Akhirnya dapat bahan cerita dari saudara teman yang punya pengalaman cukup asyik menurut saya. Seijin yang punya pengalaman, dengan tambahan sana-sini, akhirnya saya mencoba menuliskan ceritanya.
Mohon maaf apabila dalam penulisannya banyak terdapat kekurangan.
************
Meski usiaku sudah 43 tahun dan belum menikah, aku juga punya kenangan indah berhubungan seks dengan seorang wanita yang berusia hampir dua kali usiaku, ketika usiaku masih di bawah tiga puluh, tepat 23 tahun.
===
Dalam kungkungan rasa sakit hati aku pergi meninggalkan kota Banjarmasin menuju kota Jogja dengan menumpang kapal laut yang akan berlabuh di Surabaya. Di atas kapal milik perusahaan swasta yang bergerak perlahan meninggalkan pelabuhan tepat jam 20.00 ini, mataku memandang kosong barisan lampu di tepi sungai besar dan menerangi pinggiran kotaku. Dengan bertolaknya kapal ini aku berharap bisa meniggalkan rasa sakit hatiku bersamaan dengan kutinggalkan kota yang memberikan banyak hal kepadaku ini.
Waktu yang berlalu bagiku terasa sangat lambat walaupun di atas kapal ini ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengusir kejenuhanku yang masih terbawa oleh kegalauan hati itu. Tetapi gerakku enggan berbuat karena hati dan pikiranku masih ditarik oleh rasa sakit hati. Aku masih terpaku sendiri di sisi kapal sebelah kanan.
Ketika kapal sudah memasuki laut Djawa dan mulai keluar meningalkan sungai Barito aku dikejutkan oleh seorang wanita yang tidak kuketahui kedatangannya, tiba-tiba saja Ia sudah berada di sampingku.
“ Lagi asyik menikmati perjalanan, ya, sehingga beberapa kali aku menyapa tidak pernah ada jawaban?”
“ Maaf, Bu. Saya tadi tidak mendengar suara ibu karena keasikan memperhatikan kapal-kapal batubara.” Aku berbohong.
“Oh.” Suara wanita tersebut sambil melempar senyum.
Entah mengapa, di mataku senyuman itu seperti milik seseorang yang dahulu, jauh sebelum berpacaran dengan Lia, pernah mengisi hari-hariku. Dan aku merasa seperti ada angin sejuk berhembus di tengah kemarau hatiku. Aku merasa nyaman ketika senyum itu mengambang di depanku. Timbulah keinginan untuk mengajaknya berbicara. Ia-pun kelihatan senang.
Ternyata Ia adalah pemilik toko baju di Banjarmasin yang berusia 51 tahun. Suaminya meniggal dunia delapan tahun yang lalu. Sekarang Ia tinggal dengan anak bungsunya yang perempuan dan baru masuk kuliah. Ia pergi ke pulau Jawa untuk mecari barang-barang yang bisa dijual kembali di Banjarmasin dalam rangka mengembangkan usahanya.
Tanpa terasa kami sudah mengobrol selama satu jam lebih. Dengan adanya obrolan-obrolan kami tersebut akupun sudah mulai melupakan rasa sakit hatiku. Dan tanpa sengaja kulit kami sering bersentuhan jika dari obrolan kami itu menimbulkan kelucuan-kelucuan. Tanpa sengaja juga, kadang-kadang tangan kami saling pegang.
Karena angin terasa mulai menusuk kamipun memutuskan untuk menyudahi obrolan dan masuk ke kamar masing-masing. Kami berjalan berbarengan karena kamar kami terletak berseberangan di dek yang sama.
“Terimakasih, Dik Raihan mau ngobrol. Perasaan Ibu sangat senang ngobrol dengan Dik Raihan malam ini” katanya ketika kami sudah berada di depan pintu kamar masing-masing.
“Sama-sama, Bu. Saya juga demikian, perasaan saya juga senang sekali” jawabku sambil meberikan senyum dan menatap matanya.
Kemudian kami memasuki kamar kami masing-masing.
