Beruntung sekali aku mendapat kesempatan berkunjung ke Suriname. Negara di Amerika Tengah yang sangat jauh dari Indonesia ini banyak ditemui orang-orang Jawa. Aku tidak perlu menceritakan betapa melelahkannya perjalanan dari Jakarta sampai Paramaribo, ibukota Suriname.
Sudah lama aku bercita-cita melihat Suriname. Ketertarikanku bukan karena negara ini indah dan memiliki banyak keunikan, tetapi aku ingin melihat komunitas orang-orang Jawa yang jauh dari daerah asalnya.
Aku menginap di hotel Torarica termasuk hotel terbaik di Paramaribo. Hotel ini sebenarnya tidak terlalu bagus dibandingkan hotel-hotel internasional di Jakarta. Namun fassilitas hiburannya cukup lumayan karena di lingkungan hotel terdapat disko dan casino, serta beberapa restoran
Aku berada di Paramaribo selama 4 hari. Diantara waktu itu, banyak waktu luang yang bisa kumanfaatkan untuk sekedar keliling kota. Dari hotel aku memesan taksi. Aku mencari pengemudinya yang bisa berbahasa Jawa.
Aku berkeliling kota, yang tidak sampai 30 menit sudah semua dikelilingi. Kota ini tergolong sepi dan tidak terlalu besar. Aku membandingkan dengan Depok, Jabar, jauh lebih besar dan meriah di Depok.
Tidak banyak bangunan modern di kota ini. Bangunan yang ada umumnya bangunan lama peninggalan era penjajahan Belanda. Model bangunannya mengingatkanku bangunan di perkebunan-perkebunan di Sumatera Utara. Landscape nya juga mirip-mirip.
Kepada supir aku meminta dia menuju wilayah yang banyak ditinggali orang-orang Jawa. Aku lancar berbahasa Jawa, sehingga komunikasi dengan supir taksi yang berbahasa jawa jadi lancar juga. Namun kesanku bahasa Jawa yang mereka pakai, adalah bahasa Jawa lama. Banyak istilah-istilah Jawa yang sudah tidak dipakai di Jawa tapi disana masih digunakan.
Aku minta supir untuk mencari warung orang Jawa . Penasaran juga ingin merasakan masakan orang jawa di perantauan. Ada sebuah warung, yang disebut restoran. Jika di Indonesia, bangunan ini tidak pantas disebut restoran, karena terlalu sederhana dan menempel dengan rumah induk.
Ketika aku masuk, aku merasa beruntung karena ada dua gadis tampang khas Jawa sedang duduk. Mereka menunggu order makanan. Agak nekat aku berbahasa Jawa menanyakan apa aku boleh gabung dimejanya.
Niatku sesungguhnya bukan untuk memikat mereka, tetapi aku ingin sekedar berkomunikasi. Mereka bisa berbahasa Jawa, tetapi sepotong-sepotong.
Padahal jelas benar dari nama dan wajahnya, mereka jawa asli. Aku terus berbincang-bincang walau kadang-kadang mereka mencampur bahasa jawa dengan bahasa Belanda. Aku hanya mengerti sedikit-sedikit bahasa Belanda. Tapi itu tak jadi halangan.
Sikap mereka tidak seperti gadis Jawa di Jawa. Mereka kelihatannya lebih terbuka, sepertinya pengaruh budaya barat cukup besar dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut mereka orang-orang muda dari suku Jawa di Suriname banyak yang kurang lancar berbahasa jawa.
Bahasa Jawa umumnya hanya dipakai oleh kalangan orang-orang tua mereka. Di Suriname populitas orang Jawa sekitar 15 persen dan memilih partai politik bernama Pendawa.
Kami lalu akrab, karena kami saling ingin tau. Aku ingin tahu lebih banyak mengenai Suriname, mereka ingin tahu kampung halaman nenek moyangnya.
Mereka makan nasi goreng, sedang aku pesan pecal. Kulihat komposisi nasi gorengnya memang mirip di Indonesia, tetapi ada tambahan salad. Sedangkan pecalku sama saja modelnya dengan di jawa, hanya bedanya diatas pecal ada ayam gorengnya.
