Day 1
Lelaki berkulit sawo matang bertampang amburadul dan berpakaian kusut itu memencet bel di depan pintu gerbang rumah yang besar sekali itu. Beberapa saat kemudian muncul pembantu cewek stw dari dalam rumah itu.
“Lho, Parto! Kok kamu bisa kesini?”
“Ceritanya aku nyari kerja di Jakarta, Mbak. Tapi sudah jauh-jauh kesini, sampai seminggu masih belum dapet kerjaan juga. Sekarang duitku abis Mbak.”
“Aduh, Parto, Parto, dari dulu kamu itu nggak pernah berbuat benar. Nggak dipikir dulu, nekat ke Jakarta. Ngabis-ngabisin duit aja.”
“Yah gimana lagi Mbak. Semua ini gara-gara si bangsat Tarjo itu. Kata dia di Jakarta enak, kerjaan kantoran dapet duit banyak. Ternyata sampe disini, aku ga dapet kerjaan. Dan dia ternyata cuma jadi kuli bangunan.”
“Trus sekarang maumu apa?”
“Eh, anu..aku mau minta duit, Mbak. Dan aku pengin kerja di rumah ini. Wah, rumahnya gede dan bagus. Pasti yang punya kaya banget ya Mbak.”
“Enak aja. Pikirmu Mbakmu ini punya duit banyak. Dan kamu jangan mimpi bisa diterima kerja disini. Lha wong kamu ga punya kepandaian apa-apa gitu.”
“Siapa tahu disini butuh tenaga kasar Mbak. Jadi kuli atau kacung pun aku mau daripada pulang ke desa. Malunya itu lho.”
“Salah sendiri, kenapa kamu nekat ke Jakarta. Huh, jangan harap kamu tinggal disini. Tuan nggak akan menerima kamu kerja apalagi membolehkan tinggal disini.”
“Kok dari tadi Mbak yakin banget aku ga bakalan diterima disini?”
“Soalnya Tuan khan punya anak gadis yang baru dewasa. Mana mungkin dia membolehkan kamu tinggal disini.”
“Lho aku khan pengin kerja beneran bukan mau ngapa-ngapain. Lagipula mana mungkin aku berani godain anak majikan. Coba tanyain dulu Mbak. Kalo memang ga boleh ya udah aku pulang. Tapi kasih duit buat ongkosnya donk.”
Entah karena kegigihan Parto yang memaksa atau karena ia tak mau memberikan uang, akhirnya ia mengalah.
“Ya udah aku coba tanyain ke Tuan dulu. Kamu tunggu disini, jangan kemana-mana.”
Tak lama kemudian, pembantu cewek tadi muncul lagi sambil membuka pintu pagar.
“Kamu betul-betul mujur. Kebetulan Tuan butuh orang untuk mencabuti rumput liar dan mengerjakan pekerjaan kasar lainnya. Tapi kamu disini cuma sementara. Sekarang hari Senin. Hari Jumat pagi nanti, sebelum Tuan pergi ke kantor, kamu sudah harus pergi. Gajimu 5 hari disini cukup untuk ongkos pulang. Tapi awas, disini kamu jangan bikin malu Mbak ya!” katanya memperingatkan adik bungsunya.
“Baik Mbak,” kata Parto sambil menghela nafas. Ah, kalau cuma kerja 5 hari nyabutin rumput, ngapain aku jauh-jauh ke Jakarta, keluhnya.
–@@@@–
Parto adalah pemuda malas yang tinggal di desa di Jawa Timur. Meski usianya sudah 21 tahun, ia masih luntang lantung tanpa kerjaan dan bergantung ke orangtuanya. Ia tak mau bekerja karena merasa tak punya tanggungan apa-apa. Sementara biaya hidup orangtuanya ditunjang oleh saudara-saudaranya termasuk pembantu cewek tadi yang bernama Mbok Minah. Ia adalah kakak sulungnya. Meski pengangguran, tak berarti kehidupan Parto susah. Malah sebaliknya, tiap hari ia menghabiskan waktu berjudi maen gaple dan kartu sambil menggodai gadis-gadis desa yang lewat. Ia juga sering menggerombol dengan pemuda-pemuda berandalan lainnya sambil minum-minum tuak. Kalau duitnya habis, ia tinggal minta ke orangtuanya. Orangtuanya tak bisa menolak karena sejak kecil memang ia amat dimanja. Sehingga semua saudara-saudaranya jadi sebal dengan Parto. Sementara itu, ibunya beberapa kali mencoba ingin mengawinkan dia dengan gadis sedesanya yang seumuran. Namun semua pinangannya itu selalu ditolak, baik oleh gadisnya sendiri dan juga keluarganya. Karena reputasi Parto terkenal buruk. Apalagi belakangan ini timbul isyu santer kalau dia ada hubungan gelap dengan Sutinah, janda kembang muda yang cantik. Beberapa orang menjumpai dirinya keluar dari rumah Sutinah. Kebetulan atau kebetulankah? Yang jelas reputasi Parto semakin hancur di desanya. Oleh karena itu, saat Tarjo teman kecilnya balik dari Jakarta dan membual tentang hidup enak di Jakarta, dengan nekat ia pergi ke Jakarta. Inilah jalanku, pikirnya sambil membayangkan orang-orang yang kini memandang rendah dirinya, nantinya pada terkagum-kagum melihat keberhasilannya hidup di Jakarta. Namun apa lacur, kenyataan sungguh jauh berbeda dibanding angan-angannya. Sungguh beruntung ia sebelumnya mencatat alamat rumah tempat kakak sulungnya bekerja, sehingga kini bisa didatanginya.
–@@@@–
Begitu selesai memberikan instruksi kepada Parto, Pak Sutanto pemilik rumah itu segera pergi ke kantor. Sementara Parto mulai bekerja mencabuti rumput liar di taman yang luas. Karena memang malas, belum setengah jam ia mulai mengeluh. Namun karena tak ada pilihan lain, ia terpaksa melakukan pekerjaannya itu dengan terus-terusan mengeluh. Tak terasa hari pun telah berubah menjadi sore dan kini ia telah berhenti bekerja. Saat itu ia sedang berbincang-bincang dengan kakak sulungnya yang usianya terpaut 20 tahun itu, ketika tiba-tiba terdengar bunyi klakson mobil.
“Sebentar, aku bukain pintu dulu,” kata Mbok Minah langsung meninggalkan Parto.
Tak lama kemudian, masuklah mobil merah ke dalam rumah itu. Ternyata pengendaranya seorang gadis yang masih sangat muda. Wajahnya putih cakep dan berambut panjang. Ia memakai baju seragam yang lengkap dan tertata rapi di tubuhnya.
Cewek itu tersenyum manis kepada Mbok Minah.
“Kok Non Fey Chen jam segini baru pulang?” tanya Mbok Minah.
“Soalnya tadi ada latihan buat upacara 17 Agustus, Mbok. Aku kepilih jadi pembawa bendera. Makanya pake baju seragam lengkap gini,” jawab Fey Chen dengan ramah sambil menutup pintu mobilnya.
Sementara Parto yang melihatnya dari kejauhan sungguh terkesima dengan cewek cakep itu apalagi saat dia tersenyum manis. Kesannya putih bersih dan high class gitu loh.
Belum pernah ia melihat cewek semenarik itu. Usianya masih sangat muda. Kulitnya putih bersih. Wajahnya sungguh cantik menawan. Ditambah lagi rambutnya yang panjang dicat agak kecoklatan. Sungguh bening sekali, beda dengan gadis-gadis desa yang biasa dilihatnya.
“Oh ya Non, yang disitu itu Parto adik Mbok yang baru datang dari desa. Tadi pagi ia datang kesini dan Tuan mau mempekerjakan dia disini sampe Jumat,” katanya sambil menunjuk Parto yang berdiri agak kejauhan itu. Rupanya Mbok Minah tidak ingin cewek itu kaget melihat ada cowok rendahan yang tak dikenal berada di dalam rumah.
“Ooh, begitu,” komentar cewek itu singkat tanpa sedikitpun menoleh ke arah Parto. ”Oh ya, Mbok, tadi Papi bilang nggak pulangnya jam berapa?”
“Tadi Papi pesan kalo pulangnya agak malaman, jadi kalau sudah lapar, Non makan duluan aja katanya.”
Sementara Parto yang dari tadi sudah kesengsem dengan gadis itu, merasa berbunga-bunga saat dirinya dikenalkan oleh Mbok Minah. Ia pengin jual tampang dikit ke cewek itu. Segera ia berjalan mendekati mereka. Lumayanlah kalo bisa salaman sama dia juga, pikirnya.
“Oh begitu. Ya udah aku masuk kamar dulu deh Mbok,” kata Fey Chen.
Sementara itu Parto yang berjalan mendekat sambil terus memandang Fey Chen lekat-lekat, menganggukkan kepalanya sambil menyodorkan tangannya dan berkata,” Saya Parto, Non.”
Namun sial baginya, karena bersamaan pada saat itu Fey Chen telah keburu membalikkan badannya dan berjalan ke dalam. Pada saat yang sama Fey Chen berbicara ke Mbok Minah tanpa menoleh,”Tolong makanannya dipanasin sekarang ya Mbok, sementara aku mandi dulu.” Sehingga ia tak mendengar suara Parto. Jadilah kini Parto berdiri salah tingkah sementara tangannya masih terjulur ke depan. Mukanya merah padam. Sementara Mbok Minah tertawa mengikik melihat adegan lucu itu.
“Hahahaha. Makanya jadi orang jangan sok pengin nampang. Level kamu nggak nyampe. Nggak dianggap kamu sama dia. Makanya jadi orang tahu diri dikit napa sih. Ayo kamu balik nyabutin rumput sana,” kata Mbok Minah sambil tertawa setelah Fey Chen masuk ke dalam rumah.
“Itu tadi siapa sih, Mbak?” tanya Parto penasaran saat keduanya berjalan masuk.
“Ooh, dia itu Non Fey Chen, anaknya Tuan. Kalo Tuan manggil dia Chen-Chen. Kalo kamu harus panggil dia Non, jangan panggil namanya! Dan ingat, kamu jangan kurang ajar sama dia. Mengerti?”
“Wah, anaknya cantik banget ya Mbak. Kulitnya putih lagi. Memang cewek Cino akeh sing ayu-ayu yo Mbak (cewek Chinese banyak yang cakep ya Mbak), tapi dia ini betul-betul istimewa.”
“Hushh! Sudah dibilang jangan kurang ajar kok kowe ngomong gitu!” sergah Mbok Minah.
“Lho iya beneran Mbak. Ga pernah aku ketemu cah wedhok sing ayune koyok ngono (Nggak pernah aku ketemu dengan cewek yang cakepnya seperti itu).”
“Kowe kalo ngomong jangan sembarangan. Ingat, disini kamu cuma numpang sementara. Kamu harus sopan sama tuan dan terutama sama Non, mengerti?”
“Yo ngerti ngerti Mbak. Tapi mbayangno di dalam hati khan boleh-boleh aja. Lha wong cakep dan putihnya kayak gitu, heheheh,” kata Parto sambil membayangkan wajah Fey Chen tadi. Apalagi ia mendengar gadis itu tadi bilang kalau ia akan mandi dulu sebelum makan. Dasar pikirannya memang kotor, ia langsung membayangkan Fey Chen yang cakep itu tentu kini sedang telanjang bulat. Seketika batangnya langsung mengeras membayangkan itu.
“Heh! Ngelamunin apa kamu? Ayo sini bantuin Mbak bawa panci ini ke dalam untuk makan malam Non,” seru Mbok Minah.
“Omong2, dia umur berapa sih Mbak? Masih sekolah ya.”
“Ngapain kamu nanya umurnya segala? Itu bukan urusanmu tahu. Urusanmu disini cuma kerja kasaran, bukan ngurusin umurnya Nonik. Ngerti kowe?”
“Ya ngerti, Mbak. Tapi ngomong antar kita sendiri khan nggak apa-apa. Aku cuma pengin tahu aja. Kok keliatannya masih muda banget.”
“Memang dia baru ulang tahun ke-18, dia masih sekolah kelas 3 SMA.”
“Ooh, makanya tadi Mbak bilang anaknya Tuan baru dewasa.”
“Wis, wis jangan ngomongin dia lagi. Ayo taruh panci itu disini,” perintah Mbok Minah kepada Parto.
“Wah, wis cakep, sexy, putih, masih muda, anak orang kaya lagi,” kata Parto membatin sambil menelan ludahnya. Ia masih terbayang-bayang akan wajah cakep Fey Chen.
Tak berapa lama keluarlah Fey Chen dari kamarnya. Wajahnya nampak segar. Ujung-ujung rambutnya masih terlihat basah. Pertanda ia baru saja selesai mandi. Parto cukup beruntung saat itu. Tadi ia hanya bisa melihat wajah cantik Fey Chen saja, sementara tubuhnya tertutup rapat oleh baju seragam hitam yang lengkap dan berlapis-lapis. Namun kini ia melihat Fey Chen memakai pakaian rumah yang sifatnya informal yang tak se-tertutup dan berlapis-lapis seperti baju seragamnya tadi. Seketika mata Parto jelalatan menyaksikan putih mulusnya dan keindahaan bentuk tubuh gadis itu.
“Wah, makanannya sudah selesai ya. Makasih ya Mbok,” kata Fey Chen dengan wajah ceria. Daster tanpa lengan warna abu-abu dengan motif bunga itu sungguh cocok sekali dikenakannya. Fey Chen sama sekali mengacuhkan kehadiran Parto. Sebaliknya Parto menatap gadis itu sampai melongo.
