Hidup adalah sebuah perjalanan, maka tugas kita hanya berjalan dan terus berjalan, hingga kita sampai di tempat tujuan. Tetapi mau dibawa kemana perjananan hidup ini? Bagaimanakah kita menjalani kehidupan kita? Siapa yang tahu? Aku tak tahu, kamu tak tahu,mereka juga tak tahu dan hanya Sang Pencipta yang tahu.
Banyak hal yang kita alami dalam kehidupan. Apa pun yang kita alami, bagaimana pun kehidupan kita, yang harus kita lakukan adalah tetap berjalan, terus berjalan melangkah dalam kehidupan kita.
Hidup dengan segala keterbatasan sudah biasa aku jalani. Semenjak usaha Ayahku bangkrut, kami sekeluarga terpaksa menjual rumah peninggalan kakekku yang hasilnya dibagi kepada ketiga anaknya. Ayahku memutuskan untuk pergi keluar pulau untuk memulai kehidupan yang baru. Hidup serba sederhana untuk memulai usaha yang baru dengan penuh keprihatinan.
Sekarang perjalananku dimulai disini dimana aku kembali ke kota kelahiranku, hidup jauh dari orang tua dan tinggal bersama Om dan Tanteku. Hidup jauh dari orang tua menuntut kita untuk lebih dewasa dan mandiri untuk menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab.
Perkenalkan namaku Riki Putra Sanjaya dan inilah kisahku.
Selamat Datang
“Rik.. Rik.. bangun..” terdengar seseorang memanggil sambil menggoyang – goyangkan badanku.
“Rik.. udah pagi…” suara membangunkanku lagi.
Kemudian aku membuka mataku dan terlihat ternyata Tante Septi yang membangunkanku.
“iya Tan..” ucapku yang masih ngantuk
“cepet bangun.. nanti telat kamu sekolah” ucap Tante Septi sambil berlalu pergi.
Aku lekas bangun kemudian mandi. Setelah berganti seragam, aku kemudian keluar kamar dan terlihat Om Heri dan Tante Septi sudah menungguku untuk sarapan.
“sini Rik.. sarapan dulu..” ucap Om Heri memanggilku.
“iya Om..” jawabku yang kemudian ikut duduk mengambil sarapan.
Setelah ngobrol sebentar terlihat Om Heri sudah selesai sarapan kemudian berdiri.
“aku manasin motor bentar ya.. kamu gak usah buru – buru Rik..” ucap Om Heri meninggalkan aku dan Tante Septi di meja makan.
“iya Om..” jawabku mengangguk.
Aku yang baru datang semalam belum banyak ngobrol dengan Om dan Tanteku, karena semalam aku yang capek langsung tidur.
“udah berapa bulan Tan?” tanyaku pada Tante Septi yang terlihat perutnya sudah membesar.
“udah 7 bulan Rik.. doain lancar ya..” balas Tanteku tersenyum sambil mengelus – elus perutnya.
“wah bentar lagi donk Tan.. USG nya cowok apa cewek Tan?” tanyaku yang sedang menghabiskan sarapan.
“kalau kata dokter dilihat dari USG nya cowok Rik..” balas Tanteku yang terlihat bahagia menanti anak pertamanya.
“wah.. jadi jagoan donk nanti Tan.. hehehe..” ucapku terkekeh
“jagoan apa dulu nih..? Kalau suka berantem kayak kamu, tar aku jewer..” ucap Tanteku yang terlihat geram.
“hehe.. enggak Tan.. becanda kok..” balasku nyengir. Duh serem juga Tanteku kalau marah gitu.
“udah belom Rik.. makan nasi apa makan piring lama amat!!” teriak Om Heri dari depan rumah.
“udah Om..” balasku yang kemudian berdiri.
“udah apa.. cepet keburu telat… udah siang ini..” teriak Om lagi
“iya.. iya..” jawabku sedikit jengkel. Gak sabaran amat ini Om ku. Tadi nyuruh gak usah buru – buru, sekarang nyuruh cepet – cepet.