Dengan bahasa belanda yang rada ancur aku bertanya, “wordt u aan mijn gids” apa kamu mau jadi guideku. Dia spontan menjawab “waar ga je” mau kemana. Celahnya sudah kudapat. Mereka kelihatannya bisa lebih kuakrabin. Bahasa tampaknya memang cukup penting untuk menarik simpati. “ga rondom uw stad” kataku meminta menunjukkan kota dan tempat-tempat menarik. “kunt u met mij” dijawabnya yaa, sambil mengangguk.
Sebetulnya itu hanya taktik saja untuk mengajak mereka jalan dan sedikit memberi rasa bangga kepada mereka bisa menunjukkan tempat-tempat yang mereka banggakan. Padahal sebelum ini aku dan si supir taksi sudah keliling. Untung si supir bisa bekerjasama denganku, sehingga dia tidak membocorkan bahwa tadi sudah dikelilingi. Setelah keliling kota yang tidak seberapa itu.
Mereka berbicara dengan supir dalam bahasa Belanda lalu menawariku jika suka mengunjungi taman yang paling ramai dikunjungi. Taman itu berada di belakang Istana Presiden, sering menjadi tempat rekreasi. Aku setuju saja. Kami tiba di taman yang rimbun ditumbuhi pohon palem mereka menyebutnya “palmentuin” mungkin artinya Taman Palem. Dis istu memang ramai, banyak orang rekreasi sambil menimati jajanan. Kami bertiga jalan-jalan keliling dan sempat mampir minum es campur ala Suriname.
Di taman itu ada satu monumen menggambarkan anak kecil. Patung itu ternyata dibuat untuk mengenang seorang anak kecil yang tewas karena terkunci dalam lemari pendingin. Patung dibuat oleh ayah sia anak yang tewas. Nikmat juga rasanya jalan-jalan membaur dengan orang lokal. Disitu bukan hanya orang jawa saja tetapi semua suku bangsa yang mendiami Suriname.
Setelah habis kami kelilingi taman, aku mengajak merka mampir ke hotel untuk ngopi. Mereka sama sekali tidak tampak keberatan, malah kutangkap air mukanya tampak senang.
Kami menuju coffee shop dan kembali ngobrol sambil menghirup kopi dan snack . Kedua gadis Jawa ini, cukup manis dan kutaksir umurnya tidak lebih dari 20 tahun. Kulitnya agak gelap. Aku lantas membayangkan, alangkah nikmatnya jika malam ini mereka bisa menemaniku.
Taktik segera tersusun dikepalaku. Aku mengajak mereka berdisko malam ini. Mereka meskipun lahir dan besar di Paramaribo, tetapi belum pernah menginjak hotel yang ku tempati, apalagi masuk ke diskotiknya.
Entah apa yang mereka bicarakan sambil berbisik, tetapi kemudian salah satu dari mereka memutar no di HPnya dan berbicara bahasa Belanda. Kelihatannya mereka berbicara dengan orang tuanya.
Mereka akhirnya setuju dengan ajakanku. Diskotik memang baru mulai pukul 10 malam, sedangkan sekarang baru jam 3 sore. Kami punya waktu cukup banyak menunggu jam 10. Untuk menghabiskan waktu aku belum berani untuk mengajak mereka langsung ke kamarku. Aku menawari mereka berenang di swimming pool di hotel. Mereka kelihatannya senang, tetapi tidak punya baju renang.
Itu masalah gampang, kataku. Kami lalu mencari taksi yang kami pakai tadi menuju departement store. Dua set baju renang pilihan mereka aku bayar dan kelihatannya mereka senang sekali. Aku tawari lagi, jika mereka mau membeli celana jeans dan T shirt. Dengan wajah nga-nga mereka berkata spontan , “weet je zeker dat”. Temannya yang satunya menerjemahkan dalam bahasa Jawa, “ opo kowe tenan,”.