Pandangan mata Parto tak bisa melewatkan “benda bening” di depan matanya itu. Daster yang dipakai Fey Chen itu termasuk “heboh” buat ukuran orang desa seperti Parto. Karena daster tanpa lengan itu menunjukkan jelas-jelas ke-sexy-an tubuh pemakainya. Bahu dan seluruh tangan gadis itu begitu terbuka dan terlihat jelas. Sungguh putih mulus kulitnya. Pinggulnya nampak padat berisi. Dadanya nampak menonjol di balik daster itu apalagi kalau dari samping, pertanda payudara gadis itu telah tumbuh sempurna. Tepat di ujung belahan leher daster itu, terlihat sedikit belahan payudaranya. Tak heran kalau sebentar-sebentar Parto selalu melirik ke arah Fey Chen. Sementara itu Mbok Minah seolah berperan sebagai polisi yang mengawasi jelalatan mata adiknya itu. Ia beberapa kali memelototkan matanya ke arah Parto memberi isyarat untuk meninggalkan cewek itu. Dengan terpaksa akhirnya Parto meninggalkan ruangan tengah itu dan pergi ke kamarnya di ujung belakang. Sebagai hiburan di dalam kamar, ia mendengarkan lagu dangdut dari radio kecil yang dibawanya. Inilah satu-satunya hiburanku, pikirnya. Sampai akhirnya ia pun tertidur lelap apalagi hari itu ia cukup kecapean karena mencabuti rumput.
–@@@@–
Day 2
Pagi-pagi, Parto terbangun saat Mbok Minah memanggil-manggil namanya, padahal ia masih mengantuk.
“Ayo cepat bangun. Tuan ingin bicara sama kamu!”
Hari itu, selain mencabuti rumput, Pak Sutanto menyuruhnya untuk membetulkan genting yang bocor di bagian belakang rumah. Setelah itu, Pak Sutanto berangkat ke kantor. Sementara ia tak melihat Fey Chen pagi itu karena anak itu telah berangkat ke sekolah sejak pagi-pagi tadi. Setelah itu Parto melanjutkan mencabuti rumput. Siangnya ia naik ke atas membetulkan genting yang bocor. Kira-kira agak sorean ia mendengar suara Pak Sutanto dan Fey Chen. Rupanya mereka telah sama-sama pulang ke rumah. Namun ia sama sekali tak mendapat kesempatan cuci mata, karena ia harus bekerja di atas genting.
Saat itu Parto ingin beristirahat setelah “bekerja keras seharian”. Ia menuruni tangga dan menuju ke belakang. Sambil bertelanjang dada ia menggotong tangga itu. Karena masih asing dengan rumah yang besar itu, rupanya ia salah jalan. Ia menuju ke sisi rumah yang selama ini belum pernah didatangi. Namun sungguh tak rugi ia salah jalan. Karena ia melihat dari arah samping, Fey Chen yang sedang asyik berjalan-jalan sambil ber-jogging menikmati angin sore yang sejuk. Sementara Fey Chen tidak melihatnya. Buru-buru ia bersembunyi dan mengintip di balik dinding bata yang berlubang-lubang. Ia ingin menikmati lebih lama pemandangan indah itu tanpa ketahuan gadis itu. Karena saat itu Fey Chen memakai pakaian yang minim sekali. Bahkan di mata orang desa seperti dirinya, itu termasuk kategori telanjang. Kini ia dengan bebas memelototi ke-sexy-an Fey Chen tanpa diketahui gadis itu. Rupanya saat itu Fey Chen sedang asyik sendiri sehingga ia tak memperhatikan kalau ada cowok di balik dinding sedang asyik mengagumi kemulusan tubuhnya. Namun sial bagi Parto, karena Fey Chen kini membelok ke arahnya. Rupanya gadis itu ingin melihat bunga-bunga merah yang merambat di dinding dari jarak dekat. Sementara ia tak sadar kalau Parto berdiri di belakangnya, juga sedang memperhatikan “bunga berjalan” yaitu dirinya. Parto berdiri kaku di belakang Fey Chen. Ia merasa tegang. Sekali gadis itu menoleh ke belakang, habislah ia sudah. Namun ia juga terpana oleh pemandangan indah bagian belakang tubuh Fey Chen. Bentuk tubuhnya sungguh proporsional. Kedua lengan dan pahanya begitu putih mulus. Pantatnya begitu padat menonjol di balik rok mini ketatnya. Namun rupanya naluri kewanitaan Fey Chen merasakan ada sesuatu yang janggal di balik punggungnya. Karena secara tiba-tiba gadis itu membalikkan badannya. Dan, kelihatan kalau ia amat terkejut sampai-sampai dirinya tersentak dan mengeluarkan seruan tertahan. Entah ia kaget karena tiba-tiba ada cowok rendahan macam Parto di belakangnya tak jauh dari tempatnya berdiri dan sedang menatap dirinya lekat-lekat. Ataukah karena jengah melihat tubuh kekar cowok berkulit sawo matang yang hanya terbalut celana pendek saja. (Atau mungkin karena keduanya?) Sementara Parto juga kaget tiba-tiba cewek itu menoleh ke arah dirinya. Ia jadi serba salah. Saat itu ia bagaikan murid yang ketahuan nyontek oleh gurunya. Setelah berhasil menguasai dirinya, akhirnya Fey Chen membuka pembicaraan.
“Mas namanya Parto ya?…” tanya Fey Chen dengan pandangan menyelidik.
“Iya Non,” kata Parto menjadi grogi dan tak berani memandang balik cewek itu.
“Ngapain kamu disini?” tanya gadis itu dengan pandangan tajam.
“Eh, anu Non, saya mau naruh tangga ini disini,” kata Parto sambil berusaha menyandarkan tangga itu ke dinding bata tempat ia berdiri.
“Tangga itu pasti bukan disini tempatnya. Dan pasti kamu salah jalan kesini,” kata Fey Chen sambil menaruh kedua tangannya di depan dadanya seolah ingin menutupinya dari pandangan Parto.
“Eh, iya. Anu, maaf, saya tadi salah jalan Non,” katanya sambil melirik sebentar ke tubuh sexy di depannya itu.
“Iya, kamu pasti salah jalan. Nggak seharusnya kamu masuk kesini. Jalan keluarnya lewat sana tuh,” kata Fey Chen sambil menunjuk dengan satu tangannya sementara tangannya yang lain masih menutupi dadanya.
“Baik. Permisi Non,” kata Parto sambil berjalan ngeloyor pergi.
“Tunggu,” seru gadis itu tiba-tiba.
“Eh, ada apa Non.”
“Itu tangganya dibawa keluar juga,” kata Fey Chen,” Dan ingat, kamu jangan kesini lagi. Mengerti?”
“Oh, i-iya Non. Permisi Non,” kata Parto sambil tergopoh-gopoh membawa tangga itu. Ia tak berani menoleh ke belakang lagi.
Fey Chen akhirnya lega begitu Parto meninggalkan tempat itu. Ia sendiri merasa risih berbicara terlalu lama dengan Parto barusan. Pertama, ia menyadari pakaiannya cukup minim untuk “konsumsi” orang seperti Parto ini di tempat sunyi seperti itu. Dan kedua, ia jengah melihat Parto yang bertelanjang dada dan hanya memakai celana pendek yang sangat pendek. Ia bahkan tak berani melihat ke tanah, karena takut melihat bagian bawah tubuh Parto yang hanya tertutup celana yang amat pendek.
Tak lama kemudian muncullah Mbok Minah.
“Ada apa Non, kok tadi Mbok denger Non bicara sama orang.”
“Iya, sama Mas Parto, Mbok. Dia tadi nyasar ada disini.”
“Ooh, memang geblug itu anak. Padahal Mbok sudah bilang ga boleh ke tempat ini karena ini tempat Non Fey Chen. Maafin deh Non. Dia memang orangnya agak-agak bego,” kata Mbok Minah berusaha melindungi supaya Fey Chen tidak berpikiran yang negatif terhadap Parto.
“Iya memang kayaknya sih memang dia rada-rada telmi gitu Mbok. Bukannya menghina ya. Masa tangga mau ditaruh di dinding sini. Padahal tingginya jelas-jelas nggak cukup,” kata Fey Chen sambil tersenyum geli.
“Iya memang dari dulu juga begitu tuh anak. Nanti Mbok kasih tahu lagi deh Non. Maaf ya kalo tadi ngeganggu Non.”
–@@@@–
Malamnya…
Parto berdiam di dalam kamarnya terus. Atau tepatnya “bersembunyi” disana. Ia merasa takut kalau-kalau Fey Chen mengetahui pikiran kotornya terhadap gadis itu dan melaporkan kejadian sore tadi ke Papinya. Untuk menenangkan pikirannya, ia ngendon di dalam kamar terus sambil mendengarkan radionya. Setelah sampai malam tak ada teguran yang ditakutinya, kini dirinya merasa lega.
–@@@@–
Saat larut malam…
Pikiran Parto kembali membayangkan pertemuannya dengan gadis itu tadi. Tubuhnya berkeringat. Penisnya menegang keras. Jantungnya berdetak lebih kencang. Perasaannya bercampur antara rasa grogi dan terangsang. Antara takut dan nafsu birahi………
–@@@@–
Saat lewat larut malam…
Suasana rumah sunyi senyap. Namun di dalam kamar gelap yang dingin ber-AC itu terdengar suara sayup-sayup, suara seorang cowok dan cewek.
“Ooohh….ohhhh…ohhhhhh, “ terdengar suara cewek itu mendesah-desah perlahan seperti layaknya sedang disetubuhi cowok.
…
…
Lalu terdengar suara cowok,
“Ayo, sekarang isep kontolku…Nah, ya gitu dong, aahhh, ahhhh, ahhhhh, seru suara cowok itu. Rupanya penisnya telah mulai didalam kuluman cewek tadi.
Tak lama kemudian,
“Oohhh, ohhhh, aaahhhhh, aaahhhhhhhhhh,” serunya penuh rasa puas saat seluruh spermanya meleleh di dalam mulut cewek tadi.
Tak lama kemudian, lampu di dalam kamar itu dinyalakan. Yang cowok masih terkapar dengan telanjang bulat. Napasnya terengah-engah memandangi cewek di dekatnya yang juga telanjang bulat. Di dekat mulut cewek itu masih terdapat sisa-sisa sperma yang mengalir keluar dari mulutnya.
“Wah, makin lama kamu makin asyik aja maennya, Nah,” kata Pak Sutanto kepada Mbok Minah,” Kamu nggak kalah sama cewek-cewek muda 20 tahunan. Yang pasti kamu lebih hebat dibanding Nyonya.”
“Ah, bisa aja Tuan,” katanya tersipu.
(Sungguh aneh. Kok bisa-bisanya Pak Sutanto kepincut sama Minah. Padahal dengan kekayaannya ia bisa mendapatkan banyak cewek-cewek muda yang jauh lebih cakep dan seksi. Sementara Minah sendiri meski body-nya bahenol tapi sudah stw dan tak bisa dikategorikan cakep. Mungkinlah karena ia jago bermain di ranjang, sehingga Pak Sutanto dibuatnya takluk? Ataukah ada alasan lain? Atau keduanya?)
“Iya betulan. Besok malam lagi ya, mumpung Nyonya nggak disini. Aku pengin ngenyot-ngenyot susumu yang montok ini lagi,” kata Pak Sutanto dengan senyum mesum sambil meremas-remas payudara Minah yang montok.
“Iih, Tuan genit deh,” katanya berusaha menepis tangan nakal majikannya itu, tapi pada akhirnya tangan majikannya itu masih terus melekat di dadanya.
“Udah aku balik ke kamar dulu. Besok mesti bangun pagi-pagi nyiapin buat Non Fey Chen,” kata Minah sambil berdiri dan mulai mengenakan seluruh pakaiannya.
“Ya udah kamu balik sekarang. Tapi ingat, besok jam yang sama kamu kesini lagi untuk begini lagi ya,” kata Pak Sutanto sambil menyelipkan ibu jarinya di antara telunjuk dan jari tengahnya.
“Kalo itu tergantung, ininya banyak nggak,” kata Minah sambil menggerakkan tiga jarinya.
“Itu sih beress. Nih buat malam ini,” kata Pak Sutanto mengambil segepok Rupiah dan menyelipkannya ke balik bra Minah dan meremasnya. “Besok aku tambah deh persenannya.”
“Makasih tuan. Yuk, aku balik dulu,” katanya sambil mengerling genit dan memajukan bibirnya seolah mencium, sebelum membalikkan badan dan keluar dari kamar tuannya.
–@@@@–
Saat lewat lewat larut malam, menjelang subuh…
Terdengar bunyi kresek-kresek di dalam rumah itu namun di kamar yang berbeda. Kali ini di kamar Parto. Parto yang telanjang bulat sedang menindih tubuh Fey Chen yang juga telah telanjang bulat. Keduanya menempel menjadi satu. Dan ternyata penis Parto telah berada di dalam vagina Fey Chen. Dan, Parto mengocok-ngocok penisnya di dalam tubuh gadis itu.
“Ooohh, oohhhh, ohhhhhh…….
Suara keduanya bercampur menjadi satu seiring dengan kocokan penis Parto di dalam tubuh Fey Chen.
“Ahhhh, Fey Chen, ahhhhhh, ahhhhhh
(To be continued next day)
–@@@@–
Day 3
“Ooohh, ohhhh, ohhhh.”
Shleeb, shleeb, shleeb
Mmmpphh
Aaahh, aaahhhh, aaahhhh, aaahhhhhh…
…
…
…
Dokk, dokk, dokk!
Dokk, dokk, dokkkk!
Dokk, dokk, dokkkkkk!
Terdengar suara pintu yang digebrak-gebrak makin keras.