“Rik..” panggil Tante Septi
“jaga emosimu ya.. jangan buat Ayah Bundamu sedih..” ucap Tante Septi tersenyum menasehatiku.
“iya Tan..” jawabku yang kemudian pamit bersalaman sambil mencium tangannya.
Setelah berjalan kedepan kulihat Om Heri sudah duduk di atas motor. Aku kemudian menghampirinya dan naik memboncengnya.
“udah belom..?” tanya Om Heri.
“udah..” jawabku yang sudah duduk memboncengnya.
“kenapa gak turun..?” ucap Om ku yang membuatku heran.
“maksudnya..?” tanyaku heran.
“kalau udah kenapa kamu masih naik…” ucap Om ku seperti tanpa dosa.
Aku yang tersadar kalau dikerjain jadi geram. Kalau bukan adik Ayahku udah kujitak ini orang. Udah tua masih aja suka ngerjain.
“Yah.. udah buruan…” ucap Tante Septi di depan pintu yang terlihat gemas pada suaminya yang jahil.
“hehehe… iya Bun..” balas Om ku terkekeh.
Kemudian Om ku memacu motornya menuju sekolah baruku. Aku yang belum tau mau sekolah dimana hanya bisa mengikuti. Karena yang mengurus kepindahanku Om ku semua.
“Om.. emang sekolahku SMA mana?” tanyaku diperjalanan.
“di SMA 21..” jawab Omku singkat.
“kenapa disana Om..?” tanyaku lagi.
“yang paling deket..” jawab Omku. Lagi – lagi dengan jawaban yang singkat, padat dan menggatelkan.
Aku akhirnya memilih diam sepanjang perjalanan sampai akhirnya aku sampai disekolah baruku. Setelah meminta ijin kepada satpam, kemudian kami masuk menuju arah parkiran. Tiba – tiba Om ku menghentikan motornya.
“turun Rik..!!” ucap Om ku
“loh Om kan parkirannya masih disana..” ucapku sambil menunjuk ke arah parkiran motor.
“ya kamu tunggu sini aja aku markirin motor kesana.. atau aku tunggu sini kamu parkirin ni motor kesana..” balas Om ku.
“oh iya Om.. aku tunggu sini aja..” balasku nyengir sambil turun dari motor. Bener juga nih Om ku, daripada jalan bolak balik.
Setelah Om ku memarkirkan motornya kemudian menghampiriku dan kami bersama – sama masuk kedalam. Setelah memasuki lorong – lorong kelas dan ruang guru kemudian kami berhenti di depan ruangan. Kemudian aku melihat di atas pintu terlihat tulisan “KEPALA SEKOLAH”. Setelah mengetuk pintu, kami kemudian dipersilahkan masuk. Terlihat didalam menunggu seorang laki-laki setengah baya yang kemudian menyalami kami dengan ramah. Om Heri terlihat sangat akrab dengan kepala sekolahku yang kuketahui bernama Pak Saiman.
Ternyata alasan Om ku memasukkanku ke sekolah ini selain lebih dekat juga karena Om Heri kenal dengan kepala sekolahnya. Wajar sih karena agak susah pindah sekolah di tengah – tengah semester seperti ini.
Setelah mengobrol beberapa saat kemudian Pak Saiman terlihat menelpon seseorang. Tak berapa lama muncul ibu – ibu berbadan gemuk dengan wajah galak yang menghampiri Pak Saiman dengan senyum yang dipaksakan. Kemudian kami diperkenalkan oleh Pak Saiman bahwa ibu guru tersebut adalah wali kelasku yang bernama Ibu Suhartilah, biasa dipanggil Bu Harti. Aku yang menyalaminya sempet keder bro lihat mukanya serem gak ada senyum – senyumnya dan Om ku yang melihat ekspresiku hanya tersenyum mengejek. Tak berapa lama kemudian Bu Harti berpamitan kepada kepala sekolah untuk mengajakku masuk ke kelas.