Ketika sudah berada di dalam kamar, aku langung naik ke tempat tidur untuk beristirahat. Sewaktu aku mencoba memejamkan mata terdengar bunyi pintuku diketuk. Dengan malas kulangkahkan kaki menuju pintu untuk mengetahui siapa yang sekarang berada di depan itu.
“Maaf, Dik Raihan. Bisa Ibu minta tolong? Tas pakaian Ibu tidak bisa dibuka!” kata Ibu Mariana ketika pintu sudah terbuka.
“Oh, bisa, Bu.”
Aku mengikuti Ibu Mariana dari belakang. Pandanganku tertuju pada pantatnya yang bergoyang sehingga gairahku kelelakianku mulai menggeliat. Kerongkonganku seperti menahan sesuatu ketika pantatnya lebih bergoyang. Aku berusaha meredam gejolak nafsu yang menggayuti, karena aku belum mengetahui bagaimana sifat seksual Ibu Mariana, agar kontrol diriku tidak hilang begitu saja.
“Bagaimana rasanya, ya?”dalam hatiku.
Setelah menutup pintu kamar, Ibu Mariana mendekati tas pakaiannya. Tanganku langsung berbuat agar tas pakaian tersebut bisa terbuka. Usahaku tidak sia-sia, tidak terlalu membuang waktu lama tas pakaian Ibu Mariana berhasil terbuka.
Karena sangat senang tas pakainnya sudah terbuka, tiba-tiba Ibu Mariana memegang tanganku. Ia menatapku dengan ceria.
“Terimakasih, Dik.”ucapnya sambil menggengam jemari tanganku.
Mata kami saling berpandang. Aku merasakan getaran yang berbeda pada genggaman dan tatapan mata Ibu Mariana. Sekujur tubuhku terasa seperti dialiri arus listrik bertegangan sangat rendah yang diiringi timbulnya gairah kejantananku. Aku remas jari dan telapak tangannya. Ia juga berbuat serupa denganku yang aku lakukan. Keinginanku untuk mencium bibirnya yang sensual itu semakin kuat. Secara perlahan Ia merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Tangannya dilingkarkan dipinggangku. Wajah kami menjadi teramat dekat. Matanya nampak sayu. Bibirnya merekah, semakin membuat membuat aku bergairah untuk melumatnya. Tiba-tiba saja Ia mengecup bibirku. Aku menyambutnya dengan kecupan yang lebih bergairah. Kulumat bibirnya sambil mempermainkan lidahku di dalam muluntnya. Ia membalasnya sambil mendesah.
Setelah sepuluh menit kami saling melumat bibir, secara perlahan tangan kananku memutari bukit kembar di tubuhnya yang masih ditutupi oleh baju dan BRAnya dari luar sambil terus mengulum bibirnya. Semantara tangannya meremes pantatku dengan kuat, tangan kiriku menganngkat bajunya kemudian menyelusup ke bagian dalam behanya. Ia mendesah ketika jariku memilin putting susu kanan-kirinya bergantian.
“Sshhh.. enak, sayang… remas yang kuat, sayang!” bisiknya penuh gairah.
Aku melepaskan pelukan. Kemudian kubuka bajunya secara perlahan. Behanya kuangkat sehingga mencuatlah kedua bukit putih yang sangat menantang. Tangan kananku mendapat giliran untuk meremas dan melakukan gerilya di bukit kembar tersebut. Tangan kiriku melepas pengait behanya yang masih masih melekat. Sementara itu mulutku ikut serta memberikan rangsangan pada bagian telinga dan lehernya yang putih dan jenjang mengairahkan tersebut. Ia juga tidak mau tinggal diam, dibarengi desahan yang kuat tangannya berusaha menarik celana trainingku secara kasar dan berusaha mencari batang kejantananku yang sedari tadi sudah mengeras. Di turunkannya celana dalamku kemudian diusapnya kontolku dengan lembut.
Mulutku turun ke bukit putih dengan puting yang sudah mengeras milik Ibu Mariana ini. Di tekannya kepala dengan tangan kirinya seolah enggan Ia berpisah denga jilatan lidah dan jepitan bibirku pada putting merah yang sudah tegak itu.
