Sebelumnya ane sebagai peserta LKTCP 2015 minta maaf jika terlihat mencicil dan tidak bisa cepat menyelesaikan cerita ini. hal ini karena dalam minggu ini ane ada kegiatan yang tidak terhindarkan. tetapi, jika memungkinkan ane tetap lanjutin ceritanya lewat hp, cuman editing sama updatenya yang mungkin agak telat. tapi ane usahakan tetap tidak melewati batas waktu yang telah ditentukan. nikmatilah sebuah cerita yang nubi tulis untuk para pembaca aktif yang ikut menyemangati melalui komentar2, juri, maupun para silent reader yang sudi mampir di sini. [size=+2]Prolog[/size] Tidak hanya ditelanjangi, bahkan dicabuli saat pagi belum menjulang tinggi. Disudut kamar mandi, ketika ia sedang ingin membersihkan diri. Ia tak menangis hanya meringis kecil ketika jemari Ayahnya mulai menelusuri setiap inci tubuh mungil nya. Ia mengejap-kejapkan mata nya berusaha tetap sadar bahwa ini hanya mimpi dan ilusi. Tapi kenyataan memang selalu saja berbeda dengan mimpi. Ia tidak sedang bermimpi ataupun berhalusinasi. Ayahnya sedang berkelana ke semak-semak masa depannya. Ia tak rela jika pemuda lain menemukan madu lebih dulu daripadanya. Ia bergegas dengan tak sabar, dan mungkin juga telah hilang akal sehatnya, berusaha meruntuhkan sarang madu milik Luna. Luna hanya bisa menitikkan air mata suci. Tak mengerti, kenapa Ayah harus melakukan itu. Ayah kandungnya sendiri, yang telah membesarkannya selama ini. Terpancar tanya dari mata sendu Luna dan terlihat oleh Ayahnya. Ayah Luna mengerti apa yang Luna pikirkan saat itu. “Jadi anak baik ya. Turuti apa mau Ayah. Gak usah banyak tanya. Ini demi kebaikan mu”. Luna tak bisa berkata tidak ataupun iya. Ia hanya mampu sesegukkan dan menutup mata, bukan menikmati tapi berharap cepat mati. Ayah Luna lalu keluar dari kamar mandi, sembari mengikat kembali tali pinggang dan menyisir rambut hitam klimis nya yang sedikit berantakan. “Ah, benar-benar rasa surga. Hehehe. Luna, Luna.. Kau memang anak yang baik” Ayah berlalu meninggalkan Luna di sudut kamar mandi. Luna digeletakkan sendirian di sudut sana, dengan badan penuh peluh, rambut berantakan, tanpa busana yang melekat tubuh. Dan paling tragis adalah dibiarkannya darah segar mengalir sepanjang kedua paha nya. Luna telah hilang kesadaran.
*********************************************************************************************************
[size=+1]25 Tahun Kemudian[/size] Luna menangis tersedu-sedu. Ia masuk ke dalam kamar mandi. Membuka kran air dan membasahi tubuh nya dengan air hangat dibawah shower. Airmatanya membaur satu dengan air hangat. Deras nya air dari shower membuat Luna menjadi tenang, meredam tangis nya. Ia perlahan menikmati setiap tetes air hangat yang membasahi wajah dan setiap sudut tubuhnya. Ia duduk bersimpuh dibawah pancuran, membiarkan air mengusir kesedihannya. Luna saat itu masih berpakaian lengkap. Tak hanya pakaiannya saja yang menjadi basah, dandanan yang dipoles cantik di wajah nya kini luntur perlahan terbawa aliran air. Luna terlihat sangat polos nan lugu tanpa perona di kedua pipi dan lipstik di bibir mungil nya. Setelah dirasa benar-benar tenang. Luna bangkit mengambil handuk. Mengelap muka nya. Mengganti pakaian nya yang basah. Dan ia menatap cermin dengan mata yang penuh amarah. “Bajingan!, Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar apartemen nya. Tok. Tok. Tok. Luna bersegera menuju ke pintu kamar. Dengan handuk yang masih melekat di kepala nya, ia membuka pintu dan kemudian terperanjat hebat! Di depannya seorang wanita paruh baya yang telah lama di kenal nya. Didalam dada nya ada api yang membara. Ia menahan amarah. Dengan wajah sinis tanpa berkata apapun menunggu sesuatu keluar dari mulut wanita yang ada dihadapannya. “Lu sembunyikan dimana laki gue?!,, Wanita itu dengan bernada tinggi bertanya tentang keberadaan suami nya kepada