Alona Wulandari hanya bisa pasrah ketika
melihat kepergian suaminya meninggalkan
Jakarta. Mereka baru saja menikah seminggu
dan suaminya itu harus segera pindah bekerja
di Papua. Rencana bulan madu ke Bali pun
mereka tak sempat. Suaminya baru saja
dipromosikan menjadi kepala bagian di sebuah
perusahaan pertambangan emas terhebat di
sana. Sialnya, dia tidak bisa memohon
diberikan perpanjangan waktu sebelum
berangkat ke sana.
“Bulan depan kita bulan madu ke Raja Ampat,
sebagai ganti rencana kita ke Bali yang batal.”
Begitu lah janji suaminya, Dony Sutomo,
setelah mengecup pipi Lona, di luar Pintu
Keberangkatan Bandara.
“Gak penting, sayang. Yang penting kamu bisa
cepat pulang.”
“Pasti sayang…”
Tangan mertua Lona yang tua mendarat di
bahu anak bungsunya sambil dia berkata,
“Baik-baik di sana ya, nak yaa . Jangan
nakal… Kasihan nih istrimu, ditinggal.”
“Iya, yah. Tolong temenin dan jaga Lona, yah.
Dony pamit.”
Setelah mencium tangan ayahnya, suami Lona
pergi. Air mata perempuan itu menetes.
********
Air mata perempuan itu menetes. Dia teringat 5
hari yang lalu mengantar keberangkatan
suaminya. Begitu jauhnya tempat kerja
suaminya itu. Terlalu cepat dia pergi padahal
baru saja mereka menjadi pengantin. Setelah 4
tahun berpacaran mereka akhirnya bisa
menikah. Tapi sayang, pekerjaan menuntut
Lona dan suaminya untuk merelakan
kehidupan rumah tangga yang masih seumur
jagung ini. Dony juga memutuskan untuk tidak
membawa serta istrinya dikarenakan dia
merasa di sana kurang aman untuk istrinya
dan Lona punya pekerjaan di Jakarta. Selain itu
dia tidak tega meninggalkan ayahnya yang
sudah tua sendirian di rumah.
Lona masih tergeletak di tempat tidur. Ranjang
pengantinnya yang baru. Merasa bahwa
suaminya seperti sudah lamaaa sekali pergi.
Kepergian suami tersayang membuatnya
menjadi perempuan malas. Malas bergerak.
Malas makan. Malas tidur. Malas mandi. Malas
bicara. Air mata yang menggantung di dagunya
pun berkilau tertimpa segaris cahaya matahari
dari celah gorden jendela kamar. Matahari sore
pukul 5.30. Lona menolehkan wajahnya ke
sana. Dan menyadari sedari tadi dia hanya
telentang di kasur selama beberapa jam. 2-3
jam mungkin? Atau sudah 5 jam? Masa bodoh
lah dengan waktu.
Kalau bukan karena harus menyiapkan makan
malam untuk bapak mertuanya Lona mungkin
masih terus ada di ranjangnya. Merenungi
nasib pengantin baru. Sampai kamarnya
menjadi gelap. Maka dia bangun dan
melangkah menuju kamar mandi. Di depan
pintu dia mulai menanggalkan semuanya lalu
masuk ke dalam.
Lona tidak sadar kalau pintu kamarnya telah
lama sedikit terbuka. Rupanya si mertua yang
tua mengintipnya sejak siang tadi. Di usianya
yang ke-69 tahun dan dengan status duda 5
tahun Komo Sutomo, seorang pensiunan PNS,
masih menyukai tubuh perempuan. Meskipun
terlihat renta dan ringkih, tapi sebetulnya dia
masih memiliki stamina. Bahkan ketika masih
beristri dia suka main-main ke diskotik atau
panti pijat hanya untuk melihat wanita-wanita
telanjang menari-nari di panggung bertiang
satu atau merasakan pijatan enak dari tangan
lembut berminyak. Kalau sedang ada duit lebih
dia tak sungkan menggunakannya untuk
memanjakan kemaluannya.
Sejak pertama melihat Lona berpacaran
dengan anak lelakinya dia merasa seolah
terobsesi. Wanita-wanita liar di luar sana
sudah tidak ada lagi yang bisa memuaskannya
sehingga membuatnya berhenti jajan. Yang ada
di pikirannya hanya Lona. Otaknya
menginginkan kedua matanya bisa melihat
perempuan itu telanjang. Kelaminnya bercita-
cita suatu saat nanti dirinya bisa menikmati
tubuh Lona. Walaupun begitu dia sadar, tahu,
kalau Lona sudah menjadi menantunya. Berarti
sudah menjadi anaknya juga. Tidak sepatutnya
dia masih menyimpan dendam libido itu.
Tapi memang dasar setan, dia tak tahan
menahan nafsu. Masturbasi yang dilakukannya
sambil membayangkan wajah dan tubuh
menantunya menjadikannya hilang akal.
Apalagi sejak Lona menikah dan tinggal di
rumah. Apalagi sekarang cuma berdua saja
dan anaknya ada di tempat yang sangat jauh.
Jadi, Pak Komo memanfaatkan kesempatan
tinggal berdua dengan istri anaknya itu untuk
bisa menatapi dan mengintipnya kapanpun dan
dimanapun secara diam-diam. Dan sore ini
adalah moment yang tiba-tiba saja
membuahkan ide kepada otaknya yang kotor.
Pak Komo segera menutup pintu kamar itu,
pelan-pelan tentunya, dan mengetuknya.
Tok tok tok..
Belum ada jawaban.
Tok tok tok…
Masih belum. Tapi terdengar suara pintu
terbuka. Lalu ada suara tapak kaki.
Tok tok tok… “Naa, Alonaa. Bapak ada perlu.
Tolongin bapak..”
Diam.
“Iyaa, Pak. Tunggu bentar..”
Cklek. “Ada apa, Pak?” Alona hanya
mengenakan handuk.
Sialan.
********
Alona Wulandari saat ini berumur 24 tahun.
Cantik bertubuh semampai dengan warna kulit
cokelat muda. Rambutnya yang agak basah
dipotong model bop seleher dan ada tahi lalat
di kiri dagu. Dengan hanya mengenakan
handuk putih semakin tampaklah bentuk
tubuhnya yang berisi dan padat. Bahunya yang
bulat berbercak air sampai ke lengannya yang
berdaging lembut. Membuat orang jadi ingin
meremas-remasnya. Terlebih lagi dadanya itu.
Besar, memenuhi bagian atas handuk yang
seolah tidak kuat lagi menampungnya. Pinggul
dan paha melengkung dengan pas dan enak
dilihat. Eksotis.
Lona bergelar sarjana sastra Inggris dari
universitas negeri terbaik dan bekerja di
sebuah lembaga kursus bahasa inggris
terkenal di Jakarta. Dengan gaji menggiurkan
dan lingkungan yang menyenangkan tanpa
terasa sudah 2 tahun dia mengajar banyak
anak dari SD hingga SMA. Kebetulan sekarang
dia cuti nikah dan tidak lama, karena bersama
suami saja cuma seminggu. Di tempatnya
mengajar dia selalu menjadi pusat perhatian
karena tubuhnya yang sexy dan wajahnya
yang cantik galak tapi menggoda. Mulai dari
para pengajar sampai anak-anak murid
semuanya memperhatikannya. Mereka juga
menghormatinya dan suka bergaul dengannya.
Orang bilang Miss Lona supel dan perhatian
kepada teman.
Beberapa hari sebelum menikah Lona sudah
tahu bahwa Dony akan ditempatkan di Papua.
Meskipun rencananya dia sebulan bisa pulang
ke Jakarta 2-3 kali tapi tetap saja itu adalah
sesuatu yang menyedihkan. Apalagi bagi
pengantin wanita yang baru saja sah bersuami.
Baru kali ini seumur hidupnya Lona mengalami
perasaan kesepian yang teramat sangat.
Seperti kehilangan semangat hidup. Rasanya
tak tertahankan. Tapi, sebenarnya yang paling
menyebalkan adalah sejak menikah dia belum
melakukan ritual malam pertama. Karena
menstruasi dan keburu suaminya berangkat.
********
“Halooo. Pak.. Bapak…” Lona melambaikan
tangan di depan wajah orang tua di depan
kamar pengantinnya.
“Hah? Ooh..”
Sepintas tadi Pak Komo hanya bengong karena
terpukau. Baru pertama itu dia melihat menantu
cantiknya hanya memakai handuk. Tanpa
ditemani suami lagi. Basah pula. Lona hanya
tersenyum geli. Dia sadar mertuanya pasti
terkejut karena melihat penampilannya. Lona
suka terlihat sexy. “Kenapa, Pak?”
“Emm, gak, gak papa kok..”
“Kalo gak papa kenapa di sini, Pak? Bengong
lagi…”
“Oh, itu….” Gila… Sexy sekali sih kamu..
beruntungnya kamu, Don.
“Iyaa?”
“Bapak gak enak badan, nduk..” Hampir saja
dia lupa idenya.
Wajah Lona langsung tampak khawatir. “Bapak
sakit?”
“Gak tau, nduk. Badan pegal-pegal ini.. Kepala
rasanya berat juga..”
Entah mata Lona yang ngaco atau Pak Komo
yang pandai berpura-pura, Lona berkata, “Iya,
Bapak kelihatan pucat..”
Pak Komo bersyukur wajahnya yang berkepala
botak terlihat seperti yang dikira menantunya.
Dia berusaha menahan senyum. Dengan
jantung deg-degan dia mencoba bilang “Bapak
boleh gak, nduk, ng.. Minta tolong dipijet..?”