“Ohhh… Dik, Raihan. Kamu pintar memberikan rangsangan…. Auhhh…ssss. Ibu jadi sangat bergairah, sayang” rengeknya seperti orang yang sedang mabuk berat.
“Ibu juga pintar membangkitkan gairahku..”sahutku.
“Ibu juga pintar membangkitkan gairahku..”sahutku.
Perlahan tangan kananku melepas celana panjang yang dikenakannya sehingga terpampang celana dalamnya yang sudah mulai basah dan menyembuyikan sesuatu yang menonjol. Kuraba bagian kemaluannya dari luar celana dalamnya, Ia memdesis. Matanya merem-melek menahan rasa nikmat dari rabaan nakal tanganku. Kemudian kutarik ke bawah celana dalam berwarna putih itu sehingga jelas terlihat semua yang beberepa waktu lalu masih tersembuyi di baliknya. Nampaklah barisan bulu yang tebal menutupi vagina wanita ini. Rambut hitam lembut mengelilingi belahan vaginanya. Klitorisnya agak sedikit menyembul.
Ia menarik tubuhku untuk bersama meluapkan kenikmatan di atas ranjang. Di lepasnya semua benda yang melekat di tubuhku sampai kami sama-sama bugil. Direbahkannya tubuhku dan tubuhnya dia atas ranjang. Pemandangan tersebut semakin membuat aku bergairah untuk melakukan aksi raba, jilat dan cium lebih intensif. Kudekatka lagi bibirku ke bibirnya. Kami saling pagut dan bertukar lidah di dalam mulut. Tangan kami saling membelai dan meraba.Setelah puas saling pagut, sambil menjilat mulutku menaiki kedua susu montok Ibu Maria. Kujilati, kuisap dan kuberikan gigitan kecil di putingnya. Mulutku kuturunkan sambil lidahku memberikan sentuhan pada bagian depan tubuhnya. Tubuhnya meliuk-liuk ketika lidahku berhenti sesaat untuk bermain di bagian pusernya. Kemudian mulutku kuarahkan semakin ke bawah. Suara desahannya semakin keras sewaktu lidahku menjilati klitorisnya dan bermain di lubang mrs V-nya.
“Terus, sayanggggg….. Berikan Ibu kepuasan malam ini, sayang…ahhh…ssshhh..owhhh enak.. luar biasa enaknya. Ibu sudah sangat lama tidak menerima sentuhan seperti ini sayang..awhhhh ” lirihnya sambil menekan kepalaku dan meremes payudaranya sendiri.
Mulutku semakin gencar menyentuh vaginanya. Lidahku mulai menerobos belahan vagina Ibu Mariana. Klitorisnya juga tidak luput dari perhatian mulutku, kusedot dan kugigit lembut sehingga menyebabkan Ia bergerak seperti cacing terkena panas tinggi sinar matahari. Pantatnya bergoyang kesana-kemari sembali Ia tarik tanganku ke arah kedua susunya untuk diremasdan dipilin putingnya. Vaginanya yang basah seperti dialiri lender yang tak berhenti memancar.
“Iya, sayang… seperti itu…! Ooowhhh… nikmat sekalii..iii.iii.. aku suka, jangan berhenti, sayanggggg!…Woowwwww…wehh.. ahhh.. ohhh..arghh”racaunya.
“Yaa…ya… yess… oh, yeahh.. aku mau sampai…” sambil ditekannya kepalaku dengan kuat.
Tiba-tiba Ia menggelinjang keras. Pantatnya Ia tekan ke atas. Kakinya menjepit kepalaku dengan kuat, seperti mau dibenamkannyakepala ini ke dalam kemaluannya. Kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan. Tangannya menggenggam kuat. Lidahku terus saja merayapi vagina bagian luar dan dalam milik Ibu Mariana ini sampai kurasakan ada cairan sperma yang muncrat dari dalamnya. Gerakannya melemah, nafasnya turun-naik tidak teratur.
