Kedua orangtuaku sudah meninggal sejak dua tahun lalu, begitupula dengan kedua mertuaku.. parahnya aku dan mas Andi adalah anak tunggal, jadilah kini kami berdua benar-benar hidup berdua jarang sekali bertemu saudara kecuali ada acara pesta keluarga seperti yang baru aku hadiri malam ini, Mas Andi masih berada di Australia untuk kepentingan bisnisnya membuka peluang baru disana. Kini mobilku mogok dan aku terjebak dalam kegelapan malam di tengah jalan tol dalam kota, untunglah aku sempat menepi sebelum mobilku benar-benar mogok. Hampir setengah jam aku mengutuk diri di dalam mobil hingga aku akhirnya keluar. Mencoba membuka kap mesin mobil yang berasap dan berdiri kebingungan di pinggir jalan, awalnya aku ragu karena aku hanya mengenakan gaun malam satu tali dengan belahan cukup rendah sehingga tidak memungkinkan buatku mengenakan bra biasa kecuali model cup saja. Payudaraku tidak besar, biasa saja, sehari-hari bra yang kupakai ukuran 34c, normal untuk ukuran 160 dan berat 52 layaknya wanita Indonesia umumnya. Yang membuatku sedikit ragu untuk turun adalah gaunku yang hanya setinggi lutut padahal angin sangat kencang, gawat juga kalau ditiup angin sementara aku hanya memakai celana dalam mini thong yang hanya menutup bagian kewanitaanku saja, selebihnya hanya minim sekali meski tidak seminim G string.
Aku melirik jam tangan, ya ampun sudah nyaris jam dua belas malam. Kacaunya batere hpku habis. Di tengah kebingungan, tiba-tiba aku dikagetkan suara klakson mobil. Ada sebuah mobil bak terbuka parkir dibelakang mobilku. Aku sempat kaget ternyata mereka adalah petugas dinas kebersihan jalan tol yang baru selesai menjemput tukang sapu jalan tol. Dari perkenalan singkat aku ingat nama mereka Roy, Boy dan Joy, sepintas ketiganya setype, berkulit hitam, dekil, Roy tinggi besar, Boy gendut dan Joy kurus, rambut ketiganya masih berantakan dan dari jauh bau keringat menyengat sudah tercium bahkan semenjak mereka turun dari mobil. Tampaknya mereka baru mau pulang setelah bekerja menyapu jalan tol ini.
“Malam tante, apakah tante baik-baik saja?”, tanya salah satu dari mereka.
“Oh, aku tidak apa-apa, hanya mobilku yang mogok”, sahutku.
“Asapnya tebal sekali tante, boleh saya coba bantu lihat?” kata temannya.
“Oh silahkan..”, sahutku.
“Kenalkan tante, saya Roy”, sahut pria terakhir yang turun dari mobil, matanya tampak belanja ke arah belahan dadaku yg rendah dan ya ampun… wajahnya seram sekali, seperti ada bekas luka memanjang di pipinya.. ngeri sekali.
Roy yang sepintas mirip Budi Anduk itu lalu memperkenalkan dua temannya, “Itu yang gendut Boy tante, dan yang gondrong lagi lihat mesin mobil tante namanya Joy” lanjutnya sambil menunjuk dua temannya.
Si Boy lebih mendingan sedikit, meski kulitnya tampak paling hitam dibanding lainnya namun wajahnya mengingatkanku pada sosok Benoe Boeloe yang sering muncul di transtv. Sementara Joy, sepertinya lebih mirip Sule, agak gondrong gitu.
Sambil tertawa geli aku memperkenalkan diri, “panggil saja aku Nita”, sahutku.
“Tante, ini radiatornya ga ada airnya, kering, karena panas mulai merusak komponen lain, tante ga mau kontak orang rumah saja?” teriak Joy dari balik mesin mobilku.
“Ya ampun.. aku lupa periksa tadi yah.. aduh hpku mati lagi.. gimana yah?” balasku agak panik.
Waduh, mobil yang kubawa ini tidak mungkin bisa jalan lagi malam ini.. Berarti aku harus panggil taxi dan telpon asuransi mobilku, pikirku dalam hati.
