“Ji … Lu liat gak perubahan nyokap-nyokap kita.” Kataku setelah selesai main game.
Aji yang sedang membereskan playstation pun menoleh ke arahku, “Perubahan? Perubahan kek gimana?”
“Lu gak peka banget sih?” Aku menyambar bungkusan rokok putihku. Lalu menyelipkan sebatang di bibirku. Rokok putihku menyala setelah api membakarnya. Kuhembuskan asap rokok, menciptakan polusi di sekitar kami. Kemudian aku melanjutkan ucapanku, “Akhir-akhir ini nyokap gue sama nyokap lu sering keluar bareng, hampir setiap hari. Dan kalau ngobrol, mereka sering berbisik-bisik.”
Aji pun berkata sambil membereskan playstation tanpa menoleh padaku, “Gak ada yang aneh.”
“Bener-bener lu gak peka sih jadi anak … Lu pernah perhatiin gak dandanan nyokap lu beberapa hari ini?” Kataku yang diakhiri pertanyaan.
Aji yang baru selesai memberekan playstation langsung menghampiriku. “Gak.” Katanya singkat sambil membakar sebatang rokok.
“Hhhmm … Dasar …! Nih, gue kasih tau ya, kalau nyokap-nyokap kita selalu berdandan seperti mau ke ondangan atau ke pesta. Mereka itu selalu berpenampilan rapi, dan yang itu tadi, mereka sering bersama-sama dan pergi bareng. Dulu mereka gak begitu. Walau rumah kita deketan tapi mereka bertemu tidak sesering sekarang ini. Bahkan seminggu sekali pun belum tentu.” Jelasku panjang lebar.
“Mungkin sekarang mereka memang sedang ingin bersamaan.” Kata Aji lurus tak berperasan. Sepupuku itu menyesap rokoknya dalam-dalam. Setelah menahan asapnya sebentar, Aji menghembuskannya perlahan.
“Lu belum sadar juga!” Aku mulai kesal. “Gue ingin mata-matain nyokap. Gue penasaran. Apa lu punya ide?” Tanyaku kemudian masih dengan nada kesal.
“Dosa bego!” Aji membalas kekesalanku.
“Ji … Percaya sama gue deh. Gue udah ngamatin nyokap selama dua minggu. Gue yakin ada apa-apa sama nyokap gue dan nyokap lu. Kita harus buktiin!” Tegasku.
“Hhhmm …” Aji bergumam sambil menampilkan ekspresi seperti sedang berpikir. Aji menghisap rokoknya lalu berkata, “Bisa lewat smartphonenya.”
“Gue udah nyuri smartphone nyokap, tapi gak ada yang mencurigakan.” Kataku.
“Ya gak bakalan ketemu. Hal-hal yang berbahaya pasti mereka rahasiakan.” Ucap Aji ada benarnya juga.
“Terus … Apa rencana lu?” Tanyaku penasaran.
“Kita sisipin spyware di smartphone mereka. Maksud gue kita mata-matai alat komunikasi mereka.” Jawab Aji.
“Lu emang cerdas … Gue setuju. Sekarang gue akan bawa smartphone nyokap gue ke sini. Lu siapin aja spyware-nya.” Kataku bersemangat.
Aku berjalan cepat keluar kamar lalu bergerak menuju kamar orantuaku. Aku ketuk pintu kamar dan ada jawaban dari dalam. Langsung saja aku buka pintu dan masuk ke dalam kamar orangtuaku. Terlihat ibu baru saja selesai mandi, ia memakai bathrobe dan handuk di kepalanya, sedangkan ayah berselonjoran di atas tempat tidur.
“Ma … Boleh pinjem smartphonenya sebentar?” Kataku sambil membuka telapak tangan dan menyodorkannya pada ibu.
“Buat apa?” Tanya ibu yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk.
“Smartphoneku mati … Mau telepon temen, penting banget!” Aku membuat alasan.
“Itu …” Ibu menunjuk ke arah meja riasnya di mana smartphone miliknya tergeletak.
“Pinjam sebentar ya, ma …” Kataku lalu menyambar smartphone milik ibu.
“Jangan terlalu lama. Mama mau nelpon tantemu.” Kata ibu.
