Ningrat Part 1
Sebuah Kisah…..
Tentang sisa-sisa pergolakan masa lalu yang masih membekas di masa ini……
Tak ada yang lebih membahagiakan, bagi Raden Ayu Narindra Dewi Putri Danu Kumailasari Mangku Kusumo, gadis cantik berlekuk indah bermata sayu, dengan sepasang bulatan besar nan kenyal melekat sempurna di dadanya, Selain didatangi sang kekaksih. Apalagi kalau bukan mengunjungi rumah kakenya yang sudah sekian lama tak pernah ia singgahi.
“Narin……., Cepetan dong…..!, keburu macet ntar….!” terdengar suara wanita memangil dari luar sebuah kamar bercat hijau cerah.
“Iya ma, dikit lagi….!” teriak Narin dari dalam kamarnya, sambil mengucir rambut panjangnya yang indah kebelakang, sekilas lipatan indah ketiaknya tersingkap dari lengan baju pendeknya yang ketarik keatas.
Sambil tersenyum di depan kaca, ia pun segera bergegas ke halaman depan, membuka pintu belakang sebuah mobil SUV merah dan merebahkan diri dalam kelembutan kulit sapi dan memejamkan mata
“lama amat sih sayang..?” kata seorang perempuan berwajah cantik, sambil menoleh kebelakang.
Dyah Ayu Dewi Kumaila Arya Danu Mangku Kartokusumo, biasa dipanggil Mama Aila. Perempuan 36 tahun, cantik, tubuhnya masih teramat bagus, ramping bak gadis remaja, sebanding dengan kecantikan dan keindahan tubuh sang puti Narin, banyak orang mengira mereka adalah adik kakak, padahal mereka adalah ibu dan anak.
“Hmmm…….” jawab Narin sekenaknya dengan mata terpejam.
“sampai jam berapa kamu Semalem Rin..?” kata perempuan cantik tersebut sambil melirik jam tangannya
“setengah tiga ma?” jawab Narin Sambil menguap.
“Narin..Narin, udah tahu hari ini kita mau kerumah Kakek, masih aja nongrong sampai pagi. Untung aja ada Farhan” omel Kumaila.
“Rin, kamu dengerin mama ngak sih..!”, Seru sang mama dengan suara agak tinggi.
“iya, Narin dengarin..kok?” kata Narin Gusar, sambil membuka smarphonenya.
“Rin, kamu dan Farhan kan udah lama deket. Mama dan Papa pengen hubungan kamu segera diresmiin, yak ngak Pa.” Kata sang mama lirih, Sambil memandang lelaki setengah baya di sampingnya, yang sedang sibuk memainkan stir sambil mangut-mangut.
“apaan sich ma.., Narin kan masih muda.., masih 19 tahun.., masih mau kuliah.., masih mau meraih karir.., dan masih banyak lagi” protes Narin dengan wajah manyun.
“nikah muda itu enak lo Rin” sahut Kumaila tersenyum sambil kembali memandang lelaki gagah disampingnya.
“ihh…ogah….., emang mama…!” kata Narin tambah cemberut
“maksudnya mama bukan seperti itu sayang, kamu dan Farhan masih bisa mengejar cita-cita. Yang terpenting adalah kamu dan Farhan sudah resmi dulu, jadi mama dan papa ngak pusing lagi mikiran omongan tetangga tentang kamu dan Farhan” Jelas Kumaila sang mama yang masih terlihat cantik itu sambil menerawang.
“maksudnya Mama gimana sih, Narin Bingung ?” sahut Narin
“Maksudnya mama?, kamu dan Farhan kita resmiin dulu secara keluarga, kita undang beberapa warga komplek sebagai saksi, ya kayak semacam tunaganlah tapi resmi, Sehingga tak ada lagi ribut-ribut dari warga komplek, kamu masih ingat kan kemarin gimana rempong dan keponya ibu-ibu komplex saat Farhan ngapelin kamu” kata perempuan cantik berambut Panjang itu sambil merapikan rambunya.
“maksudnya mama, nikah dibawah tangan” kata Narin lagi
Sang Mama hanya tersenyum.
