang datang dari luar kota diinapkan di hotel lain.
Keluarga Papa, adalah keluarga besar. Lagi pula Om Tito itu kaya raya, kalau tidak mau disebut taipan atau konglomerat. Perusahaannya banyak. Maka itu Papa bisa minjam mobil, karena Papa bekerja dengan kakaknya.
Mama ditunjuk menjadi penyambut tamu bersama beberapa tanteku. Pertama, aku kaget masuk ke kamar hotel.
Selain melihat kesibukan beberapa penata rias yang merias wanita-wanita yang duduk di kursi, wanita-wanita yang dirias itu ada yang masih memakai pakaian mereka dari rumah, tetapi ada pula yang hanya memakai BH dan celana dalam saja.
Tadinya aku mau pergi saja dari ruangan yang semerbak wangi parfum mahal itu, tetapi kemudian aku melihat seorang laki-laki yang umurnya sepantaran dengan aku sedang duduk di pojok ruangan bermain games di hapenya, akupun ikut duduk.
Aku keluarkan hapeku dari kantong celana panjangku. Tiba-tiba timbul pikiran mesumku.
Kenapa aku tidak mem-video-kan para wanita yang sedang duduk dirias hanya memakai BH dan celana dalam itu, meskipun wanita-wanita itu kebanyakan sudah berumur paruh baya, tapi lumayan video mereka bisa dijadikan video semi porno dan menjadi bahan coli, terutama untuk teman-temanku yang gemar dengan wanita paruh baya.
Dengan memposisikan hapeku secara horizontal sambil kedua tanganku bertumpu pada lututku, para wanita yang hanya mengenakan BH dan celana dalam itu pasti tidak akan curiga aku men-take video mereka. Sangkanya aku main games.
Lagi pula bagaimana mereka bisa curiga? Mereka sibuk ngobrol dengan penata rias, karena hari ini mereka diberi kesempatan untuk menjadi BIDADARI SEHARI, termasuk Mama yang sudah dirias mengenakan gaun pesta longdress berwarna merah jambu berpotongan dada rendah sehingga kedua payudara Mama tampak menyembul dari atas gaunnya.
“Har, bantu Mama sini…” panggil Mama.
Mama mengajak aku masuk ke toilet yang berada di ruang rias, lalu Mama mengunci pintu toilet. “Bantu pegangin gaun Mama, Mama mau kencing!” kata Mama menaruh sebuah gulungan kecil berwarna putih di pinggir wastafel yang berada di toilet.
O… astagaaa… seruku dalam hati, tetapi kemudian aku maklum.
Mama tidak mungkin bisa duduk kencing di toilet kalau tidak ada orang yang membantu memegangi gaunnya yang panjang itu.
Mama lalu mengeluarkan celana dalamnya dari kedua kakinya, lalu digantung di kapstok toilet. Kemudian saat Mama mau duduk di toilet, Mama menyuruh aku mengangkat bagian belakang gaunnya, sehingga Mama pun bisa duduk di toilet.
Sheeerrrr…. sherrrr…. sherrrr… inilah pertama kali aku mendengar suara air kencing Mama menyembur ke lubang toilet sembari aku berdiri di samping Mama, aku bergidik.
Tetapi aku tidak bisa melihat paha Mama, pantat Mama dan vaginanya, karena semuanya tertutup oleh gaun panjang yang dipakai Mama, tetapi membayangkan air kencing Mama menyembur deras ke lubang toilet, kontolku berdenyut.
Aku membayang, jika saja lubang toilet itu mulutku, Mama kencing di mulutku, betapa nikmatnya air kencing Mama. Hangat, gurih bervitamin, apalagi bisa sambil menghisap vagina Mama, hmmm… air kencing Mama bisa terasa seperti madu alam dari surga.