“Ya …” Jawabku singkat.
Cepat-cepat aku kembali ke kamarku. Aji terlihat sedang berada di depan komputerku. Aku hampiri dia kemudian memberikan smartphone milik ibu padanya. Kuperhatikan Aji sedang men-download sebuah aplikasi spyware mobile atau bahasa sederhananya adalah perangkat lunak pemantauan telepon. Aplikasi ini bisa memantau panggilan telepon dan pesan, akses ke obrolan messenger instan dan multimedia yang dikirim melalui obrolan ini, pelacakan lokasi GPS, pemantauan email dan browser, perekaman panggilan telepon dan banyak lagi.
Aji memang jenius dalam masalah hardware dan software, maklum dia adalah calon sarjana teknik telekomunaki. Aji mengatakan kalau segala aktivitas telepon ibuku akan terekam dalam komputerku, karena smartphone ibuku telah disisipi spyware yang dia download barusan. Setelah selesai, aku kembali ke kamar ibu dan mengembalikan smartphone miliknya. Dengan rasa penasaran yang membuncah, aku kembali ke kamar dan menunggu ibu yang katanya akan menelepon adiknya, yaitu ibu dari Aji.
Benar saja, sekitar lima menit berselang, komputerku menangkap sebuah aktivitas yang dilakukan alat komunikasi ibu. Ternyata ibu membuka sebuah aplikasi kencan. Tentu saja aku dan Aji terkejut sekaligus penasaran. Kami berdua terus menyaksikan apa yang ibu lakukan di aplikasi kencan ini. Mataku melebar ketika melihat profile ibu di mana terdapat foto yang menampilkan sosok dirinya yang hanya mengenakan bra dan celana dalam saja. Walau hanya sebagian wajah yang tampak dalam foto profile tersebut, tapi aku mengenal tanda lahir ibu yaitu tahi lalat yang cukup besar di bahu lengan sebelah kirinya.
“Ternyata ini …” Gumamku.
“Kecurigaan lu ternyata benar. Sekarang gue curiga juga sama nyokap.” Ujar Aji yang baru percaya dengan kecurigaanku.
“Tadi nyokap gue bilang mau nelepon nyokap lu … Kita tunggu aja … Siapa tau nyokap gue bener-bener nelepon nyokap lu.” Kataku.
“Ya …” Sahut Aji singkat.
Kulihat pada komputerku ibu sedang membalas komentar-komentar penggemarnya. Sungguh, aku melihat sisi liar ibuku dari balasan komentarnya. Komentar dan jawaban ibu menampilkan kata-kata soronok dan mesum bukan kepalang. Pujian atas kemolekan tubuhnya dan ajakan kencan membanjiri kolom komentar. Dan tanpa malu-malu ibu membalasnya dengan sangat vulgar.
“Asal kontolmu besar dan panjang. Aku mau berkencan denganmu.”
“Kamu kuat berapa ronde?”
“Aku orangnya gak puas sekali loh … Memekku selalu nagih kalau udah dientot.”
“Memekku masih rapet. Dijamin enak untuk digenjot.”
Aku merinding membaca jawaban komentar dari ibu. Ibu dalam kesehariannya terlihat seperti wanita yang alim dan tenang, ternyata mempunyai sisi liar yang sangat mengerikan. Ibu persis seperti jalang yang tidak pernah puas secara seksual. Ibu terlihat seperti maniak seks yang tidak pernah puas menjalangi tubuhnya. Aku menggigit bibir bawahku, ragu dengan kenyataan ini. Ya ampun, kenapa kini ibu terlihat seperti pelacur yang kurang belaian. Aku benar-benar tak percaya, bagaimana ini bisa terjadi?!
“Damn!” Tiba-tiba Aji memekik dari tempat tidurku.
“Ada apa?” Tanyaku terkejut.
“Nyokap gue juga … Nyokap gue terdaftar sebagai anggota aplikasi kencan ini.” Kata Aji sambil geleng-geleng kepala.
“Apa nama id-nya?” Tanyaku penasaran.
“Mawar44.” Jawabnya singkat.