“Partooo!!”
“Partooo!!”
Parto yang sedang asyik, jadi sangat terkejut.
“Iya, iya, “ serunya tergopoh-gopoh.
“Ayo buka pintunya, lagi ngapain aja kamu sih. Dipanggil-panggil dari tadi nggak dijawab,” suara Mbok Minah. “Kamu ini maunya kerja atau apa?”
“Iya, iya bentar. Ah ngeganggu keasyikan orang aja,” gerutu Parto.
“Ada apa sih Mbak, pagi-pagi ngagetin orang.”
“Ini sudah jam 6 pagi. Kamu harus bangun!”
Ah sialan, padahal ini udah ampir ngecrott, memang Mbak Minah ini ngerusak kesenangan orang aja. Lagi asyik-asyik sama “Fey Chen” dikagetin kayak gini. Padahal tiap malem dia sendiri “disasak” Pak Sutanto, gerutunya.
“Ayo cepat kamu mandi dan bangun. Jangan bikin malu aja.”
“Iya, iya, ini aku mandi,” kata Parto keluar dari kamarnya sambil menuju ke kamar mandi.
Sementara itu, sebelum Parto bangun, pagi-pagi Fey Chen telah meninggalkan rumah itu berangkat ke sekolah. Hari ini ia tak membawa mobil namun ia dijemput temannya.
–@@@@–
Saat siang hari dikala Mbok Minah dan Parto sedang makan bareng, tiba-tiba Parto membuka pembicaraan.
“Aku heran karo kowe Mbak. Kerja jadi pembantu kok bisa beli pakaian dan perhiasan yang mahal-mahal. Memang sebulan dikasih gaji berapa sih?”
“Ah, selain gaji bulanan aku khan sering dapet duit tambahan dari Non Fey Chen dan juga tuan. Soalnya semua urusan Non Fey Chen khan aku yang beresin semua, dari nyuci baju, nyiapin makanan, mijitin dia, bahkan juga dia suka curhat tentang cowoknya.“
“Ooh, dia sudah punya cowok tho,” kata Parto dalam hati agak-agak iri hati.
“Iya lah, cewek cakepnya kayak gitu, cowok mana yang ga suka sama dia. Sudahlah To, kamu jangan mikirin dia terus. Mbok ya kamu ngaca. Jangan mikirin yang nggak-nggak. Mending abis ini kamu pulang kampung, kerja yang bener trus kawin gitu lho.”
“Bukan gitu, Mbak. Aku cuma mikir aja, kirain dia belum punya cowok gitu lho.”
“Eh, omong2, kok disini nggak ada Nyonya-nya Mbak. Memang kemana?”
“Ooh, nyonya itu juga orang sibuk. Maklum kedua majikan kita ini sama-sama orang bisnis. Jadi sering pergi sendiri-sendiri. Sekarang dia pas nggak ada disini.”
“Ooh gitu. Makanya sekarang Mbak “ngegantiin fungsi nyonya” ya,” sindir Parto.
“Lho maksudmu apa To??”
“Hehehe. Aku sekarang tahu Mbak dapet duit banyak karena tiap malem Mbak mijitin Tuan, tapi pijit-pijit plus plus plus,” kata Parto sambil nyengir kuda.
“Anak gila! Kowe ngomong jangan sembarangan ya!” kata Mbok Minah marah.
“Sudahlah Mbak jangan pura-pura. Rahasiamu telah terbongkar. Sekarang Mbak nggak mau khan kalo aku bongkar rahasia ini. Hehehe,” Parto tersenyum penuh kemenangan.
“Sembarangan kamu ngomong. Memangnya aku orang ga bener sama kayak kamu yang main gila sama janda muda itu?” sergah Mbok Minah.
“Sudahlah jangan munafik Mbak. Mbak sengaja ngerayu Pak Sutanto supaya dapet duit banyak. Ya khan? Dari dulu sifat Mbak sudah ketahuan, mata duitan tapi pelit! Kalo ga gitu masa mau kawin sama Mas Parno yang sudah tua bangka itu.”
“Tadi malam aku ga bisa tidur, jadi ke kamar Mbak. Tapi aku gedor-gedor kok ga dijawab. Aku kirain sudah tidur. Tapi aku jadi curiga jangan-jangan di dalam nggak ada orang. Diam-diam aku sembunyi. Gak lama kemudian, Mbak dateng sambil ngitung uang ratusan ribu di tangan. Malam-malam gini, bisa dapet duit banyak, kemana lagi kalo ga habis dari kamar juragan asem itu.”
“Ya udah sekarang maumu apa?” tanya Mbok Minah dengan muka merah padam. “Ingat ya sebagian uang dari berbuat gini, dipake untuk ngirim duit ke desa. Dan kamu juga makan dari duit itu. Jadi kamu jangan bertindah bodoh dalam hal ini.”
“Itu Mbak ga usah kuatir. Tapi, boleh khan kalo aku dapet tambahan langsung dari Mbak? Heheheh.”
“Dasar anak haram jadah. Ya udah berapa maumu?”
“Ya paling nggak pipti-pipti lah Mbak.”
“Edan kamu. Udah aku kasih sepertiga aja.”
“OK terima kasih Mbak. Hehehe.”
“Ayo sekarang balik kerja lagi.”
“Tapi aku masih penasaran satu hal Mbak.”
“Apa lagi?”
“Aku heran kok Mbak bisa ngerayu Tuan Sutanto. Memang apa sih kelebihan Mbak sampe dia jadi tergila-gila sampe gitu. Padahal dia orang kaya, bisa gampang dapetin cewek-cewek yang lebih muda dan cakep-cakep. Pasti Mbak punya ilmu pelet ampuh. Kalo Mbak mau ngebagi, hehehe, siapa tahu aku bisa bikin Non Peicen (Parto menyebutnya “Peicen” karena ia tak bisa ngomong “f”) kepincut sama aku. Hehehe.” “Kamu gila ya To?!!! Tapi ketahuilah, biarpun kamu pake pelet ini, tetap aja ga cukup kuat buat orang kayak kamu untuk memelet Non.”
“Ha! Jadi Mbak benar-benar punya ilmu pelet ya.”
“Memang iya,” akhirnya ia mengakui. “Tapi ini ga boleh dipake sembarangan. Dan, yang Mbak bilang tadi, pelet ini ga cukup kuat kamu pake untuk memelet Non Fey Chen. Jadi sudahlah, kamu jangan berharap yang muluk-muluk. ”
“Lho kenapa ga kuat Mbak?”
“Seandainya kamu ini cewek dan Non Fey Chen itu cowok, kemungkinan pelet ini bisa berhasil. Ilmu pelet ini lebih gampang dipake oleh cewek untuk memelet cowok dibanding sebaliknya.”
“Kenapa bisa begitu Mbak?”
“Soalnya cewek lebih punya daya tarik seksual di mata cowok dibandingkan sebaliknya. Lain cerita kalo status cowoknya lebih tinggi dibanding ceweknya atau minimal ga beda-beda jauh lah. Lha kalo kamu sekarang, statusmu dan dia bagai bumi dan langit. Sudah pasti ga bakalan jalan. Salah-salah malah ketahuan, wah gawat, Mbak bisa kehilangan pekerjaan bagus disini.”
“Dan juga kehilangan bonus “plus plus” nya ya Mbak”, sindir Parto.
“Ah, tapi masa Mbak ga mau bantuin aku. Aku ini khan adikmu sendiri Mbak,” kata Parto penasaran.
“Memang maumu apa?”
“Ya apa lagi kalo bukan memelet Non Peicen supaya dia nurut sama aku. Sampe dia mau aku ajak “gituan”. Kalo bisa kayak Mbak, tiap malem “maen” sama dia khan asyik banget. Heheheheh.”
“Edan kamu! Pikiranmu betul-betul gendheng! Tapi, NGGAK! Mbak nggak akan melakukan hal yang bakal merusak masa depan Non Fey Chen. Mbak cukup banyak mendapat kebaikan dari keluarga sini. Oleh karena itu aku nggak bakalan melakukan hal yang menyakiti keluarga sini, terutama yang merusak Non!” kata Mbok Minah tegas. “Biarpun orang yang minta bantuan itu adalah kamu, adik Mbak sendiri!” tambahnya lagi.
“Aku tahu kenapa Mbak nggak mau bantu aku. Soalnya mereka bisa ngasih duit lebih banyak dibanding aku, ya khan? Sekarang baru terbukti, Mbak memang orang mata duitan. Lebih berat sama uang dibanding saudara sendiri,” tuduh Parto dengan tajam.
“Hey! Dengar Parto, Mbak nggak akan melakukan perbuatan hina itu. Urusan Mbak memelet Pak Sutanto, itu karena memang Mbak rela ditiduri sama dia demi uang. Tapi yang kamu minta ini lain cerita. Non Fey Chen adalah anak gadis baik-baik yang belum menikah. Jadi Mbak nggak bakalan membantu kamu merusak dirinya demi memuaskan pikiran bejatmu itu. Kamu boleh melakukan itu terhadap janda Sutinah di desa. Tapi Non Fey Chen adalah lain cerita. Titik!!” kata Mboh Minah berjalan meninggalkan Parto.
Sambil tersenyum licik, Parto berkata,”Ah, Mbak salah kalo berpikiran seperti itu.”
“Salah dimana? Sudah jelas sekali niat kamu ini dilandasi nafsu bejatmu yang ingin meniduri dia. Sudahlah, kamu yang tahu diri gitu lho. Mending kamu ikuti nasehat Mbak: cepat pulang ke desa, kerja yang benar, terus kawin gitu. Jadi kamu nggak nyusahin orang terus.”
“Mengenai aku kepingin meniduri dia, kuakui itu memang betul. Karena belum pernah aku ketemu cewek yang cakep dan sexy serta punya daya tarik seksual yang sekuat dia. Wajar dong kalo aku pengin tidur sama dia, aku khan juga cowok normal. Tapi ada satu hal lain yang perlu Mbak ketahui. Kalo Mbak membantu aku, justru Mbak akan mendapatkan keuntungan banyak dari sini.”
“Apa yang bisa kamu berikan ke Mbak?” tanya Mbok Minah dengan sinis namun ia menghentikan langkahnya.
Parto tersenyum penuh arti karena pancingannya mengena.
“Seandainya aku berhasil menguasai dirinya, sudah pasti aku akan menikmati dirinya. Tapi selain itu, aku juga akan porotin duitnya, sama seperti Mbak morotin Bapaknya. Nah, kalo aku berhasil morotin dari dia, tentu Mbak bakal kebagian juga. Aku mau berbagi pipti-pipti sama Mbak. Apakah Mbak nggak tertarik dengan itu? Lagipula siapa tahu aku bisa morotin duit lebih banyak dari dia dibanding Mbak dari Bapaknya.”
“Tapi tetap saja, Mbak nggak bisa membantu kamu melakukan itu. Itu adalah perbuatan yang sungguh keterlaluan. Sudah ngerusak anak gadis baik-baik masih diporotin lagi duitnya. Mbak nggak akan melakukan itu,” kata Mbok Minah. Namun kini nada bicaranya tak setegas sebelumnya.
“Sudahlah Mbak ga usah munafik dan sok bermoral. Aku tahu Mbak bukan orang seputih itu. Karena itu aku ga percaya kalau Mbak ga mau bantu aku karena alasan Mbak sayang ke Non Peicen atau merasa berhutang budi terhadap keluarga sini. Menurutku Mbak ga mau bantu aku, karena seperti yang Mbak bilang tadi, ilmu pelet Mbak ga cukup ampuh untuk menaklukkan Non Peicen. Oleh karena itu Mbak nggak mau ngambil resiko.”
“Tapi sekarang coba Mbak pikir lagi, kalo ada cara ampuh untuk menaklukkan cewek itu, CARA AMPUH YANG PASTI BERHASIL, masa Mbak tetap nggak mau membantu aku. Apakah Mbak nggak mau dapet uang tambahan dari “penghasilanku”? Sudahlah sama aku Mbak ga usah malu-malu dan ga usah sok suci kayak penggede-penggede itu.”
“Memang cara ampuh seperti apa sih yang kamu punya?” tanya Mbok Minah yang kelihatan telah bergoyah pendiriannya.
“Begini nih Mbak,” kata Parto sambil membisikkan rencananya secara detail ke telinga Mbok Minah.
………………………….
“Wah!! Betul-betul anak setan kamu! Aku nggak nyangka kamu bisa punya akal sehebat itu!” Puji Mbok Minah yang terkagum-kagum. Memang Parto adalah pemuda malas yang asal-asalan. Namun kalau menyangkut hal-hal yang menguntungkan dirinya, ia kadang bisa punya ide-ide brilyan yang jenius.
“Namun untuk melaksanakan rencanamu itu perlu timing yang betul-betul tepat. Karena ilmu pelet ini juga ada ketergantungan dengan waktu. Aku masih ragu apakah akalmu itu bisa jalan atau nggak,” kata Mbok Minah ragu. Meski ragu, namun kelihatan jelas bahwa tanda-tanda perubahan “arah angin” telah mulai nampak.
“Kenapa nggak Mbak coba jelasin dulu gimana cara kerja ilmu pelet itu. Supaya aku bisa bantu mikirin juga,” kata Parto yang tak ingin kakaknya berubah pikiran lagi.