Mereka kembali berkeliling departemen store. Aku tidak membuntuti mereka. Aku lebih memilih melihat-lihat sekitar departemen store. Kesanku departement store di kota ini barangnya tidak terlalu istimewa. Artinya tidak ada yang perlu dibeli olehku karena barangnya tidak sebagus di Jakarta.
Mereka mendekatiku dan menunjukkan pilihannya. “ Ini bagus tapi harganya agak mahal,” katanya dalam bahasa Jawa terpatah-patah. Aku bilang “ no problem”. Mereka memang mengerti juga bahasa Inggris sedikit-sedikit, karena diajarkan di sekolah.
Kami menuju hotel kembali, dan belanja tadi tidak menghabiskan terlalu banyak sekitar 100 dolar AS.
Aku menawarkan mereka ke kamarku untuk berganti pakaian. “ Oh kamarnya bagus benar mas’ kata Ginem dalam bahasa Jawa campur Belanda. Nama lengkapnya Maria Ginem. Nama-nama orang Jawa Suriname memang seperti nama orang-orang di desa, tetapi ada tambahan nama baratnya. Temannya sang satu lagi yang berpostur agak tinggi namanya, Stella Ginah.
Mereka berdua masuk kamar mandi untuk berganti pakaian dengan pakaian renang. Aku sempat terpana ketika melihat mereka berdua keluar dari kamar mandi. Rupanya baju renang yang dipilih adalah bikini two pieces sexy sekali. Atasannya tidak menutup seluruh bongkahan daging susunya, karena ada bagian susunya yang melesak keluar.. Bagian bawahnya juga terlihat sexy. Bukan G string, tetapi sebagian besar bongkahan bokongnya yang gempal terekspos.
Melihat tampilan mereka itu, barangku langsung mengembang.
Aku sekarang masuk ke dalam kamar mandi, ngocok sebentar baru berani pakai celana renang. Kalau tidak di kocok, aku malu karena akan terlihat terlalu menggembung di bagian depan.
Aku mengenakan celana boxer. Mereka juga aku pinjami celana boxer dan t shirt. Kami turun menuju swimming pool. Di dalam kolang renang yang suasannya tidak terlalu ramai, aku bebas memeluk mereka berdua. Pasalnya mereka dulu yang memulai menggelendotiku sambil menekan toketnya yang lumayan melawan.
Meski Jawa, tapi pengaruh baratnya cukup besar. Kami tidak hanya berpelukan di kolam renang, tetapi malah berciuman bergantian. Maria menekan batangku dengan gundukan kemaluannya dan kayaknya sengaja agak digesek-gesekkan. Stella menarik tanganku sehingga merangkulnya dari belakang dan batangku menekan bongkahan bokongnya yang gempal.. Stella pun agak usil, karena pantatnya seperti sengaja ditekan-tekankannya ke benjolan celanaku.
Aku jadi makin berani gara-gara ulah mereka. Ketika di dalam kolam renang mereka berdua kupeluk di kiri-kanan. Sambil merangkul, tanganku merayap meremas susu mereka dari luar pakaian renangnya. Diperlakukan begitu kepala mereka malah disenderkan ke pundakku. Karena tanganku tidak dihalangi meremas-remas susu mereka, maka tanganku jadi makin nekat merayap ke bongkahan kenyal dibalik baju renang dan memelintir-melintir niple yang rasanya kecil dan kaku.
Puas meremas remas tanganku kiri dan kanan merayap kebawah dan meremas bongkahan pantat yang padat. Gerakan kedua tanganku tidak akan terlihat dari luar kolam renang, kecuali tampak aku sedang dihimpit dua cewek abg.
Dari bongkahan bokong lalu langsung merasek masuk ke dalam celana. Maka tangan kiri dan kanan langsung menemukan permukaan kasar, bulu pubis yang tidak terlalu lebat. Jari tengahku langsung menyelinap di lipatan kemaluannya. Aku jadi seperti nyeboki memek kedua abg. Mereka makin melendot ke badanku, aku semakin terujung dan mengeras.