Deg deg. Deg deg.
Sepi.
Deg deg. Deg deg.
“Hmm, habis aku mandi aja ya, Pak? Gimana?”
Yes! Orang tua itu seakan tak percaya dengan
apa yang didengarnya. Dia memperhatikan
wajah Lona yang tidak curiga. Lalu dia berkata,
mencoba yang lebih lagi.
“Sekarang aja, gimana?”
“Iya, tapi aku mandi dulu, Pak, biar enak
mijitnya..”
Tiba-tiba, badan Pak Komo ambruk ke depan
dan berhasil ditahan oleh tangan Lona. “Eh, eh,
eh, Bapaak…”
“Haah. Haah. Bapak harus tiduran. Gak kuat
rasanya..” orang tua itu, dengan berpura-pura,
berusaha berjalan gontai melewati pintu, ke
tempat tidur. Lona segera memapahnya. Pak
Komo perlahan menolehkan wajahnya ke kanan
bawah, ke arah dada menantu sexynya. Di
sana, tampaklah daging empuk yang terbelah
dengan garis pendek menggiurkan. Disertai
bintik-bintik kecil air dan tahi lalat yang imut di
atas dada kiri.
Besarnyaaa.. Ck, ck, ck.. Ssluurp.. Pak Komo
membatin dalam hati sambil mencium sekilas
wangi tubuh Lona. Bau tubuh sore hari wanita
rumah tangga yang belum mandi bercampur
dengan wangi parfum yang manis.
Pak Komo menjatuhkan dirinya ke kasur dan
wajahnya semakin pucat. Lona kebingungan,
lalu menaikkan kedua kaki mertuanya ke atas
kasur. Kemudian membalikkan pundak Pak
Komo agar di sana dia telentang.
Lona memandangi mertuanya sambil berpikir.
Dia punya minyak angin di meja riasnya. Siapa
tahu bisa mengobati pusing Pak Komo. Dia
berjalan untuk mengambilnya tanpa menyadari
orang tua itu mengamati bagian belakang
tubuhnya dengan mesum. Pantat Lona yang
sekal tercetak di kain handuk yang posisi
bagian bawahnya jauh di atas paha. Dan ketika
Lona membungkukkan badannya di depan meja
dan kain handuk itu semakin naik
meninggalkan setengah paha, mata Pak Komo
langsung melotot. Anjiiing…
Kedua mata Pak Komo seolah mau keluar dari
lubangnya ketika melihat paha mulus dan
daging segar di antara kedua paha itu.
Langsung saja dia memasukkan tangan ke
dalam celana. Agak lama juga Lona mencari-
cari minyak angin di mejanya. Pinggulnya
bergeser ke kanan, ke kiri sementara tangan si
orang tua masih mengusap-usap kemaluannya
sendiri. Menikmati pemandangan baru. Ketika
Lona berbalik tangan itu dengan cepat keluar
dari dalam celana.
“Aduuh, Pak, gak ada minyak anginnya..” kata
Lona.
“Ya udahlah, nduk, ga papa. Pijitin badan Bapak
aja deeh. Kali aja sembuh nanti,” jawab Pak
Komo.
“Mmm…” Melihat bapak mertuanya seperti tak
berdaya dan takut kenapa-kenapa Lona
mempertimbangkan apakah dia harus mandi
dulu atau langsung saja memijit Pak Komo.
Tapi aku kan belum mandi. Takut bau.
Ah masa sih bau? Aku kan perempuan yang
bersih dan terawat, jadi belum mandi pun pasti
masih wangi laah.
Kalo aku mandi dulu kasian si Bapak.. nanti
kenapa-kenapa lagi..
“Cepetan, nduk.. Tambah pusing nih..” ujar Pak
Komo sambil memegang kepalanya.
“I.. Iya, Pak.”
Lona mengambil minyak bulus di meja rias lalu
mendekat ke ranjang. Pak Komo membuka
bajunya sendiri. Melihat mertuanya telanjang
dada membuat Lona merasakan sesuatu yang
aneh. Seperti ada rasa campuran malu dan
takut. Kemudian dia naik ke atas ranjang. Pak
Komo membalikkan badannya sambil bepikir
betapa beruntung dirinya bisa dipijati menantu
cantik dan sexy seperti Lona. Cuma pakai
handuk pula. Dan pikiran itu membuatnya
ngaceng.
Pak Komo merasakan kedua tangan lembut
Lona yang sudah dikasih minyak membaluri
punggungnya. Diusap-usap dengan perlahan.
Lona merasa canggung. Ini adalah pertama
kalinya dia menyentuhkan tangannya kepada
lelaki lain selain suaminya. Dia jadi teringat
suaminya dan hal-hal apa saja yang sudah
dilakukan mereka berdua. Selama seminggu
kehidupan pernikahannya itu Lona yang masih
perawan hanya pernah berciuman, memeluk,
meraba, yah intinya seks tanpa penetrasi.
Bahkan mereka melakukannya tanpa telanjang,
hanya menanggalkan sedikit pakaian. Tapi ada
satu yang menurut Lona menyenangkan yang
dia lakukan tehadap suaminya: seks oral.
Sewaktu pacaran dengan orang lain dan Dony
Lona beberapa kali melakukan seks oral. Dan
dia menyukainya. Ada sensasi tersendiri yang
tak bisa dijelaskan dengan kata-kata saat
melakukannya. Apalagi kalau penis lawan
mainnya tebal dan besar. Tidak perlu terlalu
panjang, yang penting pas dan nyaman dilihat.
Ya ampun… Apa sih yang aku pikirkan ini? Lona
berusaha menepis pikiran kotornya. Seolah
takut bapak mertuanya bisa tahu apa yang
dipikirkannya. Sambil melupakan segala pikiran
tetang seks tanggung bersama suami dia mulai
memijit leher dan bahu Pak Komo. Lalu
pijitannya turun ke belakang badan. Lalu naik
lagi ke kepala. Kemudian pindah ke kaki.
Pijatan yang dilakukan jari-jari lentik Lona
dirasakan oleh si orang tua benar-benar enak.
Badan langsung merasa segar, kendatipun
badan Pak Komo sebenarnya sedang tidak
sakit. Kepala dan leher juga terasa enteng.
Lona melakukannya pun dengan ikhlas. Tanpa
menaruh rasa curiga. Dia hanya berpikir ayah
suaminya adalah ayahnya, jadi dia juga harus
memberikan pelayanan dan bantuan. Terlebih
lagi mertuanya itu sudah renta. Untung saja
pada saat dia memijati Pak Komo tidak ada
timbul bau yang tidak enak dari badan orang
tua itu. Sepertinya ayah Dony orang yang
menjaga kebersihan.
15 menit pun sudah berlalu dan Lona berkata
“Udah enakan, Pak? Pusingnya udah hilang?”
“Yaah lumayan, nduk.. Hehee.” Apalagi kalau
dipijit pake dada kamu, nduuk.. Pak Komo
berpikir mesum.
Pak Komo membalikkan badannya untuk
melihat dada itu. Dan tanpa disangka bagian
ratas handuk Lona terbuka dan ujung kainnya
turun melorot ke bawah. Lona panik dan
segera membetulkannya, tapi jeda sepersekian
detik tadi adalah surga bagi Pak Komo
sehingga membuat penis si orang tua kembali
berdiri. Dan Lona mengetahui itu.
Lona melihat bagian bawah celana pendek
ayah suaminya itu menggembung aneh.
Bersamvung..
melihat kepergian suaminya meninggalkan
Jakarta. Mereka baru saja menikah seminggu
dan suaminya itu harus segera pindah bekerja
di Papua. Rencana bulan madu ke Bali pun
mereka tak sempat. Suaminya baru saja
dipromosikan menjadi kepala bagian di sebuah
perusahaan pertambangan emas terhebat di
sana. Sialnya, dia tidak bisa memohon
diberikan perpanjangan waktu sebelum
berangkat ke sana.
“Bulan depan kita bulan madu ke Raja Ampat,
sebagai ganti rencana kita ke Bali yang batal.”
Begitu lah janji suaminya, Dony Sutomo,
setelah mengecup pipi Lona, di luar Pintu
Keberangkatan Bandara.
“Gak penting, sayang. Yang penting kamu bisa
cepat pulang.”
“Pasti sayang…”
Tangan mertua Lona yang tua mendarat di
bahu anak bungsunya sambil dia berkata,
“Baik-baik di sana ya, nak yaa . Jangan
nakal… Kasihan nih istrimu, ditinggal.”
“Iya, yah. Tolong temenin dan jaga Lona, yah.
Dony pamit.”
Setelah mencium tangan ayahnya, suami Lona
pergi. Air mata perempuan itu menetes.
********
Air mata perempuan itu menetes. Dia teringat 5
hari yang lalu mengantar keberangkatan
suaminya. Begitu jauhnya tempat kerja
suaminya itu. Terlalu cepat dia pergi padahal
baru saja mereka menjadi pengantin. Setelah 4
tahun berpacaran mereka akhirnya bisa
menikah. Tapi sayang, pekerjaan menuntut
Lona dan suaminya untuk merelakan
kehidupan rumah tangga yang masih seumur
jagung ini. Dony juga memutuskan untuk tidak
membawa serta istrinya dikarenakan dia
merasa di sana kurang aman untuk istrinya
dan Lona punya pekerjaan di Jakarta. Selain itu
dia tidak tega meninggalkan ayahnya yang
sudah tua sendirian di rumah.