Lalu berceritalah Mbak Minah kepada Parto tentang ilmu pelet itu. Ia mendapatkan ilmu pelet itu dari seorang dukun sakti yang tinggal di seberang sungai di desanya. Ceritanya waktu ia berumur 16 tahun, sepulang dari mencuci baju, diam-diam ia mendatangi rumah dukun itu. Ia ingin mendapatkan suami kaya. Yang diincarnya adalah Pak Parno, orang kaya di desanya yang suka gadis-gadis muda. Ia ingin dijadikan istri mudanya. Dukun itu, yang bernama Mbah Durgo, bersedia membantunya asal dengan syarat mutlak, yaitu ia harus menyerahkan keperawananannya kepadanya. Setelah ia menyerahkan keperawanannya, sesuai janjinya Mbah Durgo membantu sampai ia dipinang oleh Pak Parno dan akhirnya menjadi gundik favoritnya. Sementara itu, setelah diperistri Pak Parno, ia masih tetap menjalin hubungan gelap dengan Mbah Durgo sambil merayunya untuk mengajarkan ilmu pelet yang ampuh itu sampai akhirnya ia betul-betul menguasainya dan tak tergantung kepada Mbah Durgo. Setelah itu “ditendangnya” Mbah Durgo. Demikian pula Pak Parno, setelah harga kekayaannya habis diserap, juga ditendangnya. Sejak saat itu ia melakukan ilmu pelet itu ke banyak orang, sampai terakhir ke majikannya yang sekarang yaitu Pak Sutanto. Cara penggunaan pelet itu, yaitu orang itu harus mengucapkan mantera terus menerus sampai 34 kali sambil membayangkan orang yang ingin dipeletnya. Selama mengucapkan mantera itu ia tak boleh mendengar suara orang lain, termasuk orang yang ingin dipelet. Namun setelah pengucapan mantera itu selesai, ia harus langsung mendengar suara orang yang ingin dipeletnya itu. Apabila suara orang lain yang didengarnya pertama kali, maka mantera itu jadi tak berguna.
Parto mendengar cerita kakak perempuannya itu sambil tersenyum getir. Tak disangkanya ternyata kakak sulungnya itu dari sejak berusia akil balik telah rela menyerahkan diri dan kehormatannya demi harta. Namun disisi lain ia gembira karena kini mendapat kesempatan menikmati Fey Chen yang mulus bening itu.
“Kalau begitu aturannya, berarti kita mesti tunggu timing yang betul-betul tepat, tidak ada gangguan, dan suasana rumah yang sepi. Tapi sekarang Mbak mau membantu aku khan?,” tanya Parto sambil “melempar bola”. “Ingat Mbak, kalo aku untung, Mbak dapet untung juga,” katanya mengingatkan lagi.
“Hmm. Baiklah. Mbak bersedia membantu kamu,” kata Mbok Minah akhirnya,”Tapi ingat, aku yang pegang kendali disini. Aku akan cari cara dan waktu yang tepat untuk melaksanakan itu. Dan kamu harus nurut semua perkataan Mbak. Sementara ini kamu duduk tenang saja dulu. Jangan bergerak sebelum aku kasih tanda. Mengerti? Dan ingat lagi, sebisa mungkin jaga supaya matamu itu jangan jelalatan ngeliatin dia. Atau lebih baik lagi kalo kamu nggak ketemu dia. Aku nggak mau dia jadi curiga sampai nanti rencana kita jadi berantakan. Atau lebih parah lagi, aku dipecat dari sini. Kalo itu terjadi, bisa aku bunuh kamu. Mengerti?” seru Mbok Minah sambil matanya berkilat-kilat. Rupanya kini dapat dipastikan bahwa arah angin telah berbalik arah.
“Baik Mbak.”
“Dan satu lagi, ingat janjimu itu, kalau sudah berhasil: fifty-fifty. Kalau nggak, nanti ilmu pelet itu ga bakalan tahan lama.”
“Baik Mbak.”
“Nah sekarang, ayo kamu balik kerja lagi. Supaya kamu nggak dimarahi Tuan.”
–@@@@–
Kira-kira pukul 3 di saat Parto sedang mencabuti rumput di halaman depan, sebuah BMW model terbaru yang mengkilap berhenti di depan rumah itu. Ternyata Fey Chen. Ia masih mengenakan seragam sekolah. Namun gadis itu tidak sendirian. Ia diantar oleh seorang cowok. Namun yang membuat Parto semakin iri adalah cowok itu kemudian menggandeng tangan Fey Chen. Cowok itu adalah Roger, pacar Fey Chen yang juga adalah anak teman Papanya. Kini Parto dapat melihat secara langsung cowok Fey Chen. Sungguh pasangan yang amat serasi. Karena cowok itu juga keren dan cakep dan dari keluarga kaya pula, cocok untuk bersanding dengan Fey Chen. Setelah itu kedua muda mudi ini masuk ke dalam, sementara Parto hanya bisa manyun sambil berjongkok meneruskan mencabuti rumput. Namun hatinya tak tertuju di pekerjaannya. Karena hatinya penuh dengan rasa iri dengki. Pada saat menjelang maghrib, Mbok Minah, yang hati dan pikirannya kini telah penuh dengan racun hitam, memulai misinya mendekati Fey Chen. Akhirnya ia masuk ke dalam kamar Fey Chen untuk memijiti gadis itu. Di dalam kamar, sambil memijiti punggung Fey Chen yang putih telanjang itu, ia memancing-mancing tentang hubungannya dengan Roger. Seperti layaknya hubungan cinta anak SMA, tentu ada naik turunnya. Mbok Minah memancing Fey Chen untuk menceritakan lebih banyak saat-saat dimana mereka bertengkar. Dengan licin, ia menghasut Fey Chen dengan membuat seolah-olah cowoknya adalah cowok yang egois dan nggak setia. Pada saat kedua tangannya dengan lembut memijiti punggung Fey Chen, mulutnya terus mengeluarkan kata-kata yang memanaskan hati. Tangannya adalah tangan malaikat, namun mulutnya adalah mulut setan. Fey Chen terhanyut bagaikan air sungai yang mengalir menikmati pijitan Mbok Minah, namun makin lama api amarah berkobar-kobar semakin besar di dalam hatinya. Apalagi pada dasarnya Fey Chen adalah gadis yang lugu yang tidak paham akan intrik-intrik tersembunyi. Ditambah juga ia amat mempercayai Mbok Minah yang sering membantunya dan selalu dijadikan tempat curhat itu. Sementara Mbok Minah tahu betul sifat Fey Chen sejak kecil dan perasaan gadis muda itu. Akhirnya Fey Chen sungguh termakan hasutan Mbok Minah. Oleh karena termakan emosi, begitu pijitan Mbok Minah selesai, ia langsung menelpon Roger dan menuduh cowok itu selama ini tak setia dan tak menyayangi dirinya. Roger kebingungan mendengar ceweknya yang tiba-tiba sewot tanpa sebab. Dan ia menyangkal semua tuduhan ceweknya itu.
Sebuah kesalahan fatal dari cowok itu, karena hal itu hanya membuat Fey Chen semakin terbakar emosinya dan semakin percaya bahwa ia adalah cowok egois. Mbok Minah mendengarkan percakapan telepon dua anak muda itu dengan senyuman iblis tersungging di bibirnya. Ah, darah muda…sungguh mudah ditebak, batinnya. Dan, percakapan dua muda-mudi yang sedang dilanda cinta itu berubah jadi amat buruk. Sungguh bertolak belakang dengan siang tadi dimana hubungan mereka lagi bagus-bagusnya. Apalagi setelah emosi Roger juga naik karena tuduhan-tuduhan tak berdasar yang dilemparkan oleh Fey Chen. Ia menyerang balik Fey Chen dengan mengatai gadis itu sebagai cewek yang susah dimengerti dan sangat tidak masuk akal. Namun yang paling parah adalah ia menuduh balik cewek itu sengaja cari gara-gara karena ia memang ingin putus hubungan karena ada cowok lain. Pada saat telpon itu diputus, Fey Chen tak kuasa menahan air matanya. Perasaan marah, sedih, menyesal, dan takut kini betul-betul menguasai dirinya.
“Bagaimana ini Mbok? Ternyata betul terbukti dia nggak sungguh-sungguh mencintaiku, ” tanyanya disela-sela tangisannya. “Kok, tega-teganya ia melakukan itu kepadaku. Padahal aku sungguh mencintainya.” Kedua tangan Mbok Minah kembali bekerja seolah berusaha menyejukkan hati gadis itu. Namun kata-kata yang keluar dari mulutnya semakin membuat gadis itu terbakar emosinya. “Bagaimana kalau betul-betul ada cewek lain selama ini? Aku takut kalo kehilangan dia, Mbok.”
“Tenang Non…yang sabar ya,” katanya sambil mengelus-ngelus punggung gadis itu. “Sebenarnya Mbok tahu ada cara yang bisa membuat cowok Non itu menyayangi Non. Tapi Mbok nggak tahu apakah Non percaya dengan hal-hal seperti itu.”
“Apa itu Mbok? Coba ceritakan dong.”
“Begini Non,
…
…
Lalu diceritakannya tentang ilmu pelet itu ke gadis itu. Tentu ia tak menyebutnya sebagai “pelet” dan ia mengubah versi ceritanya disana sini untuk memberi kesan tidak terlalu mengandung misteri. Dan Fey Chen pun mempercayainya.
–@@@@–
“Bagaimana Mbak?” tanya Parto bersemangat.
“Wah idemu memang hebat, To. Dia sudah kena perangkap. Hehehe,” tawa Mbok Minah dengan senyum licik.
“Wah! Jadi bisa malam ini ya Mbak? Waktunya kapan? Sekarang?”
“Sabar dulu, To. Dia memang sudah kena jerat kita, tapi malam ini bukan waktu yang tepat. Nanti malam bakal ada tamu Tuan yang datang kesini. Biasanya mereka pulang agak larut malam. Kamu tahu sendiri khan persyaratan ilmu pelet ini, semakin banyak orang semakin susah dilaksanakan. Dan Mbak nggak yakin omongan Mbak tadi sudah cukup membuat dia mau melakukan itu. Jadi besok mesti Mbak komporin lagi. Jadi kamu sabar dulu sampai besok.”
“Ah!” seru Parto dengan kecewa. “Tapi besok adalah hari terakhirku disini. Gimana kalo gagal?”
“Ah, tenang. Kowe sabar kenapa. Yang penting alon alon asal kelakon. Kalo masalah itu, gampang, bila perlu aku ngomong sama Tuan minta waktumu disini diperpanjang beberapa hari. Kalo cuma beberapa hari, pasti dia setuju. Tapi aku yakin kowe bakal bisa menikmati cewek idamanmu itu besok. Lagipula aku punya akal supaya besok Tuan pulang agak malam sehingga Non Fey Chen sendirian di rumah,” kata Mbok Minah. Kini ia tak ragu-ragu lagi mengorbankan Fey Chen, karena angin keberuntungannya telah berbalik arah.
“Yah, aku kecewa banget Mbak. Kirain malam ini sudah bisa aku sikat dia.”
“Tenang aja. Anggap ini adalah ujian kesabaran buatmu. Kalo pengin dapet hadiahnya, kamu mesti sabar. Ingat, kamu jangan terburu-buru berbuat hal-hal yang bodoh. Jangan sampai sesuatu yang hampir di tangan jadi terlepas. Mengerti? Dan jangan lupa ya janjimu, kowe nanti mesti bagi-bagi hasil.”
“Itu beres lah Mbak. Ya aku ngerti Mbak.”
“Tadi waktu mijitin di dalam, apa dianya telanjang juga Mbak?”
“Ya iya lah, wong namanya orang dipijat. Bagian atasnya dibuka semua.”
“Waduuh. Enak bener Mbak. Badannya mulus banget ya Mbak. Trus teteknya gede nggak? Bagus nggak?”
“Ya baguslah. Sudahlah jangan banyak nanya, aku mesti kerja lagi, nyiapin makanan buat tamu Tuan.”
“Wah, bikin aku penasaran aja Mbak. Yang dipijit tadi apanya aja Mbak? Susunya juga?”
“Sudahlah jangan banyak tanya lagi. Mbak mesti masak sekarang. Besok kamu bisa liat dan pijit-pijit sendiri sambil sekaligus nyusu sana.”
“Ah, Mbak tahu aja maunya orang,” kata Parto cengengesan.
–@@@@–
Malamnya memang betul ada dua orang tamu yang datang, yaitu Pak Burhan dan Pak Abdul. Keduanya adalah oknum militer yang terlibat KKN dengan Pak Sutanto. Pak Abdul adalah orang Jawa Timur juga yang logat bicaranya sama seperti Parto. Sementara itu Fey Chen sempat muncul keluar mengobrol sebentar basa-basi dengan mereka sebelum akhirnya balik ke dalam kamarnya. Meski kedua tamu itu telah berusia setengah baya dan telah berkeluarga, namun Parto bisa merasakan kalau kedua bandot tua juga tertarik terhadap Fey Chen. Dan malam itu adalah malam penuh penderitaan bagi Parto. Pikirannya terus terbayang-bayang akan diri Fey Chen. Apalagi sebelumnya ia punya harapan tinggi bakal “mendapatkan” gadis itu malam ini. Namun ia mengikuti saran kakaknya yaitu berusaha sabar. Sehingga kini ia mau tak mau melewatkan malam itu dengan manyun seorang diri.
–@@@@–
Day 4
Parto bangun pagi dengan sendirinya tanpa perlu dibangunkan. Karena memang sebenarnya ia nggak bisa terlalu tidur. Pikirannya masih diliputi rasa kecewa terutama karena harapan sebelumnya yang begitu tinggi. Ini adalah hari terakhirku disini. Besok pagi-pagi aku sudah harus meninggalkan tempat ini. Jadi hari ini harus berhasil, pikirnya. Pagi itu ia sempat membukakan pintu untuk Fey Chen saat gadis itu ke sekolah. Setelah seluruh pemilik rumah pergi, kedua pembantu itu berdiskusi untuk merampungkan rencananya. Kini Parto takut rencana itu tak kesampaian.