“Silahkan tante, pakai hp saya..” kata Boy menyerahkan hpnya padaku.
Aku sibuk kembali ke dalam mobil mencari nomor telepon taxi dan asuransiku. Setelah beres, aku kembali menemui mereka. Kap mobilku sudah ditutup, asap sudah tidak terlalu ngebul.
“Wah, tante mobil ini mahal sekali kalau di servis yah” sahut Roy
“Iya tante, kok bisa mercy S600 seperti ini radiatornya sampai kosong tante? Sayang banget nih rusak.. eh, asuransi sudah ditelpon tante? Sudah telpon taxi juga? Kalau mau, kami biar temani tante dulu disini sampai semua beres” sahut Boy beruntun membuatku bingung.
“Oohh iya iya kalau kalian ga keberatan, dengan senang hati tante mau ditemani” singkatnya
Setelah hampir setengah jam menungu, Derek dari asuransiku datang. Setelah urusan administrasi selesai dan mobilku diderek kini aku yang bingung. Karena taxi yang kupesan tak kunjung tiba.
“Tante, kalau mau biar kami yang antar tante pulang, sepertinya malam minggu begini akan sulit mendapat taxi kosong”, kata Joy.
Aku masih berkeras menunggu dan akhirnya aku ditemani pria itu menunggu taxi di pinggir jalan tol, karena iseng Boy mulai memainkan fasilitas video dari hpnya,
“Emang ga gelap Boy?” kata Joy.
“Nggak kok malah bagus kena lampu jalan”, balas Boy sambil menshoot kami
Aku sempat risih saat Boy mengambil gambarkuku close up dari wajah sampai kaki, tapi berhenti lama di saat menshoot bagian dada dan paha, tapi aku akhirnya geli sendiri, mereka ini pasti mulai tertarik dengan bajuku yang cukup sexy malam ini. Tak hentinya Boy menshoot diriku dan memintaku tersenyum ke arah kamera hpnya. Tak diduga, tiba-tiba hujan turun langsung deras, Boy yang pegang kunci mobil langsung mengajak kami masuk mobil. Karena itu mobil bak terbuka akhirnya aku terpaksa berhimpitan di dalam mobil, bau aroma panas matahari dan keringat belum lagi campuran debu sempat membuatku mengernyit menahan bau menyengat dari tubuh mereka, tapi mau bagaimana lagi, Joy kembali menawarkan untuk mengantarku pulang. Akhirnya aku setuju, namun mereka terkejut saat aku beritahu rumahku di Cinere.
Tampaknya jelas mereka tidak mengenal lokasi alamat rumahku, namun mereka tetap setuju hanya saja meminta persetujuanku untuk keluar tol dulu membeli bensin karena bahan bakar yang ada sudah tiris. Aku tadinya menawarkan untuk membayari dengan kartu kreditku namun baru teringat aku sama sekali tidak bawa dompet selain tas kecil berisi uang receh untuk parkir, ktp, kunci mobil dan hp. Melihat aku yg kebingungan karena lupa bawa uang dan kartu kredit, Roy mengusulkan untuk mampir ke pos mereka saja sebentar untuk pinjam uang kas kantor, sebab merekapun tidak bawa uang. Kami semua setuju, jadilah aku duduk ditengah terhimpit Joy sementara Boy nyetir dan Roy disisi pintu. Dalam perjalanan menuju pos mereka, baik Joy dan Boy tak hentin-hentinya bersandiwara seakan tak sengaja menyentuh paha atau dadaku, akupun berulangkali berusaha menyingkirkan tangan jahil mereka sambil mengomel kecil.
Singkatnya tiba di pos mereka Roy, situasi tambah memusingkan, brankas berisi uang dikunci dan kuncinya dibawa oleh rekan mereka yang bertugas shift siang.
“Duh maaf tante aku sungguh ga tau kalau akan seperti ini.” kata Roy.
“Ya sudah tidak apa-apa, toh bukan salahmu kalian dan aku malah aman bersama kalian” kataku.
