HUJAN gerimis sore-sore. Tadi siang Mama bilang padaku nanti sore mau pergi ke super market berbelanja kebutuhan sehari-hari. Kulkas dan lemari kami sudah kosong. Adikku, Clara juga butuh pembalut karena sedang haid.
Nanti sore Mama pengen minta aku mengantarnya ke super market dengan mobil Papa karena mobil Papa sedang menganggur di rumah. Papa berada di luar kota untuk keperluan kantornya. Biasa, sebulan sekali Papa harus keluar kota selama beberapa hari.
Teringat dengan pesan Mama tadi siang, aku segera membereskan mainanku di komputer. Dan sewaktu aku keluar dari kamarku, aku melihat Mama sedang celingak-celinguk melihat ke kiri dan ke kanan berjalan perlahan-lahan ke keranjang pakaian, mungkin Mama takut kelihatan orang, karena saat itu Mama hanya memakai celana dalam, sedangkan dadanya yang telanjang ditutupi dengan kaos.
“Mah~~~,” aku memanggil Mama yang sedang mencari sesuatu di keranjang pakaian.
“Duhhh~~~ Gusti, Mamah jadi kaget, untung Mamah nggak jantungan. Kamu ini ngagetin Mamah aja deh~~~” kata Mama memandang aku yang sedang berdiri di depan kamarku.
“Ahh Mamah~~~, gitu aja kaget! Mamah juga sih, biasanya sudah rapi kalau mau pergi, ini masih pake kayak gituan~~~” jawabku. “Mama jadi nggak ke super market?”
“Jadi~~~! Itu si Munah, habis cuci BH Mamah, entah tarohnya di mana~~~”
“Emangnya BH Mamah cuma satu?”
“Husss~~~ jangan berisik ahh~~~! Sudah, pergi sana~~~ jangan dekat-dekat Mamah dulu,” usir Mama. “Mamah hanya pakai beginian, nanti kelihatan Uki, nggak enak Mamah, Uki lagi main di luar. Sudah, sana~~~”
“Mamah yang masuk aja deh sana, biar aku yang cariin BH Mamah. Warna apa sih BH Mamah?”
“Yang biasa Mamah pake~~~” jawab Mama secepatnya pergi meninggalkan keranjang pakaian tanpa memberikan deskripsi padaku apa warna BH-nya.
Aku sempat memandang pantat Mama saat Mama berjalan kembali ke kamarnya. Hmmm~~~ pemandangan yang indah. Kalau saja aku bawa hape pengen aku videoin itu pantat yang bahenol buat bahan onaniku. Eh~~~ ceritanya kok jadi melenceng begini sih? Maklum, baru pertama kali melihat pemandangan indah dengan mata telanjang, bukan secara virtual. He~~ he~~
Aku segera mengobok-obok tumpukan pakaian di keranjang mencari BH Mama. Tidak lama aku mengobok-obok, langsung kutemukan BH Mama yang berwarna hitam. Wahh… cukup besar BH Mama, nomor 38B… ughhh… desahku keluar ludah ngiler membayangkan payudara Mama yang montok.
“Ini bukan, Mah?” tanyaku membawa BH Mama masuk ke dalam kamar Mama.
Mama yang sedang berdandan di depan cermin menengok ke belakang. “Iya, taruh di tempat tidur.” suruhnya. Mama sudah memakai celana panjang, sedangkan punggungnya ditutupi dengan handuk.
Aku menaruh BH-nya di tempat tidur, lalu mendekati Mama. “Kamu sudah mandi, belum?” tanya Mama.
“Sudah dari tadi,” jawabku.
“Sudah dari tadi pagi?” balas Mama mencandai aku karena Mama tahu aku malas mandi. He… hee…
“Neh… coba Mamah cium, sudah wangi sabun mandi atau masih bau keringat.” jawabku memeluk Mama dari belakang dan sekalian dengan nekat aku menarik handuk yang menutupi punggungnya.
“Gustiiiii~~~~!!” seru Mama mau merebut kembali handuknya, tetapi handuknya langsung kulemparkan ke tempat tidur, sehingga di depan cermin terpampang kedua payudara Mama yang telanjang.