Rupanya, Aji berselancar memasuki aplikasi kencan di mana ibu dan tanteku sebagai anggotanya. Aku segera membuka browser dan melakukan hal yang sama dengan Aji. Benar saja, aku menemukan foto-foto tanteku yang sangat seksi. Bra dan celana dalam saja yang melekat di tubuhnya. Dan wajahnya benar-benar terbuka hingga aku bisa mengenalinya dengan sangat yakin bahwa foto yang aku lihat adalah foto tanteku.
“Sit suit …” Aku bersiul kagum. “Nyokap lu seksi banget. Anjay, jadi tegang atas bawah … He he he …” Kataku kemudian sambil menikmati lima foto semi bugil tanteku aka ibu dari Aji.
“Nih … Nyokap lu juga seksi banget … Wow! Pantatnya kenceng banget!” Reaksi Aji yang tak kusangka.
“Hah! Yang bener lu?!” Pekikku sambil terperanjat dan penasaran.
“Lihat aja sendiri ….” Ucap Aji sembari cengengesan.
Aku langsung mencari identitas yang tertera di dalam layar kompoter yaitu Melati46, dan tak sulit menemukannya. Benar saja, ada lima buah foto yang juga semi telanjang. Luar biasa, aku juga bisa melihat wajah ibu tanpa sensor dengan kain yang hanya sedikit di tubuhnya. Jujur, aku terangsang melihat foto ibu seperti itu. Di usianya yang sudah 46 tahun, ibu masih menampakkan keseksian yang membuat darahku menggelegak. Ibuku yang bernama Melati memiliki dada yang menjulang namun padat dan bundar. Entah berapa kali aku bergumam kalau ibu memang cantik. Kulitnya mulus tanpa cela, mungkin nyamuk akan terpeleset jika hinggap di sana. Putih, tidak pucat, bersinar merona ditambah lekuk pinggul dan pantatnya yang ramping dan seksi.
Tanteku, ibu Aji, sama cantik dan menariknya dengan ibu. Tubuh tinggi dengan lekuk yang begitu seksi, kulit mulus tanpa cela sedikit pun. Rambut hitam bergelombang yang selalu tergerai sampai bahunya. Nama tanteku adalah Mawar yang berusia 44 tahun. Dari foto aku bisa melihat bra yang ia kenakan hanya menutupi setengah dari payudaranya, belahan dadanya menjulang, dan akan membuat air liur meleleh dan mata siapa pun melotot. Pinggul dan pantatnya besar lagi bulat. Bila keduanya bergoyang, pasti akan mengundang syahwat.
“Wow!” Aku tak kuasa menahan kekagumanku dengan memekik.
“Nyokap gue juga gak kalah dengan nyokap lu.” Ucap Aji membuyarkan lamunanku.
“Sial! Seharusnya kita gak boleh melihat ini. Tapi yang jelas, nyokap-nyokap kita udah selingkuh. Ini bahaya kalau bokap kita tahu.” Kataku sambil menatap Aji.
“Ya, bener … Ini masalah sangat serius.” Aji membenarkan pernyataanku. “Tapi, kita juga harus mengetahui mengapa mereka selingkuh. Gak adil menyalahkan satu pihak sebelum mengetahui fakta yang sesungguhnya.” Lanjut Aji sangat masuk akal.
“Setuju …” Kataku.
Kami tidak berkata-kata lagi. Aku sendiri mulai berpikir cara apa yang bisa kulakukan untuk menguak fakta tentang perselingkuhan ibu dan tanteku. Rasanya sangat mustahil berhasil bila aku mengkonfrontasi langsung ibu. Selain akan membuatnya malu, sangat dimungkinkan ibu akan membantah dengan apa yang aku konfrontasikan padanya. Benar yang dikatakan Aji, mencari kebenaran harus didapat dari fakta-fakta yang melatar-belakanginya. Aku tidak bisa langsung menghakimi ibu sebelum mengetahui latar belakang perbuatan yang menyebabkan ibu seperti ini.
“Bro … Gue punya ide …” Tiba-tiba Aji bersuara.
“Gimana?” Tanyaku.
“Kita daftar menjadi anggota aplikasi kencan. Kita goda-goda nyokap supaya mau kencan sama kita. Nah, saat mereka mau baru kita interogasi mereka.” Ungkap Aji.