Aku lalu mengajak mereka menyudahi berenang dan kami kembali ke kamarku. Kami bertiga masuk ke kamar mandi dan di dalam kami berpelukan lagi Aku merangkul Stella dan menciuminya sedang Maria memelukku dari belakang. Tangan Maria merayap ke aparatku dan meremas-remas sebentar lalu celana renangku diturunkannya pelan-pelan. Aku sambil mencium Stella, tentu merasa senang dengan inisiatif Maria. Tangan Maria kembali meremas kemaluanku yang sudah keras sekali.
Aku membuka penutup susu Stella, dan melompatlah gumpalan daging yang cukup kenyal. Penutup BD Maria juga aku lepas dan kelihatannya susu Maria lebih besar. Mungkin karena badannya lebih pendek dari Stella. Kami bertiga sudah dalam keadaan bugil. Kedua mereka kuarahkan agar duduk di meja wastafel. Aku menjilati puting mereka berganti-ganti sambil tanganku aktif mengobel kedua memeknya.
Puas menjilati dan menghisap puting mereka aku langsung melorot dan mengoral vagina Maria. Maria mengangkat kakinya dan ditumpangkan ke bahuku . Tanganku yang kanan masih mengobel Stella. Sambil terus kukobel Stella merebahkan badannya menyender cermin di Wastafel. Mereka berdua mendesah-desah. Namun Maria kayak orang kesetanan karena dia merintih-rintih dan memaju mundurkan pinggulnya.
Aku terus fokus ke clitorisnya sampai akhirnya dia mencapai orgasme. Celakanya ketika orgasme kedua kakinya menjepit kepalaku sampai aku kesulitan menghirup nafas. Untung orgasmenya tidak terlalu lama, sehingga kepalaku dilepas dari himpitannya.
Maria seperti orang kelelahan di menyandar ke cermin di belakangnya. Aku pindah mengoral Stella yang dari tadi sudah mendesah-desah. Posisi kedua kakinya seperti yang dilakukan Maria, menopang di bahuku. Tangan kiriku tidak kubiarkan menganggur. Jari tengahku ku colok masuk ke dalam memek Maria mencari G spot nya. Jariku menemukan daging agak menggelembung di langit-langit dalam memeknya.
Aku terus mengeksplor bagian itu. Seperti pengalamanku sebelumnya G spot cewek lebih mudah ditemukan jika dia baru saja mencapai orgasme. Maria kembali mendesah desah, sementara lidahku yang mengusap clitoris Stella mengakibatkan dia merintih nikmat. Aku terus menjilat clitorisnya sampai akhirnya dia tidak bisa menahan orgasmenya.
Aku sudah siap menjelang dia orgasme, sehingga ketika dia menjepit kepalaku aku masih punya ruang untuk bernafas. Sementara Stella menjerit, Maria yang kuculok G spot nya ikut menjerit bahkan lebih keras. Aku jadi kuatir, suara mereka terdengar ke luar kamar. Bisa-bisa aku dikira menyiksa cewek. Padahal aku yang sedang tersiksa, karena mereka udah O aku masih “kentang”.
Tanpa menunggu lama aku bangkit dan segera menancapkan batang penisku yang sudah mengeras ke liang Stella. Stella lalu bangkit dari sandarannya dan kakinya melingkar ke pinggangku. Sodokanku terasa dicekam oleh vagina Stella. Aku merasa kepala penisku menggerus bagian atas vaginanya. Mungkin aku merojok terus G spotnya sehingga dia tidak mampu bertahan dan menjelang dia orgasme pada titik point no return, Aku menarik penisku dengan paksa karena dia menarik keras badanku agar merapat.
Lubangnya kucolok dengan jari dan langsung menekan G Spotnya. Aku jadi punya ruang untuk memperhatikan vaginanya yang menganga ditinggal penisku. Dia menjerit dan bersamaan dengan itu sepeti ada pancaran air kental dari lubang kencingnya yang nyempil dari vagina yang menganga Aku senang bisa melihat cewek ejakulasi atau lazim dikenal sebagai Squirt.
