Thread ane yg ini
diluar dugaan dapet respon yg luar biasa dan gak pernah ane sangka-sangka. Itu jadi penyemangat ane buat gak buru-buru pension jadi TS selama ada yang masih bisa ane share.
Sekarang ane nyoba bikin Thread dengan tema berbeda, masih berbasis real story tapi ini bukan pengalaman ane, ini kisah dari Adek ane tersayang tentang pengalaman horornya waktu jadi panitia Mabis di SMA. ane pake sudut pandang dia supaya enak dibaca. Cerita ini gak mengandung unsur Sex sedikitpun, tapi semoga suhu-suhu yg udah pernah mantengin thread ane sebelumnya atau yg belum bisa enjoy sama kisah ini. Gak nolak kritik & saran, apalagi yang ijo-ijo. Monggo disimak kisah nyata ini. Terimakasih..
Part 1
Prolog
Mataku terbuka berat, suara alarm dari Hp ku menyadarkanku dari tidur malam yg terasa singkat ini. Badanku masih terasa pegal lantaran baru bisa tidur pukul satu malam tadi, dan sekarang pukul setengah lima shubuh aku sudah harus bangun lagi. Sebenarnya aku tiba dirumah sejak pukul sepuluh malam, namun kegiatan Mabis yg memforsir tubuh serta pikiran ini membuatku sulit tidur. Aku ini tipe yg gelisah bila tertidur dalam kondisi capek, adakah di antara suhu semua yg seperti itu?
Namaku Hana, anak kedua dari dua bersaudara. Satu-satunya kakak ku adalah Arman, dia Cuma berbeda setahun denganku. Saat ini aku baru naik ke kelas XI di salah satu SMA favorit di Kota ku. Aku dan mas Arman beda sekolah di SMA ini. Yah wajar sih, Nem mas Arman tidak cukup untuk masuk ke SMA ku, padahal dia bukan orang bodoh, namun yg kulihat dia cenderung kreatif dibanding pintar.
Ya, ini hari ke-empat dalam rangkaian kegiatan wajib pengenalan siswa baru di Sekolah ku. Hari ini menjadi puncak kegiatan tersebut, dan menjadi tanggungjawabku sebagai anggota Osis untuk mempersiapkan acara ini sebaik mungkin. Untuk mempersiapkan acara yg akan berlangsung full dua hari satu malam ini, kami harus mempersiapkan keadaan sekolah agar sesuai dengan kebutuhan acara kami, mulai dari menata ulang aula agar mampu menjadi kamar tidur siswi, mempersiapkan lapangan apel, ruang kelas untuk tidur siswa, konsumsi, sound, dll. Untuk memastikan agar tak ada satupun hal yg terlewat dan menjamin kesempurnaan acara, Kak Maya ketua Osis kami mewajibkan seluruh anggota Osis datang pukul enam pagi di Sekolah. Kak Maya bahkan sampai menginap dirumah temannya yg dekat dengan sekolah agar dia sendiri tidak terlambat. Benar-benar komitmen yg luar biasa darinya sebagai ketua.
Aku dengan malas memaksa diriku untuk bangkit dan lekas mandi karena adzan shubuh sudah berkumandang. Ayah pasti sudah bangun untuk pergi ke Masjid, aku sudah memintanya untuk mengantarkan ku ke Sekolah pagi-pagi sekali. Aku belum diperbolehkan ibu membawa sepeda motor ke sekolah. Diperjalanan ke kamar mandi aku melihat pintu kamar kakak ku terbuka, Nampak dia tidur di kursi dengan komputer di depannya masih menyala. Aku yakin dia baru tidur menjelang shubuh tadi, dia pecandu game online, semalaman pasti dia bermain tak berhenti. Padahal sudah sering ayah dan ibuku memperingatkan untuk mengurangi kecanduannya bermain game online, namun agaknya mas Arman cuek.
