Salam hangat kepada para pecinta cerita panas di forum tercinta kita ini, ijinkan nubi menghadirkan potongan2 cerpen yang (semoga) nantinya berkembang terus serinya. Bisa dengan tokoh yang sama, bisa juga tokoh yang berbeda sama sekali, yang jelas, temanya selalu setia pada ‘setengah baya’ atau MILF. Mengapa judulnya ‘cerpen cergam? Karena, selain ceritanya pendek tadi, tiap cerita diberi 1 ilustrasi yang meski jauh dari kata bagus, tapi masih bikinan nubi pribadi, sehingga dinamai juga cergam. Pendek kata, selamat menikmati Cerpen 1
Pemulung setengah buta Minggu siang, sebuah jalanan perumahan ber paving block merah abu-abu, lengang namun pantulan hawa panasnya menyilaukan, karena pohon-pohon di tepi jalan belum ada setahun ditanam. Hanya rontokan daun-daun ketapang dari luar pagar batas perumahan, yang bertebaran di jalanan paving block yang sepi itu. Beberapa rumah masih berdinding bata merah, baru diplester pada beberapa bagian, dengan batang-batang bambu yang melintang di antaranya. Pada bagian paling belakang perumahan terdapat sederet rumah yang sudah asri, rumput sudah ditanami pada halaman depan, nomor rumah berbahan aklirik sudah mejeng dengan mencolok mata, merah terang, namun hanya satu rumah, paling ujung yang terparkir Agya silver di carport yang sudah diatapi spandek. Pintu rumah terbuka sedikit, di depannya terdapat rak sepatu tiga susun, yang semuanya terulisi sepatu wanita, dari sepatu trainer, sepatu voli merk Mizuno, dan beberapa sepatu mokasin wanita berbahan kulit dan suede. Di ruang tamu rumah yang pintunya terbuka sedikit itulah, cici Shandy sedang membolak balik album fotonya, bertopang dagu sambil tengkurap di atas karpetnya yang masih bau toko. Sambil mendengarkan “Chemistry between us” nya Suede dalam headsetnya, cici Shandy membalik halaman demi halaman album foto sekolah SMA nya dulu. Bongkahan lemak yang sudah mulai lembek di pantat cici Shandy bergoyang luwes, tiap kali ia membalik halaman album foto. Tentu saja bokong lebarnya sudah tidak sekencang dulu, saat masih rajin ber voli ria di klub voli sekolahnya. Diliriknya tumpukan dus dan styrofoam di halaman belakang rumahnya sehabis pindahan. “Mau gua apain ya? Masa dibakar? ” Gumamnya sendiri. “Tukang sampah komplek ini juga seminggu sekali datangnya, yang artinya masih 4 hari lagi.. Pfuh” Cici Shandy berdiri, menguap sambil ngulet, dalam lingerie hitam jaring halus yang hampir transparan. Pakai lingerie seksi siang-siang? Oh ya, beberapa jam lalu saat bangun kesiangan, dibacanya pesan di whatsappnya: “jah, VCS an yuk” “Jah” itu panggilan pacar ABG cungkringnya, Anto , yang tidak lain niatnya hanya menukar statusnya yang berkendara dengan Toyota Fortunernya yang kekar dengan jepitan-jepitan vagina cici Shandy yang juga kekar. Masih ada sisa-sisa kegarangan saat masih rutin men smash bola voli sambil melompat saat SMA dulu. “Ahhh.. Ahhhhhh… ” Desahan cici Shandy di antara suara kecipak di lipatan liang sorganya yang sudah sedikit dower karena keseringan diterobos Fortuner nya