Busyet deh ~~~ besar! Montok!
“Iseng ya, kamu!” omel Mama.
“Hii… hiikk…”
“Ketawa lagi. Lucu ya?” kata Mama membiarkan payudaranya telanjang di depan cermin, kemudian melanjutkan memoles pipinya dengan bedak.
Aku memeluk Mama dari belakang. “Besar banget, Mah. Aku pegang ya?” kataku semakin berani karena terangsang.
“Jangan!” kata Mama saat aku menaikkan tanganku.
“Ahh~~ Mamah~~~ pegang sebentar aja, boleh ya Mah~~~” rayuku tidak kuturunkan tanganku.
“Awas! Nanti Uki tiba-tiba masuk ke sini, bisa repot kita…”
Ternyata Mama takut dengan Uki, sebenarnya payudara Mama boleh dipegang. Hee,~~~ hee~~~
Tanganku langsung menjamah payudara Mama yang montok itu pelan-pelan. Aku usap, aku elus dan aku pegang putingnya yang menonjol tegang. “Adik”ku ikut meradang, sementara Mama memoles bibirnya dengan gincu berwarna merah segar, sehingga bibir Mama yang tipis itu terlihat bagaikan kelopak bunga mawar yang sedang mekar indah. Seandainya Mama mengizinkan aku lebih daripada memegang payudaranya, kataku dalam hati.
“Mmm… mm… boleh aku~~~ netekkah, Mah?” tanyaku nekat. Kalaupun Mama mau marah padaku aku berhak menerimanya.
“Netek?” tanya Mama. Nada suaranya tidak marah. “Mau berangkat ke super market jam berapa?”
“Belum juga jam 4. Boleh ya, Mah?” rayuku dan kucium pundaknya yang wangi sabun mandi.
“Mau ngapain sih netek segala? Kamu ini aja-aja deh. Ayo, di mana?!”
Haa~~ haa~~ rayuanku kena sasaran. Ternyata Mama tidak tahan rayuan!
“Terserah Mamah, kalau Mamah kasih. Kalau nggak ya nggak papa~~~ aku hanya iseng, pengen bernostalgia~~~” jawabku santai.
Mama sudah rapi merias wajahnya, sudah berbedak dan sudah bergincu merah di bibirnya. Aku duduk di tepi tempat tidur, sedangkan Mama berdiri di depanku menyodorkan puting susunya ke mulutku.
Dengan malu-malu canggung aku mulai menghisap puting susu Mama. Aku menikmatinya secara perlahan-lahan sementara payudara Mama yang satu lagi kupegang, kuusap dan kuelus. “Enak, ya?” tanya Mama sewaktu aku menatap wajahnya yang cantik. “Jangan hanya hisap yang sebelah situ, sebelah sini juga dihisap.” kata Mama mengajariku, mungkin Mama menikmatinya juga seperti aku.
Lalu aku pindah menghisap puting susunya yang satu lagi sembari aku menarik Mama mendekatiku dan kupegang bokongnya yang sintal. “Pintu kamar terbuka, sayang.” kata Mama menarik puting susunya lepas dari mulutku. Plop~~~
“Tutup dulu sana, sekalian keluar lihat Uki sudah selesai main belum, suruh mandi! Katanya tadi mau ikut ke super market. Mamah mau telepon Clara, kalau dia sudah selesai les, langsung saja ke sana.”
Aku menutup pintu kamar Mama dahulu, baru kemudian keluar menemui Uki. Aku menyuruh Uki mandi, tetapi Uki menjawab aku bahwa dia tidak mau ikut ke super market, tapi minta dibelikan hamburger dan kopi gula aren.
Tau makan enak juga tuh Uki, ujarku dalam hati dan segera aku kembali ke kamar Mama. Mama sedang menelepon Clara, tapi Mama sudah memakai BH. Aku menyesal. Namun kemudian harapanku kembali timbul sewaktu Mama selesai telepon Clara, Mama berkata padaku. “Clara nggak mau, katanya perutnya sakit. Kita bagaimana nih? Jadi berangkat nggak?” tanya Mama.
“Terserah Mamah,” jawabku.
“Besok saja, ya?”
