EPISODE 1
PERMULAAN Kabar cukup mengejutkan datang siang tadi, tiba-tiba aku mendapatkan surat untuk mengikuti pelatihan dan sertifikasi soal manajemen dan SDM selama sebulan. Lokasinya berada di Bandung. Lumayan sebenarnya, tapi melihat jadwal yang diberikan aku pesimis kegiatan ini akan diikuti oleh senang-senang. Apalagi, setelah ini jelas tanggungannya akan segunung. Mulai dari laporan, presentasi, hingga ujian. Sialan. Oh ya, ini adalah kisahku yang lain. Bagi yang belum membaca kisahku sebelumnya, kuperkenalkan diriku singkat saja. Aku laki-laki berusia 25-an tahun bernama Awang, masih belum menikah, dan bekerja di sebuah perusahaan di kota kecil. Tapi perusahaanku cukup besar, memiliki beberapa unit kerja. Tak penting juga aku bekerja di mana. Di kisah sebelumnya, aku bercerita perihal perjalananku mengenal dunia persetubuhan dengan wanita, dan berlanjut mengenal wanita-wanita lain. Jangan tanya bagaimana semua berawal dan bagaimana aku menjalaninya, baca saja kisahku sebelumnya. Kisah ini sebenernya adalah bagian dari perjalananku. Ini terjadi setelah pertemuan terakhirku dengan Dokter Ara. Siapa dia? Baca saja, panjang kalau diceritakan. Tapi kisah ini tak akan panjang, biar kalian tak menunggu terlalu lama untuk menyelesaikannya. Kembali ke cerita. Aku diharuskan berada di hotel yang sudah ditentukan 3 hari setelah menerima surat. Dan itu hari Senin. Sekarang Kamis siang. Sial. Dengan persiapan sependek ini aku tak tahu apa yang harus kubawa. Pasrah saja, pikirku. Tak lolos juga nanti mengulang lagi. Kulihat tak ada nama peserta di lampiran surat. Tapi kata beberapa seniorku ini pasti gabungan berbagai unit kerja. Makin banyak hambatan sepertinya. Atau mungkin peluang? Ah, siapa tahu. Minggu malam aku sudah tiba di bandara. Kucari-cari sopir yang akan menjemput. Tak jauh dari tempatku berdiri, kulihat 3 orang yang sepertinya berusia tak jauh denganku, dua laki-laki dan satu perempuan. Perasaanku mengatakan mereka adalah rekan pelatihanku. Aku mendapat konfirmasi dari sopir perihal lokasi titik temu. Benar saja, tiga orang tadi berada di lokasi yang sama. “Peserta juga, Mas?” tanya laki-laki yang berkaca mata “Iya, Mas. Bertiga ini juga?” aku basa-basi bertanya “Yup. Aku Ilham dari Medan,” Ia memperkenalkan diri “Awang dari P,” sambutku, lalu kami bersalaman “Tommy,” aku bersalaman dengan seorang lelaki lainnya “Marta,” lalu perempuan tadi juga mengenalkan diri Cantik. Tingginya setara denganku, berambut panjang, dan kulit putih. Marta dari Balikpapan dan Tommy dari Cilacap. Benar juga dugaanku. Akan jadi perjalanan yang menantang sepertinya. Setelah kami menunggu beberapa menit, datang tiga orang lain yang kesemuanya perempuan. Dua orang sepertinya lebih tua dariku dan seorang lagi tampak muda sekali. Kami berkenalan. Yang muda tadi bernama Lika, dari Semarang. Dua orang lainnya Aisyah dari Lombok dan Nadia dari Bali. Keduanya berjilbab, sedang Marta dan Lika tidak. Kombinasi yang pas. Sejurus kemudian, kami sudah dalam perjalanan menuju hotel. Bandung macet seperti biasa, dan cukup dingin. Nampak hujan baru saja selesai turun, jalanan basah dan kabut masih tersisa. Tak banyak percakapan yang terjadi, kami nampak masih kelelahan. Apalagi banyak dari mereka yang lokasinya cukup jauh, dari luar jawa. Hanya basa-basi sedikit perihal asal usul dan bidang pekerjaan. Sisanya kami diam. Menikmati pikiran masing-masing. Setengah perjalanan, aku terlibat percakapan dengan Aisyah, perempuan asal Magetan yang ditempatkan di Lombok. Jauh juga. Ia tadi berangkat dari Surabaya. Aku paling tak mau bertanya soal usia, status pernikahan, dan segala hal yang bersifat pribadi kepada orang yang baru kenal. Tapi Aisyah menceritakannya tanpa