Kunaikan tubuhku sejajar dengan tubuh Ibu Mariana sehingga tubuhnya seperti sedang ditindih oleh tubuhku. Kubelai rambutnya dan kukecup kening, pipi dan mulutnya dengan sangat lembut. Ia membalas semua perlakuanku itu. Bahkan Ia lebih agresif. Tubuhku dipeluknya erat. Bibirku tidak dilepaskannnya dari bibirku. Tangan kirinya meraba dan meremas kontolnya yang sejak tadi sangat tegang.
“Sekarang Ibu ingin kamu memberikan kepuasan dengan ketegangan benda milik kamu ini, sayang! Malam ini aku milik kamu sepenuhnya.” Ucapnya bergetar.
“Iya, sayang. Aku juga ingin menjadi milik kamu sepenuhnya malam ini ” kataku sambil kembali menberikan rangsangan pada bagian-bagian tubuhnya yang sensitif dengan mulut, lidah dan tanganku.
“Ohhh…sayangg, gairahku sudah sangat tinggi lagi. Ayo, masukin pusakamu ini ke dalam memekku, sayang! Aku sudah ti, ti,…tidak tahannn”.
Tanpa menunggu Ia meminta untuk kedua kalinya akupun langsung mengarahkan kontolku ke memek Ibu Mariana, karena sebenarnya itu adalah keingananku sejak tadi. Kugesek-gesekkan dulu kontolku ke permukaan memek dan klitorisnya sebelum kubenamkan. Tangannya yang tidak sabar menarik-menarik senjata pusakaku ini agar secepatnya dimasukan.
“Ayolah, sayang, jangan siksa aku berlama-lama!” pintanya.
Akupun langsung mebenamkan kontolku ke memeknya. Meskipun pelerku berukuran sedang, namun karena memek Ibu Mariana tidak pernah terpakai selama ditinggal suaminya, Ia memekik ketika kontolku mulai menerobos.
“Aaaa…akhhhhh . Oh…pelan-pelan sayang. Punyaku ini sudah sangat lama tidak pernah dipakai…Awww….ohhh..sssshhh.”
“Maaf, sayang…. Aku sudah tidak tahan untuk..”
“Iya, sayang. Sekarang teruskan….”potongnya.
Kutekan pelan kontolku sampai semua batangnya tenggelam di memeknya. Kemudian kudiamkan beberapa saat sebelum naik-turun di vaginanya. Kulihat ia mulai memeejamkan matanya pertanda ia sudah siap untuk aksi selanjutnya. Kugoyang pantaku sambil menarik dan menekan ke arah memeknya yang menimbulkan bunyi beradunya kemaluan kami. Mulutnya terbuka tanda Ia sangat menikamti. Kulumat bibirnya sambil meremas susunya.
“sshhh… ohh…ahh…hooo..
enaaaaaaakk.. sshh yeah” yang keluar dari mulutnya.
Sambil terus menggenjot pantat, mulutku kuarahkan ke susu kirinya untuk memberikan sentuhan. Sungguh luar biasa memek dan susu wanita setengah abad ini. Di usianya yang sudah tua ini tubuhnya sangat menarik dan mengairahkan. Kulitnya putih mulus, kencang, tidak ada kerutan dan lipatan si setiap bagian tubuhnya. Susunya masih kencang dan kenyal serta berukuran berukuran lumayan besar.
Setelah sepuluh menit kugempur memeknya denan kontolku desahan nafasnya semakin tidak teratur. Mulutnya terus meracau sebagai ekpresi kenikmatan yang Ia alami. Kadang pantanya digoyangkan dan dinaikan untuk menyonsong hujaman kontolku.
“yeahhhh…luar biasa nikmatnya… ohhhh, akhhh….ssst… aku ingin terus seperti ini…ssshhh…uennaaaaaaakkkkkk. Kamu hebat,sayang…….weeeehhhh …Kamu bisa mebangkitkan kembali gairahku. Aku seperti menjalani bulan madu kembali… Kontol kamu membuat memek aku keenakan sayang, sssshhhhh….owwh…wuahhaaaaahhhh…”
“yahhhh…Kamu juga, sayang. Memek kamu sangat sempit seperti perawan…. Dan jepitan memek kamu ini luar biasa, sayang….mantaaaap” sahutku ketika kurasakan memeknya seperti sedang memijit kontolku.