Lona masih tergeletak di tempat tidur. Ranjang
pengantinnya yang baru. Merasa bahwa
suaminya seperti sudah lamaaa sekali pergi.
Kepergian suami tersayang membuatnya
menjadi perempuan malas. Malas bergerak.
Malas makan. Malas tidur. Malas mandi. Malas
bicara. Air mata yang menggantung di dagunya
pun berkilau tertimpa segaris cahaya matahari
dari celah gorden jendela kamar. Matahari sore
pukul 5.30. Lona menolehkan wajahnya ke
sana. Dan menyadari sedari tadi dia hanya
telentang di kasur selama beberapa jam. 2-3
jam mungkin? Atau sudah 5 jam? Masa bodoh
lah dengan waktu.
Kalau bukan karena harus menyiapkan makan
malam untuk bapak mertuanya Lona mungkin
masih terus ada di ranjangnya. Merenungi
nasib pengantin baru. Sampai kamarnya
menjadi gelap. Maka dia bangun dan
melangkah menuju kamar mandi. Di depan
pintu dia mulai menanggalkan semuanya lalu
masuk ke dalam.
Lona tidak sadar kalau pintu kamarnya telah
lama sedikit terbuka. Rupanya si mertua yang
tua mengintipnya sejak siang tadi. Di usianya
yang ke-69 tahun dan dengan status duda 5
tahun Komo Sutomo, seorang pensiunan PNS,
masih menyukai tubuh perempuan. Meskipun
terlihat renta dan ringkih, tapi sebetulnya dia
masih memiliki stamina. Bahkan ketika masih
beristri dia suka main-main ke diskotik atau
panti pijat hanya untuk melihat wanita-wanita
telanjang menari-nari di panggung bertiang
satu atau merasakan pijatan enak dari tangan
lembut berminyak. Kalau sedang ada duit lebih
dia tak sungkan menggunakannya untuk
memanjakan kemaluannya.
Sejak pertama melihat Lona berpacaran
dengan anak lelakinya dia merasa seolah
terobsesi. Wanita-wanita liar di luar sana
sudah tidak ada lagi yang bisa memuaskannya
sehingga membuatnya berhenti jajan. Yang ada
di pikirannya hanya Lona. Otaknya
menginginkan kedua matanya bisa melihat
perempuan itu telanjang. Kelaminnya bercita-
cita suatu saat nanti dirinya bisa menikmati
tubuh Lona. Walaupun begitu dia sadar, tahu,
kalau Lona sudah menjadi menantunya. Berarti
sudah menjadi anaknya juga. Tidak sepatutnya
dia masih menyimpan dendam libido itu.
Tapi memang dasar setan, dia tak tahan
menahan nafsu. Masturbasi yang dilakukannya
sambil membayangkan wajah dan tubuh
menantunya menjadikannya hilang akal.
Apalagi sejak Lona menikah dan tinggal di
rumah. Apalagi sekarang cuma berdua saja
dan anaknya ada di tempat yang sangat jauh.
Jadi, Pak Komo memanfaatkan kesempatan
tinggal berdua dengan istri anaknya itu untuk
bisa menatapi dan mengintipnya kapanpun dan
dimanapun secara diam-diam. Dan sore ini
adalah moment yang tiba-tiba saja
membuahkan ide kepada otaknya yang kotor.
Pak Komo segera menutup pintu kamar itu,
pelan-pelan tentunya, dan mengetuknya.
Tok tok tok..
Belum ada jawaban.
Tok tok tok…
Masih belum. Tapi terdengar suara pintu
terbuka. Lalu ada suara tapak kaki.
Tok tok tok… “Naa, Alonaa. Bapak ada perlu.
Tolongin bapak..”
Diam.
“Iyaa, Pak. Tunggu bentar..”
Cklek. “Ada apa, Pak?” Alona hanya
mengenakan handuk.
Sialan.
********
Alona Wulandari saat ini berumur 24 tahun.
Cantik bertubuh semampai dengan warna kulit
cokelat muda. Rambutnya yang agak basah
dipotong model bop seleher dan ada tahi lalat
di kiri dagu. Dengan hanya mengenakan
handuk putih semakin tampaklah bentuk
tubuhnya yang berisi dan padat. Bahunya yang
bulat berbercak air sampai ke lengannya yang
berdaging lembut. Membuat orang jadi ingin
meremas-remasnya. Terlebih lagi dadanya itu.
Besar, memenuhi bagian atas handuk yang
seolah tidak kuat lagi menampungnya. Pinggul
dan paha melengkung dengan pas dan enak
dilihat. Eksotis.
Lona bergelar sarjana sastra Inggris dari
universitas negeri terbaik dan bekerja di
sebuah lembaga kursus bahasa inggris
terkenal di Jakarta. Dengan gaji menggiurkan
dan lingkungan yang menyenangkan tanpa
terasa sudah 2 tahun dia mengajar banyak
anak dari SD hingga SMA. Kebetulan sekarang
dia cuti nikah dan tidak lama, karena bersama
suami saja cuma seminggu. Di tempatnya
mengajar dia selalu menjadi pusat perhatian
karena tubuhnya yang sexy dan wajahnya
yang cantik galak tapi menggoda. Mulai dari
para pengajar sampai anak-anak murid
semuanya memperhatikannya. Mereka juga
menghormatinya dan suka bergaul dengannya.
Orang bilang Miss Lona supel dan perhatian
kepada teman.
Beberapa hari sebelum menikah Lona sudah
tahu bahwa Dony akan ditempatkan di Papua.
Meskipun rencananya dia sebulan bisa pulang
ke Jakarta 2-3 kali tapi tetap saja itu adalah
sesuatu yang menyedihkan. Apalagi bagi
pengantin wanita yang baru saja sah bersuami.
Baru kali ini seumur hidupnya Lona mengalami
perasaan kesepian yang teramat sangat.
Seperti kehilangan semangat hidup. Rasanya
tak tertahankan. Tapi, sebenarnya yang paling
menyebalkan adalah sejak menikah dia belum
melakukan ritual malam pertama. Karena
menstruasi dan keburu suaminya berangkat.
********
“Halooo. Pak.. Bapak…” Lona melambaikan
tangan di depan wajah orang tua di depan
kamar pengantinnya.
“Hah? Ooh..”
Sepintas tadi Pak Komo hanya bengong karena
terpukau. Baru pertama itu dia melihat menantu
cantiknya hanya memakai handuk. Tanpa
ditemani suami lagi. Basah pula. Lona hanya
tersenyum geli. Dia sadar mertuanya pasti
terkejut karena melihat penampilannya. Lona
suka terlihat sexy. “Kenapa, Pak?”
“Emm, gak, gak papa kok..”
“Kalo gak papa kenapa di sini, Pak? Bengong
lagi…”
“Oh, itu….” Gila… Sexy sekali sih kamu..
beruntungnya kamu, Don.
“Iyaa?”
“Bapak gak enak badan, nduk..” Hampir saja
dia lupa idenya.
Wajah Lona langsung tampak khawatir. “Bapak
sakit?”
“Gak tau, nduk. Badan pegal-pegal ini.. Kepala
rasanya berat juga..”
Entah mata Lona yang ngaco atau Pak Komo
yang pandai berpura-pura, Lona berkata, “Iya,
Bapak kelihatan pucat..”
Pak Komo bersyukur wajahnya yang berkepala
botak terlihat seperti yang dikira menantunya.
Dia berusaha menahan senyum. Dengan
jantung deg-degan dia mencoba bilang “Bapak
boleh gak, nduk, ng.. Minta tolong dipijet..?”
Deg deg. Deg deg.
Sepi.
Deg deg. Deg deg.
“Hmm, habis aku mandi aja ya, Pak? Gimana?”
Yes! Orang tua itu seakan tak percaya dengan
apa yang didengarnya. Dia memperhatikan
wajah Lona yang tidak curiga. Lalu dia berkata,
mencoba yang lebih lagi.
“Sekarang aja, gimana?”
“Iya, tapi aku mandi dulu, Pak, biar enak
mijitnya..”
Tiba-tiba, badan Pak Komo ambruk ke depan
dan berhasil ditahan oleh tangan Lona. “Eh, eh,
eh, Bapaak…”
“Haah. Haah. Bapak harus tiduran. Gak kuat
rasanya..” orang tua itu, dengan berpura-pura,
berusaha berjalan gontai melewati pintu, ke
tempat tidur. Lona segera memapahnya. Pak
Komo perlahan menolehkan wajahnya ke kanan
bawah, ke arah dada menantu sexynya. Di
sana, tampaklah daging empuk yang terbelah
dengan garis pendek menggiurkan. Disertai
bintik-bintik kecil air dan tahi lalat yang imut di
atas dada kiri.
Besarnyaaa.. Ck, ck, ck.. Ssluurp.. Pak Komo
membatin dalam hati sambil mencium sekilas
wangi tubuh Lona. Bau tubuh sore hari wanita
rumah tangga yang belum mandi bercampur
dengan wangi parfum yang manis.
Pak Komo menjatuhkan dirinya ke kasur dan
wajahnya semakin pucat. Lona kebingungan,
lalu menaikkan kedua kaki mertuanya ke atas
kasur. Kemudian membalikkan pundak Pak
Komo agar di sana dia telentang.
Lona memandangi mertuanya sambil berpikir.