Anto yang lain. Hari minggu itu Anto harus berpuas diri menikmati memek cici Shandy si gajahnya dari seberang webcam. “Sini peju kamu aku minum, arahin ke mulutku nih.. ” cici Shandy mendekatkan mulutnya dengan lidah terjulur, 5 cm dari webcamnya. Antopun menyiram webcamnya, sehingga yang tadinya masih nampak kontol kemerahan berkilapnya sedang dikocok dengan cepat, sekarang hanya putih buram di layar laptop cici Shandy. “Yah” Dan chat mereka pun terputus. Tapi itu sudah 2 jam lalu. Sekarang, cici Shandy masih mematung, memandangi tumpukan kardus, sesekali lingerie jaring-jaringnya berkibar pelan, membelai puting pink kecoklatannya. “Barang bekaaaaaaaaas” “Nah, itu dia.. Eh” Cici Shandy berlarian ke halaman depan, bongkahan pantat besarnya dan tete kecilnya ikut mengangguk-angguk. “Ah, bukan dari depan, dari jalanan di belakang komplek.. ” Cici Shandy kembali berlari ke dalam rumah, terus ke halaman belakang. Dari balik dinding batako yang hanya sedada, cici Shandy melirik dengan anggun, rambut keriting buatannya ikut berkibar sedikit, menangkap mata seorang bertumbuh gempal, di belakang gerobak dorongnya. “Pak! ” Lengan putih halus cici Shandy melambai-lambai. Bapak bertubuh gempal tadi memicingkan matanya, berusaha melihat ke arah suara merdu itu. Alamak, bapak bertubuh gempal langsung memegangi dadanya. “Bapak tunggu ya, saya ada banyak kardus bekas! ” Cici Shandy lalu menghilang seenaknya, dan belum sempat berkedip, tumpukan kardus tadi sudah pindah duduk ke atas dinding batako belakang rumah cici Shandy. Gesit ya? Mantan atlit memang gitu. “Lempar aja bu.. ” Kata bapak bertubuh gempal yang tidak lupa mencuri-curi melihat kulit mulus cici Shandy, dan juga ceplakan putingnya. Ups! Cici Shandy cuek saja melempar dengan hati-hati, entah lupa kalau putingnya sedang terumbar-umbar, atau? “Makasih ya bu” Bapak bertubuh gempal mengangkat tangannya sebelah, sambil memunguti kardus-kardus yang tersetak di atas rimbunan semak belakang pagar. “Makasih juga tetenya bu” Gumamnya pelan sambil membungkuk mengikat kardus-kardus tadi dengan tali rafia. Saat melongok ke atas pagar, tempat tadi bidadari putih mulus bersuara merdu yang nampak pula putingnya tadi, sudah zonk! “Ah yang penting udah dapat bonus dikit.. ” Bapak bertubuh gempal merengut kecewa. Tapi, tunggu dulu. Bapak bertubuh gempal tertegun, keningnya berkerut di atas matanya yang putih sebelah. Dipungutnya pelan, sebuah… Anu, sebuah BH, BH krem berenda, dan.. Bukan cuma satu, tapi dua! Satunya lagi hitam. Punya siapa lagi, kalau bukan milik bidadari putih mulus bersuara merdu tadi. Mendadak bapak bertubuh gempal kalap, Mau dibalikin, kok sayang. Dengan tergesa-gesa bapak bertubuh gempal mendorong gerobaknya, masih dengan BH tadi di genggamannya. Beberapa belas meter, ada saung pinggir kebun. Celingak celinguk, bapak bertubuh gempal nafasnya memburu, mendengus, dihirupnya dalam-dalam aroma BH milik bidadari tadi. Bau deterjen, habis dicuci. Hal tersebut tak sedikitpun menyurutkan semangat bapak bertubuh gempal.