Selesai kencing Mama berdiri memencet tombol di bak penampung air membersihkan lubang toilet, sheeerrrrrrr…. gludukk… gludukkk… gludukkk…
Mama mengambil celana dalamnya yang digantung di kapstok. Pikirku Mama akan memakai celana dalamnya yang berwarna biru muda itu, tetapi Mama menggunakan celana dalamnya untuk membersihkan vaginanya.
Digosok-gosoknya selangkangannya celana dalam itu sambil mengangkat bagian depan gaunnya. “Ini, dikantongin dulu.” kata Mama memberikan celana dalam kotornya padaku selesai ia membersihkan vaginanya.
Aku menerima celana dalam kotor Mama dengan terbengong, tapi tidak ketahuan oleh Mama, karena Mama sedang mengambil gulungan putih yang ditaruhnya di pinggir wastafel.
Sewaktu Mama membuka gulungan putih itu, ternyata celana dalam sekali pakai. Mungkin lebih tipis dan lebih ringan dipakai daripada celana dalam rumahan, apalagi celana dalam Mama sudah berbentuk pulau kecil berwarna coklat di selangkangannya dan baunya… hemmm… sewaktu kucium.
Bikin kontolku bangun juga pada akhirnya, karena ada tambahan pemandangan indah selain tetek Mama yang menyembul, tetek istri Om Tito dan tetek besannya juga menyembul.
Pesta berlangsung meriah di ballroom hotel mewah berbintang 5 itu. Makanan melimpah dan menjadi ajang reuni keluarga yang sudah lama tidak bertemu.
“Ini suamimu ya, Lina?” tanya seorang wanita tua yang tidak kukenal pada Mama.
Mama tersenyum dan menjawab, “Iya, Tante…!”
Entah apalagi yang mereka bicarakan, aku meninggalkan mereka.
Hari sudah mulai gelap, aku baru pulang bersama Mama. Perut boleh kenyang, tetapi badanku capek luar biasa. Namun melihat Mama duduk bersandar di jok mobil tertidur sampai ngorok seperti habis disuntik obat bius, semangatku timbul lagi apalagi kulihat payudara Mama yang semakin menyembul saja.
Aku membesarkan volume radio di mobil dan jika Mama tidak terbangun sampai di lampu merah, nah…
Benar saja, sewaktu mobilku berhenti di depan lampu merah, Mama masih tertidur ngorok. Kuperhatikan di kiri kanan mobilku.
Sewaktu tidak ada mobil yang lain, seperti pencuri aku mengulum dan menghisap bibir Mama sambil tanganku merogoh leher gaunnya dan kuremas payudaranya yang masih cukup kenyal.
Putingnya yang besar berwarna coklat tua itu sengaja kukeluarkan dan kusandarkan di leher gaunnya. Masih cukup banyak waktu.
Kemudian gaun panjang Mama kunaikkan dan sewaktu sudah terlihat celana dalamnya, kubuka lebar paha Mama, kusibak bagian pinggir celana dalamnya sampai terlihat bibir vaginanya, lalu kudorong jariku masuk ke dalam lubang vagina dan pantat Mama seakan-akan terangkat dari kursi menahan nikmat, saat kukocok lubang vaginanya yang basah itu dengan jari. Kuhisap puting susunya, baru kemudian melanjutkan perjalanan.
Diperhentian lampu merah berikutnya, kutarik tangan Mama ke kontolku untuk mengocok kontolku. Tetapi lampu merah ini cepat menyala, sehingga air maniku belum keluar, mobilku sudah melanjutkan perjalanan lagi.
Di lampu merah terakhir, Mama baru terbangun. “Sampai di mana, Her?” tanya Mama.
“Sudah hampir sampai di rumah…” jawabku menjulurkan wajahku ke payudara Mama, Mama mendiamkan aku mencium payudaranya. Kemudian kubuka mulutku menjepit puting susu Mama dengan bibirku, lalu kuhisap puting itu.
“Mmmhh…” desah Mama bersandar di jok mobil memejamkan mata.