Akhirnya, aku memilih untuk beristirahat di rumah pos itu bersama mereka. Di ruang kecil yang hanya berupa peti kemas di sulap menjadi pos itu, kami berbincang dan bercanda sambil ngemil dan minum bir. Setelah sekian lama dan beberapa botol bir mulai habis, obrolan mulai mengarah ke hal-hal yang menjurus seks dan tidak kuduga, tiba-tiba Joy bertanya soal suamiku. Setelah tahu kondisiku yang kesepian, Boy yang duduk di sebelahku mencoba merangkulku dan bertanya,
“Tante.. boleh nggak aku onani di depan tante? Habis tante seksi sekali dari tadi Boy sudah ga tahan tante…” aku sangat terkejut dan tak menduga kalau Roy ikut duduk di sebelahku dan mulai mencoba menciumi leher dan tengkukku.
Aku sangat kaget dan takut, “eh jjj jangan dong.. aku nggak mau.. nggak berani..” sahutku.
“Nggak apa tante, lagipula tante juga sudah lama nggak terpuaskan sama suami tante kan? Lagipula telingamu indah sekali, kamu wangi sekali tante aku ingin menjilatinya” kata Roy berusaha mengintimidasi, tangannya kirinya mulai mengelus pahaku dan tangan kanannya merangkulku dari belakang.
Joy yang awalnya hanya duduk berdiri mendekatiku dan membuka resleting celana kumalnya, penisnya yang masih layu di pamerkan tepat di depan wajahku. Aku panik dan berusaha meronta,
”Ehh jangan.. kalian mau apa sih.. tadi kan kalian nggak seperti ini, lepasin aku.. aku keluar saja” ucapku panik.
“Tante mau kemana? Di luar hujan deras dan ini di tengah jalan tol, jauh dari mana-mana, lebih aman bersama kami dan kami akan bantu tante malam ini dengan memuaskan tante, hehehe” kata Boy sambil tertawa di sebelah kananku..
Roy yang merangkulku erat tetap duduk, Boy berdiri dan pergi ke belakang sementara Joy yang sudah melepas celananya mulai mengocok penisnya di depan wajahku.
“Tante Nita, jangan merem aja dong ga usah takut, kalau tante nurut sama kita dan nggak nakal, besok Tante akan kita anter pulang tapi malam ini kasih kita kesempatan untuk bikin tante puas.. hahahaha”
Tak lama kemudian, Boy datang dengan membawa dua buah borgol. “lihat borgol punya satpol PP ini akhirnya ada gunanya hehehe,” tawa Boy senang melihatku mulai ketakutan..
“Tante, baju tante bagus sekali dan sayang kalau kotor.. sebaiknya tante lepas saja daripada rusak nanti..” usulnya. Usul itu langsung disambut oleh Roy.
“Betul itu Nit, mending kamu lepas saja dari pada rusak dan besok kamu toh nggak mau pulang telanjang kan?” ucap Roy lalu melepas rangkulannya dan memaksaku berdiri.
Mereka yang awalnya sopan entah karena pengaruh alkohol mulai memanggil dengan menyebut namaku saja. Aku mulai gemetaran dan memohon-mohon pada mereka,
“Ampun jangan, aku sudah bersuami, jangan apa-apakan aku, jangan sakiti aku, lepaskan aku..” aku mulai menangis ketakutan.
Tiba-tiba Roy membentak sambil menampar pahaku ppllaakk, “siapa suruh kamu nangis sih?! Ayo lepas bajumu!! Atau kamu mau kami yang lepas itu baju kamu? Mau kami robek-robek bajumu?!”
“Aaa Ammpunn iya.. iya aku lepas tapi jja jangan sakiti aku..”ujarku sambil membuka rusliting gaunku dari belakang.
Pelan tapi pasti aku akhirnya nyaris bugil di depan tiga pria tak dikenal ini. Aku sadar penuh tak lama lagi aku akan mengalami perkosaan bahkan mungkin saja aku akan disakiti, disiksa bahkan dibunuh.. Pilihanku untuk bertahan hidup hanya satu, ikuti kemauan mereka. Akhirnya sambil gemetaran aku lepaskan gaunku yang semula aku gunakan untuk mentutupi payudaraku dan bagian bawah tubuhku. Srrreettt gaunku di renggut paksa oleh Roy dan tanpa banyak bicara dilepasnya pula celana dalamku sambil menghinaku,
”Dasar tante girang, malam-malam keluyuran pakai baju kayak gini, mending ga usah pakai celana dalam sekalian daripada kayak gini..” ujarnya sambil melolosi celana dalamku.