Seandainya aku tadi tidak mengocok, pasti aku sudah kalah dari tadi. Stella kembali jatuh bersandar ke cermin dan penisku yang mendongak kujebloskan ke dalam vagina Maria. Vagina Maria ternyata terasa legit dan benar-benar mencengkeram. Aku menikmati sekali keluar masuk penisku di vaginanya. Maria juga melingkarkan kedua kakinya ke pinggangku dan membantu gerakan maju-mundurku.
Aku sebenarnya tidak berfikir harus menghantar Maria ke orgasmenya, tetapi lebih memusatkan perhatian pada posisi yang kurasakan paling nikmat. Aku terus menggenjotnya dengan gerakan kasar dan cepat. Maria menjerit berirama sesuai dengan genjotanku. Aku sedang menuju titik tertinggi orgasme, maka gerakanku makin menggila. Aku menekan kuat-kuat ke vaginanya sambil melepas lahar panasku. Entah bagaimana selepas aku menekan keras-keras dan orgasmeku hampir selesai, Maria malah menarik badanku ketat sekali dan aku merasa vaginanya mengedut-kedut meremas penisku. Aku baru merasa lelah setelah orgasme. Aku lalu menggendeong mereka satu persatu turun dari meja wastafel dan kami berendam bertiga dalam bathtub dalam air hangat.
Selesai mengeringkan badan dengan handuk kami tidur bertiga dalam bed queen size. AC yang cukup dingin sehingga kami bersembunyi dibalik selimut bertiga. Aku pastinya di posisi tengah. Mereka memeluku dari kiri dan kanan. Dan kami jatuh tertidur karena kelelahan orgasme.
Bangun tidur kami ngopi. Waktu itu baru menunjukkan jam 7 malam. Iseng-iseng aku minta mereka memijatku. Aku telungkup Maria mijat badanku sedang Stella menelusuri kakiku. Lama-lama kurasa pijatannya bukan pijat serius malah meraba-raba bagian sensitifku.
Aku berbalik posisi menjadi telentang. Maria kuarahkan mengangkang tepat diatas kepalaku. Pelan pelan kutarik pinggulnya sehingg memeknya merapat kemulutku. Aku mengatur posisi sehingga lidahku tepat menyentuh clitorisnya. Namun akibatnya hidungku jadi tepat di lubang anusnya. Seandainya dia terkentut, maka langsung akan terhisap hidungku. Mungkin karena dalam keadaan terangsang, aku jadi tidak merasa jijik. Seandainya dalam keadaan waras, aku mungkin tidak mampu menciumi lubang anusnya.
Mungkin karena aku men treatment Maria, Stella mengambil inisiatif mengoral penisku yang pada waktu itu belum bangun. Dia menjilati seputar kemaluanku, mengulum kantong menyan lalu menghisap kuat-kuat penisku. Kelakuan Stella membuat penisku berdiri kembali pelan-pelan. Aku sesungguhnya tidak terlalu bernafsu, karena sudah dua kali ngecrot. Tapi karena dikerubuti dua cewek begini, sayang rasanya kalau tidak dimanfaatkan..
Aku kemudian merasakan penisku dilesakkan ke dalam vagina Stella.
Dia maju mundur menggilas penisku. Rasanya penisku seperti di peras. Dia memacuku sekitar 5 menit sementara aku diam saja. Namun dia begerak terus secara liar sampai akhirnya menemukan sendiri orgasmenya. Karena aku belum mancrut, Maria kudorong hingga tidur telentang dan langsung kutunggangi dan menyodokkan penisku ke dalam liang vaginanya. Aku bermain dengan ritme lambat sambil menciumi leher dan sesekali kali meremas dan memintir puting dan susunya.
Gerakan slow motion memberi kenikmatan tersendiri. Apalagi ketika Maria mencapai orgasme. Aku bisa merasakan remasan vaginanya yang berulang-ulang. Aku menghentikan aktifitas meski belum mencapai ejakulasi tetapi sudah merasakan nikmat, tapi belum sampai ke tingkat ejakulasi.
Saya rebahan dan istirahat sejenak. Merasa penisku tidak ada lawannya dia lalu pelan-pelan merunduk.
Aku menggamit mereka berdua untuk kekamar mandi membersihkan aparat kami masing-masing.
