Saya unggah lagi sebuah cerita incest. Bisa jadi cerita seperti ini kurang banyak peminatnya dari input yang saya terima selama ini, tetapi tidak apa-apa, karena ide, kreatifitas, imajinasi dan mood seorang penulis tidak bisa dibatasi dengan hanya menulis satu jenis genre cerita.
Ide, kretifitas, imajinasi bahkan mood yang datang tiba-tiba di tengah malam harus segera disalurkan melalui ketikan jari di keyboard di depan layar komputer, atau melalui kuas di sebuah kanvas kalau ia seorang pelukis.
Jadi jika kisah ini ada, juga karena ide, mood, imajinasi dan sebuah kreatifitas.
Terima kasih.
Jauhkan dari jangkauan tangan anak-anak dan bila terdapat kesamaan nama atau tempat terjadinya peristiwa, mohon dimaafkan.
MAMA mengajak aku pergi ke mall. Mama ingin membeli kado untuk anak sebelah rumah kami yang akan berulang tahun besok hari Sabtu.
Anaknya masih kecil baru berusia 7 tahun, sedangkan aku sudah tidak mempunyai adik kecil lagi. Adikku satu sudah duduk di bangku SMA kelas XI dan satu lagi duduk di bangku SMP kelas IX.
Tetapi Mama merasa tidak enak, seperti merasa berhutang pada tetangga sebelah rumah karena sudah beberapa kali anaknya berulang tahun orangtuanya selalu mengirim makanan ke rumah. Maka itu Mama ingin memberikan kado pada anaknya.
Mall siang itu tidak begitu ramai karena bukan hari Sabtu. Sebelum sampai ke tempat tujuan, yaitu toko mainan anak-anak, Mama melihat sebuah toko pakaian yang sedang mengadakan “SALES UP TO 80%” mata Mama tidak tahan.
Biasalah ibu-ibu kalau matanya sudah melihat ‘SALES’ jiwa mereka tergoncang.
Mama mengajak aku mampir ke toko pakaian tersebut, aku tidak mau, karena aku melihat pakaian yang disales kebanyakan pakaian dalam wanita, tidak ada hubungannya dengan aku.
Mama berkeliling sendiri memilih, sedangkan aku berdiri agak jauh menunggu Mama.
“Dro, sini bentar….” Mama memanggil aku.
Namaku Andromeda Adhimuda. Usiaku 21 tahun, kuliah di sebuah universitas swasta jurusan Tehnik, rencana semester depan aku akan menulis skripsi.
Mama sedang memegang selembar BH berwarna coklat. Aku mendekati Mama. “Bagus, nggak?” tanya Mama padaku.
“Nggak taa..uuu…” jawabku santai. “Yang pakai kan Mama, bukan aku…”
BH itu cukup besar. Aku tidak tahu nomor berapa, bahkan aku baru tau sekarang Mama memakai BH yang sebesar gitu. “Nomor berapa sih, Ma…?” tanyaku jadi ingin tau.
“Tigapuluhdelapan… yang ini, atau yang berwarna hitam, atau ungu… atau yang ini, warna merah…?” tanya Mama.
“Terserah Mama saja, yang berwarna hitam juga bagus…” jawabku.
“Mama coba, ya… kamu mau ikut… atau mau ke toko mainan dulu… sana, kalau kamu mau ke toko mainan, pilih aja mainan apa yang bagus seharga 200 ratusan gitu, nanti tinggal Mama bayar…” kata Mama.
“Sama Mama aja nanti…” jawabku, lalu aku mengikuti Mama pergi ke kamar pas.
Kamar pas terletak di sebuah lorong di belakang meja kasir. Jumlahnya kuhitung ada 7 ruangan.
Satu di bagian depan telah diisi, Mama memilih kamar pas nomor 5. Sreettt… Mama menarik kain berwarna hitam yang tergantung di depan kamar pas setelah Mama masuk ke dalam.
Aku tidak memperhatikan Mama lagi. Aku mengeluarkan hapeku dari saku celana jeansku duduk di bangku panjang yang disediakan untuk para pengunjung toko menunggu giliran masuk ke kamar pas jika pengunjung lagi ramai, tetapi sekarang aku duduk sendirian di bangku panjang itu bermain games.
Aku baru memandang ke kamar pas Mama sewaktu aku berpikir, lebih baik aku pergi ke toko buku saja, biar nanti Mama menyusul ke sana, tetapi… ohhh….