diminta. Ia sudah menikah, anaknya satu berusia 4 tahun, dan sedang menjalankan long distance marriage. Wow. Percakapan kami terhenti karena mini bus sudah sampai hotel. Dua orang panitia sudah menyambut kedatangan kami. Mereka membagikan kunci kepada masing-masing dari kami. Ternyata seorang kebagian satu kamar. Asyik juga. Kupikir akan berdua. Setelah adegan penyambutan dan pemberian informasi bahwa besok acara akan dimulai pukul 09.00, kami dipersilakan istirahat. Waktu sudah menunjukkan pukul 20.45. Panitia juga memberitahukan bahwa akan ada 26 peserta yang akan mengikuti pelatihan ini. Banyak juga. Aku kebagian kamar di lantai 12, paling atas. Hanya Nadia dan Marta yang selantai denganku. Aisyah dan Lika turun di lantai 10 sedang dua laki-laki lain turun di lantai 7. Setelah memasuki kamar, aku tak kuasa untuk menahan diri. Kurebahkan tubuhku dan tak lama kemudian hilanglah kesadaran. Esoknya, aku bergabung dengan orang-orang yang lebih dulu berada di restoran untuk sarapan. Kulihat ada Ilham, Tommy, dan Lika yang kukenal di ruangan ini. Lainnya makhluk asing semua. Karena tak ada kursi kosong untuk bergabung bersama mereka, aku memutuskan untuk bergabung dengan beberapa orang yang belum kukenal. Singkat cerita, kami semua berada dalam satu kelas dan mengikuti materi setiap hari dari pukul 08.30 sampai 17.00. Hanya jeda makan siang dan Asar. Kepalaku sudah mendidih menerima materi begitu. Ini hari Sabtu, dan enam hari sudah kami bersama. Interaksi mulai cair. Beberapa telah kuketahui asal muasalnya. Ada 5 orang yang berasal dari perusahaan yang sama denganku. Dua diantaranya cukup kukenal dengan baik, maka interaksi kami juga cair. Aku juga makin dekat dengan Aisyah, orang pertama yang mengajakku berbincang di mobil. “Minggu besok rencana ke mana, Wang?” tanya Aisyah saat kami istirahat makan siang “Belum tahu, Mbak. Mungkin di hotel atau jalan-jalan sekitar sini saja,” jawabku diplomatis Aku memang masih menambahkan panggilan Mbak di depan namanya. Kuketahui ternyata usianya 32 Tahun, tak enak juga bila hanya kupanggil namanya. Ia pun tak keberatan dengan itu. Kami memang banyak berbincang seminggu ini. Meskipun Ia juga terlibat perbincangan dengan peserta lain. Sifatnya yang supel membuatnya mudah dikenal dan akrab dengan orang lain. Ia juga ceria orangnya. Beberapa kali kulihat Ia menghubungi Sang Anak melalui panggilan video saat istirahat. Aku jarang menemukannya menghubungi Sang Suami. Mungkin saat malam hari, lanjut dengan adegan lain. Bisa jadi. “Beberapa orang kayaknya balik nanti sore. Ada yang rumahnya nggak jauh dari sini” Aisyah berusaha memberikan informasi “Mbak Ais nggak mau pulang juga?” aku memancing saja “Nggak lah Wang. Jauh Lombok sini. Suamiku juga lagi dinas di Balikpapan” jawabnya “Naik pesawat kan deket, Mbak. Bandung-Balikpapan 1,5 Jam. Bandung-Lombok satu jam” aku menggodanya “Deket sih. Ongkosnya yang bikin pusing” kami tertawa, senyumnya manis juga lama-lama. Suaminya sebenarnya bekerja di Surabaya, tapi sekarang sedang dinas di Balikpapan. Anak dibawanya ke Lombok beserta Ibunya. Satu bulan sekali, suami datang ke Lombok. Atau waktu dinas ke Surabaya, mereka berjumpa. Aisyah sudah menjalani pernikahan seperti ini selama 6 tahun. Tahan juga. Aku jadi berpikir, bagaimana pemenuhan kebutuhan biologisnya ya? Mau tanya kok ya tak enak. Kami baru kenal seminggu. Kami berbincang santai saat makan siang. Kami hanya duduk berdua. Tiba-tiba, seorang wanita duduk bergabung. “Ikut gabung ya gaes” Ia menyapa kami dengan ramah, kami berdua hanya tersenyum dan menganggukkan kepala Namanya Laura. Aku baru punya kesempatan berbincang 3 hari lalu meski sejak hari pertama kami saling kenal. Dilihat dari wajahnya, sepertinya