Direbahkannya dirinya di atas bangku bambu di dalam saung, celana salam sekedipan mata sudah turun di lutut. “Hmmm” Mata bapak bertubuh gempal terpejam, tangannya yang sudah sedikit keriput meraih ular-ularan karetnya. “Hmmmfffff” Dihirupnya dalam-dalam aroma deterjen dari BH cici Shandy yang krem, lantas yang hitam dikocokkannya bersama tangan keriputnya pada ular-ularan karetnya. “Hmmfff” Semakin diingat-ingatnya tadi siluet cici shandy yang lengan dan bahunya putih mulus, semakin tegang ularnya. Ularnya meski sudah dimakan usia, namun berkat pemandangan langka tadi yang masih segar dalam ingatannya, membuat kontol bapak bertubuh gempal keras maksimal. Jadilah meracaunya sendiri “hmmm… Ohhhh.. Lengannya aja putih mulus gitu.. Mmmmm… Gimana memeknya ya? ” “Pak.. Pak…” Suara merdu membuatnya terbelalak kaget. “Pak, maaf, tadi ada… ” Cici Shandy terhenyak, matanya melotot sambil menutup mulut. Bapak bertubuh gempal berpandang-pandangan dengan cici Shandy,ketegangan mencekam. Cici Shandy memang sudah tidak setengah telanjang kayak tadi, ada cardigan ungu dipakainya, namun, di baliknya, ya masih jaring-jaring. Entah apa yang ada di pikiran keduanya, yang jelas, kontol bapak bertubuh gempal masih dibalut BH hitam, keras dan berurat, yang sedang lekat pada tatapan cici Shandy. “Pinjam ya bu, buat ngocok” Bapak bertubuh gempal memecah keheningan. Cici Shandy cuma mengangguk pelan. Pasti ada keheranan dalam benaknya, ular-ularan punya bapak buncit ini kenapa bisa sebesar itu, masih lebih panjang dari punya Anto cungkring yang sixpack itu., lebih keling pula. Cici Shandy maju, perlahan tapi pasti. Ritual bapak bertubuh gempal kembali berlanjut, kali ini sambil duduk di tepi bangku bambu. Bangku bambu berderit pelan, saat cici Shandy gajah yang tambun itu duduk pelan. “Sini” Bisiknya. Bapak bertubuh gempal menyadari hal terbaik dalam hidupnya yang akan segera tiba, melepaskan genggamannya pada ular-ularannya. Dibukanya lebar-lebar kakinya, menyodorkan perut buncit serta ular-ularannya ke hadapan cici Shandy yang matanya masih lekat ke ular-ularan itu. “Ya bu, ayo.. ” Ular-ularan bapak bertubuh gempal mengangguk-angguk. Tak lama, jari-jari lentik langsing halus cici Shandy menggenggamnya lembut. Cici shandy walau pantatnya lebar, tapi jarinya lentik langsing bagai penari. “Mimpi apa aku bu, dikocokin ibu.. ” Mata bapak bertubuh gempal tak berkedip, tak mau hilang sedetikpun pemandangan di depannya sekarang. Cici Shandy mengocok pelan, menikmati momen yang kalau bisa selama mungkin. Sesekali cici Shandy matanya menatap mata bapak bertubuh gempal, didapatinya sedang berusaha mengatur nafas, memandangi belahan toketnya, yang meskipun kecil tapi tetap saling bertemu di tengah, bergoyang sedikit tersenggol lengannya yang sedang aktif memainkan ular-ularan yang bukan tandingan milik Anto. Cardigan ungu sesaat kemudian tergeletak di pojokan ruangan tempat bangku bambu bertemu dinding saung. Bapak bertubuh gempal menelan ludah, matanya membesar dan bulir-keringat mulai membasahi dahinya. Belum cukup kulit mulus cici Shandy dipandanginya, butir-butir keringat yang kian membuat kulit cici Shandy tambah glowing, membuatnya menghela nafas dalam-dalam. Bapak bertubuh gempal memajukan tangannya, agak gemetar, ditatapnya cici Shandy, minta restu. Cici Shandy hanya mengangguk pelan sambil berkedip manis. “Mhhhh” Cici Shandy mendengus saat jari-jari bapak bertubuh gempal yang isinya jempol semua, meremas gemas kedua toketnya dari luar lingerie jaring-jaring. Cici Shandy tangannya merogoh selangkangannya, menyusup ke balik g string hitamnya, yang tak lama diikuti terdangarnya suara ceplak ceplok. Terjalinlah simbiosis mutualisma, antara dua sosok yang sejatinya tidak mungkin (atau tidak boleh) bertemu, saling memasuki wilayah masing-masing yang paling pribadi. “Bu.. Bu!… Oouh.. ” Bapak bertubuh gempal menopangkan kedua tangannya ke samping, pantatnya terangkat, menegang, otot-otot sekujur tubuhnya kaku, lalu… “Ahhhhhhhh.. ” Cici Shandy mendapatkan semburan peju tertinggi, yang pernah dilihatnya, sebagian mendarat di paha, bahu dan pipinya.