Kain hitam yang menutupi kamar pas Mama ternyata tidak tertutup rapat, masih tersisa sekitar 3 senti dan dari celah sekitar 3 senti itu aku bisa melihat ke dalam kamar pas. Dan dari cermin besar yang terdapat di kamar pas memantul bayangan tubuh Mama yang telanjang bugil!
Melihatnya, jantungku bukan berdebar-debar lagi, melainkan tubuhku lemasnya luar biasa. Dengkulku bergetar hebat tak bertenaga, bahkan tenggorokanku rasanya kering. Dudukku gelisah, karena takut tiba-tiba ada orang yang datang duduk di sampingku. Aku tidak berani memberitahukan pada Mama takut membuat Mama malu.
Akhirnya aku duduk menonton sambil waspada. Mama memakai celana dalam yang tadi dibawanya dari luar.
Kemudian Mama memakai BH, yaitu mengaitkannya dari depan dengan cup BH-nya berada di belakang. Setelah itu cup BH-nya diputar ke depan.
Mama lalu berputar menghadap ke belakang, ke samping kiri dan kanan di depan cermin memandang tubuhnya sexy tidak mengenakan BH dan celana dalam itu.
Tidak lama Mama berputar di depan cermin, mama melepaskan BH dan celana dalam yang dipakainya, Mama bertelanjang bugil lagi.
Kalau dipikir-pikir sebenarnya tubuh telanjang di depan cermin itu bersamaku setiap hari sudah 21 tahun, tetapi kenapa sekarang aku baru melihatnya dan baru menyadarinya bahwa sebenarnya tubuh Mama itu sexy juga, meskipun sudah berbentuk tubuh ibu-ibu?
Kedua payudaranya montok menggelantung dengan puting yang besar mencuat, masih lengkap dengan areolanya yang mengelilingi putingnya yang berwarna hitam.
Perutnya rata dengan bulu-bulu hitam di antara kedua pahanya yang putih mulus memantul dari cermin ke mataku itu membangkitkan gairah lelakiku. Aku tidak mau munafik.
Mama tidak terlihat seperti ibuku yang selalu bersamaku setiap hari itu, tubuhnya benar-benar menggairahkan.
Mana ada laki-laki memandang tubuh telanjang wanita tidak menimbulkan gairah birahinya kecuali ia sudah tidak mempunyai napsu dan impoten?
Aku tidak bisa duduk berdiam diri lebih lama lagi. Aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan baik itu, karena tidak mungkin akan terulang untuk yang kedua kalinya seperti ini.
Aku segera bangun dari dudukku mendekati kamar pas Mama seolah-olah aku baru datang dari luar. “Maa..aa…” panggilku dengan suara parau yang bergetar, karena jantungku berdebar-debar sangat kuat.
Mama menengok ke arah datangnya suara yang memanggilnya. “Ee… eee… ee…. jangan masuk dulu…” kata Mama kelabakan entah bagian mana yang mau ditutupinya duluan dengan tangan, atas atau bawah.
Aku melangkah masuk saja. “Ee… ee… e… apaan…?” kataku. “Sudah dari tadi…!”
“Ada orang gak yang duduk di luar?” tanya Mama.
“Untung nggak…” jawabku memeluk Mama dari belakang. Mama tidak mungkin menjerit.
Pelukan itu membuat aku semakin terangsang pada tubuh telanjang Mama. Akibatnya celana jeansku jadi terasa sesak karena kemaluanku yang berada di balik celana dalamku memuai menjadi panjang dan besar.
Kucium pundaknya yang telanjang, “Maa..aaa…” panggilku dengan suara yang mendesah penuh napsu sambil tanganku merayap ke bawah perutnya dan celana jeansku yang ketat menekan ke pantatnya.
“Jangan bermata gelap, Andro….!” tegur Mama. “Disini bukan tempatnya, kalau ketahuan, bisa bikin kita malu…”
Benar juga sih… teguran Mama, tetapi karena aku sudah sange berat sama Mama, maka aku nekat menahan kedua tangan Mama sehingga membuat Mama benar-benar tampil telanjang bulat di depan cermin.
Mama diselamatkan oleh suara berisik yang datang dari kamar pas di sebelah kamar pas Mama.
Tetapi setelah Mama keluar dari kamar pas Mama mengembalikan BH dan celana dalam yang sudah dicobanya tadi ke box obral, Mama tidak jadi membeli.
Aku tidak bertanya pada Mama kenapa tidak jadi membeli, sebab insiden di kamar pas tadi berbuntut panjang.