“Mamah sudah berdandan cantik.” ujarku.
Mama tersenyum. “Ahh~~~ kok kamu baru tahu sekarang Mamah cantik? Dulu Mamah nggak cantik, ya?” goda Mama.
Aku menarik Mama mendekatiku. “Ayo~~~ mulai lagi~~~” kata Mama ketika aku mencium belahan payudaranya yang membuncah keluar dari BH-nya. “Oo~~~ mmmhh~~~ oohhh~~~” desahnya. “Bukain BH Mama dong, panas~~~” suruh Mama kemudian.
Aku membuka BH Mama. Setelah payudaranya telanjang, aku semakin berani. Aku tidak menghisap putingnya lagi, melainkan aku melumat bulatan payudaranya dengan mulut dan hidungku. “Ohh~~~ sayang, jangan napsu gitu ahh~~~ Mamah takut~~~” kata Mama.
Memang aku napsu. Rasanya tidak hanya payudaranya yang ingin kulumat, tetapi seluruh tubuhnya. “Aku pengen seperti orang dewasa, Mah.” jawabku. “Tapi sebelumnya aku minta maaf, karna aku tau pasti Mamah tidak mengizinkan~~~”
Mama menekan hidungku dengan ujung jari telunjuknya. “Apa Mamah bilang? Kamu pengen, apa kamu sudah bisa?”
“Yaa~~~ belum bisa sih! Tapi kalau Mamah mengizinkan aku mencoba~~~” jawabanku menggantung.
Hmmmmm…. Mama mengecup bibirku dengan gemas. “Mamah mengizinkan, tapi dengan satu syarat~~~ jangan sampai keluar dari kamar ini, ya? Ayo, lepaskan celana kamu.” suruh Mama.
Yang tidak mungkin terjadi dan di luar nalar akal sehatku pun terjadi. Aku melepaskan celana pendekku dan celana dalamku. Mama sudah berbaring di tempat tidur, lalu menyuruh aku menindihnya.
Aku mengikuti petunjuk Mama. Aku naik ke tempat tidur menindih Mama dengan penis yang menggantung loyo tidak segarang tadi sebelum Mama mengizinkan aku bercinta dengannya. Mama menyuruh aku menghisap payudaranya.
Aku turuti saja. Saat aku menghisap payudaranya, Mama memegang penisku, lalu penisku digosok-gosokkannya ke vaginanya yang basah. Merasa nikmat, ketakutanku pun runtuh. Pelan-pelan penisku kembali tegang panjang dan pada saat itu aku bisa merasakan Mama menekan kepala penisku ke depan lubang vaginanya.
“Dorong pelan-pelan, ayo…” suruh Mama.
Aku mendorong pantatku ke depan tidak tergesa-gesa sambil penisku dipegang oleh Mama. Aku bisa merasakan penisku menyeruak membelah lubang kelamin Mama yang terasa agak sesak itu.
Setelah kira-kira masuk separuh, Mama kemudian melepaskan penisku membiarkan aku melakukannya sendiri sampai penisku masuk semua ke dalam lubang sanggamanya.
Setelah itu Mama menggoyang pantatnya. Penisku yang sudah memenuhi lubang kecil dan basah itu seperti diurut-urut. Nikmatnya luar biasa terasa sampai ke ubun-ubunku lebih nikmat daripada aku onani, sehingga dengan otomatis penisku ikut bergerak maju-mundur memompa vagina Mama.
Pergesekan antara penisku dan lubang vagina Mama membuat aku semakin terbuai oleh kenikmatan yang belum pernah kurasakan. “Kocok truss, sayang~~~ ayooo~~~ kocok lagii~~~ ooohhh~~~ enak sekaliii, sayanggg~~~ Mamah sudah mau keluar, nehhh~~~ hmmm~~ enak, sayang~~~ oo~~~ oo~~” racau Mama sambil memeluk aku dan menggoyang pantatnya.
Penisku semakin kugerakkan, rasanya semakin keras dan semakin nikmat. Ujungnya seperti disedot-sedot. “Oooooo~~~ sayangggg~~~ Mamah kluarrrr~~~ Mamahh kluarrrr~~~” rintih Mama memeluk pantatku erat-erat dengan kedua kakinya.