Selesai mandi dan berpakaian lengkap aku mengecek perlengkapan yg akan kubawa ke sekolah, terutama peralatan yg akan kubawa menginap. Setelah kurasa cukup dan lengkap aku menuju meja makan dan dengan terburu-buru melahap roti madu serta susu yg disiapkan oleh ibu ku.
“pelan-pelan Han makannya” Ibu ku memperingatkan ku.
“buru-buru nih bu, takut dimarahin ketua osis sama MPK” kataku sambil mengunyah roti.
Tak lama hidangan didepanku tandas, dan aku langsung pamit mencium tangan ibu ku.
“Adek berangkat ya bu”
“hati-hati nak..”
“Iya bu..”
Matahari masih agak malu-malu menampakan dirinya ketika aku sampai di sekolah, namun dari kejauhan aku dapat melihat beberapa rekan Osis ku yg sudah tiba berkumpul dilapangan. Tak ingin buang waktu aku bergegas menghampiri mereka, disini sudah berkumpul kak Rama wakil ketua osis, beberapa anggota dari kelas XII serta teman seangkatan ku, aku belum melihat Indri & Silvi, anggota Osis yg sekelas denganku, kebetulan dikelasku tak ada cowok yg menjadi anggota Osis.
“Pagi kak Rama, Aku belum telat kan?” Aku menyapa kak Rama sambil tergopoh-gopoh.
“belum Han, kita baris dulu dilapangan ya. Si Maya mau ngasih pengarahan sama instruksi dulu katanya” kata kak Rama yg sedang duduk dibawah tiang bendera.
“Oh gitu. Kok gak di kelas aja sih kak? Emang belom pada dibukain ya?”
“udah kok, kita udah mesen mang Ujo supaya standby dari abis shubuh. Cuma si Maya ngotot dilapangan supaya kita gak ngantuk katanya. Yah udahlah patuh aja, kamu hapal kan dia bisa rese banget kalo lagi riweuh”
“hehehe.. iya juga sih. Oke deh” kataku. Setelah itu aku segera mengambil posisi dibarisan anggota yg lain.
“Di anterin siapa Han?” sapa Kak Mita yg berbaris disebelahku, dia kakak kelasku yg baru naik ke kelas XII.
“sama ayah kak” kataku singkat sambil menaruh tas ranselku disebelah kaki kanan.
“yaah, si Arman mana? Eh dia udah putus belom sama ceweknya? Hehehehe”
“masih tidur dia kak. Paling juga semaleman begadang main game. Kalopun udah bangun mana mau dia nganterin aku. Heuu.. belom kayaknya kak. Tapi gak tau juga ya”
“heemmm… kalo udah putus kabarin ya dek. Hehehehehe” kata kak Mita mendelik nakal. Yah dia memang jatuh hati sama mas Arman sejak dia tampil mengisi pentas seni di Sekolahku tahun lalu, dia menjadi anggota guest star Band Indie yg cukup terkenal di kota ku. Posisinya sebagai lead vocal plus pemain gitar menjadikannya pusat perhatian. Kalau tidak salah, mas Arman pernah bilang panutannya dalam bermusik adalah James Hetfield. Aku ingat banyak teman-teman cewekku meminta foto bareng dengannya, padahal menurutku lagu yg dibawakan band mas Arman itu aneh, Cuma teriak-teriak gak jelas dengan bahasa inggris yg sulit kumengerti, tapi kenapa kok bisa laku ya band nya. Ah entahlah, aku tak begitu paham warna-warni dunia musik, tapi yg jelas sejak saat itu kak Mita jatuh hati pada mas ku.
“Siapa aja yg belum hadir?” suara tegas dan lantang membuyarkan lamunanku. Itu suara Kak Maya ketua Osis kami, dia dengan wajah super juteknya mengampiri kami. Kak Maya adalah siswi berbadan tinggi, ramping, berkulit kuning langsat, dan berambut sebahu, wajahnya biasa saja, tapi cukup manis kalo kata mas Arman “Asal mukanya gak jutek aja okelah dia dek. Sayangnya dia galak aja. Hahahahaha ” begitulah pandangan mas ku tentang kak Maya. Dia juga anggota pasikbraka di sekolah kami, bahkan dia pernah menjadi pembawa baki dalam upacara pengibaran tingkat kota.