“Wuah, teteknya besar juga yah.. masih kenceng banget lho Nit, nggak kayak pecun-pecun di plumpang hahaha”, ujar Joy tangannya mulai menjamah dan mengelus kedua payudaraku.
“Wah memeknya gundul, memang tau banget nih tante girang selera gue..” kata Boy yang melihatku dari kejauhan.
Boy langsung menghampiriku dan memintaku berlutut di tengah mereka. Aku menurut dan mulai pasrah,
”Iii iiya aku nurut tapi tolong jangan sakiti aku..” pintaku sungguh-sungguh.
“Bagus itu, nurut aja, nanti kamu pasti akan kami bikin keenakan..” kata Boy sambil memborgolku.
Pergelangan kiriku diborgol menyatu dengan pergelangan kaki kanan dan sebaliknya pergelangan tangan kananku diborgol menyatu dengan dengan pergelangan kaki kiri. Posisiku sangat tidak enak dan sangat terintimidasi. Joy yang kini sudah telanjang hanya memakai celana dalam saja mengambil tali rami dan menyatukan paha kiri dengan betis kiriku dan betis kanan dengan paha kananku lalu diikat erat dengan tali rami. Kini posisiku benar-benar tidak nyaman, berlutut dengan kedua tungkai dipaksa mengangkang dan tangan terborgol menyatu dengan kaki membuat aku seakan membusungkan dadaku kedepan dan langsung menjadi bulan-bulanan mereka yang berebutan meremas dan memainkan putingku dengan kasar bahkan sangat kasar hingga Roy dengan kejam memelintir putingku masing-masing kearah berlawanan hingga aku menjerit-jerit kesakitan.
“Ahhh ammpun jangan sakittt sekali ammpunn..”pintaku menghiba.
Roy yang kini tampaknya menjadi pimpinan membentakku,”eh tante girang, mulai sekarang lo mesti panggil kita ‘TUAN’!! karena lo mulai sekarang udah jadi budak kita-kita.. lo mesti nurut apapun perintah kita kalau lo masih mau hidup!! Ngerti?!!”
Aku hanya menggigit bibir menahan sakit dan perih di putingku. Karena aku tidak menjawab, pelintiran semakin keras dan brutal hingga aku menjerit-jerit minta ampun,
”Aaaaaaaahhhhhhhh iiyyaaaa Tttuannn aku nurut.. ammppuunn sakkitt Ttuann.”
Boy yang sempat menghilang datang lagi, kali ini membawa botol bekas bir dan menaruhnya tepat di bawah vaginaku. Tangannya kini mengelus dan berusaha memasukkan jarinya ke dalam liangku. Aku menggeliat menahan ngilu karena ulah jemari Boy yang nakal mulai bergerak-gerak di dalam liang vaginaku. Hal itu membuatku limbung hingga akhirnya jatuh terlentang dengan posisi kaki langsung mengangkang lebar karena ikatan dan borgol yang menyatukan kakiku dengan lenganku.
“Hahahahah liat tuh belum apa-apa langsung terlentang ngangkang.. udah ga tahan pingin ngentot ya? Dasar tante gatelan!!!”, hina Boy yang membuatku mulai terisak menangis lagi.
Boy yang wajahnya mirip Benoe Boeloe itu mencoba membuka bibir vaginaku, mencari kelentitku dan mencubitnya dengan keras hingga aku menjerit-jerit antara sakit dan nikmat, sampai tak terduga tanpa bisa aku tahan, cairan nikmatku muncrat keluar, aku yakin itu bukan cairan orgasme, namun aku tak bisa menahan hingga membuat mereka tertawa-tawa.
“Hahahahaha tadi minta ampun sekarang minta tambah hahaha enak kan Nit? Mau lagi? Hahahahaha” hina Boy sambil terus mengobok-obok vaginaku.