Tiba-tiba tercium olehku bau amis. Dari mana asal bau itu? Ternyata dari jariku yang tadi kupakai mencolok lubang vagina Mama yang basah berlendir dan lengket.
Sesampai di rumah, Mama turun duluan dari mobil. Aku belakangan dan mobil kubiarkan saja di parkir tepi jalan, hanya untuk semalam ini.
Mama sudah menyalakan lampu di dalam rumah dan di teras. Kemudian di ruang tengah Mama menghadapkan punggungnya padaku untuk kutarik turun ritsleting gaunnya yang panjang sampai ke belahan pantatnya.
Gaun itu sudah menjadi milik Mama. Bisa jadi gaun yang terbuat dari bahan broklat dan dilapisi satin itu harganya mencapai jutaan rupiah. Tapi apa artinya jutuaan rupiah bagi seorang Tito?
Lalu aku mencoba melepaskan gaun itu dan Mama mau saja mengeluarkan tangannya dari lengan gaun, sehingga setelah kedua tangan Mama keluar dari lengan gaun, maka gaun itupun kuloloskan dan membiarkannya turun dari pinggang Mama, sehingga Mama hanya memakai celana dalam saja.
“Huhh… ngantuk banget Har dan capek, nggak usah mandi ya Mama…” kata Mama padaku melengos pergi dari depanku hanya memakai celana dalam masuk ke kamar.
Aku yang mandi sambil membawa gaun Mama ke keranjang untuk dicuci besok di loundry.
Selesai mandi, Papa belum pulang, aku membungkus tubuhku yang telanjang dengan handuk, lalu membuka pintu kamar Mama.
Ternyata Mama terlentang di tempat tidur hanya mengenakan celana dalam putih itu. Kedua tanganku pun menarik turun celana dalam tersebut.
Mama menggeliat. “Emm… Mama ngantuk banget, Har…. mau ngapain sih..?”
Mama tidak menolak aku melepaskan celana dalamnya dan Mama menggeliat tujuannya adalah supaya aku mudah melepaskan celana dalamnya.
Selanjutnya kutindih Mama. “Mmm… jangan dimasukin, Har…” kata Mama saat kutekan kontolku yang tegang ke vaginanya yang penuh bulu.
“Pengantin untuk Mama.” kataku.
Mama menarik hidungku. “Papamu mau dikemanain kalau kamu mau menikah dengan Mama?” tanya Mama.
“Hidup bersamalah…” jawabku.
“Enak aja, satu lobang berdua. Salome apa, Mama?”
“Hikkss..” aku tertawa sambil kudorong kontolku hingga tembus masuk ke dalam lubang vagina Mama.
“Ekkk… Har…” Mama menggeliat.
“Nikmati saja, Ma. Oke?” kataku.
Terus mulai kukocok kontolku maju-mundur di liang persetubuhan Mama. Lubang vagina Mama longgar basah. Apa karena kontolku yang kecil? Tapi biarlah kunikmati dulu malam ini seperti malam pengantin.
Tetapi goyanganku hanya bisa bertahan sampai 10 menit, tetapi bagaimanapun sanggup membuat Mama menghela napas panjang sambil kedua tangannya ke belakang mencengkeram pinggir batal sewaktu air maniku menembak yang rasanya berbutir-butir keluar dari lubang kontolku.
Craaatttt…. crrrooottt…. crrooottt…. crrooottt… crrrooottt…. crrooottt…. crrooottt…
“Akkhhh…” rintih Mama.
Crrrooottt…. crrooottt…. crrooottt… crrrooottt…. crrooottt…. crrooottt…
Akupun terkulai lemas di atas tubuh Mama yang telanjang. Mama memeluk aku mesra sampai kontolku keluar sendiri dari lubang vaginanya yang basah kuyup dan lincin.