Dia punya minyak angin di meja riasnya. Siapa
tahu bisa mengobati pusing Pak Komo. Dia
berjalan untuk mengambilnya tanpa menyadari
orang tua itu mengamati bagian belakang
tubuhnya dengan mesum. Pantat Lona yang
sekal tercetak di kain handuk yang posisi
bagian bawahnya jauh di atas paha. Dan ketika
Lona membungkukkan badannya di depan meja
dan kain handuk itu semakin naik
meninggalkan setengah paha, mata Pak Komo
langsung melotot. Anjiiing…
Kedua mata Pak Komo seolah mau keluar dari
lubangnya ketika melihat paha mulus dan
daging segar di antara kedua paha itu.
Langsung saja dia memasukkan tangan ke
dalam celana. Agak lama juga Lona mencari-
cari minyak angin di mejanya. Pinggulnya
bergeser ke kanan, ke kiri sementara tangan si
orang tua masih mengusap-usap kemaluannya
sendiri. Menikmati pemandangan baru. Ketika
Lona berbalik tangan itu dengan cepat keluar
dari dalam celana.
“Aduuh, Pak, gak ada minyak anginnya..” kata
Lona.
“Ya udahlah, nduk, ga papa. Pijitin badan Bapak
aja deeh. Kali aja sembuh nanti,” jawab Pak
Komo.
“Mmm…” Melihat bapak mertuanya seperti tak
berdaya dan takut kenapa-kenapa Lona
mempertimbangkan apakah dia harus mandi
dulu atau langsung saja memijit Pak Komo.
Tapi aku kan belum mandi. Takut bau.
Ah masa sih bau? Aku kan perempuan yang
bersih dan terawat, jadi belum mandi pun pasti
masih wangi laah.
Kalo aku mandi dulu kasian si Bapak.. nanti
kenapa-kenapa lagi..
“Cepetan, nduk.. Tambah pusing nih..” ujar Pak
Komo sambil memegang kepalanya.
“I.. Iya, Pak.”
Lona mengambil minyak bulus di meja rias lalu
mendekat ke ranjang. Pak Komo membuka
bajunya sendiri. Melihat mertuanya telanjang
dada membuat Lona merasakan sesuatu yang
aneh. Seperti ada rasa campuran malu dan
takut. Kemudian dia naik ke atas ranjang. Pak
Komo membalikkan badannya sambil bepikir
betapa beruntung dirinya bisa dipijati menantu
cantik dan sexy seperti Lona. Cuma pakai
handuk pula. Dan pikiran itu membuatnya
ngaceng.
Pak Komo merasakan kedua tangan lembut
Lona yang sudah dikasih minyak membaluri
punggungnya. Diusap-usap dengan perlahan.
Lona merasa canggung. Ini adalah pertama
kalinya dia menyentuhkan tangannya kepada
lelaki lain selain suaminya. Dia jadi teringat
suaminya dan hal-hal apa saja yang sudah
dilakukan mereka berdua. Selama seminggu
kehidupan pernikahannya itu Lona yang masih
perawan hanya pernah berciuman, memeluk,
meraba, yah intinya seks tanpa penetrasi.
Bahkan mereka melakukannya tanpa telanjang,
hanya menanggalkan sedikit pakaian. Tapi ada
satu yang menurut Lona menyenangkan yang
dia lakukan tehadap suaminya: seks oral.
Sewaktu pacaran dengan orang lain dan Dony
Lona beberapa kali melakukan seks oral. Dan
dia menyukainya. Ada sensasi tersendiri yang
tak bisa dijelaskan dengan kata-kata saat
melakukannya. Apalagi kalau penis lawan
mainnya tebal dan besar. Tidak perlu terlalu
panjang, yang penting pas dan nyaman dilihat.
Ya ampun… Apa sih yang aku pikirkan ini? Lona
berusaha menepis pikiran kotornya. Seolah
takut bapak mertuanya bisa tahu apa yang
dipikirkannya. Sambil melupakan segala pikiran
tetang seks tanggung bersama suami dia mulai
memijit leher dan bahu Pak Komo. Lalu
pijitannya turun ke belakang badan. Lalu naik
lagi ke kepala. Kemudian pindah ke kaki.
Pijatan yang dilakukan jari-jari lentik Lona
dirasakan oleh si orang tua benar-benar enak.
Badan langsung merasa segar, kendatipun
badan Pak Komo sebenarnya sedang tidak
sakit. Kepala dan leher juga terasa enteng.
Lona melakukannya pun dengan ikhlas. Tanpa
menaruh rasa curiga. Dia hanya berpikir ayah
suaminya adalah ayahnya, jadi dia juga harus
memberikan pelayanan dan bantuan. Terlebih
lagi mertuanya itu sudah renta. Untung saja
pada saat dia memijati Pak Komo tidak ada
timbul bau yang tidak enak dari badan orang
tua itu. Sepertinya ayah Dony orang yang
menjaga kebersihan.
15 menit pun sudah berlalu dan Lona berkata
“Udah enakan, Pak? Pusingnya udah hilang?”
“Yaah lumayan, nduk.. Hehee.” Apalagi kalau
dipijit pake dada kamu, nduuk.. Pak Komo
berpikir mesum.
Pak Komo membalikkan badannya untuk
melihat dada itu. Dan tanpa disangka bagian
ratas handuk Lona terbuka dan ujung kainnya
turun melorot ke bawah. Lona panik dan
segera membetulkannya, tapi jeda sepersekian
detik tadi adalah surga bagi Pak Komo
sehingga membuat penis si orang tua kembali
berdiri. Dan Lona mengetahui itu.
Lona melihat bagian bawah celana pendek
ayah suaminya itu menggembung aneh.
Bersamvung..
lanjutt….
Muka Lona bersemu merah. Pertama karena
barusan handuknya tanpa sengaja melorot.
Kedua karena matanya, entah kenapa, tertuju
ke bagian bawah celana ayah mertuanya. Di
situ tampaknya ada sesuatu yang melengkung
yang mengingatkan Lona pada celana
suaminya di malam setelah pernikahan:
suaminya ngaceng sebelum dia memberikan
blowjob. Tapi ini kelihatannya lebih besar dari
punya suaminya. Permukaan kainnya naik,
seperti membentuk kurva yang tinggi.
Hah? Bapak kok bawah celananya berdiri ya?
Apa karena barusan handukku lepas? pikirnya.
Tiba-tiba muncul rasa yang aneh. Entah dari
mana datangnya, dada Lona seperti berdesir.
Pikiran bahwa mungkin ayah mertuanya
ngaceng karena suka melihat tubuhnya
membuat Lona senang. Dan dia jadi penasaran
apakah bagian bawah celana itu benar-benar
berdiri karena ngaceng atau bukan. Kalau ya,
apakah sebesar milik suaminya? Atau bahkan
lebih besar?
Haah..? Kok makin membesar gitu ya?
Tanpa disadari Lona tangan Pak Komo perlahan
meraba pahanya. Dielus-elusnya dengan
sangat pelan. Berani sekali orang tua ini! Dia
sendiri juga sebetulnya nekat saja. Mungkin
karena melihat tatapan nanar menantunya ke
arah kemaluannya yang membesar dia pikir
inilah kesempatannya untuk bisa sekadar
meraba-rabanya. Meskipun jauh di dalam
hatinya dia ingin betul menyetubuhi tubuh istri
putranya itu, tapi saat ini dia hanya ingin
menikmati sentuhan jemari Lona sekaligus
melihat tubuhnya dan menyentuh kulit
lembutnya.
Jemari Pak Komo pindah ke lengan Lona. Dia
merabnya dengan buku-buku jemarinya lalu
dengan punggung jari-jarinya yang keriput.
Lembut sekali. dilihat wajah menantunya. Masih
merah dan bermimik penasaran dengan mata
yang agak melotot. Melihatnya seperti itu dia
mengumpulkan keberanian kemudian berkata
“Kenapa, nduk? Kok jadi bengong?”
“Eh? Oh, gak papa, Pak,” jawab Lona kaget. Dia
memandang wajah mertuanya dengan bingung.
Saat itu tangan Pak Komo sudah di atas sprei
lagi.
“Buka aja, nduk, kalo mau lihat.”
“Heeh? Maksudnya Bapak?”
“Daripada penasaran, yang di itu dibuka aja..
Hehehe..”
BREET! Terdengar suara seperti kain yang
dengan cepat dibuka paksa.
“Haah?” Mata Lona langsung kembali ke
kemaluan ayah mertuanya. Tenggorokannya
menelan ludah.
Rupanya si mertua sudah membuka celananya
sendiri. Dan begitu Lona menengok ke bawah
tubuh Pak Komo tampaklah suatu benda yang
berdiri.
Kontol. Bisik Lona dalam hati. Dia tahu itu
adalah penis. Tapi saking terkejutnya dia jadi
terpaku di tempat. Duduk bersimpuh di kasur
pengantinnya, dia tidak sadar kalau tangan
kanan yang menahan bagian atas handuknya
perlahan turun sehingga lipatan kain itu
terlepas. Dan dua daging besar yang montok
mencuat keluar dengan sendirinya.
“Gede bangeet..” bisik Lona.
“Apa kamu bilang, nduk?” tanya Pak Komo
terkekeh. Kelihatannya si menantu sudah mulai
tergoda.
“Itu, Pak.. Heeh?” Lona tersadar dengan malu.
“Kalo mau kamu boleh lihat lebih dekat lhoo,
nduk..”
Gila apa? Masa aku melihat penis punya
mertuaku sendiri sih? batin Lona. Tapi, ya
ampuun besar bangeeet.
