Tapi gw ga peduli sih apa kata orang lain. Hidup gw ya gw yang tentuin, bukan apa kata orang.
— Suatu Sore di Rumah Dela —
“Oh yesss sayang.. enak banget… plis keluarin di dalem ya Don..” rengekku kepada pacarku Doni saat penisnya menusuk-nusuk vaginaku. Saat ini posisiku dlm keadaan telungkup di ranjang dgn sedikit mengangkat pantat ke atas. Doni menimpaku dan memasukan penisnya kedalam vaginaku dari belakang. Kulitku yg putih sedikit kontras dengan kulit Doni yg sawo matang.
“Del enak banget memek kamu… ooohh” bisik Doni dari belakang ke telingaku. Sambil mengocok penisnya, kedua tangannya meremas-remas dadaku yg berukuran 34B ini. Payudaraku sangat sensitif terhadap rangsangan.
“Say..aaangh.. a..kuu..mau.. kel..uarr..” kata-kata itu perlahan keluar dari mulutku. Doni yg mendengar itu semakin mengencangkan kocokan penisnya ke dalam vaginaku.
“Ooo..Sayaang! Aaaah…!” Aku sedikit berteriak ketika mencapai klimaks. Aku langsung menutup mulutku. Semoga pembantu rumahku Mas Dinan tidak mendengar jeritanku.
Tangan Doni mengarahkan wajahku menengok kebelakang lalu wajah Doni mendekati wajahku dan mencium bibirku “Hhmmph.. hmmmwah..” Doni sedang mencegah teriakan keras kembali keluar dari mulutku. Penisnya terus dikocok di dalam vaginaku membuatku semakin melayang saat menikmati klimaks.
Lalu Doni mulai melambatkan kocokannya tapi kini tusukan penisnya terasa semakin dalam di vaginaku. Aku tahu ini pertanda Doni pun akan segera ejakulasi. Aku gunakan sisa tenagaku untuk menjepit penis Doni didalam vaginaku.
“Deel.. ini.. ee..nakh.. bang..etth” dengan terpatah-patah suara Doni mengucapkannya. Lalu aku merasa sentakan terakhir yg dalam sekali di vaginaku sebelum Doni mengeluarkan penisnya dan ‘crooot…croooot!’ Doni ejakulasi di punggung dan belahan pantatku. Sebagian ujung rambutku juga terkena semprotan sperma Doni.
Begitulah pacarku Doni setiap melakukan sex denganku. Walaupun aku minta dia ejakulasi di dalam vaginaku, dia tetap menahan diri. Menurutnya pil pencegah kehamilan yg rutin aku pakai tdk menjamin aman 100%. Dan Doni lebih memilih ejakulasi di luar dibanding harus menggunakan kondom.
Doni berbaring telentang di sebelahku. Aku masih telungkup sambil mencoba mengumpulkan nafasku kembali. Aku tengok jam dinding, sekitar 20 menitan aku melakukan sex dengan Doni.
“Del, aku harus cabut lagi ya, ada janji sama Faris untuk proyekan website lagi” Doni izin pamit kepadaku.
Ya quicky sex seperti ini lumayan sering terjadi di rumahku setelah Doni mengantarku pulang dari kantor. Walaupun baru pulang kerja tapi nafsu sexku selalu mengalahkan rasa lelahku.
Doni ke kamar mandi yg berada di kamarku untuk bersih-bersih. Lalu mengenakan pakaiannya kembali. Sebelum pergi, Doni menciumku yg masih telanjang di ranjang. Aku masih kelelahan dan mager untuk berdiri dari ranjangku.
“Hati-hati ya sayang” ucapku kepada Doni. Doni pergi keluar kamar.
5 menitan dari Doni keluar kamar, ada whatsapp masuk. Ternyata dari Doni, dia bilang pintu pagarnya macet. Aku ketawa kecil di kamar masih sambil telanjang. Pantas saja aku ga mendengar suara motornya karena daritadi Doni masih terjebak di garasi.
Aku terpaksa harus membantu Doni. Karena belum sempat bersih-bersih, Aku ambil kimono tidurku. Memang cukup sexy sih karena potongannya yg di atas lutut dan bagian dadanya cukup lebar hingga menampakan belahan dadaku. Aku tidak pakai apa2 lagi di dalamnya karena aku pikir hanya sebentar saja bantu Doni di garasi.
Aku keluar kamar menuju garasi. Aku sempat mencari keberadaan Mas Dinan pembantuku, tapi tidak keliatan. Motornya ada di garasi, dan sendalnya pun ada. Jadi harusnya dia ada di dalam rumah ini. Mungkin sedang di kamar mandi belakang.
Yasudah aku saja sendiri yg bantu Doni. Pagar rumahku memang suka rada macet karena ada baut yg berkarat sehingga utk membukanya kadang perlu 2 orang.
“Wah sayang, kamu gada baju lain apa?” Komentar Doni saat aku keluar rumah menggunakan kimono tidur.
“Iya makanya udah sini cepet aku bantu” Aku segera ke arah pintu pagar. Bersama dgn Doni aku berhasil membuka pagarnya. Doni mengeluarkan motornya dan memarkirkannya.
Tidak lama Mas Dinan keluar dari rumah, mungkin mendengar suara pagar dibuka. “Wah Non Dela sini biar saya aja yg tutupin pagarnya”.
“Iya Mas Dinan ini macet lagi, gapapa aku bantu juga untuk dorongnya” ucapku. Mata mas Dinan memperhatikan dadaku ketika aku bicara. Lalu bergegas membantuku menutup pagar. Doni pun ikut membantu supaya lebih ringan.
Aku yg hanya memakai kimono tidur saja tanpa apapun lagi didalamnya sedikit membungkuk untuk mendorong pagarnya. Mas Dinan yg berada di depan menarik pagar menghadapku. Sepertinya Mas Dinan bisa melihat dadaku yg menggelantung bebas dari depan sana.
Pakaianku di rumah sih memang sering sexy, tapi bukan berarti Mas Dinan sering disuguhi pemandangan dadaku tanpa penutup sama sekali. ‘Momen Emas’ seperti saat ini untuk Mas Dinan jarang terjadi. Ya minimal sepengetahuanku.
Pagar pun tertutup. Doni melambaikan tangan kepadaku. “Aku pergi ya Del!” Aku reflek balas mengangkat kedua tanganku “Ya hati-hati ya Don” sambil melambaikan tangan kepada Doni.
Aku lupa lubang lengan kimonoku ini cukup besar sehingga apabila aku mengangkat tangan, dadaku bisa terlihat jelas dari arah samping dimana Mas Dinan berada saat ini. Kimono tidurku ini juga jadi sedikit terangkat sehingga kedua pahaku semakin terekspose.
Setelah Doni pergi, aku mau pamit masuk rumah ke Mas Dinan. “Mas Dinan, aku masuk lagi ya, makasih udah dibantuin”
Mas Dinan terlihat seperti terkaget dari lamunannya “Iya Non Dela” sambil senyum-senyum tapi matanya ga ke arah mataku tapi seperti sedang menerawang tubuhku. Yah rezekinya Mas Dinan hari ini lagi bagus pikirku.
“Oh ya Papa tuh pulangnya hari apa ya mas?” Tanyaku ke Mas Dinan.
“Kalo ga salah hari Kamis non minta dijemput di stasiun” jawabnya.
“Oh masi 2 hari lagi ya” jawabku sambil masuk ke dalam rumah.
BERSAMBUNG: Page 2