Kalau saja Mama keluar dari toko pakaian berjalan denganku seperti biasa, berjalan sendiri-sendiri, masalahnya selesai.
Tetapi Mama menggandeng tanganku sambil berjalan menuju ke toko mainan, namun tidak hanya itu saja, melainkan Mama juga merapatkan tubuhnya ke tubuhku, sehingga otomatis bongkahan payudaranya tersentuh lenganku.
Mama seolah-olah menyodorkan payudaranya untuk kusentuh. Maka itu bongkahan kenyal itu sengaja aku genjet-lepas-genjet-lepas sambil berjalan, sehingga di depan mataku Mama menjadi berbeda.
Mama pantas menjadi imajinasi seksualku.
Sesampai di toko mainan, Mama memilih mainan sendiri, sedangkan aku duduk memandang Mama, dari rambut, wajah, leher, buah dadanya, pinggul, pantat sampai kakinya.
Coba saja tubuh itu bisa kugumuli di tempat tidur, batinku.
Perut kenyang, kami pulang naik angkot karena mobil online yang kami pesan beberapa kali dibatalkan oleh pengemudinya, entah kenapa.
Mula-mula angkot yang kami naiki hanya angkut 2 penumpang, yaitu aku dan Mama. Tetapi sesampai di halte sopir angkot menjejali angkotnya dengan anak-anak SMP yang pulang sekolah sore, mungkin karena kasihan, sehingga bangku isi 4 penumpang diisi 5, dan bangku 6 penumpang diisi 7.
Aku dan Mama yang duduk di bangku 7 penumpang tergencet di pojok, sehingga membuat Mama duduk condong ke arahku dengan satu tangan bertumpu di pahaku.
Anak-anak SMP hampir satu mobil angkot itu dengan urusan mereka masing-masing. Ada yang main hape, ada yang main ledek-ledekan sesama mereka, ada yang duduk kalem tidak ngapa-ngapain, sedangkan aku dengan urusanku sendiri.
Aku duduk memeluk Mama dari belakang, sekali-sekali aku mencium rambutnya. Namanya juga numpang angkot, bukan duduk di mobil pribadi.
Sopir angkot juga ingin ngejar setoran, sehingga kadang mobilnya slip sana slip sini mendahului mobil yang berada di depannya, bahkan tiba-tiba bisa rem mendadak. Akibatnya tubuh Mama yang duduk condong ke arahku itu ikut terantuk.
Tangan Mama yang diletakkan di pahaku juga ikut bergeser. Bukan bergeser ke depan, melainkan bergeser ke arah belakang, sehingga mengakibatkan pergelangan tangan Mama menempel di tonjolan selangkanganku.
Aku yakin Mama bukan sengaja, tetapi karena situasi dan kondisi di angkat saat itu. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan aku.
Tanganku yang berada di perut Mama sengaja mengambil kesempatan itu dengan naik memegang payudara Mama. Kalau mendapat kesempatan lebih kadang aku remas payudara Mama.
Sampai di rumah, kedua adikku mengambil makanan yang Mama bawa pulang untuk mereka, Papa juga sudah pulang kerja dan sedang duduk nonton berita di televisi.
Mama segera pergi ke belakang dan sebentar kemudian sudah terdengar air berbunyi di kamar mandi. Sedangkan aku yang sudah meletakkan bungkusan kado untuk anak tetangga di atas meja ruang tamu, pergi ke kamar melepaskan pakaianku.
Dan baru saja aku mau berbaring membuka hape, sudah terdengar suara Mama ngobrol dengan Papa, lalu aku segera keluar dari kamarku menuju ke kamar mandi hendak buang air kecil, sekalian mandi.
Di dalam kamar mandi, sampai aku berumur 21 tahun, tidak sekalipun aku menemukan celana dalam atau BH kotor Mama tercecer di kamar mandi, karena selesai mandi Mama langsung mencuci BH dan celana dalamnya, lalu digantung di tempat tersembunyi, supaya kalau ada tamu yang datang ke rumah, tidak mengganggu pemandangan.
Namun sore ini mungkin Mama kecapean, Mama selain meninggalkan celana panjang dan kaosnya yang tadi dipakai ke mall di ember, juga meninggalkan BH dan celana dalam kotornya.
Aku langsung berpesta pora di kamar mandi seperti mendapat durian runtuh, apalagi sejak dari kamar pas tadi sudah timbul birahiku terhadap Mama. Dari pakaian Mama aku cium-cium bau tubuhnya, dan dari BH-nya aku cium-cium bau teteknya, sedangkan di celana dalamnya terdapat lendir yang masih basah.