Joy yang dari tadi hanya mengenakan celana dalam mulai melepas dan bersimpuh di sebelahku, “Ayo nit, di cicipi kontolku ini, hehehe kamu pasti suka..” ujarnya kurang ajar sambil menempelkan kepala penisnya ke bibirku. Rasa mual langsung menjalar, bau khas kemaluan pria ditambah bau keringat yang aromanya sangat tidak enak langsung tercium hidungku. Rasa jijik melihat rimbunan bulu jembut Joy semakin memualkanku namun itu tidak ada artinya, Joy tetap saja mengoleskan kepala penisnya ke bibirku seperti mengoleskan ujung lipsick, rasa asin dan pahit langsung terasa di ujung bibir. Seumur hidupku aku belum pernah mencium penis lelaki apalagi mengulumnya. Jijik rasanya mengingat itu adalah alat untuk membuang urine. Dengan pacar atau suamiku saja aku belum pernah dan kini aku dipaksa untuk melakukannya dengan pria yang sama sekali belum kukenal. Astaga rupanya Joy ini tidak disunat, begitu penisnya mengacung, tampak di kepala penisnya kerak-kerak putih yang sepertinya adalah sisa-sisa air kencing yang telah mengering, bau pesing dan aroma menjijikkan benar-benar membuatku mual. Tapi entah bagaimana akhirnya aku menjulurkan lidahku.
Mungkin akibat dari kenikmatan yang muncul dari bawah vaginaku yang masih tak henti-hentinya di obok-obok oleh Boy, membuat rangsangan nikmat juga menjalari tubuhku. Rasa hangat dan nafsu menagih ingin dipuaskan menggelegak. Aku mulai menuruti perintah Joy untuk mencicipi penis baunya itu. Pelan-pelan aku jilati kepala penisnya, mulai dari lubang kencingnya yang mulai berair atau masih berair sisa kencing aku sudah tidak peduli, rasa asin dan jijik serta bau aroma yang memualkan seperti hilang. Kerak-kerak di kepala penis Joy yang semula membuatku mau muntah kini malah aku jilati dengan pasrah dan penuh nikmat, rasanya yang asin dan getir malah membuatku mencucup-cucup ujung kepala penisnya. Hingga penis itu bangun dan menegang keras. Setelah tegang penis hitam itu, sepertinya semakin menambah nafsuku saja. Tak kurang dari panjang sebuah mentimun kurasa aku pasrah saja saat Joy mulai memaksaku untuk mengulum dan menggelomoh penisnya hingga keujung pangkal penisnya. Wajahku dan hidungku benar-benar mentok sampai ke jembutnya yang rimbun dan bau, Joy mulai memperkosa mulutku hingga kedua biji penisnya menggantung beradu dengan daguku.
Tiba-tiba rasanya vaginaku terbelah dan aku berusaha menjerit namun terhalang oleh penis besar yang ada di kerongkonganku, rupanya Boy memaksa masuk mulut botol bekas bir tadi, dan mengocok-ngocoknya dengan ganas. Sakit awalnya namun lama-lama nikmat mulai menggantinya rasa sakit hingga aku mulai mendesah-desah. Roy yang masih tergila-gila dengan payudaraku juga tak henti-henti meremas, memerahnya seperti ambing susu sapi. Menyentil, memelintir dan menarik-narik putting susuku tanpa belas kasihan hingga iya sepertinya menemukan ide baru. Tali rami sisa untuk mengikat kakiku dililitkan mengelilingi bongkahan payudaraku kiri dan kanan lalu di putarkan mengelilingi punggung di atas dan bawah payudaraku hingga kini payudaraku semakin melembung besar.