“iya deh, ntar aku bicarain sama Farhan dan kedua orangtuanya?…Sementara ini Narin ngak mau mikirin itu dulu, Narin mau bersenang-senang dulu sama kakek” kata Narin sambil tersenyum.
“Eh omomg-omong, kenapa Farhan ngak sekalian kamu ajak ke rumah Kakek rin” kata Kumaila kemudian.
“Ya sudah sih Ma, cuman kan Farhannya lagi ada study tour ke pabrik pembuatan baja di cilegon” kata Narin sambil mengangkat bahunya
“oooh,…..” sahut Kumaila singkat
Akhirnya meraka tiba di sebuah lereng perbukitan dengan pemandangan hijau menghampar ditambah hawa sejuk perbukitan menambah damai di hati dan pikiran.
“hmmmm Rumah kakek keren?” Guman Narin, mengangkat kedua tangannya keatas sambil menghirup hawa segar perbukitan dalam-dalam. membusungakan dada besarnya kedepan, lipatan indah ketiaknya terlihat pengintip dari lengan baju pendeknya, menambah indah pemandangan.
Narin pun tersenyum.
Seorang lelaki berbadan tegap muncul dari dalam sebuah rumah megah bergaya joglo klasik menyambutnya. Dia adalah Kanjeng Raden Bendoro Danurejo Priyo Agung Mangku Kartokusumo, oleh warga sekitar biasa dipanggil Ndoro Bagus Danukarto,. Usianya masih sekitaran 40 tahunan, terlihat muda dan gagah,dengan tubuhnya yang tegap tinggi besar.
“kakek…!!!!!” , seru Narin menghampiri lelaki tersebut dan memeluknya dengan erat.
“hmmm …bidadarinya kakek makin cantik aja sekarang,” Puji Sang kakek.
“iya dong…?, kan cucunya kakek?” kata Narin Kegirangan.
Sang kakek pun mencubit hidung mancung Narin dengan gemas, dan ciuman hangat pun mendarat berkali-kali dikening dan dikedua pipi Narin.
“kek, yang ini belum…?” kata Narin sambil menyodorkan bibir merahnya, sambil memejamkan matanya
Dengan gemas Sang kakek pun menciumi bibir Narin, dengan sedikit lumatan kecil,
“ih kakek, kok bentaran sih ciumnya…..?” protes Narin saat sang kakek.
“ah kamu ini…..,” kata sang Kakek sambil melangkah menaiki tangga rumahnya, sementara Narin bergelayut manja di pundak Sang kakek.
“hiii…hiii….hiiii….., “ Narin pun tertawa.
“kabar Farhan gimana Rin, masih baik-baik saja kan kalian?” kata Sang kakek.
“Kakek tenang saja….. masih aman terkendali kok?” seru Narin Bahagia
“ehmmm..Ehmmmm…!!, ini yang lagi kangen, sampai lupa sama anaknya…sama mantunya…” seru Kumaila dengan nada protes .
“,….hi…hi…..hii,…., kek kayaknya ada yang lagi cemburu deh..” kata Narin tertawa sambil menutup mulutnya.
Sang Kakek pun hanya tersenyum,
“ya engak lah Mai.., sini…..sini… nduk cah ayu” kata sang Kakek melepas pelukan Cucunya, dan menghampiri Kumaila dan memeluknya erat.
“Romo…., apa maila ngak dapat ciuman….” kata kumaila, sambil menatap wajah sang Ayah.
“hmmm, kamu ini.., ibu, anak sama manjanya” kata sang Kakek sambil melirik lelaki berkulit sawo yang sedang menurunkan beberap tas dari bagasi mobil.
“Fen, apa istrimu boleh aku ciumi…!” Seru sang kakek pada lelaki tersebut, sambil kembali menatap wajah cantik Kumaila.
“silakan saja Ndoro…, dia milikmu sekarang…!” kata lelaki itu sambil tertawa.
“Fen kau juga sama saja ngak pernah berubah, jangan panggil aku seperti itu…!” seru sang kakek.
ciuman mesra nan hangat mendarat berkali di kening dan di kedua pipi maila, dan tak ketinggalan pula ciuman mesra dibibir maila.
Usai puas menciumi Kumaila putri satu-satunya, sang kakek menghampiri Fendi, memeluknya erat sambil menepuk bahunya.