“Nah, boleh juga tuh! Ide yang brilian.” Sahutku bersemangat.
“Ya udah … Cepet kita daftar.” Kata Aji sembari mengutak atik layar smartphonenya.
Aku pun langsung mendaftar sebagai anggota aplilasi kencan yang tentunya dengan nama id yang berbeda dengan nama asli. Sementara foto profile memakai foto artis thailand yang aku download beberapa buah dengan pose yang agak terbuka. Aku yakin banyak orang yang tidak mengenal artis thailand itu. Setelah selesai mendaftar, segera saja aku membuka percakapan dengan Melati46. Aku menulis pesan padanya kalau dia cantik dan seksi. Aku ingin sekali mengajaknya kencan.
“Gue udah kirim pesan sama Melati46. Elu gimana?” Tanyaku. Aji tak menjawab dengan senyum yang mengembang. “Hei! Gimana?” Tanyaku kesal.
“Ni nyokap gue lagi chatingan sama gue.” Ucap Aji santai.
“Busyet … Lu udah nyantol aja!” Kataku sembari menghampiri Aji yang sedang memainkan smartphonenya sambil selonjoran di tempat tidurku.
Aku melihat layar smartphone Aji setelah duduk di sebelahnya. Benar saja, Aji sedang chatting dengan Mawar44. Foto profile yang Aji gunakan adalah artis timur tengah yang aku yakin tak banyak orang yang mengenalnya. Obrolan mereka masih standar yaitu tentang latar belakang. Aji mengaku sebagai mahasiswa tingkat akhir berusia 25 tahun. Dan Mawar44 mengaku sebagai janda yang sudah ditinggal suaminya selama lima tahun. Aku pun kembali ke komputerku dan masih tak ada respon dari Melati46.
Sambil menunggu aku buka-buka lagi foto-foto ibu. Body ibu memang luar biasa. Keseksiannya membuatku kesulitan menelan ludah. Payudaranya yang berukuran besar tetapi padat, kenyal dan seksi itu begitu menggoda dan mengundang gairah murni sebuah seksualitas. Tak bisa disangkalnya bahwa ada gelenyar rasa aneh di dalam diriku. Rasa yang seharusnya tidak ada. Semakin aku mengatakan tidak. Bertambah besar rasa yang ada. Foto-foto seksi ibu yang kupandangi mengaktifkan hormon seksualku.
“Sial!” Aku memekik kesal pada diriku.
“Kenapa lu?!” Tanya Aji yang terlihat terkejut.
“Gue horny.” Kataku sambil menjambaki rambukku sendiri. Kesal sumpah.
“Horny kenapa, bro?” Aji bangkit lalu menghampiriku. Setelah sampai di sampingku, Aji melotot ke layar komputer. “Ha ha ha … Itu mah belum seberapa. Lihat nih obrolanku dengan Mawar44.” Aji lantas memperlihatkan sebuah foto payudara telanjang yang menampilkan puting besar berwarna coklat kehitaman.
“Edan! Ini punya nyokap lu bukan?!” Tanyaku benar-benar terkejut, tapi yang jelas gejolak hasrat seksualku semakin menjadi-jadi.
“He eh … Bagus banget ya … Jadi pengen netein lagi … Ha ha ha …” Ujar Aji yang diakhiri dengan tertawa.
“Wow!” Aku hanya bisa berkata satu kata itu saking kagumnya.
“Saat gue minta foto memeknya, nyokap minta foto kontolku. Jelas dong, aku gak pede karena dikira aku punya kontol gede seperti orang-orang timur tengah.” Katanya tanpa merasa dosa.
“Lu minta foto memek?” Tanyaku tak percaya.
“Iya … Emanya kenapa?” Sahut Aji sangat santai.
“Gila lu … Gue aja merasa bersalah saat gue horny lihat body nyokap … Lah elu, seperti gak merasakan apa-apa sama nyokap lu sendiri.” Kataku keheranan.
“Siapa bilang gue gak ngerasain apa-apa … Gue ngaceng juga, tau …” Katanya sambil berlalu dari sampingku. Aji kembali ke tempat tidur lalu rebahan terlentang. Matanya menatap langit-langit kamar. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Lu lagi mikirin apaan?” Tanyaku sambil memandang sepupuku.