Sakit dan ngilu sekali rasanya karena peredaran darah menjadi tidak lancer, dalam waktu singkat warna buntalan payudaraku langsung berubah jadi ungu kebiruan aku tak bisa protes karena masih harus mengulum penis Joy sementara Boy tetap konsisten memainkan mulut botol bekas bir ke dalam vaginaku dan terus mengocok-ngocoknya. Sampai aku merasa melayang dan lemas, orgasmeku sudah dekat bahkan sangat dekat hingga menbuat mataku berkunang-kunang, aku sudah tidak mempedulikan Joy yang makin brutal memperkosa mulutku aku sangat ingin mendapat orgasme yang sudah lama sekali kunanti-nanti. Saat orgasme sudah mencapai puncaknya aku sudah menjerit tertahan tiba-tiba kocokan botol di dalam vaginaku terhenti dan Joypun menghentikan aksi brutalnya. Roy yang tengah menyiksa payudaraku juga tiba-tiba menjauh dariku. Aku histeris dan kelojotan sendiri seperti tak tertahankan pinggulku bergerak tak tentu arah semua tungkai dan ototku mengejan keras namun karena rangsangan terhenti sangat menyiksa sekali rasanya hingga aku menangis dalam kesal. Orgasme yang sudah didepan mata tiba-tiba sirna. Adapun Roy yang langsung mengambil posisi berlutut di depan vaginaku mengambil posisi untuk memasukkan penisnya.
“Nit, kamu mau orgasme nggak?” tanyanya jahat.
“Mmaauu mmaau tuan, toloongg jangan siksa aku.. “, sahutku
“Kalau mau, kamu mesti mohon ke kita doongg bilang kamu minta dibuat orgasme..” tambahnya makin kurang ajar.. aku yang sudah hilang akal sehat tanpa piker panjang menghiba mereka, “iiyyaaa tuan tolong bikin aku orgasme, aku sudah ga tahan lagi.. tolong tuan..”
“Wah udah sange berat nih tante girang hahaha “, kata Roy yang langsung menghunjamkan penis hitam dan kekarnya langsung sekali tusuk ke dalam relung vaginaku.
Aku menjerit sejadi-jadinya karena meski sudah tidak perawan bahkan sudah mendapat pemanasan dari botol bekas bir tadi, tapi karena orgasmeku tertahan vaginaku pasti langsung mengering dan tanpa cairan pelumas alami, sama saja dengan vaginaku seakan menjadi perawan lagi yang ditembus penis waktu malam pertama dulu. Apalagi penis Roy sepertinya benar-benar besar dan panjang hingga aku merasa di bawah perutku tepat di peranakanku kepala penisnya langsung mengaduk-aduk tanpa ampun. Aku masih menjerit-jerit kesakitan dalam isak tangis saat Joy tanpa peduli kembali memperkosa mulutku. Kerongkonganku sampai lecet rasanya di sodok-sodok dengan penis panjangnya. Boy yang belum kebagian entah kemana menghilang lagi. Sodokan demi sodokan di kemaluanku dan di kerongkonganku terus berlangsung. Jeritanku perlahan berganti dengan desahan antara sakit dan nikmat.
“Aaoocchhhkkk ooohhkk aaahhkk ttuuaanngghh ppeellaanngghh peeellaannghhh aakkhh aaoohhkk” terus begitu hingga tiba-tiba rasa panas menyengat perut dan dadaku.
Aku tak bisa melihat apa yang terjadi karena Joy kini berada di atas dadaku dan memperkosa keroongkonganku dengan bengis.
Sepertinya Joy yang tadi menghilang telah kembali dengan ide barunya untuk menyiksaku, rupanya ia meneteskan lilin yang tengah menyala ke sekujur tubuhku, mulai paha, perut, dada bahkan payudaraku jadi tempat favoritnya untuk ditetesi lilin. Rasa sakit kini menjadi-jadi hingga aku tak mampu menahannya lagi jeritan dan desahanku menjadi tak terkendali anehnya rasa panas yang membakar kulitku rasanya malah menambah dan mamacu nafsuku untuk mencapai orgasme.
Putingku yang kini terasa kebas karena panasnya lelehan lilin terasa semakin munjung mengeras, sementara kerongkonganku mulai terasa mengatup dan liang vaginaku mencengkram keras hingga aku serasa tak sadar dan melayang, jeritanku semakin menjadi dan orgasme yang kutunggu sudah semakin dekat aku sudah tak mampu memberontak bahkan menjerit saat cairan nikmatku meluncur dan muncrat tak tertahan lagi seperti melepas kencing yang tertahan berjam-jam rasanya. Lama sekali orgasme puncakku saat itu hingga aku hampir pingsan rasanya dan tersadar lagi saat dimulutku terasa cairan kental dan sangat pahit memualkan menggumpal di dalam kerongkongan dan aku sadar bahwa itulah sperma Joy yang sudah orgasme dan langsung disusul Roy yang dengan brutal menggenjot tubuhku yang sudah lemah tak berdaya hingga spermanya langsung menembak ke dalam liang kesuburanku.