“Gimana kalau rencana ini ga berhasil, Mbak?” tanyanya.
Sebaliknya Mbok Minah yang kemarinnya ragu-ragu kini malah lebih yakin.
“Tenang aja,” katanya,” Pokoknya malam ini Non Fey Chen yang mulus itu pasti akan jatuh ke tanganmu.”
“Benarkah itu? Tapi bagaimana kalau meleset?”
“Tenang aja. Hari ini semuanya bakal beres. Karena aku sudah mengatur semuanya.”
–@@@@–
Fei Chen dalam pakaian renang
Fei Chen dalam pakaian renang
Hari itu Fey Chen pulang lebih awal karena hari itu hari Jumat dan ia tak ada kegiatan ekstra kurikuler. Begitu nyampe, tak lama kemudian Fey Chen bilang ke Mbok Minah kalau ia ingin berenang. Rupanya di dalam rumah itu terdapat kolam renang di ruang tertutup. Hebat juga pemilik rumah ini, pikir Parto, kolam renang aja ada. Sementara Mbok Minah menemani Fey Chen berenang, Parto bersembunyi di tempat yang aman namun strategis untuk mengintip Fey Chen berenang. Setelah Fey Chen selesai berenang, diam-diam Parto mendatangi Mbok Minah.
“Aduuh Mbak. Aku sudah nggak kuat lagi. Sampe kapan mesti nahan kayak gini terus. Tolongin dong, laksanakan sekarang juga! Kalo gini terus bisa gila aku rasanya,” keluh Parto.
“Hihihi, tenang, abis ini semuanya beres. Tunggu Non Fey Chen selesai mandi, setelah itu aku pijitin dia sambil aku bisiki lagi. Sementara kamu siap tunggu aba-aba dariku, ok?”
Setelah itu Mbok Minah menelpon Pak Sutanto.
“Tuan masih ingat dengan permintaan saya kemarin malam. Jangan lupa tolong belikan kembang 4 warna. Tapi harus Tuan sendiri yang beli, nggak boleh nyuruh orang lain. Kembang ini dijual di pasar kembang antara jam 5 – 6 doang.”
“Memang kamu yakin ini betul-betul efektif?”
“Betul Tuan. Dengan pake kembang ini, Nyonya nggak bakalan tahu tentang hubungan kita. Bahkan semisal ia tidur di ranjang yang sama pun, ia akan terus tertidur lelap. Asalkan setelah itu Tuan membuang bunga-bunga kecil itu di Ancol SATU PERSATU.”
“Hahaha. Mbak pintar. Membuang bunga itu satu persatu bisa berjam-jam lamanya.”
“Eh jangan salah, tapi bunga itu betul-betul ada khasiatnya lho.”
“Hah, memang khasiat bunga itu memang betul seperti yang Mbak bilang??”
“Bukan, tapi khasiat bunga itu sebenarnya untuk kamu. Bunga itu akan membuat penghuni rumah ini menyetujui usul Mbak supaya kamu tinggal lebih lama disini. Sehingga kamu bisa dengan leluasa menggauli Non Fey Chen tiap hari, sekaligus supaya kamu bisa morotin duitnya sebanyak mungkin.”
“Wah, aku nggak nyangka ternyata Mbak begitu hebat. Ya, kalo aku sih setuju-setuju aja Mbak. Hehehe.”
“Nah, sekarang bapaknya sudah dibereskan. Tinggal sekarang ngurus anaknya. Kamu diam tenang dulu. Tunggu isyaratku, ok?
“Beres, Mbak.”
–@@@@–
Fey Chen sedang tiduran di ranjang menikmati asyiknya dipijit-pijit oleh Mbok Minah. Sembari memijit, Mbok Minah memulai pembicaraan mengenai ilmu pelet kemarin. Dengan cerdik ia membuat Fey Chen penasaran dulu, sampai akhirnya gadis itu bersedia mencoba hal itu.
“Baiklah, sekarang Non inget baik-baik kalimat ini.”
Mbok Minah membacakan mantera ilmu pelet itu kepada Fey Chen.
“Sudah Non ingat baik-baik? Nah, begini cara kerjanya. Pertama, Non sebut dulu nama cowok Non sambil membayangkan orangnya. Lalu Non baca kalimat tadi sebanyak 34 kali sambil konsentrasi membayangkan cowok lain. Non bebas pilih sendiri cowok ini. Dia boleh siapa saja asalkan bukan cowok Non. Karena dia hanyalah sebagai pemancing supaya cowok Non merasakan kalau dalam pikiran Non ada cowok lain. Nah, karena ia merasakan adanya kehadiran cowok lain, maka ia akan jadi lebih sayang kepada Non. Ada dua syarat buat cowok pemancing tadi. Pertama, cowok itu sama sekali nggak ada hubungan keluarga sama Non. Kedua, cowok Non pernah bertemu dengan cowok itu ”
“Tapi mungkin nggak nanti jadi salah alamat sehingga cowok yang aku pikirin itu malah jadi suka sama aku. Atau lebih gawat lagi, aku yang jadi suka sama cowok itu?”
“Itu sih nggak mungkin Non, karena fungsi cowok itu adalah pemancing belaka. Yang penting Non jangan salah menyebut nama cowok Non sambil membayangkan orangnya sebelum memulai membaca kalimat tadi.”
“Oh ya, Mbak lupa bilang satu hal. Pengaruh cowok pemancing itu akan lebih kuat terhadap cowok Non apabila cowok itu sekarang berada dekat dengan tempat Non sekarang. Semakin dekat semakin balik. Nah sekarang Non pikir dulu, setelah menemukan orangnya baru Non bisa mulai.”
“Cowok yang paling dekat sama tempatku sekarang adalah Parto. Dia memenuhi dua syarat tadi karena dia nggak ada hubungan keluarga sama aku. Dan kemarin cowokku pernah liat dia waktu si Parto bukain pintu pagar. Tapi apakah ada syarat bahwa cowok pemancing ini harus orang yang kira-kira cocok jadi cowokku. Soalnya aku khan sudah pasti ga mungkin jadian sama Parto. Kalo aku milih dia sebagai cowok pemancing, apakah itu bakal efektif membuat cowokku merasakan adanya saingan?”
“Itu sih nggak masalah, Non. Asalkan cowok dan memenuhi dua syarat tadi.”
“OK deh. Kalo gitu aku pake Parto, Mbok.”
“Baiklah. Dan Non ingat, setelah Non selesai membaca kalimat tadi, untuk beberapa waktu Non tidak boleh berbicara ke siapa pun, bahkan lewat telpon juga. Oleh karena itu sebaiknya telpon Non dimatikan. Setelah waktunya selesai, nanti Mbok akan ketuk pintu kamar. Setelah itu Non bebas berbicara. Ini nggak lama kok, paling cuma beberapa menit.”
“Non mengerti khan? Nah, sekarang silakan Non sebut dalam hati nama cowok Non, kalau sudah silakan Non menganggukkan kepala.”
Fey Chen menganggukkan kepalanya.
“Nah, sekarang silakan Non mulai membaca kalimat itu dan membayangkan cowok pemancing tadi.”
Fey Chen segera memejamkan matanya sambil membaca mantera itu. Sementara Mbok Minah tersenyum puas menyaksikan betapa mudahnya gadis cantik itu diperdayanya. Penyebutan nama cowok di saat awal hanyalah tipuan belaka yang sama sekali tak ada artinya. Yang berarti justru cowok yang dibayangkan sambil membaca mantera itu. Sengaja ia mengarahkan supaya Fey Chen memilih Parto sebagai “cowok pemancing”. Kini sudah jelas-jelas pasti ilmu pelet itu akan berhasil dengan sukses, karena sekarang justru Fey Chen lah yang memelet Parto!! Sementara khasiat pelet itu juga berlaku bagi si pemelet. Artinya, si pemelet juga akan menjadi makin suka terhadap orang yang dipeletnya. Hal ini sangat masuk akal. Bukankah alasan orang memelet adalah karena ia suka terhadap orang yang dipeletnya? Semua ini adalah akal Parto yang jitu dan dilaksanakan dengan sukses oleh Mbok Minah. Kini terbukti omongan Parto tentang sifat Mbok Minah. Demi harta, ia tidak segan-segan mengorbankan gadis yang telah dirawatnya sejak masih SD.
Diam-diam Mbok Minah keluar dari kamar Fey Chen. Segera ia menemui Parto dan berkata sambil berbisik,
“Sudah beres. Sekarang kamu boleh memulai membaca mantera itu juga.”
“Hah, jadi dia sudah mulai membaca mantera itu? Jadi semuanya berjalan sesuai rencana?”
“Betul. Akalmu itu betul-betul busuk. Tapi memang jitu. Abis ini silakan kamu bersenang-senang abis dengan dia.”
“Ya, aku juga nggak sabar lagi pengin ngerasain madunya. Kapan lagi dapat kesempatan seperti ini. Selama ini Mbak dijadikan pelampiasan nafsu bandot tengik itu demi uang. Kini keadaannya dibalik. Giliran aku, adikmu ini, yang melampiaskan nafsunya ke anak gadisnya. Kalo Mbak dipake bapaknya, kini aku gantian make anaknya. Ini baru adil, ya nggak Mbak. Apalagi, hehehe, anaknya cakep banget dan ngegemesin gitu, pasti enak kalo diesek-esek di ranjang. Hehehe.”
“Setelah itu, kita sama-sama porotin duitnya. Mbak morotin bapaknya, aku morotin anaknya. Hahahaha…”
“Nah, sekarang ajarin aku mantera itu donk, Mbak.”
Setelah Mbok Minah memberitahu mantera itu, Parto segera membacanya sebanyak 34 kali dengan pikiran yang terkonsentrasi penuh ke Fey Chen.
–@@@@–
Kamar Fey Chen,
Saat itu meski malam belum datang, namun hari sangat gelap karena langit sedang mendung gelap pekat. Sehingga suasana kamar itu juga gelap kecuali di ranjang tempat Fey Chen duduk saja yang ada lampu penerangan. Saat itu Fey Chen telah selesai mengucapkan mantera itu 34 kali. Kini ia membuka matanya. Dirasakannya hawa AC kamar lebih dingin dibanding sebelumnya, mungkin karena pengaruh udara luar yang mendung pekat disertai angin kencang. Ia tak melihat Mbok Minah disitu. Iia menunggu dengan sabar. Beberapa menit kemudian terdengar suara ketukan. ‘Dokk-dokk-dokk.’ Pertanda bahwa ia sudah boleh bicara.
Segera ia menjawabnya,”Iya, masuk Mbok.”
Dan terdengar suara jawaban dengan keras,”BAIK NON!”
Namun itu suara Parto, bukan Mbok Minah! Sebelumnya Fey Chen mengucapkan mantera itu sambil membayangkan Parto dan kini ia mendengar suara Parto. Sebaliknya, Parto tadi mengucapkan mantera itu sambil membayangkan Fey Chen dan kini ia mendengar suara Fey Chen. Jadi syarat ilmu pelet itu telah terpenuhi dan kini menjadi aktif secara dua arah, dari Fey Chen ke Parto dan dari Parto ke Fey Chen! Dua orang yang saling memelet! Bisa dibayangkan seperti apa akibatnya. Tentu keduanya bakal NEMPEL terus kayak perangko, seperti apa yang akan terjadi sekarang ini. Kini Fey Chen ibarat tikus yang telah terjerat di dalam jebakan, tak bisa (dan juga tak mau) lari kemana-mana. Sementara Parto adalah kucing yang akan membuka pintu jebakan itu untuk menggerogotinya. Parto membuka pintu kamar Fey Chen. Ia baru menyadari betapa besar sekali kamar gadis ini. Bahkan berkali-kali lebih besar dibanding rumahnya di desa! Saat itu suasana kamar tempat ia berdiri cukup gelap. Hanya ada satu sampu penerangan yaitu di dalam ranjang Fey Chen yang tertutup kelambu. Ia melihat figur indah tubuh Fey Chen yang sedang duduk di atas ranjang di balik kelambu. Seketika penisnya menegang melihat siluet bentuk tubuh yang indah itu. Lalu ia berjalan mendekati tempat gadis itu duduk.
Fey Chen merasa heran mendengar suara cowok. Dan suasana saat itu amatlah gelap. Ia segera menyalakan lampu di sekeliling ranjangnya serta membuka pintu otomatis yang menuju ke taman kecil di dalam kamarnya dengan remote control. Sementara Parto yang telah sampai di tepi ranjang itu, segera menyingkap kelambu dan masuk ke dalamnya, bagaikan seorang pengantin pria yang mendekati pengantin wanita saat malam pertama. Seketika ia terpesona melihat kecantikan yang memancar dari tubuh Fey Chen. Sementara Fey Chen berteriak terkejut ketika melihat ternyata adalah Parto yang masuk ke dalam kamarnya dan berdiri di tepi ranjangnya.
“Kenapa kamu bisa kesini?” tanyanya.
“Karena aku ingin membuka kelambu ranjang Non,” katanya asal-asalan sambil membuka seluruh kelambu itu.
Fey Chen yang masih keheranan bertanya lagi tanpa mengubah posisi duduknya. “Kenapa kamu membuka semua kelambu ini?”
Ia terpana akan kecantikan Fey Chen yang begitu natural. Namun pandangan Parto segera beralih ke paha putih Fey Chen yang agak terbuka karena posisi duduk gadis itu.
Parto yakin kalau gadis ini telah terkena pengaruh ilmu pelet. Dengan nekat ia menjawabnya,” Karena aku ingin melihat wajah Non yang cantik itu. Aku suka sama Non,” kata Parto tanpa sungkan lagi.