“masih ada tiga orang lagi yang belom dateng May” kata Kak Rama yg buru-buru bangkit dari duduknya ketika kak Maya tiba ditengah-tengah kami.
“siapa?”
“si Indri, Silvi, sama Irwan. Anak kelas dua semua”
“ooh.. gitu. Yaudah kita mulai aja deh”
Drajad anak IPS yg seangkatan denganku sempat nyeletuk pelan mengenai kak Maya, suaranya agak berbisik dibelakangku.
“masih pagi nih udah galak aja. Senyum dikit kek”
Kami hanya cengengesan menahan tawa mendengarnya.
Kak Maya berdiri didepan kami, dia memberikan kami instruksi serta pengarahan untuk mempersiapkan kegiatan hari ini. Untuk persiapan awal sebelum kedatangan peserta kak Maya membagi kami kedalam beberapa tim, aku mendapatkan tanggungjawab mengurus acara, spesifiknya aku memastikan semua kebutuhan acara dua hari ini terpenuhi. Aku hanya bisa menarik nafas panjang menerima tanggungjawab ini, jobdesk ini yang paling berat serta menguras segalanya. Sebenarnya sudah jauh-jauh hari pembagian tanggungjawab ini diberikan, namun hari ini pembahasannya untuk gladi resik dan persiapan final. Saat pembagian dan pembahasan rinci tugas tersebut, secara terpisah kawan-kawan kami yang terlambat datang, mereka tampak berlarian begitu melihat kami sudah memulai rapat ditengah lapangan ini. Yang pertama Irwan, kemudian Silvi, disusul oleh Bunga yang terakhir.
“semua udah dapet tugas kan yah? Ada pertanyaan sebelum bubar?” Kak Maya memastikan kami semua sudah kebagian tugas. Beberapa kakak kelasku mengangkat tangan untuk bertanya tentang tugas yg belum terlalu jelas, kami yg kelas dua diam saja. Wajar karena Koordinator penanggungjawab berasal dari kelas tiga, jadi mereka membutuhkan penjelasan lebih. Setelah dirasa cukup, dan memastikan tak ada pertanyaan lagi, kami menunggu instruksi kak Maya untuk membubarkan diri.
“okeh cukup yah, udah jam tujuh ini. Sebelum peserta dating jam Sembilan nanti, kita mending siap-siap dari sekarang. Tapi….” Kak Maya memotong kata-katanya dengan senyuman sinis. Aku sudah bisa menduganya, pasti hukuman buat yang terlambat.
“tadi yang telat boleh dong maju kedepan” Wajah kak Maya seketika berubah mirip Suzanna.
Ketiga kawanku yg tadi terlambat dengan pasrah maju kedepan, mereka tampak sudah tau konsekuensi melanggar instruksi kak Maya yang memang terkenal galak dan disiplin.
“Kenapa kalian telat!?” todong kak Maya galak pada mereka bertiga.
“Irwan!!? Kenapa lu telat!? Jawab!!” wajah Irwan kawanku dari kelas Ipa 2 tampak memelas/
“eeuuhh.. anu kak, bangun kesiangan” Jawab Irwan gugup.
“oooh.. lupa ya kemaren gw bilang apa.. jam berapa udah harus ngumpul disekolah?”
“eeuuhh.. enggak kok kak. Saya Cuma capek aja gak bisa tidur” Kak Maya Cuma mengangguk, mungkin dia paham kelelahan anggotanya setelah tiga hari sebelumnya kami di forsir oleh kegiatan Mabis yg melelahkan ini.
“kamu Bunga kenapa telat?!”
“Saya sama kayak Irwan kak. Bangun kesiangan, kecapekan juga”
“Silvi kamu juga capek?!”