“Setelah gue tau kalau nyokap gue binal. Aku jadi kepingin ngentotin dia.” Aji dengan gaya bicara khasnya yang lugas dan to the point membuat hatiku terhenyak.
“Lu sampai segitunya, bro … Gue aja yang cuma horny merasa bersalah.” Kataku.
“Jangan bohongin hati kecil lu deh. Gue tau lu juga punya keinginan yang sama dengan gue. Cuma saja lu masih malu ngaku. Bro, nyokap-nyokap kita seksi dan cantik. Pandang mereka sebagai wanita binal saja, kontol lu pasti gak pernah berhenti ngaceng.” Katanya lagi dan memang seratus persen benar.
“Oke … Gue ngaku deh … Tapi, apa yang bisa kita lakukan? Rencana awal kita kan hanya ingin nge-gap nyokap dan berhenti berkencan dengan orang lain. Nah, sekarang lu tiba-tiba ingin ngentot sama nyokap lu sendiri.” Kataku pesimis.
“Jujur … Keinginan itu gue udah pendam lama sekali. Gue sering ngebayangin ngentotin nyokap. Sekarang gue sepertinya punya jalan untuk mewujudkan keinginan itu.” Katanya yang sukses membuatku terperanjat.
“Gila! Ternyata lu sakit!” Kataku sambil melotot padanya.
“Ya, gue sakit … Gue terangsang melihat nyokap.” Aji mengaku kelainannya. Lantas Aji menoleh padaku sambil berkata, “Apa lu ingin juga main dengan nyokap lu?” Tanyanya kemudian.
“Gak tau … Gue gak yakin. Emang gue horny liat tubuhnya di foto, tapi gue gak yakin bisa seperti lu.” Kataku.
“Kata gue tadi, coba lu bayangin nyokap lu itu sebagai wanita yang binal. Ilangin kata-kata nyokap di kepalu lu. Gue yakin kontol lu bakal ngaceng terus.” Aji seperti mensugestiku.
“Oke … Anggap saja gue tertarik sama nyokap dan ingin ngentotin dia. Terus, apa rencana lu?” Tanyaku ingin tahu.
“Kita harus ngedein dan manjangin kontol kita. Mereka suka kontol besar dan panjang.” Jawab Aji sambil cengar-cengir gak jelas.
“Gue pernah baca di artikel, kenikmatan hubungan intim gak dinilai dari ukuran kontol. Yang menentukan adalah bagaimana laki-laki dapat berejakulasi dalam waktu yang normal, gak terlalu cepat atau terlalu lama, gak impoten, dan punya kemampuan memuaskan hasrat seks wanita secara maksimal.” Kataku.
“Memang wanita lebih fokus pada penampilan dan kepribadian pria. Ukuran penis bukanlah prioritas bagi mereka. Tapi, jangan salah juga. Gue pernah baca penelitian yang hasilnya banyak wanita akan menolak laki-laki yang sangat menarik dengan penis kecil dan lebih memilih laki-laki dengan penampilan normal tetapi organ besar. Tidak bisa dipungkiri kalau wanita menyukai penis besar dan panjang. Buktinya, Mawar44 mau berkencan dengan laki-laki yang punya kontol besar dan panjang.” Jelas Aji.
“Hhhmm …” Gumamku. Entahlah kini aku setuju dengan ucapan Aji.
“Kita harus beli ramuan memperbesar dan memperpanjang kontol. Di internet kan banyak yang nawar-nawarin.” Ucap Aji dan aku pun menatap wajahnya.
“Iklan di internet banyak yang nipu. Gue pernah baca di Forum Semprot. Ada yang nulis ramuan tradisional untuk ngebesarin dan manjangin kontol. Gue lebih percaya sama cerita dia.” Kataku.
“Forum Semprot? Apaan tuh?” Tanya Aji.
“He he he … Situs porno.” Jawabku sambil terkekeh kecil.
“Busyet! Lu masih doyan liat begituan?” Aji geleng-geleng kepala.