Fey Chen segera menundukkan kepalanya. Terlihat rona-rona merah di pipinya yang putih. Parto jadi semakin berani.
“Dari semula melihat Non, aku langsung jatuh cinta sama kamu Non,” kata Parto sambil duduk di ranjang itu. Ia meraih tangan kanan Fey Chen dan meremas-remasnya dengan lembut. Melihat cewek itu diam saja, tangan yang satunya meraih rambut Fey Chen dan membelai-belai rambut yang panjang dan indah itu. Fey Chen menunduk sambil memejamkan matanya, membiarkan rambutnya dibelai-belai Parto. Parto segera mendekatkan kepala Fey Chen ke dirinya dan direbahkannya kepala gadis itu di dadanya sambil tangannya terus membelai-belai rambut gadis itu. Fey Chen membiarkan dirinya bersandar di dada Parto yang bidang, merasakan aroma kejantanan yang kuat dari tubuh Parto. Sementara Parto merasakan aroma kewanitaan yang harum semerbak dari rambut dan tubuh gadis berpakaian putih itu. Bagaikan bunga yang mekar harum semerbak. Pada saat itu waktu seakan berhenti berjalan bagi keduanya.
Parto memandang wajah cantik Fey Chen. Kemudian ia mendekatkan bibirnya ke bibir indah gadis itu. Pada saat bibir keduanya akan bertemu, Tiba-tiba Fey Chen menjauhkan dirinya dari pelukan Parto. Ia bangkit dan berjalan meninggalkan Parto. Perhatiannya tertuju ke satu benda di lantai di dekat ranjang. Ternyata handphone-nya yang sebelumnya di-Silent, kini layarnya berubah berwarna warni, pertanda ada telepon masuk.
“Halo.”
“Kenapa lu telpon?”
Sementara Parto mendengarkan dengan waswas. Ia telah bisa menduga siapa si penelpon itu.
“Eh, tunggu dulu. Gua cuman mau bilang….”
“Sorry, sekarang gua lagi nggak pengin bicara sama elu. Nanti aja, ok?”
Klik! Telepon itu langsung diputus oleh Fey Chen. Kemudian disingkirkannya handphone itu.
“Cari gara-gara aja,” gerutu Fey Chen. Kemudian ia tidur berbaring di atas ranjang yang besar itu sambil memejamkan matanya.
“Udah lupain aja dia. Sekarang khan ada aku disini, sayang,” kata Parto memegang punggung Fey Chen dan meraba-rabanya. Tangannya yang hitam nampak kontras dengan gaun putih gadis itu. Dan tangan satunya mengelus-ngelus rambutnya.
“Ehhh” Fey Chen bereaksi dengan sedikit menggeliatkan tubuhnya. “Kok saat ini gua jadi ngerasa aneh ya.”
“Itu gara-gara cowok sialan tadi. Sekarang dia sudah pergi. Tinggal sekarang kita berdua sayang.”
“Iya tapi aku masih bingung sebenarnya kamu ini siapa sih?
“Aku adalah pacarmu, sayang.”
“Ah, ya betul. Mas adalah pacarku,” kata Fey Chen mengubah posisi tidurnya supaya ia bisa menatap wajah “Mas Parto-nya”. Tangannya memegang tangan Parto.
“Badanku kok agak lemas ya. Mas, tolong donk ambilin aku air disana, “kata Fey Chen sambil menunjuk kulkas besar di dalam kamar itu.
Segera Parto bangkit, mengambil segelas air putih yang dingin dan segar, dan menyerahkannya ke gadis itu.
“Aaahhh, segarnya!” seru gadis itu dengan gembira sambil mengangkat kedua tangannya. “Sekarang badanku jadi segar kembali. Dan kini ingatanku pulih kembali. Kamu adalah Mas Parto adik Mbok Minah yang baru datang itu khan?”
Parto agak waswas dengan perkembangan itu.
Namun,
“Mas, aku senang deh punya cowok kayak Mas,” kata Fey Chen dengan matanya yang polos memandang Parto.
“Kenapa?” tanya Parto dengan hati lega.
“Karena badan Mas kekar, apalagi waktu di taman waktu itu,” Fey Chen menundukkan kepalanya.
“Kesannya macho gitu loh,” tambahnya.
“Aku juga suka punya cewek kayak kamu,” jawab Parto.
“Kenapa?”
“Karena kamu cantik dan putih. Juga kamu sexy banget apalagi pake baju putih gini.”
“Iih, Mas memang suka ngerayu deh.”
“Beneran aku ga bohong. Bahkan saat ini pun aku juga bersedia jadi suamimu, sayang.”
“Eh, Mas Parto, kamu betul-betul mencintaiku?”
“Iya donk, aku betul-betul mencintaimu, Non.”
“Kalo gitu jangan panggil aku Non donk. Meski Mas adalah adiknya Mbok Minah yang bekerja disini, tapi masa Mas manggil ceweknya Non gitu. Panggil aku Fey Chen aja, ok?”
“OK non. Eh, Peicen.”
“Hihihi, mas Parto lucu deh. Bilang katanya cinta, tapi manggil namaku yang bener aja nggak bisa,” kata Fey Chen sambil tersenyum geli.
“Itu nggak ada hubungannya Non, eh Peicen.”
“Lalu yang ada hubungannya apa?”
“Yang ada hubungannya ini nih,” kata Parto sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Fey Chen. Kemudian disentuhnya bibir gadis itu dengan bibirnya. Lalu dikecupnya.
Hmmmpphhhhh…gadis itu membiarkan bibirnya dicium. Lalu Parto melumat bibir indah itu dan dijelajahinya setiap milimeter, seolah tak ingin melewatkan satu pun butir-butir kenikmatan yang ada pada pada bibir gadis itu. Dinikmatinya bibir Fey Chen lama sekali.
Dan Fey Chen membiarkan bibirnya dinikmati Parto sambil ia memejamkan matanya. Sepertinya ia juga tak kalah menikmati ciuman itu. Mmmmpphhhhh. Parto mendorong tubuh Fey Chen sampai ia terbaring di ranjang sambil terus menciumi bibirnya. Wajahnya yang hitam kini menindih wajah cakep gadis itu. Sementara kedua mulut mereka masih saling bertautan. Ciuman itu telah berubah menjadi nafsu birahi yang berkobar-kobar membakar dua sejoli yang berbeda segalanya itu. Dan nafsu birahi itu kini menjalar ke seluruh bagian tubuh mereka, terutama pada Fey Chen. Kedua tangan Parto memegangi wajah Fey Chen. Seolah ia ingin mematek gadis itu supaya tak bisa bergerak sehingga ia bisa dengan bebas melakukan deep kissing. Kini lidah keduanya saling bertemu dan beradu di dalam mulut. Mereka melakukan french kissing dengan seru. Sambil menciumi, tangan Parto mulai bergerilya menggerayangi tubuh Fey Chen. Kedua tangannya menjelajahi kedua tangan putih Fey Chen yang tak tertutup oleh daster putih itu. Kini ia bisa merasakan langsung kehalusan kulit tubuh Fey Chen. Lalu tangan kanannya merabai tubuh Fey Chen. Disentuhnya perut gadis itu. Hmm, sungguh rata seperti tak berlemak sama sekali. Tangannya naik ke atas. Diraba-rabanya dada dan tangan Fey Chen. Cewek itu bereaksi dengan menggeliatkan tubuhnya. Pertanda ia suka dengan sentuhan-sentuhan Parto. Terutama saat tangan Parto melewati dadanya. Kini Parto semakin berani. Semakin sering diraba-rabanya payudara Fey Chen dengan lembut. Membuat Fey Chen semakin ganas menciumi Parto. Kini lidahnya dengan lincah menari-nari di dalam mulut Parto, saling beradu dengan lidah Parto. Dan ciuman bibirnya juga semakin ganas. Membuat Parto juga semakin aktif dalam melakukan aksinya meremas payudara Fey Chen. Sungguh ia tak menyangka, gadis dengan wajah sepolos ini bisa beraksi seganas itu. Kini gantian kedua tangan Fey Chen memegang leher Parto, seolah tak ingin ciuman itu terlepas.
Tangan Parto menuruni sekujur tubuh Fey Chen. Diraba-rabanya paha mulus gadis itu yang sejak dilihatnya tadi telah membuatnya ngiler. Sementara ciuman Parto kini beralih turun ke leher gadis itu. Dikecupinya leher yang putih halus itu dengan bibir hitamnya sampai terdengar suara-suara kecupannya. Membuat Fey Chen mulai mendesah-desah perlahan. Apalagi pada saat yang sama tangan Parto telah merayap masuk ke dalam dasternya. Diraba-rabainya pangkal paha Fey Chen yang putih mulus dan lembut bagaikan sutera itu. Rupanya bagian ini juga termasuk bagian yang sensitif bagi Fey Chen. Terbukti tubuhnya semakin menegang-negang seiring dengan sentuhan-sentuhan jari-jari nakal Parto. Jari jemari Parto dengan lincah menari-nari di sekitar pangkal paha Fey Chen. Bahkan sesekali menyentuh-nyentuh bagian rahasia gadis itu. Parto semakin buas mengecupi leher kiri dan kanan Fey Chen. Sembari ia menciumi harum rambut panjang Fey Chen. Memang Parto sengaja menciumi leher gadis itu supaya lehernya yang putih jadi penuh dengan cupang-cupang merah yang membekas. Dan Fey Chen sendiri sepertinya tak peduli dengan itu, karena ia juga merasakan kenikmatan yang luar biasa. Ia melenguh-lenguh kecil sambil gerakan-gerakan tubuhnya yang mengejang menjadi semakin sering, membuatnya semakin erotis di mata Parto. Sementara tangannya di dalam daster putih itu kini semakin sering memegang-megang celana dalam cewek itu. Jarinya menekan-nekan daerah vaginanya dan telunjuknya ditempel-tempelkannya persis di liang vagina gadis itu. Setelah puas menggrepe-grepe Fey Chen saat mengenakan daster putih, kini tiba saatnya untuk menelanjangi gadis itu. Dibangunkannya gadis itu sampai terduduk di ranjang. Lalu satu persatu diturunkannya kedua pengait daster di bahunya ke bawah. Fey Chen nampak sexy sekali dengan kedua pundaknya yang kini terbuka. Lalu Parto menurunkan daster putih itu sampai ia berhasil mengeluarkan kaitan daster itu dari tangan Fey Chen.
Semakin turun daster itu, semakin terlihat belahan payudaranya yang indah dan berisi. Kini kira-kira sepertiga payudaranya telah terbuka. Parto segera menurunkan dasternya ke bawah lagi supaya ia bisa segera membuka bra di balik daster itu. Ia sudah tak sabar lagi ingin melihat dada telanjang Fey Chen. Namun pada saat ia melakukan itu, alangkah kagetnya dirinya ternyata Fey Chen sama sekali tak memakai bra. Rupanya di daster itu ada mini bra yang melekat yang berfungsi melindungi supaya kedua putingnya tak kelihatan menonjol keluar. Parto langsung melongo menyaksikan pemandangan indah di depannya itu. Meski saat selagi berpakaian tak terlalu terlihat menonjol, namun begitu dilihat langsung secara telanjang begini, ternyata payudara Fey Chen cukup padat berisi juga. Keduanya nampak simetris. Putingnya berwarna merah. Nampak begitu segar dan muda. Kedua putingnya kecil namun nampak menonjol keluar. Fey Chen nampak tersipu malu dan menundukkan kepalanya saat Parto tak bergerak menatap lekat-lekat dadanya yang telanjang. Kedua tangan hitam Parto kembali beraksi di tubuh putih mulus yang setengah telanjang itu. Sasarannya mana lagi kalo bukan payudara Fey Chen. Ia segera meremas-remas sepasang gunung kembar yang indah menantang itu. Diusap-usapnya “lereng gunung” yang putih itu. Makin lama makin ke tengah. Sampai akhirnya mencapai “puncaknya”. Kedua telunjuknya bergerak melingkari kedua puting Fey Chen. Lalu ujung dua puting yang menonjol itu disentuh-sentuhnya dengan ujung telunjuknya, yang mana membuat geli Fey Chen. Tanpa dapat dicegah ia menggerak-gerakkan tubuhnya karena geli. Semakin gadis itu menggerakkan tubuhnya, semakin aktif jari telunjuk Parto menekan-nekan kedua putingnya yang membuat gerakan tubuh gadis itu semakin tak terkendali. Kini kedua jarinya kemudian juga menggerak-gerakkan kedua puting yang sejak tadi menggemaskan dirinya itu baik dari arah horizontal dan juga vertikal. Parto mendorong tubuh Fey Chen sehingga ia tertidur ke atas ranjang. Ia kembali menciumi leher Fey Chen sambil meneruskan meremas-remas payudaranya. Kemudian mulutnya yang agak tonggos itu turun ke bawah dan kini menciumi pundak putih gadis itu. Dan turun makin ke bawah lagi sampai akhirnya mendarat di lekukan di tengah gunung kembar gadis putih itu. Diselipkannya lidahnya di tengah-tengah dua gunung kembar gadis itu. Lalu digerak-gerakkannya naik turun sambil lidahnya menjilat-jilat “lereng gunung putih kembar” itu.