Sepanjang perjalanan menuju kelas hanya perasaan horor yang aku rasakan mendapati wali kelasku yang serem seperti ini. Dan benar saja saat memasuki kelas yang kulihat di atas pintu bertuliskan “KELAS 2 S3”, kelas yang tadi terlihat ramai mendadak menjadi hening saat aku dan Bu Harti memasuki kelas.
Saat di dalam kelas kulihat murid – murid tersebut diam memucat dengan tangan bersedekap diletakkan di atas meja. Aku yang berdiri disamping Bu Harti tak kalah ngeri hanya bisa diam mematung di depan kelas.
“anak – anak, kita kedatangan murid baru.. sekarang perkenalkan dirimu” ucap Bu Harti memecah keheningan.
“eh.. iya Bu..” jawabku kaget.
“selamat pagi..” ucapku.
Tak ada jawaban dari murid – murid di kelas. Mereka hanya diam melihat ke arahku. Beuh.. ini kelas apa kuburan sih, muka mereka udah kayak zombi semua. Anjir.
“perkenalkan nama saya Riki Putra Sanjaya.. biasa dipanggil Riki..” ucapku kemudian dan murid – murid masih diam melihatku.
“saya pindahan dari kota X. Salam kenal semua..” ucapku yang lagi – lagi tidak ada tanggapan.
Aku yang bingung mau ngomong apa lagi hanya diam sambil garuk – garuk kepala walau tidak gatal.
“sudah belum..?” ucap Bu Harti tiba – tiba.
“su.. sudah Bu..” balasku tergagap.
“ya sudah sana duduk..!” ucap Bu Harti datar.
Buset.. galak amat ini guru. Aku yang kemudian melihat – lihat mencari bangku mana yang kosong. Kulihat dibelakang sebelah kiri ada 1 bangku yang kosong disebelah laki – laki berambut kribo. Aku kemudian menuju ke bangku tersebut kemudian duduk.
“sekarang pelajaran dilanjutkan..” ucap Bu Harti yang kemudian memberikan penjelasan.
Aku yang tidak begitu paham tentang yang dijelaskan oleh Bu Harti hanya menoleh ke kanan – kiri melihat murid – murid di kelas sambil mencari – cari berharap ada yang aku kenal. Dan ternyata tak satupun yang aku kenal, disamping wajah mereka tidak terlihat jelas karena aku duduknya dibelakang, juga tak sedikit yang tidak terlihat karena pandanganku tertutup teman yang lain. Aku kemudian melihat teman sebelahku yang terlihat diam memperhatikan kedepan.
“bro.. namamu sapa..?” tanyaku berbisik.
“ssttt…” balasnya menyuruhku diam tanpa melihatku.
“kenapa bro..?” tanyaku lagi. Dia masih diam dan memandang kedepan.
BEGGHH…
“aawww…” teriakku kaget. Dan ternyata sebuah penghapus tepat mengenai pipi kiriku.
“KAMU ANAK BARU KALAU GAK MAU IKUT PELAJARAN SAYA SILAHKAN KELUAR!!!” teriak Bu Harti sambil melotot ke arahku.
“ma.. maaf Bu..” ucapku sambil mengelus pipiku yang terkena lemparan penghapus.
“SEKALI LAGI KAMU BERULAH.. KAMU KELUAR DARI KELAS SAYA..!! teriak Bu Harti kemudian.
“i.. iyaa.. Bu..” balasku ketakutan.
Aku lihat teman – teman kelasku hanya melihatku datar dan tak sedikit yang terlihat menahan tawa, termasuk si kribo sebelahku. Akhirnya pelajaran pun dilanjutkan. Saat pelajaran berlangsung, terasa menyiksa dan terasa waktu berjalan sangat lambat. Sampai akhirnya pelajaran selesai, terlihat kelegaan diwajah mereka.
