BU KADESKU, BONEKA SEXKU ( Cerita ini hanyalah fiktif belaka, tidak bermaksud SARA. Jika ada kesamaan tokoh dan tempat itu hanyalah kerandoman belaka)
Episode 1 Kesibukan nampak terlihat di rumah ibu Yulia malam itu. Di rumah yang bernuansa putih itu nampak terlihat puluhan warga tengah menyantap hidangan yang disajikan oleh sang tuan rumah. Maklum, malam itu Bu Yulia sedang mengadakan acara open house bagi warga Desa Suka Bangun. Tujuanya satu, untuk meminta dukungan dan doa restu dari seluruh warga dalam pencalonan dirinya yang maju kedua kalinya dalam Pilkades Desa Suka Bangun. Meski dalam Pilkades sebelumnya Bu Yulia pernah gagal, namun kali ini beliau sangat optimis bisa memenangkan Pilkades yang akan berlangsung Minggu depan. Lawan Bu Yulia kali ini tak tanggung- tanggung. Dia adalah Pak Bambang- salah satu tokoh masyarakat yg sangat terpandang karena sering memberi bantuan pada kegiatan desa dan sangat dekat dengan para pemuda. Bu Yulia dan Pak Bambang akan memperebutkan kursi Kades yg kali ini kosong karena sang Incumbent sudah tak boleh mencalonkan diri lagi ketiga kalinya. Semua warga nampak asyik menikmati hidangan yang disajikan sembari bercengkrama satu sama lain. Beragam hidangan lezat mulai dari sate, soto, bakso, siomay hingga beragam camilan nampak disajikan di meja prasmanan. Dengan mengenakan gamis berwarna abu abu gemerlapan, Bu Yulia nampak menjadi pusat perhatian banyak orang. Untuk menutupi dadanya yg besar, ia sengaja memilih jilbab lebar berwarna biru muda yg terlihat cocok dengan gamisnya. Tak lupa, sapuan lipstik warna merah yg senada dengan kalung yang dikenakannya nampak kompak menambah pesona wanita 42 tahun tersebut. Dengan senyum manisnya ia menyapa dan menyalami semua tamu yang hadir satu demi satu. Pada setiap tamu yang hadir, Bu Yulia meminta doa dan dukungan mereka. Diantara tamu itu, turut pula Pak Hendro. Sebagai salah satu tokoh desa yang terkenal sebagai seorang saudagar kaya, tentu saja Bu Yulia tak lupa untuk mengundang sosok pak Hendro. ( Ilustrasi Bu Yulia ) Bagi pak Hendro, undangan tersebut sangat berarti untuknya. Pak Hendro tak mau melewatkan kesempatan itu. Selain beliau masih satu RW dengan Bu Yulia, namun Pak Hendro selama ini juga diam diam menaruh hati kepada sosok Bu Yulia. Dengan statusnya sebagai seorang duda, sosok Bu Yulia yang cantik tentu saja sangat menarik minatnya, terlebih Bu Yulia juga berstatus sebagai seorang janda. “Mohon dukungan dan doa restunya ya pak,” sapa Bu Yulia kepada pak Hendro sembari tersenyum. “Tentu saja Bu, saya akan dukung ibu 100 %. Desa ini perlu sosok pemimpin yg cerdas dan visioner seperti ibu.” Jawab pak Hendro dengan senyum ramahnya. “Jika saya menang, saya berjanji akan melaksanakan semua program kerja saya. Desa ini akan saya bangun, saya percantik, dan saya sejahterakan. Namun tentu saja, peran warga termasuk pak Hendro sangat kami butuhkan.” Kaya Bu Yulia. “Saya setubuh dengan ibu!” … “Eh maaf, saya setuju maksudnya,” goda Pak Hendro kepada janda beranak 1 tersebut. “Pak Hendro bisa saja,” wajah Bu Yulia sedikit memerah mendengar candaan nakal Pak Hendro itu. “Tapi benar Bu, saya akan dukung ibu sepenuhnya. Bukan hanya secara moril, namun bila perlu secara materiil,” kaya Pak Hendro. “Maksud bapak?” Pancing Bu Yulia mendengar kesempatan emas di depan matanya. “Ibu Yulia tentu saja sudah paham. Untuk maju dalam Pilkades ini tentu saja ibu memerlukan banyak biaya bukan? Kalau saya amati, kekalahan Bu