Lona sadar betul dirinya masih perawan. Belum
pernah berhubungan seks sama sekali kecuali
seks tanpa penetrasi dan tanpa telanjang
dengan suaminya. Tapi dia suka menghisap
kelamin lelaki. Kelamin suaminya, Dony. Dia
suka penis. Dan dia tidak puas meskipun si
suami orgasme karena hisapannya. Dia tidak
puas karena tidak melakukan seks seperti
suami istri pada umumnya. Dia tidak puas
karena kontol suaminya biasa-biasa saja.
Terlalu biasa malah.
Yang ini gede.. Lebih panjang.. Tebal.. GLEK.
Pak Komo tahu ini adalah kesempatan emas.
Kapan lagi dia bisa merasakan mulut menantu
cantiknya?
“Ayoo, nduk..” bujuknya sambil mengelus-elus
pinggul dan pantat yang sedikit terbalut
handuk.
Lona kembali menoleh ke mertuanya dan sadar
dirinya sudah setengah telanjang. Dia langsung
berusaha membetulkan posisi handuknya
dengan malu. “Hah, sejak kapan…
“.. Udah gak usah dipake lagi handuknya, nduk.
Keburu tidur nih..”
Dia menoleh dengan cepat ke kontol Pak Komo.
Dadanya kembali berdesir aneh. Dan ada
bisikan dari pikiran kotornya yang
menyuruhnya untuk mendekat ke kontol itu dan
menyentuhnya.
“Haah.. Sialan.”
barusan handuknya tanpa sengaja melorot.
Kedua karena matanya, entah kenapa, tertuju
ke bagian bawah celana ayah mertuanya. Di
situ tampaknya ada sesuatu yang melengkung
yang mengingatkan Lona pada celana
suaminya di malam setelah pernikahan:
suaminya ngaceng sebelum dia memberikan
blowjob. Tapi ini kelihatannya lebih besar dari
punya suaminya. Permukaan kainnya naik,
seperti membentuk kurva yang tinggi.
Hah? Bapak kok bawah celananya berdiri ya?
Apa karena barusan handukku lepas? pikirnya.
Tiba-tiba muncul rasa yang aneh. Entah dari
mana datangnya, dada Lona seperti berdesir.
Pikiran bahwa mungkin ayah mertuanya
ngaceng karena suka melihat tubuhnya
membuat Lona senang. Dan dia jadi penasaran
apakah bagian bawah celana itu benar-benar
berdiri karena ngaceng atau bukan. Kalau ya,
apakah sebesar milik suaminya? Atau bahkan
lebih besar?
Haah..? Kok makin membesar gitu ya?
Tanpa disadari Lona tangan Pak Komo perlahan
meraba pahanya. Dielus-elusnya dengan
sangat pelan. Berani sekali orang tua ini! Dia
sendiri juga sebetulnya nekat saja. Mungkin
karena melihat tatapan nanar menantunya ke
arah kemaluannya yang membesar dia pikir
inilah kesempatannya untuk bisa sekadar
meraba-rabanya. Meskipun jauh di dalam
hatinya dia ingin betul menyetubuhi tubuh istri
putranya itu, tapi saat ini dia hanya ingin
menikmati sentuhan jemari Lona sekaligus
melihat tubuhnya dan menyentuh kulit
lembutnya.
Jemari Pak Komo pindah ke lengan Lona. Dia
merabnya dengan buku-buku jemarinya lalu
dengan punggung jari-jarinya yang keriput.
Lembut sekali. dilihat wajah menantunya. Masih
merah dan bermimik penasaran dengan mata
yang agak melotot. Melihatnya seperti itu dia
mengumpulkan keberanian kemudian berkata
“Kenapa, nduk? Kok jadi bengong?”
“Eh? Oh, gak papa, Pak,” jawab Lona kaget. Dia
memandang wajah mertuanya dengan bingung.
Saat itu tangan Pak Komo sudah di atas sprei
lagi.
“Buka aja, nduk, kalo mau lihat.”
“Heeh? Maksudnya Bapak?”
“Daripada penasaran, yang di itu dibuka aja..
Hehehe..”
BREET! Terdengar suara seperti kain yang
dengan cepat dibuka paksa.
“Haah?” Mata Lona langsung kembali ke
kemaluan ayah mertuanya. Tenggorokannya
menelan ludah.
Rupanya si mertua sudah membuka celananya
sendiri. Dan begitu Lona menengok ke bawah
tubuh Pak Komo tampaklah suatu benda yang
berdiri.
Kontol. Bisik Lona dalam hati. Dia tahu itu
adalah penis. Tapi saking terkejutnya dia jadi
terpaku di tempat. Duduk bersimpuh di kasur
pengantinnya, dia tidak sadar kalau tangan
kanan yang menahan bagian atas handuknya
perlahan turun sehingga lipatan kain itu
terlepas. Dan dua daging besar yang montok
mencuat keluar dengan sendirinya.
“Gede bangeet..” bisik Lona.
“Apa kamu bilang, nduk?” tanya Pak Komo
terkekeh. Kelihatannya si menantu sudah mulai
tergoda.
“Itu, Pak.. Heeh?” Lona tersadar dengan malu.
“Kalo mau kamu boleh lihat lebih dekat lhoo,
nduk..”
Gila apa? Masa aku melihat penis punya
mertuaku sendiri sih? batin Lona. Tapi, ya
ampuun besar bangeeet.
Lona sadar betul dirinya masih perawan. Belum
pernah berhubungan seks sama sekali kecuali
seks tanpa penetrasi dan tanpa telanjang
dengan suaminya. Tapi dia suka menghisap
kelamin lelaki. Kelamin suaminya, Dony. Dia
suka penis. Dan dia tidak puas meskipun si
suami orgasme karena hisapannya. Dia tidak
puas karena tidak melakukan seks seperti
suami istri pada umumnya. Dia tidak puas
karena kontol suaminya biasa-biasa saja.
Terlalu biasa malah.
Yang ini gede.. Lebih panjang.. Tebal.. GLEK.
Pak Komo tahu ini adalah kesempatan emas.
Kapan lagi dia bisa merasakan mulut menantu
cantiknya?
“Ayoo, nduk..” bujuknya sambil mengelus-elus
pinggul dan pantat yang sedikit terbalut
handuk.
Lona kembali menoleh ke mertuanya dan sadar
dirinya sudah setengah telanjang. Dia langsung
berusaha membetulkan posisi handuknya
dengan malu. “Hah, sejak kapan…
“.. Udah gak usah dipake lagi handuknya, nduk.
Keburu tidur nih..”
Dia menoleh dengan cepat ke kontol Pak Komo.
Dadanya kembali berdesir aneh. Dan ada
bisikan dari pikiran kotornya yang
menyuruhnya untuk mendekat ke kontol itu dan
menyentuhnya.
“Haah.. Sialan.”
Alona beringsut ke selangkangan ayah
suaminya. Dibiarkannya handuk putihnya
melorot meninggalkan tubuhnya. Perempuan itu
sekarang telanjang. Tepat di depan mertuanya.
Entah dia tak peduli kalau tubuhnya dilihat
lelaki lain selain suaminya atau memang dia
suka telanjang dan dilihat orang lain, dia masa
bodoh. Yang penting rasa penasarannya bisa
terobati sesuai harapannya.
Lona berlutut dan meringkuk. Kedua lututnya
menempel dengan tulang belakang yang
merunduk melengkung dan pantat yang
menungging. Siku tangannya di atas kasur.
Wajahnya di tengah pangkal paha tempat
tumbuhnya kontol terbesar yang pernah
dilihatnya.
Bentuknya memang lebih besar dari punya
suaminya. Berwarna pucat kemerahan. Tebal
dan gendut dengan satu urat bercabang di satu
sisi. Kepalanya yang besar mengerucut aneh.
Panjangnya lebih dari kontol biasa. Panjangnya
tidak berlebihan tapi menggoda mata wanita.
Lona suka ini dan ingin memegangnya.
“Gimana, nduk? Kamu suka?”
Lona mendegar pertanyaan mesum itu. Dia
tahu itu kontol mertuanya. Mertua yang baik
dan sopan. Yang menghormati Lona sebagai
perempuan dan istri putra bungsunya. Dan dia
juga tahu yang bertanya tadi adalah mertuanya,
si pemilik kontol gendut itu.
“Iyaah..”
“Apa, nduk? Yang jelas dong…”
“Iyaah Lona suka..” jawab menantu Pak Komo
sambil mengangguk dan tetap menatap kontol.
Woow dia sukaa.. Menantuku suka kontolku.
Hehehee.. Girang Pak komo dalam hati. Dia tak
menyangka ternyata istri anaknya suka kontol
dan mau melihat kontolnya dari dekat. Apakah
dia suka seks juga?
“Kalo suka pegang aja, nduk. Kalo suka
disayang-sayang biar tambah gede.. Hehehe..”
Bola mata Lona menatap mata tua mertuanya.
Tatapannya galak seolah mengancam. Pak
Komo tersenyum jengah, seperti ketakutan.
Lona kembali memusatkan perhatiannya ke
kontol di depan mukanya dan menggerakkan
tangan kanannya. Menyentuh kontol Pak Komo
dengan mengelusnya. Pelan… Pelan…
Jemarinya yang panjang lentik mulai
menggenggam batang dagingnya tapi tidak
cukup karena saking tebalnya. Rasanya
seakan memegang kaleng permen. Lalu tangan
kirinya mencoba mencoba menggenggam
pangkal kontol itu dengan tangan kanan naik ke
puncak batangnya. Dua tangan satu kontol
besar, pikirnya.
Kemudian tangan kanannya dilepas dan Lona
mendekatkan hidungnya yang mancung.
Diendus-endusnya seperti kucing betina
mengendus makanan. Bagi Lona baunya jantan
sekali dan menimbulkan selera libido wanita.