Dari kamar mandi kami berpakaian lengkap. Kedua cewek abg suriname ini mengenakan celana jeans mereka yang baru kubelikan dan mengenakan T-shirtnya. Namun mereka tidak mengenakan BH, sehingga pentilnya tercetak jelas di balik kausnya. Tapi mereka sepertinya tidak risih dengan penampilan begitu. Kami kemudian turun kebawah untuk makan malam.
Malam itu mereka tidur bersamaku, menjadi gundikku dan setelah kami pulang dari disko kami sempat main sekali dan paginya masih ada 1 ronde lagi. Mereka berjanji akan datang lagi sorenya. Karena seharian aku sibuk dengan acara di Paramaribo. Acaraku hari ini lebih cepat berakhir. Jam 2 siang pertemuan sudah ditutup. Aku langsung terpikir kedua abg yang kukencani tagi malam. Ku kontak mereka melalui HP dengan bahasa campur aduk, Jawa, Belanda dan Inggris. Sebenarnya kalau aku fasih berbahasa Belanda tidak usah serepot itu. Tapi kuajak bahasa Jawa mereka juga banyak yang kurang ngerti. Namun komunikasi nyambung juga. Stella memintaku menjemput ke rumahnya dia mengirim alamat rumahnya melalui sms.
Aku agak ragu juga mendatangi rumahnya, malu campur ragu campur takut juga. Aku lalu mengontak supir taksi yang kemarin kupakai. Kutanyakan kepadanya soal menjemput kerumah cewek itu Si supir dengan santai mengatakan, “wis lungo wae ora opo-opo aku weruh omahe,” katanya meyakinkanku agar aku datangi saja rumahnya dan kebetulan si supir tahu daerah alamat cewek itu.
Rumahnya tidak jauh dari hotelku, kira kira 10 menit sudah sampai. Tipikal rumah jawa sangat kental terlihat. Bukan hanya bentuk bangunannya, tetapi halaman depan bahkan ada dipan atau amben kata orang jawa di depan rumahnya. Aku rupanya sudah ditunggu. Bapaknya ikut menyambutku. Dia menyalamiku . Buset aku jadi tambah grogi. Bagaimana tidak grogi, anaknya tadi malam aku timpa, sekarang bapaknya menyalamiku.
Bapaknya bangga aku kunjungi, dia bercerita dalam bahasa Jawa mengenai asal usul kampung nenek moyangnya di Jawa. Dia katanya dari Banyumas. Aku masih salah tingkah sampai akhirnya Bapaknya berceloteh bahwa anaknya cerita bahwa tadi malam nginap di kamarku. Jika waktu itu aku difoto pasti mukaku pucat pasi, karena kaget dan malu juga takut. Bapaknya lalu menyambung omongannya dia suka pada anaknya ini karena terus terang kepada orang tua. “ Sing penting slamet,” katanya.
Yang menjadi aku grogi lagi ketika Bapaknya menanyakan apakah aku malam ini mau ngajak anaknya ke hotel lagi. Aku terdiam sebentar memikirkan apa jawaban yang pantas.. “Terserah bocahe wae pak,” kataku.
Sang bapak lalu bertanya kepada Stella dalam bahasa Belanda, apakah dia mau pergi menginap di kamarku lagi. “ ya papa” jawab anaknya.
Buset deh, set up budayaku jauh berbeda dengan mereka. Model penampilannya sih Jawa, tapi cara hidupnya udah kayak orang Belanda.
Setelah ngobrol kesana kemari akhirnya aku pamit bersama Stella. Di dalam mobil Stella memberi tahuku bahwa Maria malam ini tidak bisa ikut., Dia menawariku mengenalkan temannya. Aku setuju saja. Stella mengarahkan supir ke alamat tertentu, yang kelihatannya daerah elit. Aku disuruh menunggu di mobil dan Stella turun masuk kerumah temannya. Tak lama kemudian dia keluar bersama gadis manis.