Yulia dalam Pilkades sebelumnya bukan karena ibu tidak cakap,namun karena menurut saya ibu kurang berani dalam mengeluarkan dana guna meraup dukungan. Maafkan saja jika analisa saya ini salah,” Pak Hendro berterus terang. “Bapak benar, saya menyadari itu. Mungkin dulu saya terlalu polos dan idealis. Lantas apa saran bapak…?” Pancingnya kembali. “Untuk itu, Saya menyarakan ibu untuk ikut bermain uang. Hal itu sudah wajar terjadi dimana mana. Ibu tak perlu bersikap idealis lagi.” katanya “Saya sepakat dengan bapak. Namun… Jujur saya rasa saya masih kalah modal dengan pak Bambang pak,” Bu Yulia berterus terang. “Nah, untuk itu lah saya ingin menawarkan bantuan kepada ibu. Jika ibu masih kekurangan dana kampanye, saya siap memberikan pinjaman berapapun yg ibu butuhkan!” kata Pak Hendro sembari tersenyum dalam hati. “Apa bapak serius? Saya bisa meminjam uang Pak Hendro?” mata Bu Yulia bersinar mendengar tawaran emas itu. “Tentu saja. Ibu bilang saja berapa yg ibu butuhkan?”katanya penuh keyakinan. “Saya sangat menghargai niatan baik bapak, terima kasih sebelumnya. Namun untuk itu, rasanya tidak enak jika kita bicarakan disini sekarang pak,” jawab Bu Yulia malu. “Saya paham Bu, santai saja. Jika ibu malu, kita bisa bicara lewat telepon. Atau ibu bisa datang kerumah. Pintu rumah saya selalu terbuka lebar untuk ibu,” kata Pak Hendro meyakinkan. “Terima kasih sekali lagi pak. Akan saya pertimbangkan dulu hal itu.” Bu Yulia sedikit terharu akan kebaikan hati pak Hendro. “Saya tak sabar melihat Desa ini segera dipimpin oleh kepada desa yg tak hanya cerdas,namun cantik seperti itu” rayu Pak Hendro membuat pipi Bu Yulia kembali memerah. Setelah percakapan itu, satu demi satu tamu tamu yg hadir di rumah Bu Yulia berangsur angsur berpamitan. Hingga pada pukul 23.15 akhirnya kediamannya sudah kembali lengang hanya menyisakan Bu Yulia, Cantika putrinya , dan Bu Darmi pembantu dirumah itu. Setelah membersihkan seisi rumah dan bersih diri, Bu Yulia yang teramat letih memilih untuk segera merebahkan diri di dalam kamarnya. Ditatapnya langit langit kamar itu sembari membayangkan dirinya mengenakan seragam putih yang biasa dipakai saat pelantikan Kepada Desa. Dalam lamunannya, ia membayangkan dirinya memakai seragam kebanggan itu sembari mendapatkan ucapan selamat dari semua warga atas kemenangannya. Maklum, niatanya untuk menjadi Kades di Desa Suka Bangun sudah teramat kuat. Kegagalannya dahulu memecut dirinya untuk berusaha lebih keras lagi. Jika perlu beragam cara dan usaha akan ditempuhnya agar bisa menang, tak terkecuali jika ia harus bermain uang. Di saat itulah Bu Yulia kembali teringat akan tawaran emas Pak Hendro yang siap memberikan dukungan dana berapapun yg ia butuhkan. Bu Yulia tak ingin melewatkan kesempatan itu, ia harus segera berbicara empat mata dengan pak Hendro. Bersambung ke : Episode 2
Episode 2 Keesokan harinya, derasnya hujan bulan Desember mengguyur Desa Suka Bangun malam itu. Hilir mudik dan keramaian warga menjelang Pilkades tak nampak malam itu. Hawa dingin yang dibawa oleh guyuran hujan yang berpadu dengan angin kencang menyeruak di seluruh penjuru desa. Suasana yang dingin itu menjadikan sebagian besar warga desa lebih memilih untuk tidur lebih awal meskipun waktu masih menunjukkan pukul 20.30. Bagi mereka yang sudah berkeluarga, suasana hujan seperti ini sangat cocok digunakan untuk memadu kasih dengan pasangannya masing masing. Namun bagi Pak Hendro yang adalah seorang duda, suasana