Pedang bengkok dari Arab Tatapannya nanap, nafasnya tertahan. Dari balik congornya yang terlindungi rimbunan janggut dan kumis, Umar mendesah pelan, mata yang jauh di belakang alisnya sesekali merem, menikmati. Sejam yang lalu, Umar cungkring pemilik hidung mancung bengkok itu, masih menyusuri jalanan paving block sore itu, dengan sapu lidinya bergagang kayu. Namun kini, Umar tengah berada di halaman belakang cici Shandy yang sejuk dan rindang, sesekali daun dari balik pagar berjatuhan. Tidak, Umar tidak sedang menyapu. Saat ini batang coklat beruratnya yang tengah mengeraslah, yang mendapat sapuan lidah dalam rongga mulut cici Shandy yang bersuara merdu itu. Umar, meski cungkring dan pendek, tapi status Arabnya lah yang sejak lama membuat cici Shandy mengidap penasaran, seperti apa bentuk kontolnya Umar. Hari pembuktian itu tiba, dan cici Shandy bisa tidur nyenyak malam ini, karena sungguh, besar, keras, berurat dan coklat seperti ada manis-manisnya pedang bengkok Umar, meskipun bercampur daki dan peluh. Seandainya cici Shandy mau bersabar diri sebentar saja, mungkin tadi Umar sempat mandi dulu sebelum pulang, seperti yang biasa dilakukannya. Cici Shandy tak ambil pusing, tak jemu dijilat, dihisapinya kontol Umar, sehingga hasilnya sama saja, bersih mengkilap terima kasih kepada sapuan lidah lembut cici Shandy. Umar tak bergeming, bahkan segan untuk sekedar meraba rambut cici Shandy, padahal wanginya dapat tercium jelas olehnya. Belahan dada cici Shandy lebih-lebih membuatnya puyeng, masih berbungkus BH saja sudah demikian memabukkan. Umar menikmati saja, tanpa berbuat lebih jauh, masih bekerja akalnya. Biar saja cici Shandy melakukan semaunya, Umar memasrahkan pedang bengkoknya dalam kuasa cici Shandy, sambil tangannya tetap di samping, berkacak pinggang like a boss. “Umar” Cici Shandy entah sedang mengucap atau berdendang, suaranya merdu sekali. Bicara saja sudah merdu, bagaimana merdunya saat disetubuhi. Umar diam saja, agak kikuk, entah bagaimana harus mersepon. “Punya kamu ternyata keras dan gemuk ya Umar, gak kayak badanmu yang kurus kering. ” Bersambung
Pedang bengkok dari Arab 2 Umar mimpi apa coba semalam, yang sejatinya skillnya sebatas memainkan sapu lidi di atas jalanan berdebu, kini tengah tunduk di muka pedang bengkoknya, cici Shandy yang lahap sekali di antara sapuan lidah dan empotan bibir berlipstick merah mudanya maju mundur perlahan tapi pasti, sesekali pula dipagutnya biji gantung kembar berbulu di bawahnya. Bau pesing dan daki, justru semakin mengantar kenikmatan mengalir dengan derasnya menuju liang sorganya cici Shandy. Kini, dijemputnya pula kenikmatan tadi, dengan jari-jarinya sendiri, merogoh ke balik g-string hitam rendanya, disana didapatinya gundukan bukit sorganya sudah basah dan licin. TRING. . HP cici Shandy di atas meja dapur berbunyi. Kini teringatnya kembali, seharusnya sebentaran lagi Anto datang menjemputnya, bisa runyam. “Umar, masukin yah.. ” Pinta cici Shandy lembut. Terbatasnya waktu juga nafsunya yang sudah di ubun-ubun membuat cici Shandy segera telentang di atas keramik lantai dapurnya. Menyaksikan Umar yang masih terbengong di balik pedangnya yang semakin kokoh tegak berurat, cici Shandy menyadarkannya, “Ayo, kok diem aja? ” Umar tetap diam di antara nafsunya yang juga sudah mencapai