“Forum Semprot bukan sembarang situs porno. Selain emang banyak foto dan film, di Forum Semprot banyak cerita-cerita yang berkualitas. Saking bagusnya cerita-cerita di situs ini, banyak yang dicopy-paste sama orang-orang yang ingin ngambil keuntungan untuk dirinya sendiri. Gue kurang minat liat foto dan film, gue lebih menikmati membaca cerita-cerita di situs ini.” Jelasku.
“Ya oke … Tadi lu bilang ada orang yang nulis cerita tentang ngegedein dan manjangin kontol. Apa yang dia bilang?” Tanya Aji terlihat penasaran.
“Gue cek dulu. Tapi gue tahu siapa yang nulis.” Kataku.
Aku kembali fokus pada layar komputer. Tak lama, aku sudah berada di situs Forum Semprot dan langsung ke menu Cerita Bersambung. Aku ingat betul siapa yang menulis ‘ramuan ajaib’ itu. Tak lama aku menemukan cerita yang berjudul ‘LIFE, SEX AND KARMA [REAL STORY]’ karya seseorang yang mempunyai id @luckyman16. Dalam cerita itu, si penulis menuturkan daun dan minyak suanggi (setan) sebagai ramuan yang bisa membuat ‘perkakas laki-laki’ bertambah besar dan panjang.
“Gila! Kita harus ke NTT gitu?” Respon Aji sesaat setelah membaca postingan tersebut.
“Gak perlu … Gue punya temen orang NTT. Ntar gue bisa hubungin dia. Apakah dia bisa bantu apa nggak. Kalau dia gak bisa bantu, ya terpaksa kita beli ramuan yang ditawarkan di internet.” Kataku.
Aku dan Aji melanjutkan obrolan masih seputar ibu-ibu kami yang binal. Pelan-pelan isme Aji merasuk juga padaku, sampai akhirnya aku menginginkan juga bercinta dengan ibu. Benar, penisku tak pernah ingin ‘tidur’ setelah mendapat ‘wejangan’ dari Aji. Aku sekarang sudah bisa membayangkan bagaimana rasanya jika aku melakukan hubungan seks dengan ibuku tanpa ada rasa bersalah. Benar-benar aku ingin melakukannya.
Tiba-tiba aku melihat aktivitas alat komunikasi ibu di layar teleponku. Ternyata ibu menelepon tanteku. Aku memanggil Aji agar mendekat padaku. Aji pun melompat dari tempat tidur dan berjalan cepat ke arahku. Aku klik sebuah item dari aplikasi spyware lalu mendengarkan percakapan ibuku dan tanteku.
“Hallo …” Itu suara tanteku.
“Dek … Apa kamu jadi kencan dengan si Mark besok?” Itu suara ibuku.
“Gak jadi kak. Aku kapok sama dia. Mengecewakan.” Ucap Tanteku.
“Maksudmu, kurang memuaskan begitu?” Tanya ibu.
“Ya … Barangnya kecil dan cepet kalah. Hi hi hi …” Suara tanteku sangat genit.
“Jadi kakak pergi sendiri dong besok.” Ujar ibu yang membuatku sedikit cemburu.
“Ya mau gimana lagi. Aku belum punya teman kencan.” Jawab tanteku.
“Ya udah kalau begitu … Kakak pergi sendiri.” Ucap ibu terdengar lemas.
“Eh kak … Tadi aku baru dapet laki-laki yang ngajak kencan. Keliatannya dia turunan Arab. Kakak tau sendirikan turunan Arab punya perangkat seperti apa?” Ucap tanteku yang membuat aku dan Aji cekikikan.
“Aduh dek … Kenalin dong sama kakak! Orang Arab biasanya kuat-kuat ngewenya.” Kata ibu.
“Ntar deh aku kenalin. Aku sendiri belum gitu deket. Ini lagi pedekate.” Jawab tanteku.
“Oke kalau begitu. Bye …” Ucap ibu.
“Bye …” Jawab tanteku.
Obrolan mereka terputus. Aku lantas mematikan komputer sementara Aji kembali ke tempat tidur. Malam itu Aku dan Aji ngobrol sampai larut malam. Masih obrolan seputar ibu-ibu kami yang cantik dan seksi juga binal. Tak terasa malam semakin larut dan mata pun semakin semaput. Akhirnya kami tidur pulas sampai pagi.
Bersambung