hujan seperti ini hanya menambah penderitaannya yg hidup dalam kesepian selama beberapa tahun ini. Namun, Pak Hendro rupanya punya kesibukan sendiri malam itu. Sembari duduk di atas kursi ruang kerjanya, tangan pak Hendro tengah asik bermain dengan smartphonenya. Dibukanya halaman demi halaman situs porno Jepang yang menampilkan cover video sex JAV. Diantara cover cover itu banyak terlihat wanita wanita muda Jepang dengan payudara berukuran tak masuk akal bugil. Mulai dari wanita muda bersama kakek kakek, wanita yg digerayangi banyak pria, wanita tukang pijit dengan tubuh penuh minyak, sampai cover yg menampakkan pose seorang ibu ibu pembantu rumah tangga yg hanya memakai sebuah bikini tengah menyapu rumah. Diantara ratusan artis JAV itu, Pak Hendro paling tergila gila dengan Nina Nishimura. Wanita muda itu memiliki kulit putih, wajah manis, namun dengan bentuk tubuh dan ukuran payudara yang tak masuk akal. Tak kalah asiknya dengan pak Hendro, Mirna yang berjongkok persis di depan selangkangan Pak Hendro tengah asik mengulum kontol majikanya itu. Rupanya, pembantu muda berusia 28 tahun itu sedang diminta memberikan pelayanan tambahan oleh Pak Hendro. “Uuuh….enak banget Mir seponganmu”, kata Pak Hendro sembari menyingkap rambut yang menutupi wajah pembantunya itu. Mirna yang tengah asik memanjakan kontol pak Hendro hanya bisa tersipu malu tanpa ada niatan menjawab. “Udah Mir nyepongya, sekarang sini aku pangku kamu. Saatnya buat ngajar tempikmu” Pak Hendro nakal. “Baik pak,” jawab Mirna yg kemudian melepas kulumanya dan berangsut berdiri dan siap untuk duduk dipangkuan pak Hendro. “Sini, manjain kontolku sama pantat n tempik angetmu sayang” kata Pak Hendro sambil menarik tubuh Mirna. “Gak usah pakai kondom dulu ya” pinta Pak Hendro. Mirna mengangguk mengiyakan permintaan majikanya itu. “Croot dalem juga gak papa pak, lagi gak subur, hehehe ” jawab Mirna dengan binalnya. Kemudian dimulailah kepuasan yg sesungguhnya malam itu. Sambil meremas remas payudara Mira yg besar, Pak Hendro dengan lahapnya menciumi punggung dan leher Mirna. Dilain sisi, Mirna dengan sekuat tenaga memanjakan kontol pak Hendro dengan tempik dan pantat besarnya. “Gila, tubuh semok, putih n wajah manis kaya kamu gak cocok Mir jadi pembantu. Kamu cocoknya jadi biduan dangdut,” puji Pak Hendro. “Ah bapak bisa saja. Gak papa pak jadi pembantu bapak, yang penting punya uang banyak,” jawabnya sambil menatap sepuluh lembar uang ratusan ribu yg berada di meja sampingnya. “Kalau mau dapat uang banyak, kamu puasin kontolku setiap hari,” tantang Pak Hendro yg meminta Mirna mengentalkan pantatnya lebih kencang lagi. “Ampuuun pak, gak kuat kalau tiap hari,” celetuk Mirna. “Ngomong omong, nanti kalau Bi’ Ningsih sudah kembali dari kampung, kapan kapan kita main bertiga lagi ya,” bujuk Pak Hendro menyebut salah satu pembantunya yg lain yg rupanya sedang ijin mudik. “Wah bapak, sukanya kaya film Jepang terus. Bi’ Ningsih udah tua pak, jangan suka dientot terus”, candanya. “Udah tua tapi masih enak kok kalau dientot. Susunya kagak nahan kl dientot. Kaya gempa Mir,” puji Pak Hendro akan sosok Bi Ningsih yg juga sering dimintai pelayanan lebih olehnya. “Kencengin lagi Mir, mau Croot ini” perintah Pak Hendro sembari menjambak rambut pembantunya. Semakin Pak Hendro asik menikmati hentakan keras pantat Mirna yg membuat kontol Pak Hendro seperti mau patah, semakin memuncak pula cairan pejuh yg ada dalam dua buah zakarnya. Semakin kencang Mira