ubun-ubun, dalam pikirnya, kenapa dulu mantan istrinya tidak bisa semenarik ini, hanya buat menghisap kontolnya saja tak sudi. Di bawah, cici Shandy siap sedia sudah mengangkat tinggi bak tiang bendera kedua paha gemuk padat berisinya, dengan celana jeans stretchnya ditinggalkannya sebatas lutut dan G stringnya tergulung pada setengah paha. Diusel-uselnya pula bibir jengger ayamnya yang sedikit dower, namun sudah merah merekah basah, sambil melepas lirikan sayu menggoda ke Umar. Umar yang masih agak ragu-ragu, perlahan menempatkan badan cungkringnya di tengah-tengah antara paha cici Shandy yang putih montok itu. “Ya.. Gitu Umar, masukin… Yang dalam.. ” Pedang bengkok Umar cungkring yang sudah tegak sempurna, tenggelam senti demi senti, seakan disedot masuk oleh memek cici Shandy yang menggembung. “Ouhhh.. ” Mata cici Shandy terpejam lekat-lekat menghayati rasa penuh dalam rongga kenikmatannya, setelah kontol Umar masuk sepenuhnya, rimbunan jembut keriting lebat Umar bertemu kulit putih bersih cici Shandy yang licin tanpa bulu. Tanpa instruksi lebih lanjut, naluri Adam-nya Umar membuatnya menggerakkan kontolnya perlahan, bibir liang sorga cici Shandy sebentar menggembung saat didorong, sebentar mengempot saat ditarik, cairan surganya sebagian membasahi kontol Umar, sebagian pula meleleh di tepian bibir vaginanya. “Goyang yang cepat Umar, aku mau… Keluar… ” Pedang bengkok dari Arabnya Umar memang luar biasa, baru sebentar belum digas, badan bongsor cici Shandy sudah mau menyerahkan puncak kenikmatan pertamanya. Umar mencaplok, memeluk erat kedua paha cici Shandy, dan mengerahkan segenap kemampuannya. PAK PROT PAK PROT PAK PROT PAK PROTT Beradunya perut bawah Umar dengan cici Shandy membuat bunyian yang becek sekali, jembut Umar lepek lengket jadinya. “Ouhhh… Ihhhh… Akuh…. ” Cici Shandy meracau makin jadi, makin lekat juga matanya terpejam, melelehkan sedikit maskaranya. Umar memejam juga, berkonsentrasi penuh, pikirnya: jangan sampai keluar, jangan sampai keluar. Halaman belakang yang dulu masih agak panas terbuka, kini sudah teduh dan sejuk, pohon di balik pagar sudah tinggi besar, bergoyang ringan rantingnya, membuat tabuhan daun-daun menyamarkan suara lenguhan cici Shandy di bawahnya dalam deraan kenikmatan yang sebentar lagi akan digapai pucuknya. “Ouhhhhh.. ” Cici Shandy menjerit pelan, kepalanya menggeleng liar, kiri dan kanan, digapainya bahu Umar, badannya meringkuk maju, vaginanya berkedut menghentak-hentak Umar cungkring yang bergeming. “Hooooooh.. ” Cici Shandy merebah perlahan, membuang nafas, panjang, masih ingat kalau tidak sedang di kasur, tapi ubin yang keras. Umar mengatur nafas, berhenti menyodok, hampir saja, pikirnya. “Aku di atas yah… ” Pinta cici Shandy kemudian. Umar segera telentang dan berharap, semoga badannya tidak remuk di bawah goyangan cici Shandy. Umar yang kecil nyaris hilang, setelah cici Shandy naik diatasnya, hilang juga batang kontolnya ke dalam rongga vagina cici Shandy. Cici Shandy duduk menyamping, seperti sedang duduk dibonceng menyamping dengan Umar sebagai sadelnya. “Oouh… Mentok Umar.. ” Goda cici Shandy. Cici Shandy berkuasa sekarang, seenaknya dia memainkan, menjepit, menggoyang kontol Umar yang tegak lengkung bersarang dalam liang sorganya. Umar dilema sekali, antara menikmati tapi bisa