Aku yang mengingat bahwa ini adalah masa suburku langsung menangis tersedu-sedu membayangkan aku akan hamil akibat perkosaan memalukan ini. Joy akhirnya mengeluarkan penis panjangnya dari keronkonganku dan Roypun perlahan menyingkir dari atas tubuhku. Belum sempat aku beristirahat, Joy dengan kasar membalikkan tubuhku hingga posisiku kini benar-benar memalukan, menungging dengan kaki terkangkang hingga lubang kemaluanku bakan lubang analku terekspose dengan jelas. Posisi tanganku yang terborgol menyatu dengan kakiku membuat tumpuan tubuh atasku hanya pada bahuku saja sakit sekali dan pegal rasanya kepalaku terpaksa miring ke kiri atau ke kanan menahan pegal belum lagi sisa gumpalan lilin yang telah berkerak mengering di kedua bongkahan payudaraku membuatku semakin tersiksa.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh sakiiiiiiiiiiittt aammppuunn tuaaannn”, jeritku begitu menyadari Boy rupanya ingin memperkosa lubang analku.
Botol sisa bir tadi di jejel-jejelkan ke lubang analku hingga masuk dan diputar-putarnya didalam sana membuatku semakin lemas dan mengiba-iba minta ampun agar tidak diperkosa di lubang itu.
“Jangan di situ tttuuaaann ssaakiit sekali aku bisa mati tuaaann”, pintaku memohon belas kasihan dari Boy.
“Nggaklah, tante girang secantik kamu ga akan kubiarkan mati, paling tidak sebelum kuperawani dulu boolnya hahahahahahahaha” balasnya dan langsung tanpa peringatan mencobloskan kepala penisnya yang bentuknya mirip dengan postur tubuhnya yang gendut.
Penis gemuk namun panjang itu perlahan masuk dan terus semakin dalam di lubang analku. Jemari kakiku bahkan sampai mengkerut menahan sakit. Mau pingsan rasanya namun rasa sakit tak tertahankan rupanya malah membuatku tetap tersadar. Hingga mentok ke ujung pangkal penisnya Boy mendiamkan posisinya. Aku yang menangis-nangis pilu seperti diberi kesempatan untuk bernafas setelah menahan ngilu dan perih. Cccttaaaarrr ccttaaaaaaaarrr ccttttttttaaaaarrr ,
”Aarrrrgghhhhh ssssaakiittt saaakiitttt aaaaaahhhhhhaahmmmppuunn jangan tuann” reflek aku mengiba, saat tiba-tiba rasa perih menyengat punggungku. Joy dan Roy rupanya memecutku dengan ikat pinggang kulit mereka.
“Ayoo goyang jangan diem aja!! , perintah Roy “kalau lagi di entot lo mesti goyang dong jangan mau enaknya sendiri aja emang dikira ga cape aja ngentotin bikin elo puas? Jangan egois gitu dooonggg!!!” kata Joe seenaknya sambil terus memecutku.
Aku berusaha menggoyangkan pantatku namun posisiku yang tidak menguntungkan dan rasa sakit di lubang analku membutku terhalang dan meski sudah berusaha dengan tenaga yang sangat lemah sepertinya itu sia-sia. Aku sama sekali terlihat tidak gyang dan dianggap membangkang perintah mereka. Cccctttaarrr ccttaaarrr cctaaarr ccctaaaarrr lecutan dan pecutan semakin menjadi aku hanya berteria-teriak pasrah dalam keadaan lemas dan diantara isak tangis,
”Hhhiikksss suuddaaahh ttuuaaann saaayaaa sudah gooyyaannggg aakkhhhhh aaammppuuunnn aaaaaaaaaahkkkhhh ssuuddaaahh ggoyaangg ttuaaannn aaammpuunn”
“Dasar tante girang egois, sudah dibikin enak masih sembarangan aja bohong ayoh goyang bikin temen gw juga enak!!!!!” perintah Roy kejam sambil semakin keras melecut-lecut punggungku.