menggenjot pantatnya, semakin Pak Hendro mengejang. Namun saat Pak Hendro hampir mencapai puncak kenikmatannya, tiba tiba gangguan yg tak tau waktu datang. Bunyi bel rumahnya berbunyi beberapa kali. “Ah setan…. siapa pula tamu malam malam hujan gini datang!” Pak Hendro kesal. Mood dan birahinya seketika rusak. “Gimana pak? Mau diteruskan atau lanjut nanti?” Tawar Mirna. “Lanjut nanti aja ya. Pokoknya malam ini pengen merkosa pantatmu aku.” Kata Pak Hendro sembari meminta Mirna untuk berhenti. “Sana kamu bukakan pintu dulu. Bilang siapa yang datang. Saya mau ganti pakaian dulu” perintahnya. Sementara Mirna yg cukup panik mendengar bunyi bel yg tak kunjung berhenti hanya memakai pakaian seadanya. Celana dalam dan BH yg tergeletak di lantai dibiarkannya. Ia hanya nampak memakai daster tipis yg kelihatan lusuh. Sambil membenahi rambutnya yg berantakan dan pakainya yg lusuh Mirna melenggang ke pintu ruang tamu untuk membukakan pintu. Saat pintu itu dibuka, Mirna terkejut saat mendapati Bu Yulia lah tamu yg datang berkunjung ke rumah Pak Hendro. “Eh…Bu Yulia, silahkan masuk Bu,” sapa Mirna mencoba ramah meskipun sebenarnya ia kesal. “Terima kasih, Pak Hendro ada dek Mirna?” Sapa Bu Yulia sembari keheranan saat melihat dua buah puting payudara Mirna terlihat menonjol dibalik daster tipisya. Bu Yulia hanya bisa tersenyum dalam hati mendapati pemandangan seperti itu. “Ada Bu, segera saya panggilkan. Silahkan ibu duduk dahulu disana,” tunjuk Mirna pada deretan kursi di ruang tamu. Sejenak kemudian, Mirna melapor kepada Pak Hendro yg tengah sibuk merapikan dirinya. “Pak… Ada Bu Yulia datang bertamu,” katanya. Pak Hendro yang tak percaya apa yg dikatakan Mirna sangat terkejut. “Bu Yulia calon Kades? ” “Benar pak. Aneh, malam malam gini beliau datang bertamu seorang diri.” timpa Mirna. “Suruh beliau tunggu sebentar dan buatkan minuman hangat,” perintah Pak Hendro. “Buatkan beliau Jahe Susu Purwoceng yg dari Dieng itu. Kasian beliau pasti kedinginan,” tambahnya. “Setelah itu, kamu masuk kamar dan jangan ganggu dulu ya. Kami ada urusan penting Mir.” Mirna kemudian mengangguk mengiyakan permintaan Pak Hendro tersebut. Pak Hendro yang tadi sempat kesal lantaran kesibukannya bersama Mirna terganggu sontak kegirangan bukan main. Iapun dengan semangat memakai pakaian terbaiknya untuk menemui Bu Yulia. Setelan celana The Executive dan kaos Polo diambilnya. Tak lupa, beberapa semprotan parfum mahalnya ia bubuhnya ke sekujur tubuhnya. Disisinya rambut hitam yg baru disemirnya itu. Tak lupa pak Hendro juga menyisir kumis tebalnya agar terlihat rapi. “Selamat malam Bu Yulia. Maaf membuat ibu menunggu lama.” Sapa Pak Hendro hangat. “Tidak mengapa pak, saya yg kurang ajar malam hujan seperti ini datang bertamu.” Kata Bu Yulia tersenyum manis. “Ibu sendirian?” Pak Hendro penasaran. “Tadi saya minta antar Cantika pakai mobil. Ia langsung pulang. Nanti saya minta jemput dia lagi.” “Terima kasih ya Bu, sudah menyempatkan silahturahmi di gubuk saya ini,” kata Pak Hendro sambil mengajak mata Bu Yulia berkeliling menyaksikan deretan lukisan mahal dan benda benda antik dirumahnya. “Gubuk sebesar ini, Pak Hendro hanya tinggal bersama pembantu saja ya?” “Ya maklum lah Bu, duda yang tak laku laku seperti saya ini ya hanya bisa tinggal sendirian. Anak saya Rian masih kuliah di Jogja.” Jawab polos Pak Hendro. “Bapak menyindir saya? Hehee Saya juga janda tak laku laku pak. ” Canda Bu Yulia. “Kalau Bu Yulia ini, janda kualitas HD. Bukanya