“terima kasih ya Fen…., kamu sudah menjaga Kumaila dengan baik, memberikan aku cucu yang cantik…..kau lelaki hebat?” kata Kakek mantap
“Iya Romo, aku juga bangga jadi menantunya Romo” kata Fendi dengan raut wajah serius.
Malam itu rumah Ndoro Danu yang biasanya sepi, jadi lebih ramai, sang Kakek terlihat begitu Bahagia, kedatangan anak dan cucunya yang cantik membuatnya bahagia, tampak nyata terlihat dari wajahnya yang sumringah. Begitu juga dengan Narin yang tampak Bahagia, yang terus saja bergelayut manja pada kakeknya.
“udahlah Mai ngak papa, biarkan saja dia tidur disini” kata Kakek Danu sambil membelai rambut Panjang Narin yang kini tertidur pulas di Ranjangnya, mencium kening Narin dan melangkah menuju jendela yang masih terbuka meski hawa dingin sudah mulai merasuk ke kulit. Dengan mata terpejam dihirupnya dalam-dalam udara Malam dan kemudian menghembuskannya perlahan
Kumaila yang duduk di tepian ranjang tersenyum, kemudian merebahkan tubuhnya di samping tubuh Narin mengengam erat tanganya, sambil menciumi kening Narin dengan penuh kasih sayang.
Beberapa saat kemudian Kumaila pun bangkit dari ranjang, melangkah pelan mendekati sang Ayah, dengan posisi membelakangi sang Ayah. Kumaila meraih tangan sang ayah dan meletakan kedua tangan sang Ayah di pingangnya. Sang Ayah mempererat rangkulan nya ke tubuh Kumaila sambil membelai mesra pinggang dan perut Kumaila, kepalanya disandarkan di bahu kiri Kumaila dan dengan lembut mengecup pundak Kumaila yang putih.
“Romo…., apa Darsih masih disini” kata Kumaila lembut sambil mengelus tangan sang Ayah yang ada diperutnya.
“ya…, aku suruh dia untuk bantu-bantu urus rumah ini, Malam ini dia lagi jaga ibunya yang sakit. Kata sang Ayah sambil mengecup leher Kumaila, Kumaila pun mendesah pelan.
“ohh…, apa Darsih juga sering tidur disini kalau malam” jawab Kumaila Singkat
“ya…, kecuali kalau pas suaminya ke jepang atau ada suatu hal yang penting, namun biasanya dia tidur sini,” kata Sang Ayah sambil meremas lembut bagaian bawah dada Kumaila.
“ke jepang….???” kata Kumaila penuh tanya
“ya jadi TKI padahal aku sudah sering tawari dia pekerjaan bagus di salah satu perusahaan teman Romo. Namun dia menolak dengan alasan yang tak jelas?” kata Sang Ayah, sambil meremas lembut bagian bawah dada Kumaila.
“trus bagaimana perasaan Romo sama Darsih, sekarang…?” Tanya Kumaila sambil mengalungkan kedua tangannya ke leher sang Ayah.
“Perasaan tetap masih ada….Mai, namun saat ini, aku bukanlah apa yang diharapkan Darsih maupun dirimu?” kata sang Ayah sambil membelai lembut lengan dan ketiak Kumaila.
“ah….Ayah…..?,. harapan itu masih ada. Tinggal Romo mau melakukannya atau tidak. Dan seharusnya ayah sudah melakukan sejak awal,” kata Kumaila yang kini mulai sedikit gelisah dengan remasan-remasan halus tangan sang Ayah disekitar dadanya yang mulai menaik.
“Mai…, aku sudah pasrah, di sisa hidupku Sekarang ini, aku cuma ingin semua yang kusayangi Bahagia.” kata Sang Ayah dengan mata berkaca-kaca.
“lantas..bagaimana dengan kebahagian Romo sendiri, Romo sudah banyak berkorban, Romo harus sembuh. Maila mohon…., lepaskan semua masa lalu Romo. Romo harus kembali seperti dulu agar orang-orang yang Romo sayangi kembali berbahagia.” kata Kumaila sambil meneteskan airmata.