“eehh enggak kak, maaf sebelumnya tapi dijalan saya ngantuk, jadi nyenggol nenek-nenek yg jualan. Saya gak berani kabur, jadi saya anterin dulu nenek-nenek itu ke pasar. Maaf kak sekali lagi”
Wajah kak Maya berubah teduh mendengar jawaban Silvi, tadinya kami pikir mereka lolos dari hukuman, aku sedikit lega, karena biasanya satu orang kena hukuman lalu atas alasan solidaritas hukuman itu bisa merembet kesemua anggota yg lain.
“gw maklum kalo kalian kecapean, sama kita semua capek. Gw juga capek kok, tapi itu bukan alesan kita terlambat kan ya? Jadi anggota Osis itu udah pilihan yg kita ambil dari kita daftar dulu, mungkin gak semua di antara elu-elu yg jadi anggota osis dengan alesan mau memajukan sekolah. Gak perlu munafik, pasti ada diantara kalian yg pengen jadi anggota Cuma karena pengen keren atau mau balas dendam ngegencetin adek kelas. Tapi yg harus elu tau, tanggungjawab ini gak bakal dateng ke orang yg gak sanggup. Faham?”
Kami diam lalu mengangguk mendengar “ceramah” Kak Maya pagi ini. Yah buatku sih walau masih dilanda ngantuk, tapi kata-kata kak Maya ada benarnya juga.
“Lu semua nonton film spiderman dong, inget gak kata Ben Parker di mobil? Kekuatan yg besar bakal ngedatengin tanggungjawab yg besar juga. Elu semua jadi anggota Osis setelah diseleksi sama anggota sebelumnya, yg berarti mereka nganggep kita pantes jadi anggota, dan kita berhasil nyingkirin temen-temen kita yg juga berambisi mau jadi anggota osis. Inget kan waktu kita Ldks? Berapa orang kawan kita yg kesingkir? Jadi dengan tanggungjawab yg udah dateng ke kita sekarang, tandanya kita udah siap buat capek, nguras pikiran sama tenaga, bahkan mungkin harus berkorban waktu kita. Sepakat?!”
“sepakaaat..” kami menjawab serempak
“jadi gw sebagai ketua Osis, gw minta tolong totalitas dari kalian hari ini. Kita bisa suksesin acara ini. Siaap?!!”
“siaaappp…!!” agaknya semangat kami sudah terbakar mendengar pidato dari kak Maya. Dia sendiri hanya tersenyum, benar kata mas Arman, kalau saja rona jutek itu hilang dari wajahnya, sebenarnya kak Maya adalah wanita yg cukup manis. Wajah Irwan, Bunga, dan Silvi juga berubah cerah, mereka merasa Kak Maya bisa memaklumi keterlambatan mereka dan tidak memberi hukuman.
“Buut.. kesalahan adalah kesalahan, setiap kesalahan pasti ada hukumannya”
Wajah mereka bertiga yg tadinya cerah kini berubah drastis, senyum yang tadinya terukir diwajah mereka kini luntur seketika, pun dengan wajah kami. Tampaknya kami yg tidak terlambat sudah siap pasrah menerima hukuman.
“Kesalahan temen kita, jadi kesalahan kita juga kan yah? kita pemanasan dulu ya, biar semangat pagi ini. Semuanya ambil posisi push up, yg cewek ambil posisi bending. Kasih saya lima belas ya. Ram elu juga”
Kami semua mengambil posisi masing-masing termasuk kak Rama, lalu memulai hukuman kami dengan aba-aba yg diberikan langsung oleh kak Maya. Aku sendiri agak bersungut, dia sendiri tidak mengambil posisi bending, dia hanya berdiri sambil melipat lengan didepan tubuhnya, menimbulkan ekspresi penuh kuasa dan otoritas.
Setelah kami semua selesai menerima getah dari keterlambatan Irwan, Silvi dan Bunga, kami berkumpul melingkar bersiap meneriakan yel-yel semangat.