Memang amis dan aneh tapi begitulah bau
kelamin. Lona memperhatikan sepertinya
kontol bapak suaminya ini berkeringat dan
berkedut pelan seolah minta dilayani lebih
lanjut.
Betul saja. Jemari kiri Lona mengocok daging
segar itu perlahan. Ke atas ke bawah. Rasanya
licin berminyak. Dan dia tiba-tiba ingat kalau
jari-jarinya baru saja ditaruh minyak telon
untuk memijati mertuanya. Maka terciumlah
seketika bau minyak telon. Kontol itu pun
makin berkedut seiring kocokan Lona.
Mendadak jemari cantik Lona berhenti. Dia tak
sengaja melihat cincin emas yang melingkari
jari manisnya itu. Cincin pernikahannya.
Pernikahan suci yang baru berjalan kurang
lebih dua minggu. Pernikahannya dengan Dony
Sutomo anak dari sang pemilik kontol. Kontol
yang sedang dikocokinya dengan sadar dan
rela.
Pikiran kotor Lona kemudian berbisik
mengingatkannya betapa tidak bahagianya
pernikahannya yang sekarang. Ditinggal pergi
jauh. Hanya seminggu di rumah. Tanpa malam
pertama. Tanpa seks. Dadanya menjadi sakit.
Bergetar terluka mengingat suaminya. Dan luka
itu semakin melebar dan menguarkan
kebencian semu. Pikiran kotor itu juga
menyiratkan, jangan sampai suaminya nanti
pulang ke rumah tidak sesuai janji. Kalau
sampai telat pulang maka dendam akan
menusuk dada itu.
Akhirnya air mata berlinang di matanya. Dia
memejamkannya. Tidak ingin dilihat si
empunya kontol yang tak lain dan tak bukan
adalah ayah dari suaminya. Tentu saja si kontol
dan pemiliknya tidak tahu kalau si perempuan
muda menangis karena si pemilik itu matanya
meram menikmati.
Pak Komo hanya bisa menengadahkan wajah
dan membuka mulut. Memikirkan betapa amat
beruntung dirinya hari ini. Bisa melihat istri
anaknya telanjang bulat dan menikmati
kocokan lembut pada penis besarnya.
Lenguhan pelan keluar dari mulutnya dengan
suara seperti kakek-kakek penyakitan. Makin
lama suara si kakek makin panjang dan
melengking karena kocokan menantunya
semakin intens.
Clekk.. clek.. clekklek.. clklek.. clek.. Suara
kocokan basah pada kontol Pak Komo.
Lona, sambil memperhatikan cincin nikah di
jemari kirinya, mengocok-ngocok kontol
mertuanya dengan kencang. Terus.. Terus..
tambah kencang. Dia seperti geram. Cincin itu
terlihat berminyak dan berkilau di jari
manisnya. Membuat nafsunya makin naik.
Clekk.. clek.. cleklek.. clklek.. clek.. cleek..
“Aah.. ah.. aahh, nduuk…” bapak mertua Lona
melenguh.
“Terus nduk.. Terus… Aakh..”.
Clekclekclekclekclekclek…
Maafkan aku, mas.. Maafkan istrimu ini.. batin
Lona menderita. Aku ga kuat lagi, mas…
“CUUHH!” Tiba-tiba Lona meludah.
“CUHH.. CUHH!” Lona menyemprotkan
ludahnya lagi.
“Krcshkkhh…” Lona menarik ludah dari
tenggorokannya yang paling dalam.
“Kkrshkkhh.. Cuuhh..” Dan segumpal ludah
yang besar pun muncrat keluar dari bibirnya
yang tipis. Menempel berhamburan pada
permukaan kulit batang kontol ayah mertuanya.
Gilaaa.. Rupanya kamu perempuan yang suka
melakukan hal menjijikkan seperti itu yaa
menantuku.. kata mertua Lona dalam hati,
kaget tapi senang.
suaminya. Dibiarkannya handuk putihnya
melorot meninggalkan tubuhnya. Perempuan itu
sekarang telanjang. Tepat di depan mertuanya.
Entah dia tak peduli kalau tubuhnya dilihat
lelaki lain selain suaminya atau memang dia
suka telanjang dan dilihat orang lain, dia masa
bodoh. Yang penting rasa penasarannya bisa
terobati sesuai harapannya.
Lona berlutut dan meringkuk. Kedua lututnya
menempel dengan tulang belakang yang
merunduk melengkung dan pantat yang
menungging. Siku tangannya di atas kasur.
Wajahnya di tengah pangkal paha tempat
tumbuhnya kontol terbesar yang pernah
dilihatnya.
Bentuknya memang lebih besar dari punya
suaminya. Berwarna pucat kemerahan. Tebal
dan gendut dengan satu urat bercabang di satu
sisi. Kepalanya yang besar mengerucut aneh.
Panjangnya lebih dari kontol biasa. Panjangnya
tidak berlebihan tapi menggoda mata wanita.
Lona suka ini dan ingin memegangnya.
“Gimana, nduk? Kamu suka?”
Lona mendegar pertanyaan mesum itu. Dia
tahu itu kontol mertuanya. Mertua yang baik
dan sopan. Yang menghormati Lona sebagai
perempuan dan istri putra bungsunya. Dan dia
juga tahu yang bertanya tadi adalah mertuanya,
si pemilik kontol gendut itu.
“Iyaah..”
“Apa, nduk? Yang jelas dong…”
“Iyaah Lona suka..” jawab menantu Pak Komo
sambil mengangguk dan tetap menatap kontol.
Woow dia sukaa.. Menantuku suka kontolku.
Hehehee.. Girang Pak komo dalam hati. Dia tak
menyangka ternyata istri anaknya suka kontol
dan mau melihat kontolnya dari dekat. Apakah
dia suka seks juga?
“Kalo suka pegang aja, nduk. Kalo suka
disayang-sayang biar tambah gede.. Hehehe..”
Bola mata Lona menatap mata tua mertuanya.
Tatapannya galak seolah mengancam. Pak
Komo tersenyum jengah, seperti ketakutan.
Lona kembali memusatkan perhatiannya ke
kontol di depan mukanya dan menggerakkan
tangan kanannya. Menyentuh kontol Pak Komo
dengan mengelusnya. Pelan… Pelan…
Jemarinya yang panjang lentik mulai
menggenggam batang dagingnya tapi tidak
cukup karena saking tebalnya. Rasanya
seakan memegang kaleng permen. Lalu tangan
kirinya mencoba mencoba menggenggam
pangkal kontol itu dengan tangan kanan naik ke
puncak batangnya. Dua tangan satu kontol
besar, pikirnya.
Kemudian tangan kanannya dilepas dan Lona
mendekatkan hidungnya yang mancung.
Diendus-endusnya seperti kucing betina
mengendus makanan. Bagi Lona baunya jantan
sekali dan menimbulkan selera libido wanita.
Memang amis dan aneh tapi begitulah bau
kelamin. Lona memperhatikan sepertinya
kontol bapak suaminya ini berkeringat dan
berkedut pelan seolah minta dilayani lebih
lanjut.
Betul saja. Jemari kiri Lona mengocok daging
segar itu perlahan. Ke atas ke bawah. Rasanya
licin berminyak. Dan dia tiba-tiba ingat kalau
jari-jarinya baru saja ditaruh minyak telon
untuk memijati mertuanya. Maka terciumlah
seketika bau minyak telon. Kontol itu pun
makin berkedut seiring kocokan Lona.
Mendadak jemari cantik Lona berhenti. Dia tak
sengaja melihat cincin emas yang melingkari
jari manisnya itu. Cincin pernikahannya.
Pernikahan suci yang baru berjalan kurang
lebih dua minggu. Pernikahannya dengan Dony
Sutomo anak dari sang pemilik kontol. Kontol
yang sedang dikocokinya dengan sadar dan
rela.
Pikiran kotor Lona kemudian berbisik
mengingatkannya betapa tidak bahagianya
pernikahannya yang sekarang. Ditinggal pergi
jauh. Hanya seminggu di rumah. Tanpa malam
pertama. Tanpa seks. Dadanya menjadi sakit.
Bergetar terluka mengingat suaminya. Dan luka
itu semakin melebar dan menguarkan
kebencian semu. Pikiran kotor itu juga
menyiratkan, jangan sampai suaminya nanti
pulang ke rumah tidak sesuai janji. Kalau
sampai telat pulang maka dendam akan
menusuk dada itu.
Akhirnya air mata berlinang di matanya. Dia
memejamkannya. Tidak ingin dilihat si
empunya kontol yang tak lain dan tak bukan
adalah ayah dari suaminya. Tentu saja si kontol
dan pemiliknya tidak tahu kalau si perempuan
muda menangis karena si pemilik itu matanya
meram menikmati.
Pak Komo hanya bisa menengadahkan wajah
dan membuka mulut. Memikirkan betapa amat
beruntung dirinya hari ini. Bisa melihat istri
anaknya telanjang bulat dan menikmati
kocokan lembut pada penis besarnya.
Lenguhan pelan keluar dari mulutnya dengan
suara seperti kakek-kakek penyakitan. Makin
lama suara si kakek makin panjang dan
melengking karena kocokan menantunya
semakin intens.
Clekk.. clek.. clekklek.. clklek.. clek.. Suara
kocokan basah pada kontol Pak Komo.
Lona, sambil memperhatikan cincin nikah di
jemari kirinya, mengocok-ngocok kontol
mertuanya dengan kencang. Terus.. Terus..
tambah kencang. Dia seperti geram. Cincin itu
terlihat berminyak dan berkilau di jari
manisnya. Membuat nafsunya makin naik.