“Akbar..” ucap laki – laki kribo yang duduk disebelahku menyodorkan tangan.
“Riki..” balasku sambil menjabat tangannya.
“gimana rasanya di cium penghapus..? Hahaha..” ucap Akbar yang kemudian tertawa.
Kulihat teman – temanku yang mendengar ucapan Akbar juga ikut tertawa.
“sakit bro..” jawabku yang hanya bisa nyengir karena ditertawakan.
“itu ucapan selamat datang di SMA 21.. hahaha..” balas Akbar tertawa.
“santai bro.. kalau sama Bu Harti, yang penting kita diem pura – pura memperhatikan aja, dijamin ente gak kena marah bro..” ucap Akbar menjelaskan sambil menepuk pundakku.
“oo.. gitu..” balasku manggut – manggut mendengar penjelasan Akbar.
“terus ente paham gak yang dijelasin tadi..?” tanyaku kemudian.
“ya jelass…. enggak lah… hahaha…” balas Akbar sambil tertawa.
Aku kemudian mulai akrab dengan teman baruku yang namanya Akbar ini, selain orangnya yang banyak omong, Akbar ini orangnya juga selengekan. Aku juga sempat berkenalan dengan teman yang lain namanya Sadad Mochtar, tapi dia lebih sering dipanggil Samo.
Saat jam istirahat pun Akbar mengajakku pergi ke kantin bersama Samo juga.
Saat sedang duduk di kantin, tiba – tiba datang 2 orang yang langsung duduk bergabung dengan kami dan salah satunya tersenyum padaku.
“ngapain ente senyum – senyum Fer..?” tanya Akbar pada orang yang duduk di depanku.
“diam kau kribo..!!” balasnya yang kemudian menyodorkan tangannya ke arahku.
“gimana kabar Rik..?” tanyanya menyalamiku.
“baik Fer..” balasku menjabat tangannya. Dia adalah Ferdi temanku waktu SMP dulu sebelum aku pindah.
“lho.. kau kenal sama anak baru ini Fer..?” tanya Samo yang duduk disebelahku.
“temanku SMP dulu Sam..” balas Ferdi pada Samo.
“Riki..” ucapku memperkenalkan diri pada orang yang duduk disebelah Ferdi.
“Yudha..” balasnya menjabat tanganku.
Kami kemudian mengobrol ringan sampai akhirnya bel berbunyi tanda masuk. Aku kemudian balik ke kelas bersama Akbar dan Samo, sedangkan Ferdi dan Yudha balik ke kelasnya yang aku ketahui mereka di kelas 2 A2.
Setelah pelajaran selesai, kami kemudian bergegas keluar kelas. Aku yang kemudian jalan kedepan sudah melihat Om Heri yang menjemputku. Setelah menghampirinya kemudian kami pergi meninggalkan sekolahku.
“Om kalau dari sekolah ke rumah naik angkutan jalur berapa?” tanyaku saat membonceng Om Heri.
“kalau dari sekolah naik angkutan jalur 2, terus nanti kamu jalan sampai perempatan X naik jalur 9..” balas Om Heri menjelaskan.
“kalau berangkatnya Om..?” tanyaku kemudian.
“ya tinggal dibalik lah.. naik jalur 9 trus nanti pindah jalur 2.. gitu aja gak ngerti..” balas Om ku yang terlihat jengkel.
“ya kali aja beda Om jalurnya.. hehe..” balasku.
“makanya sabun mandi jangan buat sampoan..” ucap Om Heri.
“maksudnya..?” tanyaku heran.
“bikin bego.. hahaha..” balasnya cuek tanpa berdosa.
“taik..” gerutuku.
Setelah menempuh perjalanan akhirnya sampai dirumah Om Heri. Setelah masuk membersihkan diri dan berganti pakaian, kemudian kami makan siang bersama.
“gimana Rik hari pertama sekolahmu..?” tanya Tante Septi saat kami sedang makan siang.