tidak laku, tapi yg mau mendekati ibu balik kanan Grak. Hehehee Pak Hendro mulai menggombal. “Bapak selalu bisa menggombali saya” Bu Yulia tertawa kecil.” “Nah, sebelum Bu Yulia mengatakan maksud kedatangannya malam ini, silahkan minum dulu. Ini minuman hangat khas Dieng Bu” tawar Pak Hendro tentang minuman hangat yg bisa membuat tubuh panas itu. “Terima kasih pak, bapak juga silahkan minum.” Keduanya nampak menyeruput minuman hangat buatan Mirna tersebut. “Jadi, maksud saya silahturahmi ke rumah bapak malam ini adalah untuk menindaklanjuti obrolan kita yg kemarin pak. Terus terang saja, saya ja bermaksud meminjam uang Pak Hendro untuk kepentingan Pilkades.” Kata Bu Yulia tanpa ditutup tutupi. “Oh…mengenai itu. Ibu tidak perlu khawatir. Saya tidak berbohong. Ibu perlu berapa saya siapkan malam ini juga,” Pak Hendro mulai meyakinkan Bu Yulia. “Terima kasih Pak. Kalau diijinkan, saya ingin meminjam uang bapak 150 juta. ” Pinta Bu Yulia yg sudah kepepet. “Cuma 150 juta saja Bu?” pak Hendro memastikan. “Benar pak, sementara cukup 150 juta saja.” “Baik Bu, saya siapkan. Tapi kalau boleh ibu ikut saya ke kamar brangkas untuk bersama sama menghitung uangya. Kalau diruang tamu rawan Bu.” Bujuk Pak Hendro yg mulai menggiring Bu Yulia masuk ke lubang busuknya. Meski sedikit canggung, Bu Yulia pun mengikuti Pak Hendro ke ruang kerja yg sekaligus tempat penyimpanan brangkas. Di dalam ruang kerja itu, terdapat juga sebuah kasur tempat Pak Hendro biasa beristirahat. “Jangan takut Bu, kalau ibu khawatir, biarkan saja pintunya terbuka. Lagipula ada Mirna dirumah ini.” Pak Hendro membiarkan pintu ruang itu terbuka. Seperti yg dijanjikan, Pak Hendro pun membuka pintu brangkas dengan tombol kombinasi khusus tanpa sepenglihatan Bu Yulia. Setelah brangkasnitu dibuka, ia kemudian dengan sengaja ia memamerkan isi brangkasnya di depan Bu Yulia yang memang sangat memerlukan uang malam darinya. Diambilnya beberapa gepok uang dari dalam brangkas itu dan mengajak Bu Yulia untuk menghitungnya bersama sama. “Ini Bu, Pas 150 juta,” katanya. “Pas, Pak… 150 juta”, jawab Bu Yulia mengiyakan. “Dan ini, tambahan 10 juta saya berikan cuma cuma. Mohon ibu berkenan menerima sebagai dukungan nyata saya agar ibu bisa menjadi Kades,” “Pak Hendro… Terima kasih banyak pak. Saya sampai tidak bisa berkata kata. Bapak baik sekali. Terima kasih pak, terima kasih banyak.” Bu Yulia merasa bahagia sekali malam itu. Ia bahkan sempat menitikkan air mata dihadapan pak Hendro. Dengan lemah lembut, Pak Hendro pun menawarkan tisu kepada Bu Yulia. “Lantas, untuk perjanjian hitam diatas putihnya apakah kita urus malam ini juga pak? Kita perlu saksi untuk perjanjian ini,” Bu Yulia penasaran “Ah, tidak perlu hitam di atas putih, notaris atau saksi segala Bu. Saya percaya dengan ibu. Saya hanya perlu sedikit jaminan dari ibu.” jawab Pak Hendro mulai memainkan akal bulusnya. “Lantas apa yg bisa saya jaminkan kepada bapak untuk uang sebanyak ini? ” Bu Yulia penasaran. “Boleh saya bissikan ke telinga ibu” Pinta Pak Hendro. “Ah bapak, pakai dibissikan segala.” Apa pak itu?” Dengan penuh nafsu, Pak Hendro membisikkan kata kata yg Bu Yulia sendiri sampai tak percaya bahwa Pak Hendro akan mengucapkannya. “Saya ingin foto telanjang ibu sebagai jaminan ya” kata Pak Hendro ditelingga Bu Yulia. “Bu Yulia yg mendengar langsung kata kata bekat itu dari dekat seketika merinding dan marah kepada pak Hendro” “Bapak!…. Apa apaan itu. Kurang ajar sekali bapak”. Bersambung