Sang Ayah terisak sambil mempererat pelukannya ketubuh Kumaila.
Kumaila kemudian memutar tubuhnya sehingga posisinya saling berhadapan dengan sang Ayah, Sang Ayah pun tersenyum, sambil meremas lembut dua bulatan besar di dada Kumaila.
“Mai…, punyamu masih seperti dulu” bisiknya lirih, sambil mencium lebut bibir basah Kumaila. Kumaila tersenyum sambil merintih dengan mata terpejam ———-
Malam terasa semakin larut, merayap dengan begitu cepatnya
“Kakek…., Mama…..!” seru Narin.
Cepat-cepat, Sang kakek melepas ciuman, dan juga tangannya yang menempel erat di dada Kumaila. Dan segera menghampiri Narin yang masih terduduk binggung,.
“sayang ini bukan yang seperti kamu pikirkan,” seru Sang Kakek Begitu tiba di pinggiran ranjang.
“memangnya menurut Kakek apa yang aku pikirkan?” jawab Narin yang membuat Sang Kakek Gelisah.
“yach, pikiran orang kebanyakan saat melihat orang berciuman bibir” kata Sang Kakek terbata-bata
“aku kan bukan orang kebanyakan, jadi aku ya gak mikir apa yang dipikirin orang kebanyakan, lagian ayah juga sering kok nyiumin bibir Narin jadi yah Narin ngak ada pikiran apa-apa?” kata Narin polos.
“terus apa yang kamu pikirin ..sayang” kata Kumaila sambil memeluk dan membelai rambut anak gadisnya
“ya…Kakek lagi berkasih sayang sama anaknya, kan mama anaknya, ya wajar kalau Kakek nyiumin Mama.” Kata Narin sambil ikut memeluk tubuh ibunya.
“terus, kalau Farhan lagi cium kamu” kata Kumaila lirih.
“kalau itu sayang…., Farhan kan pacarnya Narin” kata Narin Polos.
“Yah sudah…, kamu bobok lagi yah” kata Kumaila.
“Tapi,…, Aku aku bobok sama Kakek ya?” jawab Narin singkat.
Kumaila pun tersenyum, dan meninggalkan keduanya di kamar menuju kamarnya. Sementara itu Narin kembali tidur sembari memeluk tubuh sang kakek, sang kakek terdiam sambil mengelus rambut indah Narin, sambil melamun memikirkan apa yang baru saja terjadi. Dan ia pun terlelap dalam dekapan Tubuh hangat sang cucu.
Malam kian larut, Narin terbangun lagi dari tidurnya karena haus. Sang kakek masih tertidur pulas, Narin bangkit dari pelukan sang kakek dan menciumnya mesra.
“Narin sayang Kakek…muach” kata Narin, mendaratkan bibirnya di kening sang kakek.
Di dapur, karena kehausan Narin segera menelan habis satu gelas besar Air hanya dalam dua tegukan saja. Setelah dahaganya hilang dia segera bergegas kembali ke kamar sang kakek, namun saat di ruang tengah dia dikejutkan oleh suara rintihan, suara rintihan itu semakin lama semakin keras dan meredup, kemudian rintihan itu kemali mengeras dan meredup lagi begitu seterusnya.
“ah….ah….ah…….acccchhhhh….” suara rintihan itu yang semakin jelas saat Narin mendekati Kamar sang Mama.
“lihat engak ya?” kata Narin dalam hati sambil mengamati sekeliling rumah.
Karena penasaran Narin akhirnya memutuskan untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalam kamar sang mama, sebelum-sebelumnya Narin tidak pernah mendengar Mamanya merintih-rintih seperti itu saat tidur.
semua kamar di rumah sang kakek ini dilengkapi dengan sebuah lubang ventilasi yang cukup lebar diatas pintunya, Narin pun dengan hati-hati mengambil kursi dan meletakannya di depan pintu kamar dan menaikinya. Dengan hati berdebar, Narin pun mengangkat kepalanya mendekati lubang ventilasi menajamkan mata dan apa yang dilihatnya membuat jatungnya berdegub kencang, kakinya gemetaran.
dengan jelas Narin Melihat sang Mama sedang menindih tubuh Papanya dengan kondisi tanpa sehelai benang menutup tubuh mereka, Sang Mama dengan asyik mengoyangkan pinggulnya naik turun, sambil sesekali mencumi bibir Papanya, kedua payudara mama yang besar dan bulat tampak ikut bergoyang-goyang seirama dengan goyang pinggulnya. Dengan gemas tangan papa meremas kedua payudara sang mama, kemudian kedua putingnya yang lancip dan kehitaman diisapnya dengan kuat. baru kali ini Narin bisa melihat payudara sang mama secara langsung. Ia kemudian memegang payudaranya sendiri dan memang payudara sang mama lebih besar dari payudaranya.