“baik – baik aja Tan.. gak ada masalah..” jawabku.
“syukurlah kalau gitu…” balas Tanteku yang merasa lega.
“pokoknya belajar yang bener gak usah macem – macem..” ucap Tenteku kemudian.
“iya Tan..” balasku mengiyakan.
“denger tuh kata Tantemu… kalau berantem diluar jangan di dalam kelas..” sahut Om Heri menyindirku.
“Ayah apaan sih malah ngajarin gak bener..!!” ucap Tanteku mengomel.
“hehehe…” balas Om Heri terkekeh dan aku hanya tersenyum kecut.
Setelah selesai makan siang aku dan Om Heri merokok di halaman belakang rumah. Tak berapa lama kemudian Om Heri pamit kedalam untuk tidur siang dan tak beselang lama aku juga ikut masuk ke kamar untuk istirahat.
Saat sedang tidur aku terbangun mendengar orang yang sedang berbincang di halaman samping dekat kamarku. Aku kemudian bangun dan melihat keluar. Diluar kulihat ada orang yang mengantarkan sayuran. Dan di atas mobil pick up milik Om ku terlihat sudah ada beberapa macam sayuran mentah tersusun rapi. Setelah orang tersebut pergi, aku kemudian mendatangi Om ku.
“Om ini sayuran mau dibawa kemana..?” tanyaku pada Om Heri yang sedang menyusun sayuran di atas mobil pick upnya.
“Rumah sakit..” jawabnya singkat.
“hah..?” balasku heran.
“mau di infus..” sambungnya.
“siapa yang di infus..?” tanyaku tambah bingung.
“kamulah… tar obat yang dimasukkan obat anti bego.. hahaha” balas Om ku sambil tertawa.
“assuu..” gumamku. Taik ini orang gak ada serius – seriusnya kalau ngomong.
“hahaha…” terlihat Om ku tertawa puas yang berhasil mengerjaiku.
“Ayah kenapa sih ribut – ribut..” ucap Tante Septi yang muncul disebelahku.
“gak papa Bun.. hehehe..” balas Om Heri yang masih terkekeh.
“kenapa Rik..?” tanya Tante Septi padaku.
“enggak Tan.. cuma tanya itu sayuran dibawa kemana..” balasku pada Tante Septi.
“oohh… dibawa ke kuburan..” balasnya cuek.
“hah..?” balasku yang terkejut.
“hahaha…” tawa Om Heri yang mendengar ucapan istrinya.
“hihihi… Riki.. Riki.. kamu itu aneh banget.. namanya sayuran mentah ya dibawa ke pasar toh ya..” ucap Tante Septi yang ikut tertawa.
Ah sialan… gak Om gak Tante sama – sama selengekan. Walaupun suka bercanda, tapi mereka terlihat bahagia walau hidup serba sederhana. Ini yang aku suka dari Om dan Tanteku, mereka terlihat seperti tidak ada beban menjalani hidup dengan canda tawa dan kasih sayang.
“terus kapan bawanya ke pasar Tan..?” tanyaku kemudian.
“pagi buta.. jam 3 berangkat, nanti jam 6 biasanya udah sampai rumah..” balas Tante Septi menjelaskan.
“ohh..” jawabku manggut – manggut.
“dah sana mandi dulu.. dah sore ini..” ucap Tante Septi menyuruhku.
“iya Tan..” balasku yang kemudian aku masuk kedalam untuk mandi.
Setelah mandi kami hanya berkumpul dan ngobrol ringan. Kemudian setelah makan malam, kami memutuskan untuk tidur.
***
Pagi harinya aku seperti biasa berangkat sekolah diantar dan pulangnya di jemput Om ku. Hal itu berlangsung sampai beberapa hari kemudian. Tak ada yang menarik selama beberapa hari mengikuti kegiatan belajar mengajar, karena aku yang masih tergolong murid baru, masih perlu banyak penyesuaian.