“okeh semua, Osis SMA *********!!! Bisa…bisa…bisa…. Jaya!!!!”
“Bubar jalan!” Kami membubarkan diri sesuai instruksi Kak Maya
Bersambung
Liat respon dulu suhu. Kalo oke pasti dilanjut.
Setelah instruksi bubar dari Kak Maya, anggota Osis sekolah ku yg jumlahnya sekitar 40-an orang segera menuju tempat masing-masing. Karena aku bertanggungjawab soal acara maka aku beserta tim acara yang dipimpin oleh Kak Misbah langsung menuju aula untuk mempersiapkan tempat tersebut, menurut rundown acara ketika para peserta Mabis datang nanti mereka akan dikumpulkan dulu dilapangan berdasarkan kelas masing-masing dibimbing oleh masing-masing koordinator kelas. Aku sebenarnya lebih ingin menjadi koordinator kelas dibanding sebagai sie acara, bukan karena aku ingin tebar pesona pada anak baru namun tugas sie acara luar biasa beratnya, karena itu ketiga kawanku yang telat tadi harusnya malu pada kami yg jauh lebih terforsir tenanganya dibanding mereka yg bisa enak mempermainkan anak baru pada kelas masing-masing.
Di aula tim kami mempersiapkan tempat sebaik mungkin, sound system, infokus dll segera kami koordinasikan dengan tim peralatan, Pak Kepala sekolah yang akan membuka kegiatan nanti kami kontak ulang untuk mengingatkan, belum lagi spanduk serta tetek bengek lainnya membuat kami harus memutar otak.
Pada pukul delapan lewat, para peserta sudah banyak berdatangan, walau acara dimulai pukul Sembilan tampak jelas mereka menghindari terlambat. Pukul Sembilan kurang para dewan guru beserta kepala sekolah mulai hadir, menambah kerepotan kami karena acara sebentar lagi acara akan segera dimulai. Segera kami meminta para koord kelas untuk mengumpulkan seluruh siswa berdasarkan kelasnya secara berurutan, kami menggunakan nama pahlawan untuk menamakan kelas kami.
Pukul Sembilan lewat sepuluh acara kami mulai, layaknya apel Kak Maya selaku ketua Osis bertindak sebagai pemimpin apel, lalu langsung dilanjut dengan sambutan sekaligus pembukaan dari pak kepsek kami. Selesai apel, para peserta digiring menuju aula untuk menjalani pemeriksaan barang bawaan yg sudah ditentukan kemarin. Disana kami para panitia dengan sok kuasa memeriksa barang bawaan mereka, kami tersenyum bahagia bila menemukan peserta dengan barang bawaan yg tidak lengkap karena jelas ini menjadi mangsa empuk bagi kami untuk mempermainkan mereka, terutama bagi anggota Osis yg menjadi sie penegak disiplin atau biasa kami singkat Pendis. Sie ini dipimpin oleh senior ku yg berwajah galak serta berbadan paling bongsor di antara kami, dia Kak Tigor, siswa kelas XII Ips yg kebetulan juga menjabat sebagai ketua Paskibra disekolah kami, padahal aslinya Kak Tigor ini orang yg lucu dan suka melawak. Namun sekarang Tampak jelas tim Pendis dibawah komandonya asyik memberikan hukuman sambil membentak-bentak peserta.
Aku sendiri hanya bisa tersenyum melihat adik-adik kelasku dipermainkan sedemikian rupa oleh rekan-rekan ku, sayangnya aku tak bisa turut serta menghukum mereka yg lalai karena sebagai tim acara aku harus mempersiapkan kegiatan selanjutnya.
Setelah pemeriksaa peserta selama satu jam, para siswa digiring ke kelas masing-masing untuk diperkenalkan dengan wali kelas mereka. Disana para Koord kelas akan meninggalkan para kelas masing-masing dan membiarkan guru wali kelas berkenalan sepuasnya dengan calon anak didik mereka, kesempatan ini dipergunakan kami untuk kembali briefing sesuai dengan instruksi dari Kak Maya. Kami berkumpul dikelas sebelas IPA yg terletak di paling belakang sebelah toilet lama yg sekarang menjadi sarang kursi rusak. Disamping itu kelas ini langsung berhadapan dengan pagar belakang sekolah dimana dibelakang sekolah kami adalah kali dan kebun.