“Sayang, lebih keras lagiiiiiii…..a…kuuu sudah hampir sampai…ahhhhh.uhhhhh. Cepaaaat, sayaaannnnggg.”
Akupun mengocokkan kontolku lebih cepat sambil menjilati kuping da lehernya. Dan tanganku terus saja meramas kedua susunya secara bergantian.
Tiba-tiba Ia mengangkat antanya dan melingkarkan kakinya di pinggangku untuk menekan dan menahan pergerakan pantatku. Tubuh melengkug. Kepalanya mendongak ke belakang. Tanganku mencakar pundakku.
Aku merasakan kontolku seperti di lumat mulut. Beberapa detik ekmudian kontolku disirami oleh sperma Ibu Mariana, sangat banyak.
Sesudah Ibu Mariana agak tenang, aku kembali menggenjot memeknya. Ia membalas dengan menggoyang pantanya. Ia membalik tubuh kami tanpa melepaskan kontolku id memeknya. Kemudian di tun-naikan pantat besarnya sambil digoyang ke kiri dan ke kanan. Aku mendapatkan sensasi lain yang luar biasa. Susunya yang besar bergoyang seirama goyang pantanya. Aku mengangkat tubuhku untuk menghisap susunya. Dan aku berusaha mempertahankan agar kontol tidak muntah. Tetapi aku hanya bisa bertahan selam 10, kurasakan pertahananku hampir pecah.
“ohhhh… nikmat banget, sayang…shhhhh aku hampir keluar…” ucapku.
“Aku juga,ayo kita sama-sama, sayang…..!”sahutnya.
Kemudian Ia menurun-naikan dan mengoyang p antatnya lebih cepat lagi. Beberapa saat kemudian, tubuhku dan tubuhna sudah sangat menegang. Gerakkannya semakin liar.Tiba-tiba Ia menjerit panjang. Spermanya kembali memancar dari diding vaginanya bersamaan dengan muncratnya sperma dari kontolku. Ia roboh di atas tubuhku. Sperma kami meleleh dan melumuri batang kemaluanku.
Kemudian kuusap rambutnya, kukecup bibirnya . Kubalik posisi kami, Ia kembali di bawah, tanpa melepaskan kontolku di liang senggamanya dan mulutku dari mulutnya.
“Kamu sangat hebat, sayang. Aku belum pernah merasakan kenikmatan sepeerti ini bersama almarhum suamiku.”
“Ah, Ibu bisa saja. Aku kira kontolku lebih kecil dari punya suami Ibu….Memek Ibu juga luar biasa. Susu dan pantat Ibu sungguh sangat Indah” balasku.
“Kecil tapi jauh lebih jantan. Kamu sangat perkasa. Meskipun kecil tapisangat keras seperti kayu dan itu yang bisa membuat aku sangat puas.”
Ketika akan kucabut kemaluanku dari memeknya, Ia menahan dan memintaku untuk terus menancapkan di dalam memeknya. Kutahan kontolku di posisinya sambil kuciumi kembali wajah dan mulut Ibu Mariana. Sesat kemudian gairah kami bangkit lagi. Ibu Mariana mengoyang pantatnya sehinga menyebabkan kontolku yang terbenam di dalam memeknya kembali mengeras karena gesekan dinding vaginanya. Selanjutnya kami kembali mendayung birahi sampai mencapai tujuan akhir, lepasnya sperma dari kelamin.
Malam itu kami mengulangi persetubuhan beberapa kali. Kami melakukannya dengan berbagai macam gaya di tempat tidur, di lantai dan di meja yan g di ada di kamr tersebut sampai kami lemas dan tertidur dengan saling memeluk. Paginya kami kembali bercumbu dan berbagi kenimatan sampai puas 2 jam sebelum kapal sampai di Surabaya.
Bersambung…