Clekk.. clek.. cleklek.. clklek.. clek.. cleek..
“Aah.. ah.. aahh, nduuk…” bapak mertua Lona
melenguh.
“Terus nduk.. Terus… Aakh..”.
Clekclekclekclekclekclek…
Maafkan aku, mas.. Maafkan istrimu ini.. batin
Lona menderita. Aku ga kuat lagi, mas…
“CUUHH!” Tiba-tiba Lona meludah.
“CUHH.. CUHH!” Lona menyemprotkan
ludahnya lagi.
“Krcshkkhh…” Lona menarik ludah dari
tenggorokannya yang paling dalam.
“Kkrshkkhh.. Cuuhh..” Dan segumpal ludah
yang besar pun muncrat keluar dari bibirnya
yang tipis. Menempel berhamburan pada
permukaan kulit batang kontol ayah mertuanya.
Gilaaa.. Rupanya kamu perempuan yang suka
melakukan hal menjijikkan seperti itu yaa
menantuku.. kata mertua Lona dalam hati,
kaget tapi senang.
Kamu jahat, mas.. Jahat banget sih udah
ninggalin istrimu yang baru aja kamu nikahi..
batin Lona, memandangi bergumpal-gumpal
liur yang menempel di kontol itu. Tebal dan
berbusa. Bahkan sampai menyebar ke bawah
perut dan selangkangan mertuanya.
Maafkan aku, mas.. Sekali ini saja.. Bisiknya
lirih seraya menundukkan kepala. Poni rambut
pendeknya berjatuhan.
Aku sayang kamu…
Dan mendaratlah bibir manis Alona di kepala
kontol bapak suaminya. Lidahnya menempel di
sana.
********
Komo Sutomo tersentak kaget. Dia membuka
matanya dan harapannya tercapai. “Oo.. Oohh..
Akh.. Akhh…” dia mendesah kegelian.
Lona punya lidah yang panjang sekali.
Ujungnya meruncing dan bergoyang-goyang
dengan licinnya di kepala kontol si bapak
mertua. Melingkar-lingkar dan melecuti
ujungnya yang berlubang mungil. Jemari Lona
yang bercincin nikah tak lupa mengocoknya;
kali ini dengan pelan tapi intens. Kepalanya
sampai miring ke kanan dan kiri. Benar-benar
menikmati yang dilakukannya.
Desir aneh kembali menjamah dalam dadanya.
Membuat suatu ruang di dalam bawah
perutnya terasa mulas. Dia sange. Ingin yang
lebih dari sekadar menjilati kepala penis. Lupa
sudah dirinya akan suaminya yang telah tega
meninggalkannya demi pekerjaan.
Meninggalkannya berdua saja dengan ayah
mertuanya yang tua renta. Bahkan
meninggalkannya untuk menjilat-jilat kontol si
orang tua sambil bertelanjang bulat.
Biar tua tapi kontolnya muda. Gak seperti
punyamu, mas.. kata Lona dalam hati.
Lidah Lona kemudian menjulur ke bawah. Ke
batang daging kontol itu. Melata di permukaan
kulitnya. Menyapu sisi-sisi kontol dari bawah
ke atas. Air liur yang menempel berserakan di
batangnya juga ikut tersapu. Menginggalkan
jejak-jejak basah berlendir. Si kontol berkedut-
kedut.
Enak sekali, mas.. Enak.. Aku suka ini..
Bapak mertua Lona senang sekali bukan main.
Dari pandangannya dia menyaksikan betapa
sexy menantunya ketika sedang menjilati
kontolnya. Wajah ayu Lona kelihatan binal saat
memiring-miringkan kepala sambil
mengeluarkan lidah. Lidah itu merah muda dan
mengkilap menari-nari di ujung kepala dan
batang tebal kemaluannya. Terdengar juga
suara napas Lona yang agak tersengal. Pak
Komo tahu menantunya ini menikmati yang
dilakukannya. Tanpa paksaan. Karena memang
dia suka.
Pandangan mesum Pak Komo berpindah ke
tubuh Lona yang telanjang bulat berwarna
hitam manis berkilat. Keringat dingin membuat
tubuh sintal itu berminyak dan terlihat sexy.
Mungkin karena terlalu bernafsu dan belum
mandi menjadikan kulit menantunya
mengeluarkan keringat. Buah dadanya
menggantung dan bergoyang-goyang dengan
indahnya. Pantat bulatnya di belakang mencuat
tinggi seolah menantang si pemilik penis.
“Nduuk.. Lidahmu enak sekali.. Oohh.. Sshh..”
desah Pak Komo keenakan.
Lona mendengar desahan itu dan senang
mengetahui kalau mertuanya keenakan.
Dijilatinya terus kontol itu. Terus dan terus.
Sampai mulutnya berlimpah leleran air liur.
“Aaakh.. Ssshhsh.. Coba dihisap dong, nduk..”
Lona berhenti dan menatap mertuanya. “Hmm?
Apaaa?” tanyanya dengan menggoda lalu
melanjutkan lagi tarian lidahnya.
“Diisep nduk.. Dikulum. Akh.. Ooh.. Sialaan..”
Pak Komo kegelian.
Lona berhenti lagi. Dia ludahi kontol itu dan
mulutnya membuka. Memasukkan ujung kontol
ke dalamnya dan menghisap.
Sssluuurrp….
“Anjiiing.. Akh.. Ugh.. Ugh..” ayah mertua Lona
merasakan kontolnya ngilu bukan main.
Kakinya kelojotan.
Awalnya mulut menantunya hanya diam,
menyembunyikan kepala kontolnya. Nafas nya
berderu. Beberapa detik kemudian mulut itu
semakin turun ke bawah. Dalam.. Dalam.. Lona
berusaha memasukkan batang itu sampai
pangkalnya. Tapi rupanya cuma bisa
setengahnya. Lalu dia diam lagi. Seperti
mencoba mengambil nafas untuk melanjutkan
hisapan perdananya yang terdalam. Setelah itu
rahangnya ditarik dari kontol gendut itu.
Terlepas dari mulut manisnya.
“PUAAH! Hah.. hah.. hah..” Lona tampak
tersengal-sengal. “Fuuuhh..”
“Kenapa nduk..? Capek yaa?”
Lona mendongak dan menatap ayah mertuanya
dengan jutek. Tangannya lalu bergerak
memegang celana Pak Komo yang masih
melingkar di paha dan membukanya paksa.
“Biar nyaman,” ujarnya sambil membuang
celana pendek kucel itu entah kemana.
Lona betul-betul menikmati ini. Fakta bahwa
dirinya sedang telanjang bulat di depan
selangkangan orang tua suaminya dan melihat
kelamin gendut itu membuatnya bergairah amat
sangat. Dia sadar dia masih perawan.
Kemaluannya yang sudah tidak mens masih
suci dan hanya untuk suaminya ketika dia
pulang nanti. Dan Lona ingin mempertahankan
hal itu. Meskipun untuk mulut dia tak bisa
menjaganya. Maka, di saat suaminya dengan
tega meninggalkannya, inilah moment yang
tepat untuk kembali memuaskan mulut, bibir,
dan lidahnya.
Tentu saja dia tahu dia salah. Dia adalah
seorang istri dari suami yang sedang mencari
nafkah di tempat yang sangat jauh. Dan
sekarang dia sedang memuaskan birahi
mulutnya akan kontol selain punya suaminya.
Kontol siapapun selain kontol suaminya saja
tidak boleh. Apalagi ini kontol mertuanya
sendiri. Ayah dari suaminya. Calon kakek dari
calon anaknya nanti.
Inilah akibatnya kalau masih perawan setelah
menikah, pikirnya dalam hati.
Gara-gara mens. Habis mens dia malah pergi.
Huuh..
“Nduuk.. Kok malah bengong, nduk?” tanya Pak
Komo dengan senyum mesum menjijikkan.
“Heeh? Hmm.. Gak papa..”
“Jangan diliatin aja, nduk, kontolnya. Sayang
tauu.. Hahaa,” bujuk mertua Lona.
ninggalin istrimu yang baru aja kamu nikahi..
batin Lona, memandangi bergumpal-gumpal
liur yang menempel di kontol itu. Tebal dan
berbusa. Bahkan sampai menyebar ke bawah
perut dan selangkangan mertuanya.
Maafkan aku, mas.. Sekali ini saja.. Bisiknya
lirih seraya menundukkan kepala. Poni rambut
pendeknya berjatuhan.
Aku sayang kamu…
Dan mendaratlah bibir manis Alona di kepala
kontol bapak suaminya. Lidahnya menempel di
sana.
********
Komo Sutomo tersentak kaget. Dia membuka
matanya dan harapannya tercapai. “Oo.. Oohh..
Akh.. Akhh…” dia mendesah kegelian.
Lona punya lidah yang panjang sekali.
Ujungnya meruncing dan bergoyang-goyang
dengan licinnya di kepala kontol si bapak
mertua. Melingkar-lingkar dan melecuti
ujungnya yang berlubang mungil. Jemari Lona
yang bercincin nikah tak lupa mengocoknya;
kali ini dengan pelan tapi intens. Kepalanya
sampai miring ke kanan dan kiri. Benar-benar
menikmati yang dilakukannya.
Desir aneh kembali menjamah dalam dadanya.
Membuat suatu ruang di dalam bawah
perutnya terasa mulas. Dia sange. Ingin yang
lebih dari sekadar menjilati kepala penis. Lupa
sudah dirinya akan suaminya yang telah tega
meninggalkannya demi pekerjaan.