“Ooo~~ aku juga, Mahhh~~~ aku jugaa~~~” erangku, bersamaan dengan itu~~~ crrooott~~~ crrootta~~~ crrooott~~~ air maniku nyemprot di dalam vagina Mama.
“Mahhh….” terdengar Uki memanggil Mama di depan kamar tempat kami bercinta.
“Oohhh… napa, Kiiihhh…?” jawab Mama dengan napas tersengal-sengal.
“Nggak jadi pergi ke super market, ya?”
“Nggahh~~~ kepala Mamah lagi pusing, Kiiihh~~~ sudah mandi belum?”
Aku masih menindih Mama dengan perasaan bersalah dan berdosa. “Maafkan aku, Mah~~~” kataku menyesal setelah mendengar suara langkah kaki Uki meninggalkan depan kamar.
Bagaimana kalau Mama hamil, bagaimana kalau~~~ kalau~~~ kalau~~~ segala pertanyaan yang tak terjawab berkecamuk dalam pikiranku.
Mama tersenyum dan mengelus pipiku dengan telapak tangannya yang lembut dan hangat. “Sekarang sudah hilang kan penasarannya?” tanya Mama.
“Ya Mah, tapi entah bagaimana aku menghadapi Papah nanti kalau Papah pulang.”
“Berani berbuat harus berani bertanggung jawab dong sayang, jangan lari dari kenyataan. Oke?” jawab Mama memberiku semangat. “Kalau ketahuan sama Papahmu, ngaku aja~~~ memang kita berbuat kok.”
Aku turun dari tubuh Mama. Mama tersenyum melihat penisku yang sudah keok. “Nggak pengen lagi? Yuk, sekali lagi.” godanya.
Sejak hubungan tak wajar kami sore itu, aku merasa aku mencintai Mamaku sendiri. Ini cinta pertamaku, aku belum punya pacar, umurku baru 19 tahun. Papa pulang, Papa duduk nonton televisi dengan Mama, aku cemburu melihatnya.
Mama tahu kemurunganku, karena aku tidak mau dekat dengannya. “Mama tetap Mamamu, sayang~~~ kamu juga masih tetap anak Mama, karena cinta seorang Mama lebih dalam daripada cinta laki-laki dan perempuan. Cinta laki-laki dan perempuan bisa membuat kamu kecewa kalau ditolak, tetapi cinta Mama sama kamu, meskipun kamu membunuh Mama, kamu tetap anak Mama dan Mama tetap mencintai kamu.” kata Mama panjang lebar. “Tetapi Mama bisa memaklumi, ini pertama kali kamu dekat dengan wanita.”
“Mamah nggak hamil kan?” tanyaku.
Hmmm ~~~ Mama mencium bibirku dengan memegang kedua pipiku. Ciuman Mama bagaikan bom atom yang meledakkan benteng pertahananku. Gelora napsuku kembali menggelegak. Segera kugenggam payudara Mama yang berada di dalam dasternya dan tidak ditunjang dengan BH.
Berikutnya bibir aku dan bibir Mama saling menggigit bagaikan singa kelaparan, apalagi rumah sepi, Clara dan Uki tidak ada di rumah. Dalam tempo singkat pakaian yang melekat di tubuh kami sudah terbang entah ke mana.
Dulu pertama kali kami bercinta, Mama hanya memperlihatkan separuh tubuhnya yang telanjang padaku, sekarang tubuh Mama telanjang semuanya di hadapanku. Dan parahnya lagi, Mama sengaja mengangkang di depan wajahku dan penisku yang berdiri tegang dimasukkannya ke dalam mulut.
Kehangatan mulut Mama tidak hanya terasa di penisku tetapi ikut menarik panca inderaku ke alat kelamin Mama yang penuh dengan bulu hitam itu. Panca inderaku juga hilang sensifitasnya. Aroma vagina Mama yang berbau amis seperti viagra yang membangkitkan libidoku.
Lantas kujilat vagina Mama, kujilat lendir yang keluar dari lubang vaginanya. Hmmm~~~ rasanya begitu nikmat di mulutku. Dan untuk mengimbangi jilatanku sampai ke sudut-sudut vaginanya, Mama mengocok penisku dengan mulutnya dan buah pelirku diremas-remasnya dengan penuh kegemasan.