Rambutnya agak pirang, kulitnya juga putih. Kelihatannya dia campuran Belanda. Gayanya sexy banget, roknya pendek dan atasannya tank top. Yang membuat aku kagum dari balik tank top nya itu tercetak puting susunya dan toketnya bergetar-getar ketika dia berjalan. Anak ini gak pake BH, padahal susunya lumayan gede juga.
Di dalam mobil aku diperkenalkan . Namanya Olga van Derbrook. Kutaksir umurnya sekitar 17-18 tahun. Dia mengaku bapaknya Belanda ibunya Jawa. Dia sama sekali tidak bisa bahasa Jawa. Cuma berbahasa Inggris cukup lancar. Ternyata taksiran ku meleset, Olga mengaku baru berumur 15 tahun.
Aku tanya Stella, kemana sekarang. Dia menjawab langsung saja ke hotel. Aku tidak langsung masuk kamar. Paling tidak perlu penyesuaian dulu dengan Olga. Kami ngrumpi di coffe shop . Dengan bahasa Jawa aku tanya Stella, apa Olga akan ikut menginap. Stella menjawab santai, “yaa saya sudah cerita semua ke Olga. “Lalu Stela bertanya ke Olga “is dat recht Olga you will stay here, “ Olga menjawab, “ yaa”
Apa lagi yang perlu ku bujuk dan kurayu, semuanya sudah jelas. Kami lalu naik kekamarku. Di kamar Stella dengan nada menyesal dia mengatakan tidak bisa menyertaiku, karena ada acara penting. Jadi dia mengharapkan Olga bisa menggantikannya. Setelah begitu Stella pamit dan aku tidak tahu harus berbuat apa-apa kecuali mengantar Stella keluar pintu kamar sambil berusaha menyelipkan 100 dolar. Tapi Stella menampiknya dan mengatakan tidak perlu. Dia terus berlalu.
Aku menutup pintu dan kembali menghampiri Olga. Aku mengambir bir Suriname Parbo Bier dari lemari pendingin dan menawari Olga, Tapi dia memilih juice dan diambilnya sendiri.
Tidak terlihat tingkah canggung dari anak ini, dia kelihatan bebas dan akrab. Untuk menghilangkan rasa canggungku aku tenggak satu botol. Pengaruh alkohol membuatku merasa berkurang rasa malu. Aku lalu merebahkan diri di tempat tidur dan mengajak Olga berbaring di sampingku. Olga berceloteh bahwa Stella bercerita mengenai aku yang aku sangat perkasa bisa melawan Maria dan Stella dalam satu gempuran.
Langsung saja kupeluk dan kuciumi Olga. Dia membalasnya dengan mesra. Bajunya kubuka satu persatu sampai terlihat bongkahan toketnya yang lumayan kenyal dan menantang. Dibawah sana sudah tumbuh bulu meski masih jarang-jarang. Olga aktif sekali menggumuliku. Dia mengambil posisi mendindih badanku dan menciumi dadaku lalu pelan-lelan pindah menghisap penisku. Aku kelojotan dibuatnya. Dia sangat lihai memperlakukan penisku. Biasanya aku mampu bertahan jika dioral, kali ini tak terbendung dan muncrat di dalam kuluman Olga. Dia kelihatannya menikmati spermaku dan melahap semua cairanku.
Aku istirahat sebentar lalu mengambil posisi menindih badan, mulai dari leher lalu turun menghisap dua buaha dadanya yang sangat montok. Pentilnya masih kecil sekali. Mungkin besarnya masih seperti kacang kedelei .Olga mendesis dan mengusap-usap rambutku. Aku lalu pelan-pelan turun ke bawah dan akhirnya sampai ke vaginanya. Olga melebarkan kakinya dan sepertinya dia tahu apa yang akan kukerjakan. Vaginanya wangi dan sama sekali jauh dari bau vagina yang lecit.
Terasa agak berlendir, aku lalu menghisap clitorisnya. Olga semakin mendesah dan merintih. Dia tidak mampu bertahan lama karena langsung orgasme dengan menjepit kepalaku. Olga kelihatannya tipe cewek yang mudah mencapai orgasme. Peniskua sudah mulai mengeras, tetapi belum terlalu sempurna. Meski begitu aku mencoba mnerobos vagina Olga, pelan-pelan penisku bisa juga ditenggelamkan ke memek Olga.