Meninggalkannya berdua saja dengan ayah
mertuanya yang tua renta. Bahkan
meninggalkannya untuk menjilat-jilat kontol si
orang tua sambil bertelanjang bulat.
Biar tua tapi kontolnya muda. Gak seperti
punyamu, mas.. kata Lona dalam hati.
Lidah Lona kemudian menjulur ke bawah. Ke
batang daging kontol itu. Melata di permukaan
kulitnya. Menyapu sisi-sisi kontol dari bawah
ke atas. Air liur yang menempel berserakan di
batangnya juga ikut tersapu. Menginggalkan
jejak-jejak basah berlendir. Si kontol berkedut-
kedut.
Enak sekali, mas.. Enak.. Aku suka ini..
Bapak mertua Lona senang sekali bukan main.
Dari pandangannya dia menyaksikan betapa
sexy menantunya ketika sedang menjilati
kontolnya. Wajah ayu Lona kelihatan binal saat
memiring-miringkan kepala sambil
mengeluarkan lidah. Lidah itu merah muda dan
mengkilap menari-nari di ujung kepala dan
batang tebal kemaluannya. Terdengar juga
suara napas Lona yang agak tersengal. Pak
Komo tahu menantunya ini menikmati yang
dilakukannya. Tanpa paksaan. Karena memang
dia suka.
Pandangan mesum Pak Komo berpindah ke
tubuh Lona yang telanjang bulat berwarna
hitam manis berkilat. Keringat dingin membuat
tubuh sintal itu berminyak dan terlihat sexy.
Mungkin karena terlalu bernafsu dan belum
mandi menjadikan kulit menantunya
mengeluarkan keringat. Buah dadanya
menggantung dan bergoyang-goyang dengan
indahnya. Pantat bulatnya di belakang mencuat
tinggi seolah menantang si pemilik penis.
“Nduuk.. Lidahmu enak sekali.. Oohh.. Sshh..”
desah Pak Komo keenakan.
Lona mendengar desahan itu dan senang
mengetahui kalau mertuanya keenakan.
Dijilatinya terus kontol itu. Terus dan terus.
Sampai mulutnya berlimpah leleran air liur.
“Aaakh.. Ssshhsh.. Coba dihisap dong, nduk..”
Lona berhenti dan menatap mertuanya. “Hmm?
Apaaa?” tanyanya dengan menggoda lalu
melanjutkan lagi tarian lidahnya.
“Diisep nduk.. Dikulum. Akh.. Ooh.. Sialaan..”
Pak Komo kegelian.
Lona berhenti lagi. Dia ludahi kontol itu dan
mulutnya membuka. Memasukkan ujung kontol
ke dalamnya dan menghisap.
Sssluuurrp….
“Anjiiing.. Akh.. Ugh.. Ugh..” ayah mertua Lona
merasakan kontolnya ngilu bukan main.
Kakinya kelojotan.
Awalnya mulut menantunya hanya diam,
menyembunyikan kepala kontolnya. Nafas nya
berderu. Beberapa detik kemudian mulut itu
semakin turun ke bawah. Dalam.. Dalam.. Lona
berusaha memasukkan batang itu sampai
pangkalnya. Tapi rupanya cuma bisa
setengahnya. Lalu dia diam lagi. Seperti
mencoba mengambil nafas untuk melanjutkan
hisapan perdananya yang terdalam. Setelah itu
rahangnya ditarik dari kontol gendut itu.
Terlepas dari mulut manisnya.
“PUAAH! Hah.. hah.. hah..” Lona tampak
tersengal-sengal. “Fuuuhh..”
“Kenapa nduk..? Capek yaa?”
Lona mendongak dan menatap ayah mertuanya
dengan jutek. Tangannya lalu bergerak
memegang celana Pak Komo yang masih
melingkar di paha dan membukanya paksa.
“Biar nyaman,” ujarnya sambil membuang
celana pendek kucel itu entah kemana.
Lona betul-betul menikmati ini. Fakta bahwa
dirinya sedang telanjang bulat di depan
selangkangan orang tua suaminya dan melihat
kelamin gendut itu membuatnya bergairah amat
sangat. Dia sadar dia masih perawan.
Kemaluannya yang sudah tidak mens masih
suci dan hanya untuk suaminya ketika dia
pulang nanti. Dan Lona ingin mempertahankan
hal itu. Meskipun untuk mulut dia tak bisa
menjaganya. Maka, di saat suaminya dengan
tega meninggalkannya, inilah moment yang
tepat untuk kembali memuaskan mulut, bibir,
dan lidahnya.
Tentu saja dia tahu dia salah. Dia adalah
seorang istri dari suami yang sedang mencari
nafkah di tempat yang sangat jauh. Dan
sekarang dia sedang memuaskan birahi
mulutnya akan kontol selain punya suaminya.
Kontol siapapun selain kontol suaminya saja
tidak boleh. Apalagi ini kontol mertuanya
sendiri. Ayah dari suaminya. Calon kakek dari
calon anaknya nanti.
Inilah akibatnya kalau masih perawan setelah
menikah, pikirnya dalam hati.
Gara-gara mens. Habis mens dia malah pergi.
Huuh..
“Nduuk.. Kok malah bengong, nduk?” tanya Pak
Komo dengan senyum mesum menjijikkan.
“Heeh? Hmm.. Gak papa..”
“Jangan diliatin aja, nduk, kontolnya. Sayang
tauu.. Hahaa,” bujuk mertua Lona.
Lona masih memperhatikan kontol mertuanya
itu. Sepertinya tingkat kebasahan air liurnya
yang menempel di daging tebal berurat itu
mulai berkurang. Dia mencoba mengambil
nafas.
“Haah fuuuh.. Haah fuuuh.. Haap.”
Segera saja mulut Lona kembali beraksi. Kali
ini tidak diam di helm kontol itu. Tapi mulai di
gerakkan naik turun pelan. Sehingga setengah
kontol itu bisa perlahan dilewati. Mulutnya
mengulum batang kontol itu dengan luwes.
“Ssluurp.. slurpp.. haap.. sslrruuup.. hmmph..
hmmph.. puaah.. sshssh..”
“Aaakhkh.. Gilaa kamu, nduk.. Nikmat banget
mulutmu..” lenguh mertua Lona. Kontolnya
terasa basah sekali. Seperti disiram air yang
kental. Ditambah kocokan tangan kanan dan
mulut membuat kontol besarnya terasa seperti
mempenetrasi vagina. Vagina pengantin
perawan.
Timbul pikiran untuk memerawani istri
putranya itu. Pak Komo tahu mereka berdua
hanya melakukan seks tanpa penetrasi karena
Dony pernah curhat kalau Lona sedang mens.
Dia juga sering mencuri dengar di depan pintu
kamar pengantin mereka setiap tengah malam.
Yang terdengar dari balik pintu hanyalah suara
orang sedang berciuman dan menghisap, plus
desahan tegang.
Kasihan sekali istrimu, nak.. Apa aku saja yang
menggantikan dirimu?
Ayah Dony terus mengamati pelayanan blowjob
yang diberikan menantunya sambil mendesah
keenakan. Kepala Lona masih naik turun
dengan lembut pada kontolnya. Seolah takkan
berhenti menghisap kalau tidak disuruh.
Rambut polwan bopnya berantakan. Helai-
helainya berloncatan kesana kemari. Cantik
sekali. Sampai akhirnya Pak Komo tak sengaja
melirik ke samping bantalnya: ada handphone.
Milik Lona, tentunya.
itu. Sepertinya tingkat kebasahan air liurnya
yang menempel di daging tebal berurat itu
mulai berkurang. Dia mencoba mengambil
nafas.
“Haah fuuuh.. Haah fuuuh.. Haap.”
Segera saja mulut Lona kembali beraksi. Kali
ini tidak diam di helm kontol itu. Tapi mulai di
gerakkan naik turun pelan. Sehingga setengah
kontol itu bisa perlahan dilewati. Mulutnya
mengulum batang kontol itu dengan luwes.
“Ssluurp.. slurpp.. haap.. sslrruuup.. hmmph..
hmmph.. puaah.. sshssh..”
“Aaakhkh.. Gilaa kamu, nduk.. Nikmat banget
mulutmu..” lenguh mertua Lona. Kontolnya
terasa basah sekali. Seperti disiram air yang
kental. Ditambah kocokan tangan kanan dan
mulut membuat kontol besarnya terasa seperti
mempenetrasi vagina. Vagina pengantin
perawan.
Timbul pikiran untuk memerawani istri
putranya itu. Pak Komo tahu mereka berdua
hanya melakukan seks tanpa penetrasi karena
Dony pernah curhat kalau Lona sedang mens.
Dia juga sering mencuri dengar di depan pintu
kamar pengantin mereka setiap tengah malam.
Yang terdengar dari balik pintu hanyalah suara
orang sedang berciuman dan menghisap, plus
desahan tegang.
Kasihan sekali istrimu, nak.. Apa aku saja yang
menggantikan dirimu?
Ayah Dony terus mengamati pelayanan blowjob
yang diberikan menantunya sambil mendesah
keenakan. Kepala Lona masih naik turun
dengan lembut pada kontolnya. Seolah takkan
berhenti menghisap kalau tidak disuruh.
Rambut polwan bopnya berantakan. Helai-
helainya berloncatan kesana kemari. Cantik
sekali. Sampai akhirnya Pak Komo tak sengaja
melirik ke samping bantalnya: ada handphone.
Milik Lona, tentunya.