tiba-tiba muncrat, atau memilih berkonsentrasi menahan deraan nikmat tersebut, agar bisa lebih lama kontol Arabnya bersarang dalam liang sorga lembut cici Shandy. Cici Shandy sayu dipenuhi nafsu, menatap Umar yang memilih memejamkan mata. Diraihnya tangan Umar yang berbulu, diselipkan antara toket dan BH nya. Umar mau tidak mau kemudian meremas-remasnya, kesempatan ini mungkin cuma datang sekali. “Enak Umar? Gedean mana sama punya istri kamu? ” Canda cici Shandy sambil terus menggoyang kontol Umar yang masih terkurung dalam memeknya. Umar mengintip sedikit “gedean punya cici.. ” “Masa? ” “Iya cici.. ” Cici Shandy mendengar suara Umar untuk pertama kalinya dalam persetubuhan terlarang ini, menjadi semakin bernafsu. “Kalau goyangannya, hot mana? ” “Ya cici lah.. ” Umar masih dalam perjuangannya dengan ilmu tahan-tahan nya agar tidak muncrat, sampai merah mukanya. “Aku mau keluar lagi Umar, bareng yuk? Tapi posisi yang tadi.. ” Cici Shandy bergeser ke samping, PLOP! kontol Umar bisa bernafas sebentar. “Nah, goyang kayak tadi lagi Umar, sodok kuat-kuat.. ” PAK PROT PAK PROT PAK PROT PAK PROT Makin mendekati klimaks makin cepat Umar bergoyang, sambil meringis, wajahnya tampak bengis, tanpa ampun penghabisan ini, rasa sodokan Umar terasa nikmat sekali, naik sampai ulu hatinya cici Shandy. “Ah.. Ah.. Ouhhhhhhh… ” Cici Shandy menegang, berpegangan erat pada pahanya sendiri, menjepit makin kuat kontol Umar sambil menjemput klimaksnya. Umar memerah mukanya, urat di pelipisnya menonjol keluar, kocokannya semakin cepat dalam liang sorga cici Shandy, dan.. “Keluarin di luar Umar! ” Cici Shandy tersadar. “Ahhhhh.. ” Umar mencabut pedang bengkoknya, meletakkannya duduk di atas lipatan memek cici Shandy yang merah merekah, dan membiarkan kontolnya muncrat bebas sendiri tanpa dipegang. Beterbanganlah benih-benih putih kental milik Umar, dengan muka penuh kelegaan, dilepaskannya sampai ke muka dan rambut cici Shandy yang sayu penuh kepuasan. Tidak lama, terdengar suara klakson dari arah depan.
Cerpen 3 (super pendek) Akibat pekerjaan yang menumpuk lembut seminggu, cici Shandy cuciannya menumpuk, menyisakan BH dan CD nya saja, itupun yang ditemukannya di lemari, BH CD hot pemberian Anto. Terjadilah, tubuh mulus cici Shandy hanya dibalut BH CD hotnya, mencuci di halaman belakang rumahnya. Rifky, yang baru duduk di kelas 1 SMP, melintas di belakang, mendengar suara kucekan cucian, naluri selangkangannya tergerak, didapatinya bagian batako yang adukan semen pasangannya sedikit berongga, dan disana ada cici Shandy, duduk mengangkang di bawah rindangan pohon, tercetak jelas bulu kemaluan dan pentil toketnya di balik BH CD hot nya. Tak lama, kegiatan mencuci terhenti, kontol belia milik Rifky yang hanya ditumbuhi bulu halus di sekitarnya, mengkilat kemerahan di antara bibir cici Shandy yang keluar masuk dengan lincah. “Akh.. Kakak.. Mau pipis.. ” Rifky meringis menengadah. Sigap, cici Shandy berdiri, setengah berjongkok sambil nungging agar toketnya terjangkau Rifky yang masih pendek, untuk disusui. “Sini kakak kocokin biar enak pipisnya.. ” Rifky keenakan, matanya terpejam sambil menyusu toket kiri cici Shandy, dan CROT CROTT CROTTT Sepertinya Cici Shandy cuciannya bertambah, CD terakhir yang melekat di tubuhnya, lengket oleh semburan santan kental hangat Rifky