Luna. “Laki yang mana maksud lu?!,, Sahut Luna tak ingin kalah. “Gak usah berlagak bloon lu!,, Wanita itu mendobrak pintu kamar apartemen. Nyelonong masuk kamar Luna. “Eh. Apa-apaan ini?!, Luna tak terima sikap kasar wanita itu. Ia menarik tangan wanita itu dengan segenap kekuatannya. Lalu mendorong ia keluar kamar. “Keluar lu! Laki lu gak ada disini bego! Lu punya laki di kerangkeng sono! Biar gak keluyuran!, Bentak Luna sengit. Emosinya mulai terpancing melihat kelakuan wanita itu. “Dasar artis murahan!, Hina wanita tersebut pada Luna dengan ekspresi jijik. Ekspresi yang ditunjukkannya itu seolah dia sedang melihat kotoran dan itu benar-benar menaikkan emosi Luna lebih tinggi lagi. Sayang, Luna harus menahan kepalan tangan nya untuk menonjok wanita paruh baya tersebut. Ia menarik nafas dalam-dalam. Dan mengeluarkannya perlahan. Ia harus tetap dalam keadaan tenang. Jika tidak, karier nya akan hancur seketika. Ia tak ingin berurusan dengan pihak kepolisian untuk ke sekian kalinya hanya masalah sepele begini. Walaupun hari ini ia harus berhadapan dengan sederet masalah. Tapi tetap, ia tak boleh membuat masalah. Wanita paruh baya itu lantas mengangkat kaki dari kamar dan keluar menuju lift sambil mengerutu sepanjang jalan. Ia seakan tak percaya. Suami nya tidak berada di kamar bersama Luna. Rasa marah nya sebenarnya berasal dari rasa malu nya. Karena ia tak bisa menjaga suami nya dengan baik. Luna membanting pintu setelah wanita itu menghilang dibalik lift. Ia melampiaskan kekesalannya dengan cara itu. Setidaknya, apa yang ia lakukan tidak menyakiti orang lain. Lalu kepala yang sedikit pusing, L:na duduk di pinggiran kasur empuk nya. Merenungkan apa yang terjadi pada dirinya. Ia mengingat-ingat kembali. Dalam benak nya terputar cuplikan apa yang ia lakukan tadi malam. Ia teringat. Semalam ia bersama teman-teman nya ‘bersenang-senang’ di klub malam ternama di Pusat kota. Kegiatan rutin yang ia lakukan pada Jumat malam. Luna bersama 4 orang sahabat wanita lainnya sedang asik bergoyang mengikuti dentuman musik yang dimainkan DJ saat itu. Gelak tawa mereka mengisi ruangan. Segala kepenatan hilang secara tiba-tiba. Masalah yang sedang di pikul masing-masing orang seakan sirna. Di dalam ruangan itu mereka tak sendirian, bersama puluhan wanita dan lelaki yang menginginkan hal yang sama. Kebebasan dan Kesenangan. Ketika Luna sedang asik bergoyang ria, ia dihampiri oleh seorang lelaki. Lelaki itu memeluk manja Luna dari belakang. Tangan nya dilingkarkan ke pinggang Luna. Lalu ia mengecup pipi kanan Luna. Dan memanggil Luna dengan sebutan mesra. “Sayaaang.. Gue kangen banget sama lu” Spontan Luna terkejut. Ia melepaskan pelukan lelaki tersebut. “Anjrit lu! Siape lu! Main peluk-peluk aja!, Luna mengingkari lelaki itu. “Saayaaang.. Ini guee.. Kok lu tambah tinggi siih”, Balas mesra lelaki itu. “Ih. Mabok lu! Gue gak kenal lu! Pergi sanah!, Luna mengusir lelaki itu dengan kasar. Sesaat Luna mengusir lelaki itu, datang seorang wanita menampar pipi lelaki itu. [size=+1]Plakkk![/size] “Bangsat lu! Baru juga gue tinggal ke toilet sebentar. Lu udah main nyosor betina lain! Kurang apa gue sama lu?!, Wanita tersebut dibakar api cemburu. Lelaki itu tentu saja terkejut, mendapat tamparan di pipi kanan setelah ia mencium wanita yang ia sangka adalah kekasih nya. Lalu ia mengucek-ngucek kedua mata nya. Memastikan dan berusaha sadar untuk mampu membedakan mana wanita pujaan hati nya dan mana Luna, wanita yang tak dikenalnya. “Mentang-mentang lu lagi mabok bisa seenaknya main peluk betina lain? Gitu?! Dasar bajingan lu!, Wanita itu tak juga berhenti memaki. Luna dan teman-temannya terdiam. Tak ingin ikut campur. Lelaki itu lalu membujuk wanita nya untuk beranjak pergi dan menjauh. “Gile tu orang. Mabok nya kelewatan. Main peluk-peluk gue aja. Dikira gue apaan? ” Celetus Luna.