Ia memiliki darah chinese. Kulitnya putih tapi rambutnya terlindungi oleh jilbab. Tak enak juga kan tanya asal usulnya. “Laura nanti balik Jogja?” tanya Mbak Aisyah “Enggak, Mbak. Aku dapat PR banyak dari atasan, harus selesai sebelum senin,” jawabnya sambil memasang wajah lesu “Duh pelatihan gini masih saja dapat PR” Mbak Aisyah balas dengan meledek Laura hanya memancungkan bibirnya. Kami balas dengan tertawa. “Mbak Aisyah nggak balik?” Ia kini balik bertanya “Suami lagi di Balikpapan nih. Minggu depan aja kayaknya,” sepertinya Laura akan melancarkan serangan balik “Wah nggak jadi kangen-kangenan dong kalau gitu,” benar saja, Ia ganti meledek Kami tertawa bersama. Perempuan-perempuan kalau sudah bercanda masalah begituan kadang memang frontal. Aku sih hanya menikmati saja. “Awang sih enak ya, belum ada yang nungguin di kamar,” aku malah kena juga “Tapi kan cewek Bandung banyak ya, Wang?” Kini Mbak Aisyah malah menambahkan “Takut, Mbak. Nanti kalau aku diculik gimana? Panitia yang repot” kubalas saja dengan bercanda Kami tertawa lagi. Dan bercandaan soal begituan masih berlanjut hingga acara makan siang selesai. Dasar wanita, dipancing sedikit keluar semua. Laura pengantin baru. Ia menikah 4 bulan lalu. Sebenarnya Ia juga menjalani LDM, tapi hanya Jogja-Semarang yang tiap minggu bertemu. Itu pun aku baru tahu saat kami bertiga bergurau tadi. Dasar wanita-wanita haus belaian. Kini aku berdoa siapa tahu ada kesempatan menikmati mereka. Kelas hari ini selesai. Materi yang cukup padat membuat kami keluar kelas dengan muka kusut. Beberapa orang langsung cabut untuk kembali ke rumah masing-masing. Tommy, salah satu lelaki yang paling akrab denganku mengajak untuk menikmati bandung nanti malam. Aku menolak halus dengan alasan sedikit lelah. Tommy masih bujanh, dari gelagatnya Ia sepertinya pemburu wanita. Aku menghindari orang-orang tahu bagaimana kelakuanku. Jaga image kalau kata anak sekarang. Malam hari, aku memilih untuk bersantai di cafe hotel, di lantai paling atas. Menikmati Bandung gerimis begini sangat menenangkan. Tinggal selimutnya saja, lengkap sudah. “Loh, nggak keluar, Wang?” suara perempuan mengagetkanku “Loh Laura ngapain di sini?” aku balik bertanya “Gerimis-gerimis, cari yang anget” Ia menjawab penuh dengan teka-teki “Selimut di kamar juga anget sih,” jawabku ngasal Kami tertawa. Ia duduk di sebelahku, lalu memesan sesuatu. Laura mengenakan pakaian santai malam ini, lengkap dengan jilbabnya. Kami berbincang ringan perihal kegiatan seminggu ini. Hal yang sebenarnya tak ingin kubahas. “Ini nggak ada topik lain? Malam minggu loh” aku tertawa, Ia pun begitu Percakapan kami beralih topik. Ia menceritakan sedikit kehidupan pribadinya. Perihal suaminya yang lebih tua 10 tahun darinya, dan mereka ternyata tak lama saling kenal sebelum menikah. Perjodohan? Ia menyebutnya tidak. Karena mereka memang kenal sendiri, meski melalui perantara temannya. Yang membuat aku sedikit kaget adalah usianya ternyata 31 tahun. Kalau dilihat-lihat, kupikir Ia sebaya atau lebih muda dariku. “Kamu kenapa masih sendiri, Wang?” Ia berusaha mengulik kehidupanku Aku penasaran ingin membawa percakapan ini ke arah yang lebih menantang. “Mainnya masih kurang jauh dan kurang puas” jawabku sambil tersenyum “Dasar lelaki,” Ia membalas senyumanku “Kata orang-orang sih berpetualang” aku makin berani “Sudah berapa orang yang dijelajahi?” Ia tersenyum, nakal sekali “Belum banyak, masih cupu,” aku merendah “Aku di kamar 1026, WA dulu ya, di sini dingin ternyata” Ia berdiri, meninggalkanku yang sedikit tertegun Aku tersenyum setelah bayangannya menghilang. Petualangan baru dimulai. Agak lebih lambat sebenarnya. Tapi, untuk permulaan, ini lawan yang tangguh sepertinya.