Sejak malam itu, aku ngentot dengan Mama bagaikan suami istri yang baru menikah, setiap malam kami memburu kenikmatan seksual sesaat tanpa memikirkan resikonya. Apalagi Papa keluar kota melulu.
Aku ngentot dengan Mama tidak hanya di dalam kamar, tetapi juga di teras, karena pagar rumah kami cukup tinggi dan tertutup lembaran plastik.
Kami bersetubuh seperti di taman bunga apabila pas bunga kamboja berbunga dan jatuh di halaman beraneka warna, kuning, putih dan merah.
Mama duduk di pangkuanku dan kuayun-ayunkan kedua kakiku naik-turun, ah… alamak… sedapnya sewaktu kontolku yang menancap di liang sanggama Mama itu tergesek dinding vagina Mama… sungguh petualangan yang fantatis.
Mama tampak biasa-biasa saja kalau ngobrol dengan tetangga, atau ngumpul arisan. Tidak bakal ada tetangga yang percaya jika di rumah kami telah terjadi hubungan sedarah, istilah sekarang hubungan BEJAT!
Lewat satu bulan…
Lewat dua bulan…
Lewat tiga bulan…
“Mama hamil!” kata Mama di WA.
“Lha…!”
“Lha apa? Dari kamulah! Memang papamu pernah nidurin Mama selama 3 bulan ini…?”
Betapa takutnya aku. Semakin perut Mama membesar, semakin aku takut, karena umur Mama sudah tidak muda. Mama sudah berumur 44 tahun, tetapi dokter yang memeriksa kehamilan Mama mengizinkan Mama hamil.
Dan berhubung Mama masih pengen terus dientot, aku entot saja Mama sudah tidak bisa menindihnya. Mama harus nungging, atau aku tarik pantat Mama ke pinggir kasur, baru aku mengentotnya sambil berdiri di depan ranjang.
Baru saja kami selesai bersetubuh malam itu, Mama mengatakan perutnya mules. Aku segera membawa Mama ke rumah sakit dan setelah diperiksa perawat, ternyata rahim Mama sudah buka 2.
Entahlah, apalah perawat tahu bahwa Mama baru saja ngentot ketika memeriksa lubang rahim Mama? Apakah masih ketinggalan air maniku di rahim Mama?
Aku menemani Mama melahirkan. Mama menjerit. Mama berteriak sambil ngeden sewaktu kepala bayi mau keluar dari lubang vaginanya, sama seperti aku melihat aku lahir 20 tahun yang lalu.
Pasti Mama menjerit lebih histeris karena sewaktu melahirkan aku, Mama baru pertama kali melahirkan. Ini sudah yang ketiga kalinya Mama melahirkan.
Mungkin lubang vagina Mama sudah menciut setelah lama tidak melahirkan. Adikku Artho sekarang berumur 17 tahun, berarti beda 17 tahun dengan anakku yang sekarang sedang dilahirkan Mama.
Mama terus menjerit… menjerit dan menjerit sampai kepala bayi nongol di depan lubang vaginanya yang berlumuran darah segar.
Lalu ditarik terlahan-lahan keluar oleh dokter yang menangani persalinan Mama. Bluuusss… oekk… oekk… oekk…
Tali puser segera dijepit dan dipotong. Lalu bayi anakku di bawah ke meja lain untuk dibersihkan, sedangkan dokter membantu Mama mengeluarkan ari-ari bayi dari rahim Mama.
Saat itulah aku baru sadar bagaimana perjuangan seorang wanita menjadi seorang ibu. Sebesar apapun kesalahanku Mama tetap memeluk aku erat dengan kasih sayangnya tanpa pamrih.
Anakku adalah seorang laki-laki yang ganteng perpaduan wajahku dan wajah Mama.
Maafkan aku Mama.
Engkau adalah seorang PENGANTIN yang sesungguhnya dan layak kurayakan di ruang ballroom hotel berbintang lima itu.