Sementara Fey Chen jadi melenguh-lenguh dibuatnya sambil kedua tangannya memegang kepala Parto. Aksi spontan gadis itu membuat Parto jadi kian semangat. Lidahnya semakin aktif bergerak kesana kemari di payudara Fey Chen dan dilanjutkan dengan gerakan melingkari puncak gunung itu. Kemudian ia sengaja menyentuh-nyentuhkan lidahnya mengelilingi kedua puting segar kemerahan itu bergantian, mula-mula payudara kiri gadis itu dan lalu diulangi lagi aksinya itu di payudara kanannya. Sambil sesekali menyentuh-nyentuhkan ujung lidahnya ke ujung puting kemerahan yang tegak menonjol di atas dada membusung gadis putih berwajah oriental itu. Sementara gadis itu tanpa malu-malu lagi mulai mendesah-desah pertanda ia merasakan kenikmatan yang luar biasa. Parto sungguh puas sekali menyaksikan reaksi gadis itu. Apalagi mengingat saat pertama kali ketemu, cewek ini sama sekali tak menggubrisnya bahkan melihat pun tidak. Sungguh arogan sekali cewek ini. Namun kini ia puas bisa memberi pelajaran kepada cewek arogan ini! Sementara Fey Chen saat itu betul-betul dibuatnya terangsang. Karena memang payudaranya terutama putingnya adalah bagian yang amat sensitif. Kedua tangannya memegang erat-erat kepala Parto, seolah tak ingin cowok itu menghentikan aksinya. Saking terangsangnya sampai ia kini sudah tak peduli lagi bahwa Parto adalah kacung rendahan yang sungguh amat tak pentas melakukan itu terhadap gadis elit seperti dirinya. Sementara Parto masih belum puas memainkan “susu” Fey Chen ini. Kini lidahnya menjilat-jilat dan menggerak-gerakkan puting kemerahan itu ke kiri…ke kanan…ke atas…ke bawah…ditekannya dengan ujung lidahnya ke dalam…dan digigit-gigitnya dengan lembut dan ditarik-tariknya keatas dengan giginya yang tonggos. Setelah puas dengan yang kanan, Parto berpindah ke yang kiri. Kini mulut Parto sedang asyik mengulum payudara Fey Chen. Wajahnya yang berwarna sawo matang menempel di dada putih gadis cakep oriental itu, karena ia sedang asyik mengenyot-ngenyot puting payudara gadis itu. Terdengar suara kecupan-kecupan mulut Parto yang sedang asyik menikmati payudara ranum gadis belia itu.
Dan Fey Chen menjadi bertambah liar terutama semenjak cowok berkulit coklat itu menciumi dadanya yang telanjang. Sementara cowok itu mengenyot-ngenyot payudaranya, kini ia malah mendekapkan kepala cowok itu ke dadanya sambil kedua kakinya terbuka lebar-lebar. Seolah tak ingin cowok itu buru-buru menghentikan aksinya yang seharusnya tergolong perbuatan amat sangat kurang ajar dari seorang kacung terhadap putri majikannya. Namun apa mau dikata kalau ternyata putri majikannya kini malah membiarkan hal itu bahkan menikmati saat dirinya “digerogoti” oleh Parto. Setelah beberapa saat, dekapan Fey Chen mulai mengendur meskipun aksi Parto terhadap dirinya tak berkurang dahsyatnya. Dan kini kedua tangan Fey Chen mulai bergerak meraba-raba punggung Parto. Bahkan kedua tangannya dimasukkan ke dalam baju kaus Parto. Tangan yang putih mulus itu meraba-raba kulit sawo matang tubuh Parto. Dan juga mulai menarik kaus Parto keatas sehingga bagian atas tubuh Parto hampir seluruhnya terbuka. Parto sungguh tak menyangka kalau gadis kinyis-kinyis seperti Fey Chen bisa menjadi seliar ini di atas ranjang. Sungguh hatinya tersenyum gembira karena keliaran gadis itu diarahkan kepadanya. Kini Parto menghentikan kenyotannya untuk memberi kesempatan gadis itu beraksi. Dan Fey Chen terus melanjutkan aksinya. Dilepaskannya baju kaus Parto sehingga bisa dilihatnya dada bidang dan kekarnya. Kemudian ia merebahkan kepalanya ke dada bidang cowok berkulit sawo matang itu. Tercium oleh Parto bau harum gadis itu yang memancar dari tubuh dan rambutnya. Rambut panjang dan lebat Fey Chen menempel di tubuhnya. Parto mengelus-ngelus kepala dan rambut gadis itu. Dan payudara putih Fey Chen menempel ke tubuh Parto. Nampak kontras perbedaan warna kulit keduanya. Namun mereka berdua nampak bagaikan sepasang kekasih yang sedang memadu cinta. Sejenak mereka berdua berdiam menikmati saat-saat tenang itu. Setelah itu Fey Chenlah yang memulai melakukan gerakan. Bibirnya yang indah itu kini mulai mengecupi dada kekar Parto. Sampai kemudian giliran ia mengecup dan menjilati puting dada Parto. Nampak Parto juga menikmati kecupan gadis feminin itu. Apalagi, seolah tak mau kalah dengan aksi gadis itu, kedua tangannya kini mulai merengkuh dan meraba-raba serta meremas-remas payudara putih Fey Chen yang sejak awal bertemu telah menjadi obsesinya.
Fey Chen menghentikan aksinya dan ia menjauhkan dirinya dari Parto. Namun, hanya supaya ia bisa membuka kancing dan retsleting celana jins Parto! Dikeluarkannya celana jins belel itu dari tubuh Parto. Nampak tonjolan penisnya yang besar di balik celana dalam warna biru tua. Sementara bulu kemaluan dekat penis Parto nampak keluar di sekitar celana dalamnya. Rupanya Fey Chen tak terlalu canggung dengan hal itu dan rupanya ia cukup cekatan di ranjang karena selama ini ia telah sering melakukannya dengan Roger, cowoknya. Terbukti bahwa kini tangan putih mulus itu menarik celana dalam biru tua itu ke bawah sampai akhirnya diloloskannya dari tubuh Parto. Sehingga terlihatlah penis Parto yang hitam besar dan berurat. Kepalanya yang tak disunat nampak cukup besar. Sementara Parto yang telah ditelanjangi gadis itu sampai telanjang bulat tentu tak mau kalah. Ia pun juga menarik daster tidur putih Fey Chen turun ke bawah sampai terlepas dari kakinya. Nampak kedua paha yang putih mulus dan celana dalam warna putih. Ia tak tahan untuk tak meraba-raba paha putih di depan matanya itu. Sambil sesekali menyentuh-nyentuh bagian paling rahasianya. Disadarinya bahwa celana dalam gadis itu telah agak basah. Rupanya gadis itu sungguh terangsang hebat saat ia memain-mainkan payudaranya. Tanpa menunggu lama-lama segera diloloskannya celana dalam putih itu dari tubuh Fey Chen. Sehingga kini kedua orang yang berlainan jenis dan warna kulitnya berbeda kontras itu sama-sama telanjang bulat di atas ranjang putih itu. Nampak penis Parto berdiri dengan super tegak menyaksikan tubuh putih mulus Fey Chen yang polos tanpa selembar benang pun. Sementara vagina Fey Chen yang berbulu rapi itu nampak agak basah. Seolah hati mereka telah saling menyatu, pada saat bersamaan keduanya saling meraih “benda pusaka” milik lawan jenisnya. Tangan Parto didekapkan di vagina Fey Chen. Ibu jarinya meraba-raba bulu rapi kemaluannya, sementara keempat jari lainnya menggesek-gesek vaginanya, terutama jari tengahnya yang persis berada di liang vaginanya.
“Ooooh, oohhhhh, oohhhhhh,” desah Fey Chen.
Tangan Parto yang satunya segera meraba-raba tubuh putih halus Fey Chen terutama paha dan dadanya.
Fey Chen menggeliat-geliat sambil terus mendesah-desah.
“Ooohh, ohhhhh, ohhhhhh,” desahnya sambil tangannya asyik mengocok penis hitam Parto. Telunjuk dan ibu jarinya yang mungil meraba-raba kepala dan leher penis Parto, membuat cowok itu mengerang-ngerang karena nikmat. Apalagi menyadari bahwa yang melakukan itu adalah cewek yang super cakep dan sexy.
Tentu Parto tak ingin “keluar” di tangan gadis itu. Untuk itu ia menjauhkan dirinya dari Fey Chen. Kini dibukanya kedua kaki Fey Chen lebar-lebar. Nampak liang vaginanya yang masih tertutup rapat. Lalu didekatkan kepalanya ke vagina cewek itu dan mulailah ia menjilat-jilat vagina yang kemerahan itu. Kedua jarinya membuka liang vagina Fey Chen sampai ditemukannya klitoris gadis itu. Lalu dijilatinya klitorisnya. Membuat Fey Chen jadi menggelinjang-gelinjang sambil berteriak mendesah-desah.
“Aaahhhhh, AAAHHHHH, AAAAHHHHHHH.”
Parto memang sengaja ingin supaya gadis itu “naik” hampir sampai ke puncaknya. Oleh karena itu ia meneruskan jilatannya, apalagi ia sendiri juga menikmati menjilati vagina gadis yang bersih ini. Ia ingin membuat gadis itu jadi “kuyup” sebelum akhirnya “dieksekusinya”. Vagina Fey Chen dibukanya semakin lebar. Lidahnya dimasukkan ke daerah G-spot gadis itu. Dan, gadis itu semakin liar gerakan tubuh dan desahannya. Sementara itu vaginanya kini betul-betul jadi basah kuyup. Kini ia mulai menjilati lendir cinta yang keluar dari vagina Fey Chen. Setelah beberapa saat membuat gadis itu betul-betul kuyup, kini tiba saatnya menikmati hidangan utama tubuh gadis itu. Ditatapnya liang vagina Fey Chen yang kelihatan jelas di tengah kedua kakinya yang mengangkang. Nampak vagina itu tertutup rapat kembali. Lalu didekatkannya penisnya ke depan liang vagina Fey Chen sambil tubuhnya menindih di atas tubuh Fey Chen yang tidur telentang di tengah-tengah ranjang. Setelah menarik napas, lalu…..eggh…dipaksanya masuk ujung kepala penisnya ke dalam vagina sempit Fey Chen. Meskipun terasa sempit sekali, namun pada akhirnya, bleessssh!… masuk juga penisnya ke dalam vagina gadis itu. Dan,” OOOhhhhh,” Fey Chen secara spontan berteriak saat benda tumpul itu masuk menembus ke dalam vaginanya. Kemudian Parto meneruskan mendorong tubuhnya sehingga penisnya amblas masuk seluruhnya ke dalam vagina Fey Chen. Lalu…dikocoknya penisnya di dalam tubuh Fey Chen.
“AAAHH, AAHHHH, AAHHHHH….”
Fey Chen mendesah-desah sambil tubuhnya bergerak-gerak maju mundur saat dirinya disetubuhi oleh Parto.
Dua sejoli yang berbeda warna kulit itu nampak asyik menikmati saat itu. Parto semakin terangsang untuk terus mengocok penisnya di dalam tubuh Fey Chen, menyerap seluruh sari madu gadis itu. Sementara Fey Chen membiarkan dirinya “dibolongi” oleh Parto, cowok yang berbeda ras dan status sosialnya sungguh jauh di bawah dirinya. Inilah hubungan seks interracial ala Indonesia, yang terjadi atas dasar suka sama suka, mau sama mau, dan saling menikmati. Terbukti bahwa Fey Chen memejamkan matanya sambil terus mendesah-desah menikmati tusukan-tusukan penis Parto yang menembus vaginanya. Apalagi saat Parto melakukan itu sambil menindih tubuhnya dan mengecupi lehernya. Setelah puas mencicipi gadis kelas 3 SMA ini dalam posisi konvensional, Parto ingin merasakannya dalam posisi yang berbeda. Untuk itu ia mencabut penisnya dari vagina Fey Chen. Dilihatnya lipatan liang vagina Fey Chen yang agak terbuka dibanding sebelumnya. Namun yang membuatnya sungguh terkejut namun amat membanggakan hati adalah dilihatnya vagina gadis itu berdarah. Sampai darah itu membasahi seprei putih di sekitarnya. Artinya, gadis ini sebelumnya masih perawan! Dan ialah cowok pertama yang menikmati keperawanan gadis Chinese yang cakep dan kinyis-kinyis ini!!! Sungguh hal ini diluar dugaannya. Pantas tadi begitu seret. Rupanya selama ini Fey Chen telah sering melakukan petting dengan cowoknya. Namun hubungan mereka itu tak sampai sejauh seperti yang dilakukannya barusan. Perasaan bangga yang menggelora itu makin membuatnya bernafsu untuk mengobok-obok lebih banyak lagi.