“Apakah seperti ini, yang akan aku jalaninya nanti bersama Farhan, apakah akan seromantis ini…?” Guman Narin dalam Hatinya.
Mengingat sampai saat ini Farhan hanya sebatas menciumi bibir dan meremasi payudaranya saja dan itu pun tak sampai membuatnya merintih-rintih seperti Mamanya.
Darahnya mengalir cepat, vaginanya berdegup nikmat dan mulai basah. seiring bertambah liarnya Sang Mama mengapai puncak kenikmatan.
“ohhh…..ahhh…..ah…ai…ai…ah….” erang sang papa dengan suara parau, sambil mencengkaram erat kedua pinggang sang mama.
“ahh..papah..keluarin..Pah..pejuhin..mamah..pah..hamilin.mama..pah..ahh” jerit sang mama sambil mendogakkan kepalanya keatas dengan mata terpejam.
Dengan cepat dan keras sang papa menghujamkan selangkangannya keatas beberapa kali ke dalam selangkangan sang mama hingga kedua pantat sang mama bergetar. Tubuh sang mama pun menggelepar beberapa saat, lunglai dan jatuh dalam dekapan tubuh sang papa.
“makasih pah….,” kata mama dengan nafas terengah sambil mengecup kening suaminya.
Sang papa hanya tersenyum sambil membelai rambut panjang sang mama. dan suasana kembali hening, hanya desahan nafas tak beraturan yang terdengar.
“mah…, gimana kondisi Romomu…?, apakah sudah ada kemajuan” kata papa kemudian setalah nafasnya yang kembali normal
“masih belum ada perubahan pah” Jawab mama sambil mengelus dada papa.
“sebagai lelaki aku tahu rasa dan penderitaannya” kata sang papa sambil menghela nafasnya.
“iya pah, mamah juga tahu., andai saja itu semua tak terjadi, Romo pasti sudah Bahagia dengan Darsih” jawab sang mama, bangkit dari pelukan sang papa dan kembali mengelus dan meremas Kemaluan sang suami.
Remasan, elusan, jilatan dan emutan sang mama, kembali membuat Kemaluan sang papa kembali membesar dan mengeras. Narin yang sedari tadi masih setia di tempatnya kembali dibuat gemetaran dengan kemaluan papanya yang cukup besar sebesar punya kekasihnya Farhan, kini mamanya mengambil posisi menungging dan segera saja sang papa memasukan batang kerasnya kedalam lubang hangat di bawah anus sang mama.
“Ah…..papah….langsung….saja pah” kata Mamanya sambil merintih.
sang papa, segera mengerakkan batang kemaluannya maju mundur dengan cepat sambil sesekali memutar pinggulnya, tak beberapa lama kemudian posisi berganti sang papa yang menunggangi sang mama. Sementara itu Narin yang masih berdiri didepan pintu tak kuat lagi menahan kakinya yang terus gemetaran. akhirnya turun dari kursi dan menghampiri sebuah sofa panjang yang ada di ruang tengah, sementara itu suara erangan dan rintihan mama dan papanya masih tergiang dari dalam kamar.
Narin pun termenung memikirkan semua pembicaraan kedua orang tuanya, apa yang terjadi dengan kakek dan ada hubungan apa Darsih dengan Kakeknya
“apa sebenarnya yang terjadi dengan kakek” guman Narin dalam hati.
“kenapa papa dan mama menyebut bik Darsih akan Bahagia bersama kakek” guman Narin bingung.
Lama kelamaan tubuhnya tak kuat lagi menahan rasa kantuk, dan Narin pun akhirnya tertidur di sofa,