Kak Maya memimpin briefing kami, dia memfokuskan untuk persiapan acara display ekskul yg berlangsung sore nanti, malam keakraban, serta pentas kreativitas. Memang acara display ekskul & malam keakraban adalah acara utama dalam kegiatan hari ini. Kami terutama tim acara diminta memastikan agar semua perwakilan ekskul bisa datang tepat waktu sore nanti serta untuk persiapan malam agar kedua penjaga sekolah, satpam, Pak Dewo pembina Osis kami, serta beberapa anggota ekskul yg diperlukan untuk tetap standby hingga besok. Kak Maya menginginkan dua ekskul antara lain kerohanian serta PMR untuk bisa membantu Osis dalam acara malam keakraban. Kebetulan Silvi serta tiga anggota Osis adalah anggota PMR, dan Mukhlas, Wiwin dan dua orang kakak kelasku juga anggota ekskul Kerohanian. Aku sendiri diminta jadi penanggungjawab untuk memastikan kehadiran ekskul KIR karena aku juga jadi anggotanya.
Sedang asik kami membahas persiapan kegiatan hari ini, kak Maya juga sedang berapi-api memimpin rapat ini sebelum tiba-tiba sayup-sayup terdengar suara wanita dengan nada sangat lembut dari arah belakang kelas
“Assalamualaykum…”
Spontan, secara serempak kami semua menoleh kebelakang kelas sambil menjawab “waalaykumussalam” secara bersamaan.
Namun saat melihat kebelakang kami baru sadar, hanya Kak Marwah cewek yg duduk dibaris kedua paling belakang dan sejujurnya dia adalah wanita bersuara super cempreng di sekolah kami, sedangkan para cowok yg duduk dipaling belakang Cuma tiga orang.
Kak Marwah & beberapa cowok yg duduk dipaling belakang juga memasang wajah kaget, mendengar suara salam ditambah kami semua membalasnya sambil berbarengan menghadap kebelakang kelas.
“Wah, elu ngucapin salam?” tanya Kak Maya bingung.
“enggak kok May, bukan gue sumpah” kata Kak Marwah tak kalah bingungnya.
“Loh terus siapa dong?” Kak Rama menambah pertanyaan.
“Tapi suaranya dari belakang, tapi kan cewek-cewek pada duduk didepan semua. Gak mungkin itu suara Marwah, suara dia gak kayak gitu” Kata Kak Tigor menganalisis.
Kami semua terdiam mendengar omongan kak Tigor, aku yakin saat ini dugaan kami mengarah ke hal yg sama, hanya tak ada yg berani mulai membuka suara untuk berpendapat demikian. Sebelum akhirnya Mukhlas yg memecah tabu ini,
“Kalo bukan Kak Marwah, jangan-jangan penunggu disini lagi”
Hati kami yg mulai dicekam takut, dan demi mendengar dugaan Mukhlas yg memperkuat kecemasan kami bak disulap wajah kami yg tadinya bingung dan terkejut mulai tampak pucat, tak terkecuali kak Maya. Namun dia bisa menguasai diri, meski tak mampu menyembunyikan ketakutannya dia tetap mengambil komando.
“udah-udah semua, asal kita gak ganggu mereka juga gak akan ganggu kok.. ayo kita lanjutin, biar cepet selesai terus kita tugas lagi” Katanya dengan nada gugup.
Sayangnya, ucapan salam tersebut seolah membuka terror yg akan menghantui kami dalam selama kegiatan ini berlangsung, sekaligus menjadi catatan kelam acara Mabis setelah puluhan tahun sekolah kami berdiri.
Bersambung Ke Part 3