Sampai tibalah pada hari sabtu, setelah pulang sampai rumah kemudian makan dan istirahat. Sore harinya seperti biasa beberapa orang berdatangan mengantar sayuran mentah yang keesokan harinya diantar oleh Om ku ke pasar.
Om Heri ini adalah salah satu pemasok sayuran mentah di pasar, sayuran – sayuran yang dibawanya kebanyakan dibeli dari petani – petani sekitar. Karena jarak ke pasar yang lumayan jauh, makanya petani – petani sayur lebih memilih menjual ke Om ku daripada langsung ke pasar.
“Om besok aku ikut ke pasar ya..” ucapku pada Om ku yang sedang menata sayuran.
“ayolah… besok aku kenalin sama ciwi – ciwi cantik disana Rik..” balas Om ku.
“siiapppp Om..” balasku bersemangat.
“aku dikenalin juga gak Yah..” sahut Tante Septi tiba – tiba dari belakang yang tanpa kami sadari kehadirannya.
“eh.. anu Bun..” ucap Om Heri tergagap karena ke gep istrinya.
“anunya kenapa Yah..?” ucap Tante Septi sambil berkacak pinggal berdiri didekatku.
Kulihat Om Heri hanya nyengir salah tingkah tak bisa lagi berkata – kata.
“awas ya kalau Ayah macem – macem.. kusunat lagi nanti anunya..!!” ancam Tante Septi yang kemudian masuk ke dalam rumah.
Aku yang melihat Om ku tak berkutik dimarahi istrinya hanya bisa menahan tawa dan kulihat Om Heri hanya tersenyum kecut.
Malamnya setelah makan malam, aku memutuskan untuk tidur lebih awal biar nanti tidak telat ikut ke pasarnya karena ini baru pertama kalinya.
Seperti yang dibilang Tante Septi tempo hari, sekitar jam 3 aku dan Om Heri sudah berangkat menuju pasar. Aku yang belum terbiasa bangun jam segini hanya menguap berkali – kali menahan kantuk.
Sesampainya dipasar, kemudian Om Heri menurunkan barang bawaannya dan mengantarkan ke penjual – penjual di pasar. Aku ikut membantu Om Heri membawakan sayuran untuk diantarkan ke penjual – penjual.
Selama berpapasan dengan para penjual, terlihat mereka menyapa Om Heri dan ada yang cuma tersenyum mengangguk. Kulihat dari caranya bertegur sapa dengan Om ku, mereka seperti terlihat segan. Entah segan karena apa sih aku juga gak tau, yang jelas sih kalau aku melihat Om ku orangnya biasa – biasa aja.
“Om ciwinya mana..?” tanyaku saat berjalan mengantarkan sayuran.
“itu daritadi kan dah ketemu..” jawabnya melirikku.
Aku kemudian tolah – toleh melihat sekitar dan kulihat tak ada satu pun ciwi, yang ada ibu – ibu tua penjual – penjual di pasar. Oalah bangke, dikerjain lagi nih sama orang satu ini.
“taik..” gerutuku. Dan kulihat Om ku seperti menahan tawa.
Tak terasa sudah 1 jam kami bolak – balik mengantar sayuran mentah ke penjual – penjual eceran. Kulihat Om ku biasa – biasa saja tidak terlihat capek sedikit pun, berbeda denganku yang tangan terasa pegal dan keringat mengucur deras di pagi yang masih dingin ini. Mungkin aku harus sering – sering ikut Om ku ke pasar biar lebih terbiasa. Masa staminaku kalah sama Om ku yang umurnya jauh di atasku. Bisa – bisa diejek aku sama Om ku.
“pulang yuk.. kasian lihat kamu dah mau pingsan..” ucap Om Heri menyindirku saat kami berjalan ke mobil.
“udahlah Om gak usah ngejek..” jawabku sinis.
“dasar lemah..” ucap Om ku tanpa merasa berdosa.
Aku tak menjawab hanya meliriknya. Tenagaku udah habis mau menanggapi Om ku yang super jengkelin.