Kini ia tidur telantang di atas ranjang. Sementara Fey Chen yang baru saja diperawaninya itu diarahkan untuk duduk diatas tubuhnya. Tepatnya di atas penisnya yang mengacung ke atas. Rupanya gadis itu telah mengerti kemauan Parto. Segera ia mendekatkan vaginanya ke atas penis Parto. Dan dengan berat tubuhnya, bleeesss, tubuhnya turun ke bawah sampai bulu-bulu kemaluannya menempel di bulu kemaluan Parto. Lalu ia menggerakkan tubuhnya naik turun sambil tangan Parto mulai beraksi. Karena ia tak mau membiarkan payudara yang bergoyang-goyang naik turun itu “sia-sia”. Kedua tangannya meremas-remasnya sambil jari-jarinya memainkan kedua putingnya. Rupanya posisi ini sungguh efektif bagi cewek untuk bisa mengatur ritmenya supaya ia bisa orgasme. Hal ini terbukti karena Fey Chen menggerakkan tubuhnya dengan ritme kadang cepat kadang lambat. Dan tak lama setelah itu tubuhnya mengejang sambil ia mengerang di saat ia memainkan tubuhnya naik turun. Rupanya ia mencapai orgasmenya. Hati Parto sungguh puas saat menyaksikan ekspresi gadis cakep berwajah oriental itu saat orgasme karena ditembus penisnya yang perkasa! Setelah orgasme, napas Fey Chen agak terengah-engah dan ia menghentikan gerakan tubuhnya. Pertanda ia agak kecapean. Untuk itu Parto mengubah posisinya. Kali ini dibiarkannya gadis itu yang tiduran di ranjang. Fey Chen tidur dengan posisi miringdengan kepalanya ditaruh di atas tangannya (mirip seperti sebelumnya yang ada di foto). Cuma bedanya kini dirinya telanjang bulat. Meski ia sedang tiduran, namun bukan berarti Parto membiarkannya untuk beristirahat. Karena ia masih belum selesai, tentu ia ingin melanjutkan melampiaskan nafsu lelakinya itu terhadap gadis ini. Kali ini ia akan melakukannya dengan membelakanginya. Diangkatnya satu kaki Fey Chen. Sehingga kini mengangalah liang vagina cewek itu. Lalu dengan posisi tubuhnya yang juga miring di belakang Fey Chen, didekatkannya penisnya di antara kedua kaki Fey Chen. Dan dimasukkannya penisnya ke dalam vagina Fey Chen dan “dipompanya” dari belakang. Parto melakukan itu sambil menatap wajah cakep Fey Chen yang jadi mendesah-desah lagi. Tangannya ikutan main dengan meraba-raba sekujur tubuh bagian depan Fey Chen. Kali ini Fey Chen merasakan sensasi kenikmatan yang berbeda dibanding posisi sebelumnya. Ia merasakan vaginanya yang sempit diobok-obok oleh benda tumpul yang rasanya lebih besar dibanding sebelumnya. Hati Parto sungguh puas menyaksikan gadis Chinese ini lagi-lagi mendesah-desah karena desakan-desakan penisnya.
Setelah puas menyetubuhi Fey Chen di posisi itu, kali ini Parto akan kembali mengganyang gadis itu dengan posisi doggy style. Kali ini Fey Chen disuruhnya menungging ke depan. Dan sengaja ia menyuruhnya menungging di depan kaca rias yang besar. Parto membelakangi Fey Chen, mengarahkan penisnya yang menegang ke liang vaginanya. Dan, bluuusshh, dimasukkannya penis hitamnya ke dalam tubuh putih mulus itu. Lalu, shleeb, shleeeb, shleeebb…dengan gagah disodok-sodoknya vagina gadis itu dari belakang. Saking kerasnya sampai-sampai seluruh tubuh Fey Chen ikut terdorong-dorong dan bergoyang-goyang dibuatnya. Terutama payudaranya yang menggantung jadi ikut terguncang-guncang pula. Parto menyaksikan bayangan mereka dari pantulan cermin.Kulit tubuh dirinya dan Fey Chen sungguh berbeda kontras sekali. Tubuhnya sendiri kesannya gelap dan dekil. Tubuh Fey Chen putih mulus. Namun kini tubuh keduanya menjadi satu. Penis Parto terus dengan perkasa memompa dan menggoyang Fey Chen. Parto bisa menyaksikannya dari cermin, tubuh Fey Chen termasuk payudaranya terguncang-guncang gara-gara perbuatannya itu. Kemudian Parto mencabut penisnya dari dalam tubuh Fey Chen. Dan kembali dibaringkannya gadis itu. Namun kini kedua kakinya ditekuknya sambil dibuka lebar. Lalu ia memajukan tubuhnya diantara kedua kaki gadis itu. Kembali ia mengarahkan penisnya ke depan vagina cewek itu. Dan, lagi-lagi dihajarnya vagina Fey Chen dengan dentaman penisnya yang bertubi-tubi. Sampai-sampai seluruh tubuh Fey Chen kembali terdorong-dorong. Parto semakin terangsang dan buas saat melihat payudara Fey Chen bergerak berputar-putar karena sodokan-sodokan penisnya yang mengocok habis vagina gadis itu. Cukup lama Parto menikmati vagina cewek itu dalam posisi itu. Sambil diselingi variasi dimana ia menciumi bibir dan leher cewek itu dengan penuh nafsu. Atau juga meremas-remas payudara yang bergoyang-goyang itu dan juga mengenyot-ngenyot dan menjilati payudaran gadis itu. Sampai akhirnya Fey Chen tak tahan lagi. Dan sampailah ia meracau tak karuan dengan suara-suara yang merintih-rintih pertanda ia sampai ke orgasme keduanya.
Parto sengaja membiarkan Fey Chen menikmati orgasmenya itu. Sementara penisnya masih berada di dalam tubuh gadis itu. Setelah gadis itu mulai cooling down, ia mencabut penisnya yang masih menegang. Lalu ia mendekatkannya ke wajah cakep Fey Chen dan disuruhnya gadis itu mengemut penisnya. Dengan patuh Fey Chen menuruti permintaan cowok itu. Setelah terlebih dahulu ia mengikat rambut panjangnya yang kini agak awut-awutan, lalu penis hitam tegak dan berlendir itu akhirnya masuk ke dalam mulutnya. Dikulumnya penis itu lalu ia mengocoknya dengan mulutnya.
“Bleep..bleep…bleep…..”
Ia begitu patuh mengulum dan memaju-mundurkan mulutnya. Sementara itu di dalam mulut, lidahnya juga ikut menari-nari di seluruh bagian leher dan kepala penis Parto. Kemudian Fey Chen mengeluarkan penis itu dari mulutnya. Kini ia mengemut-ngemut buah zakar Parto. Tersengar suara kecupan-kecupannya.
“Cleep, cleep, cleeep….”
Dan lidahnya menjilati batang penis Parto mulai dari dasarnya di buah zakar sampai ke ujung kepalanya. Lalu kembali lidahnya menari-nari di seluruh leher dan kepala penisnya. Sampai akhirnya Parto tak dapat menahan lagi, dan….
crooootttt, crrrrrrrrrrrruttttttt, crruuuuooooottt, crooott, crooottt,…. akhirnya penis Parto akhirnya menyemburkan sperma dengan volume begitu banyak secara tak beraturan. Ada yang kencang dan jauh semprotannya, ada yang dekat, namun makin lama semprotannya semakin lemah dan sedikit. Sampai akhirnya penis Parto tidak mengeluarkan cairan sperma lagi. Namun semburan “lava” sperma tadi sebagian besar mendarat di wajah cakep Fey Chen. Sehingga kini wajahnya jadi belepotan. Di hidungnya menempel sperma kental yang menyembur dengan kuat saat pertama kali. Sementara itu di pipinya juga terdapat cipratan sperma disana-sini. Di bibirnya pun juga terdapat cairan kental warna putih keruh. Alisnya pun juga tak luput dari semburan liar tadi. Bahkan di rambutnya pun juga ada cairan putih kental yang mendarat kesana. Lalu Parto menyuruh gadis itu kembali mengemut penisnya yang masih sedikit menegang. Dengan lidahnya, dibersihkannya penis itu dari sisa-sisa lendir yang menempel. Setelah penisnya terkulai lemas, barulah ia mencabutnya dari dalam mulut Fey Chen.
Penisnya menjadi licin bersih. Sungguh hatinya sangat puas sekali akhirnya ia berhasil menikmati tubuh gadis cakep itu bahkan mendapatkan keperawanannya. Sementara Fey Chen kini nampak begitu amburadul. Rambutnya yang tadi diikat telah dilepas oleh Parto saat gadis itu sedang mengulum penisnya. Rambutnya itu nampak awut-awutan dan sperma Parto “mendarat” di dua tempat di rambutnya. Wajah cakepnya yang kinyis-kinyis kini jadi basah belepotan karena semprotan sperma Parto tadi yang kini telah agak mencair. Dan cairan itu sebagian turun ke bawah bagaikan anak-anak sungai membasahi dagu, leher, dan payudaranya. Di leher dan dadanya, selain basah karena sperma disana sini, juga nampak bekas-bekas cupang merah disana sini akibat kecupan-kecupan buas Parto tadi. Sementara di vagina dan pangkal pahanya masih ada sisa-sisa darah yang telah mengering. Sesaat kemudian, Parto tidur telentang dengan tenaga yang telah terkuras. Meskipun secara fisik kecapean, namun hatinya puas sekali. Sementara tangannya mengelus-ngelus rambut panjang Fey Chen yang tertidur lemas diatas dadanya. Ia bisa merasakan gerakan napas gadis itu karena dadanya menempel di tubuhnya.
“Aku mencintaimu sayang,” bisik Parto ke telinga Fey Chen.
“Aku juga mencintaimu sayang,” bisik Fey Chen tak kalah mesra sambil menatap Parto. “Oleh karena itu aku rela menyerahkan segalanya kepadamu.”
“Benarkah Mas sungguh-sungguh mencintaiku?” tanya Fey Chen.
Parto menganggukkan kepalanya.
Dan Fey Chen tersenyum sambil merebahkan kembali kepalanya ke dada Parto.
Dan Parto kembali mengelus-ngelus rambutnya sambil senyum tersungging di bibirnya.
–@@@@–
Parto memakai pakaiannya kembali sambil memandangi Fey Chen yang masih tiduran di ranjang. Dengan hati puas ia menyaksikan tubuh mulus telanjang gadis cantik yang barusan dinikmatinya itu. Dan Fey Chen, kontras dengan sikapnya di hari-hari sebelumnya yang sama sekali tak memandang Parto, kini ia tak merasa risih dirinya yang masih telanjang bulat itu ditatap oleh Parto. Apalagi setelah apa yang barusan terjadi. Dan kini cara bicara dan cara pandang Parto tentu tak lagi menunjukkan rasa hormat seperti layaknya seorang pembantu pria terhadap nona majikannya.
“Wah ga nyangka, ternyata kamu hebat juga ya di ranjang. Aku benar-benar puas telah “menikmatimu” sayang. Sekarang aku keluar dulu ya. Nanti kita “gituan” lagi. Hahahaha.”
Pada saat ia melangkah, kakinya tersandung sesuatu. Ternyata handphone tadi. Diambilnya benda itu dan dilihatnya. Ternyata layarnya menyala, tanda ada telpon masuk. Dilemparnya benda itu ke ranjang dan mendarat dekat Fey Chen,
”Nih, punya kamu.” Fey Chen mengambil handphone itu, ternyata lagi-lagi Roger menelponnya lagi.
“Halo.”
Terdengar suara cowok dari ujung sana, rupanya speaker phone-nya kepencet.
“Say, kok lu marah-marah mulu sih. Sampe gua telpon terus ga diangkat-angkat. Gua kaga tau apa salah gua ke elu. Tapi kalo elu marah sama gua, apa pun alasannya, gua minta maaf deh. Gue sayang banget sama elu. Tapi plisss, tolong jangan cuekin gua kayak gitu donk,” suara cowok itu terdengar memelas sekali.
“Aaaahh, ngapain lu telpon gua lagi….kini semuanya sudah terlambat..” kata cewek itu lemah.
“Loh, apa maksud elu Chen?….Halo….Haloo….Halo….????”
Klik!
Parto tersenyum puas mendengar semua itu. Kemudian ia keluar dari kamar itu, meninggalkan Fey Chen yang masih tiduran sambil termenung-menung.
“Bagaimana? Wah, tampangmu senyum-senyum gitu dan baru muncul sekarang, kayaknya sukses besar yah!” bisik Mbok Minah.
“Bener-bener gini nih,” kata Parto sambil mengangkat kedua jempolnya dan mengedipkan matanya,” Pokoknya top markotop dah! Luar biasa!”
“Hah, jadi beneran kamu sudah berhasil meniduri Non Fey Chen?” serunya kagum dan gembira. Hebat juga adiknya yang cuma cowok pengangguran dari desa bisa mencicipi anak gadis majikannya.
“Iya donk Mbak. Dan, waah, tubuhnya putih muluuuss. Susunya montok lagi. Pentilnya merah, Mbak. Bener-bener asik pokoknya. Aku kenyot-kenyot abis deh susunya tadi.”
“Dan, puas banget rasanya waktu ngeliatin wajahnya yang kinyis-kinyis tadi sampe mendesah-desah ga karuan waktu diesek-esek. Hehehe.”
“Tapi yang paling hebat nih, Mbak, ternyata dia itu masih perawan lho. Jadi akulah cowok pertama yang memerawani Peicen.”
“Oh ya?”
“Iya Mbak. Kalo ga percaya, nanti lihat aja sendiri seprei ranjangnya. Pasti tahu deh. Non Peicen itu memang cakep tapi sudah “bolong”. Sudah jadi barang bekas dia sekarang. Hahahahahahaaaaaa!”
“Hush. Jangan keras-keras tertawanya,” katan Mbok Minah sambil menoleh ke kiri kanan. “Nanti terdengar orang lho. Dan namanya adalah Fey Chen, F-E-Y C-H-E-N, bukan “Peicen”. Gimana sih, sudah meniduri orangnya tapi masih nggak bisa manggil namanya dengan benar.”
“Ah, terserahlah mau apa namanya. Itu ga penting. Yang penting bisa menikmati orangnya sambil mendapatkan duitnya. HEHEHEHEHEEE.”
–@@@@–
Di dalam kamar itu, Fey Chen telah membersihkan dirinya dan ia telah memakai kembali pakaian dalam dan gaun tidur putihnya. Ia duduk melamun di atas ranjang untuk waktu yang lama sekali. Pandangan matanya menerawang jauh. Dari luar, nampak tak ada sesuatu yang berbeda pada dirinya. Namun ia tahu persis bahwa dirinya kini telah berbeda dibanding saat sebelumnya. Dan banyak hal-hal lain yang juga telah berbeda. Termasuk seprei putih yang didudukinya itu. Karena seprei itu kini sudah tak betul-betul putih lagi.