Aku menggenjotnya dengan gerakan pendek, takut penisku terlepas. Sampai penisku terasa benar-benar mengeras baru aku menggenjot dengan tarikan dan hunjaman panjang. Gila anak ini ekspresif sekali dia berisik dan berceloteh tidak jelas. Aku makin semangat menghunjamkan belalaiku. Benar juga dugaanku dia memang cepat mencapai orgasme. Belum 3 menit aku pompa dia sudah menjerit panjang. Aku tidak memberinya kesempatan jeda, terus saja aku embat meski vaginanya masih berkedut-kedut. Rupanya Olga makin tinggi dia bergerak liar dan 2 menit kemudian menjerit keras sekali lalu memintaku berhenti.
Aku tau dia mencapai orgasme vagina yang memang bagi wanita nikmatnya luar biasa dan rasanya lemas dan ngilu jika diembat terus. Tapi aku tidak menurutinya untuk berhenti aku sikat terus sampai dia merintih seperti menangis. Benar juga orgasmenya datang lagi dan dia kali ini sperti bersungguh-sungguh memintaku berhenti. Kuturuti permintaannya dan aku berhenti sebentar sambil menikmati denyutan vaginanya yang terasa panjang sekali. Kuminta berganti posisi menjadi WOT, tapi dia menolaknya.
Dia mengatakan biasanya dia memang paling suka pada posisi diatas, tetapi kali ini badannya lemas sekali. Olga pasrah. Aku kembali menghunjamkan penisku dan melakukan gerakan kasar. Rupanya nafsu Olga bangkit kembali dan dia berteriak-teriak kira-kira artinya “kasari aku, kasari aku” Aku bmakin buas dan ini memang memacu nafsuku. Meski vaginanya sudah kebanjiran cairan, tetapi rasanya masih tetap menjepit. Aku berkonsentrasi untuk mencapai ejakulasiku.
Menjelang ejakulasiku Olga menggunggu lagi dengan orgasmenya. Dia berteriak-teriak nikmat dan memintaku berhenti sebentar, tapi karena aku sudah hampir sampai puncak mana mungkin berhenti, kecuali menghajarnya dengan gerakan kasar. Olga kelojotan gak karuan dan ketika Aku melepas spermaku di dalam vaginanya dia ikut pula berdenyut.
Aku kecapaian karena gerakan kasar dana cepat tadi. Badanku penuh keringat dan jatuh terbaring disampingnya. “ Oh kamu luar biasa, Stella ternyata tidak bohong,” katanya.
Kucium keningnya dan kukecup selintas bibirnya lalu aku jatuh tertidur. Cerita dewasa ini di upload oleh situs ngocoks.com Olga rupanya agak hiper. Tidak banyak waktuku isitrahat dan tidur. Dia selalu ingin memacu penisku, karena katanya sangat nikmat. Malam itu aku netah berapa kali menghajarnya. Tapi aku tidak setiapkali main mencapai ejakulasi. Meski penisku berdiri, tetapi nafsuku rasanya memendam.
Ketika kami bangun pagi, Olga mengaku badannya lemas seperti tidak mampu berdiri. Aku tidak tahu semalaman ini dia sudah mencapai orgasme berapa kali. Dia mengaku sangat puas dengan permainanku dan ingin menemaniku terus sampai besok aku chek out. Aku sebenarnya kewalahan juga menghadapi nafsu Olga, karena dia terus menggoda dan memintaku. “ Luar biasa anak seumur 15 tahun tetapi sudah punya nafsu yang demikian besar,” batinku.
Campuran darah Indo membuat Olga berbadan bongsor dan mukanya sangat menawan. Ukuran buah dadanya juga pasti menggoda laki-laki yang melihatnya. Aku melepas Olga dirumahnya dalam perjalanan ku ke airport. Di pesawat aku berencana minum wine sebanyak-banyaknya agar bisa tidur nyenyak. ***