Saat perjalanan pulang, aku sempat tertidur bentar yang akhirnya aku dibangunkan Om ku karena sudah sampai rumah.
Aku sedang duduk di teras sambil merokok, kulihat sekarang masih pukul 6 pagi dan sekarang hari minggu, daripada gak ngapa – ngapain habis dari pasar, akhirnya aku memutuskan untuk jalan – jalan aja.
Setelah berpamitan dengan Om dan Tanteku, kemudian aku naik angkutan yang menuju alun – alun tengah kota. Aku ingin menikmati hari libur dengan jalan – jalan santai.
Setelah perjalanan yang lumayan memakan waktu, akhirnya sampai juga di alun – alun. Terlihat ramai sekali pengunjungnya, ada yang olah raga, ada yang jalan – jalan dan ada juga yang ngobrol sambil sarapan di warung – warung pinggiran.
Aku yang tadi niatnya cuma mau jalan – jalan, jadi tergoda ingin olah raga santai melihat situasi dan kondisi yang sangat mendukung.
Aku sempat melakukan pemanasan sebentar kemudian lari jogging mengelilingi alun – alun. Setelah dapat 2 putaran, aku kemudian duduk istirahat di dekat pohon disekitaran alun – alun.
“duh.. baru 2 putaran aja udah ngos – ngosan.. pantes di ejek sama Om ku.. dikatain lemah pula” gumamku yang sedang mengatur nafas.
Karena tadi gak sempet bawa bekal dan terasa haus, akhirnya aku mencari – cari penjual yang jual air mineral.
Saat menemukannya aku kemudian berniat untuk menghampirinya dan disaat yang bersamaan terlihat ada 3 cewek cantik – cantik yang kutaksir seumuran denganku dan salah satunya diantaranya memakai jilbab. Saat aku sedang mengamatinya, ternyata mereka sedang menuju ke penjual minuman tersebut. Hal itu membuatku mengurungkan niatku untuk membeli air mineral dan tetap duduk sambil mengamati cewek – cewek cantik tersebut. Aku menduga mereka juga habis berolah raga karena terlihat dari pakaian yang digunakan dan kulihat sesekali mereka menyeka keringat di dahinya.
Saat sedang fokus mengamati mereka dari kejauhan, tiba – tiba salah satu dari cewek tersebut melihat ke arahku. Aku dan cewek cantik tersebut sempat beradu pandang saling melihat beberapa saat sampai kemudian dia memalingkan wajahnya. Beberapa saat kemudian dia melihat ke arahku lagi. Aku yang dari tadi masih melihat ke arahnya tetap tidak nengalihkan pandanganku sampai kemudian cewek itu pun menunduk.
Beberapa saat kemudian, kulihat mereka kemudian pergi setelah membeli air mineral. Takutnya aku yang cuma ke geeran, aku sempat melihat sekelilingku apakah ada orang lain selain aku, hanya untuk memastikan kalau yang dilihatnya tadi itu aku.
Setelah itu gantian aku yang membeli air mineral dan kembali lagi menuju ke tempatku tadi untuk istirahat sambil minum.
Tak berapa lama kemudian melintas sebuah mobil didepanku yang berjalan dengan pelan yang kemudian berhenti dipinggir jalan. Kemudian terlihat 3 cewek – cewek cantik yang kulihat tadi menghampiri mobil tersebut dan memasukinya. Cewek yang sempat beradu pandang denganku tadi sempat melihat ke arahku sesaat sebelum masuk ke dalam mobil.
“cantik.. seandainya aku bisa kenal sama cewek itu..” gumamku yang masih teringat wajah cantiknya.
Aku melamun sambil senyum – senyum sendiri dan tiba – tiba aku tersadar.
“oalah Rik.. Rik.. mimpimu ketinggian… mana mungkin dia mau kenal sama cowok kampung macam aku” gumamku yang tersadar kemudian bergegas pergi untuk pulang.