Inilah dunia seks yang baru beberapa hari kukenal. Bukan dari siapa-siapa, melainkan dari ibu kandungku sendiri yang melahirkan aku dengan vaginanya sendiri.
Kini vagina tersebut menjadi alat pemuas syahwatku. Sementara Mama masih menghisap penisku, aku mengeksprorasi alat kelamin Mama lebih dalam lagi. Kutusuk lubang vagina Mama dengan lidahku. Aku sungguh menjadi binal. Lubang yang rasanya sedikit asin itu kujilat-jilat melingkar dan semakin kudorong lidahku ke dalam rasanya semakin nikmat.
Mama mencengkeram kuat batang penisku dengan tangannya. “Ohhhhh~~~ sayaa~~ anngg~~~ saaa~~~ yaangg~~~ Mama nggak tahaa~~~ aannn~~~” jerit Mama dengan napas tersengal-sengal. “Mama sudah mau kluarrr~~~ Mama sudah mau keluarrrr~~~ sedikit lagiiihhh~~~~ mainkan klitoris Mamahh, sayang~~~ ayohh~~ mainkan cepattt~~~” suruh Mama.
Aku bingung~~~ aku malu karena tidak tahu “klitoris” Mama letaknya di mana. Terpaksa aku terkam saja seluruh vagina Mama masuk ke dalam mulutku, lalu kuhisap.
Cusss~~~ tiba-tiba lendir vagina Mama menyemprot kencang ke mulutku. “Oooooooo~~~ ooooo~~~ oooooo~~~ arrghhh~~~” seru Mama. Tubuhnya bergetar hebat seperti kesetrum listrik sampai aku terbengong-bengong beberapa saat. Setelah itu Mama jatuh tertelungkup di tubuhku dengan lemas dan bersimbah keringat.
“Kenapa sih Mamah?” tanyaku blo’on.
“Mama orgasme, sayang. Inilah yang sangat ditunggu-tunggu oleh setiap wanita kalau dia bermain seks,” jelas Mama. “Penismu sudah cukup tegang, ayo dimasukin kayak kemarin.” suruhnya.
Tiada yang kutunggu lagi. Segera kutindih Mama yang sama-sama telanjang dengan aku. Mama lalu memegang penisku, dan ditepatkannya di lubang vaginanya. “Sudah,” kata Mama.
Lalu kudorong dan kutusuk vagina Mama dengan penisku yang keras dan panjang. Kini aku menikmati tusukanku dibandingkan dengan kemarin. Kuremas-remas payudara Mama sambil kugenjot lubangnya yang nikmat.
“Sesshhh~~~ aahhh~~~ ahhh~~~ ahhhh~~~” desis Mama juga merasa nikmat.
Kulumat bibirnya yang sensual. Mama meliukkan pantatnya. Aku semakin terangsang. Penisku semakin keras di dalam vagina Mama yang basah. Aku membalik Mama sehingga Mama berada di atas sekarang. Kini vagina Mama bebas menggenjot penisku.
Pantat Mama naik-turun maju-mundur semakin menambah kenikmatanku apalagi kulihat kedua payudaranya yang bergelantungan bergoyang-goyang nakal minta diremas. Dari bawah penisku ikut menyodok-nyodok.
“Ahhh~~~ aahhhh~~~ Mamah mau keluar lagi, Gustiii~~~~ sodok terus kontolmuuu~~~ lebih cepatthhh~~~~ lebih cepatthh lagiihhh~~~ awwwhh~~~ aaaaaaaaaaa~~~~” jerit Mama kencang. Vaginanya berdenyut-denyut meremas penisku.
Mama ambruk di atas dadaku yang basah berkeringat, sementara itu penisku juga ikut mengeluarkan air mani menembak kencang di dalam vagina Mama.
“Mmmhhh~~~” desah Mama. “Kamu luar biasa, Gusti~~~~ Mama sayang kamu~~~ Mama cinta kamu~~~” kata Mama.
Kami saling merangkul dan saling berciuman mesra