Rasa sakit di lubang anal dan punggungku benar-benar menyatu menjadi rasa sakit yang belum pernah seumur hidup kurasakan, ingin pingsan rasanya agar aku tak harus merasakan siksa seperti ini namun setiap kali mulai tak sadar pecutan dan tamparan serta jambakan di rambutku membuatku kembali tersadar. Akupun dengan segenap tenaga yang tersisa berusaha untuk menggerakkan pinggulku disertai lecutan yang semakin keras. Jeritan demi teriakan semakin lemah yang muncul justru nafsu untuk kembali orgasme. Aneh rasanya rasa sakit yang menderaku maah meningkatkan gairahku untuk menuju puncak.
Tanpa kusadari bahkan aku bisa memaksa pinggul dan dan pantatku untuk bergoyang. Jeritan kini berubah menjadi desahan, bahkan saat dilecut bukan lagi jeritan namun erangan yang terdengar semakin menggairahkan nafsu para pria jelek itu. Jepitan analku di penis Boypun semakin menjadi saat lecutan ikat pinggang kulit mendera kulit punggungku akibatnya Boypun seperti kesetanan memperkosa pantatku. Tangannya menampar-nampar buah pantatku, desahan nikmat diantara sakit yang menderakupun semakin jadi.
“Aaakkhhh tuann akkuuu hammpirrr sammppaaaiii aakkhhhh eeerrgghhhh eennngghhhh ooohhhh aaarrgghhhh” jerit dan desahku semakin menjadi mengiringi deraan lecutan dan sodokan pria-pria bengis itu hingga akhirnya Boy dan aku mencapai orgasme nyaris bersamaan.
Sperma Boy muncrat duluan tak terhalang langsung menuju lambung dan maagku. Berjuta benih kejantanan bercampur dengan dengan sari makanan sisa pesta semalam. Aku tak peduli lagi lemas dan tak berdaya langsung membuatku ambruk ke samping begitu Boy menarik lepas penisnya. Roy dan Joy melepas ikatan dan tali di tubuhku sementara Boy membuka borgol yang memasungku namun kini tanganku kembali diikat kedua sikut lenganku disatukan hingga tannganku menyatu di belakang punggungku membuat dadaku tetap membusung. Borgol di tanganku tetap dipasang dan aku kini diminta berlutut. Sulit sekali rasanya setelah orgasme dua kali dengan gemetaran aku menuruti perintah mereka untuk mengulum ketiga penis mereka bergantian. Rupanya itu adalah menu terakhir malam itu, mereka semua mengakhiri perkosaan dengan memuncratkan sperma kental mereka ke wajahku.
Aneh rasanya mendapati sperma di wajah mengalir pelan ke dagu bibir dan tanpa sadar lidahku mengecap-ngecap berusaha menjilati sperma yang menetes padahal rasanya sangat anyir dan getir pahit. “Hahahaha lihat nih sitante, cantik-cantik ternyata doyan banget sama peju.. sini aku bantuin hahahaha”, kata Joy sambil mengoleskan spema mereka dengan batang spidol bekas untuk dimasukkan ke mulutku. Aku yang awalnya tak sadar mengecap sperma malah seperti ketagihan dan menghabiskan bahkan menjilati sisa sperma mereka hingga bersih. Wajah dan tubuh telanjangku terasa lengket sekali dan sepertinya mereka mengetahui hal itu. Tanpa kasihan Roy menyeretku keluar dan mengikatku di bemper mobil. Aku berteriak-teriak menolak malu karena dipaksa keluar pos dalam keadaan telanjang bulat dan terikat tak berdaya. Akhirnya aku dipaksa berdiri di tengah hujan deras diluar pos mereka, aku mengenali daerah itu, ternyata pos mereka berada di sekitar daerah cawing tepat dibawah tol namun sepi sekali hanya sesekali kendaraan melintas entah jam berapa namun aku yakin itu sudah hampir pagi, aku yang menggigil kedinginan akhirnya diseret masuk kembali di handuki sampai kering dan dibiarkan tertidur di atas tikar lusuh sampai pagi. Entah bagaimana nanti, aku yang benar-benar kelelahan akhirnya tertidur.