Kalau aku lagi normal, pasti aku jijik dengan lendir itu, tetapi berhubung aku lagi birahi lendir kental berwarna kekuningan itu jadi sedap rasanya dan bahkan semakin menambah gairahku ingin menikmati tubuh Mama.
Sambil Mama mengeringkan rambutnya, aku hanya berbalut handuk berbaring membuka hapeku di tempat tidur.
“Besok kamu ikut Mama ke sebelah ya, Dro…” kata Mama.
“Nggak ah… ngapain juga aku ikut sih Ma, itu kan ulang tahun anak kecil…” jawabku. “Mama datang sendiri aja… atau kalau Encik-nya bawa makanan ke sini, kasih aja sama Encik-nya langsung…”
“Ah… kamu…” kata Mama. “Mau makanannya nggak mau datang ke rumahnya… itu namanya rakus, tau nggak…?”
“Encik-nya cantik, Ma… kalau aku suka sama dia, bagaimana?”
“He.. he… kamu… waduh…! Waduh…! Waduh…! Lebih baik ngurusin kuliahmu, selesaikan cepat, cari kerja dapat duit, daripada mikirin cewek… sekarang cewek ada dimana-mana kalau kamu punya duit… mau cewek macam apa… mau yang gemuk, mau yang cantik, mau yang teteknya montok… banyak….!!!”
“Kalau kuliahku, Mama nggak usah khawatir, Ma… tahun depan Mama ikut aku wisuda pakai kebaya… lalu kita foto bertiga sama Papa…”
Mama yang sudah selesai mengeringkan rambutnya meletakkan hair dryer yang sudah dicabut stop kontaknya di meja. “Geser, Mama mau baring…” kata Mama berdiri di depan tempat tidurku.
Mama berbaring meletakkan kepalanya di bantal, sedangkan aku berbaring seadanya, sehingga tanpa sengaja sewaktu aku dan Mama saling berbaring miring berhadap-hadapan, mungkin nasibku juga lagi mujur, he.. he..
Payudara Mama berhadap-hadapan dengan wajahku, tetapi Mama selalu memakai BH, tidak pernah meninggalkan BH-nya meskipun tidur.
Tangankupun segera merangkul bagian belakang Mama, sedangkan wajahku mendekati payudaranya. Kucium payudara Mama, sementara tanganku sewaktu terpegang olehku BH-nya di belakang, ingin kubuka BH-nya.
Ternyata berhasil!
“Ngawur…!” gerutu Mama. “Itu pintu kamar terbuka begitu… ngapain sih dibuka?”
“Netek dong… he.. he…” jawabku antara beneran dan bercanda.
“Netek…???” tanya Mama seperti heran. “Memang masih ada susunya…? Kamu sudah umur berapa…? Mama sudah nenek-nenek…” kata Mama.
Tetapi Mama membiarkan aku menyingkapkan kaosnya, dan menaikkan cup BH-nya yang sudah longgar itu ke atas.
“Hii.. hii…” aku pura-pura tertawa lucu sewaktu sudah terlihat payudara Mama yang telanjang sehingga Mama tidak merasa takut dan tegang karena marasa aku mengajaknya bercanda.
Mama kemudian memandang aku mencium payudaranya yang telanjang itu, Malahan setelah itu Mama memencet putingnya dengan jari jempol dan jari telunjuknya. “Tuh lihat…” suruh Mama. “Lubang susunya besar, ya…? Kelihatan nggak?”
Aku ikut memencet, tapi akhirnya puting itu masuk ke mulutku. “Seesstthh…” desis Mama saat kuhisap putingnya itu. “Emmhh… ooohh… pelan-pelan…. gelii..iik…”
“Maa…” panggil Papa, tetapi Papa sudah berdiri di depan pintu kamarku. Entah ia melihat aku menghisap tetek Mama atau tidak, yang pasti Mama sudah menurunkan kaosnya. “Itu makanan buat Papa…? Kalian sudah makan…?” tanya Papa.
“Iya… buat Papa…” jawab Mama sambil berbaring. “Kami sudah makan. Papa makan sendiri, ya… Mama capek banget nih, tadi diajak Andro jalan keliling Mall…”
Papa mau melangkah pergi, kata Mama, “Tolong tutup pintunya, Pa… banyak nyamuk…”
“Semprot…” suruh Papa sambil menarik pintu.