Begitu menyenangkan setibanya di rumah setelah beraktivitas seharian di kantor yang jaraknya cukup jauh. Ditambah Pekerjaan sebagai seorang analis data di sebuah institusi negara menyita banyak waktu dan tenaga untuk senantiasa fokus selama bekerja. Umur memang tak lagi muda, usia segera memasuki kepala lima. Aku tetap masih semangat untuk mencari nafkah demi kedua anak dan istriku yang selalu ada dan mendukung ketika situasi tak baik. Kedua anakku, Jani (19 tahun) dan Jaka (17 tahun) sedang mengenyam bangku kuliah. Mereka kuliah di kampus yang berbeda. Jani di Depok dan Jaka di Bogor. Mereka berdua tinggal kos. Seminggu sekali keduanya pulang melepas rindu kepada orang tuanya. Istriku, Nia (39 tahun) adalah seorang ibu rumah tangga. Dia pernah bekerja sebelum pada akhirnya mengundurkan diri setelah melahirkan anak pertama kami, Jani. Hal itu supaya menjaga keseimbangan dan harmoni di dalam keluarga. Aku mencari nafkah dan istri mengurus keperluan keluarga. Meskipun demikian Kami tetap saling membantu satu sama lain.
Akan tetapi suatu hari, istriku mengutarakan keinginannya yang cukup lumayan mengagetkanku saat hendak berangkat kerja.
“Paaa, mama pengen punya yang lucu-lucu lagi?”
“Apa itu? Apa kurang lucu si kitty kucing peliharaan kita?”
“Duhh bukan itu maksud mama ihh”
“Lah terus apa?”
“Hhhmm….”
“Kalau mama enggak mau ngomong, yaudah ngomongnya nanti aja. Papa buru-buru nih”, ujarku hendak mengeluarkan sepeda motor dari perkarangan rumah. Kemudian Nia menepuk-nepuk bahuku.
“Itu paah…”
“Apaa?”
“Itu, lihat ke sana!”
“Haduh mama, pagi-pagi”. Ketika aku menoleh ke arah yang ditunjuk istriku, terguncanglah batin.
“Mau yaa paa? Mama pengen punya bayi lagi”
“Huhh, anak kita udah gede-gede maah. Apa kurang? Gak terlampau jauh apa jaraknya? Bukannya umur kamu juga berisiko jika hamil dan melahirkan?”
“Henghh… yaudah kalau gak mau”, Nia cemberut.
“Bukan gak mau, tapi kamu tolong pikirkan baik-baik”
“Iya aku pikirin, tapi sebenarnya bukan itu aja”
“Hah?! terus?”
“Semenjak umur kita terus bertambah dan Jaka lahir, papa seperti kurang gairah sama mama”
“Hilang gregetnya…”
“Enggah ah biasa aja maa. Karena faktor usia kita juga”
“Aku mesti bagaimana lagi paah supaya papa greget lagi. Apa jangan-jangan papa udah gak birahi lagi sama mama, iya?”
“Hati-hati mulutmu. Kita masih rutin loh berhubungan intim. Hilang birahi bagaimana?”
“Iya, tetep rasanya ada yang beda. Apa jangan jangan papa punya selingkuhan di luar sana? Iya yah? Ngaku?!”
“Hussh, ya Tuhan, enggak. Aku berani sumpah”
“Terus mama harus bagaimana supaya bisa kembaliin gregetnya papa”
“Ah paling itu alasan kamu aja supaya bisa dapat anak ketiga”
“Udah ah, papa udah telat nih”
“Hehehe, iyaa…”
“Apa mama turutin aja ya kemauan papa yang terakhir itu..”
“Supaya papa greget lagi hehehe”
CEKLEK. Aku berhenti sejenak dengan ucapan nia. Ia mengungit lagi keinginan masa laluku yang sebetulnya sulit bagiku untuk melupakan, namun seiring bergulirnya waktu. Keinginan itu terkubur dalam-dalam. Karena ucapan Nia barusan, ia seolah-olah akan timbul hidup kembali. Apalagi Nia kuakui masih merawat dan menjaga bentuk tubuhnya yang gempal dan berisi. Laki-laki mana yang tidak tergiur dengan tubuh montok istriku ini. Lagipula nia dianugerahi gunung kembar yang setiap aku bersenggama dengannya kuhisap dan jilat hingga ia melonjak dan mengaduh-ngaduh nikmat. Ya, aku dulu mempunyai beberapa fantasi terhadap istriku. Nyaris semua terwujud, namun ada satu yang belum, yakni menyaksikan istriku disetubuhi orang lain.
Selebihnya aku pernah meminta seseorang untuk SSI istriku, bahkan meminta Nia meladeni chat seks dan voice sex dengan seseorang. Ditambah memamerkan tubuh nia dengan balutan lingerie seksi. Hanya saja, ketika aku sampaikan keinginan yang terakhir, Nia menolak. Aku ribut dengan istriku sehingga pernah pisah ranjang selama dua minggu. Kami berdamai melalui mediasi salah seorang sahabat kami. Kendati berdamai, aku selalu ingat keinginanku itu. Jika muncul, aku selalu meredamnya dengan menonton video porno yang memenuhi unsur fantasiku. Selanjutnya aku bayangkan ketika bersenggama dengan nia dan ia mau melayani sambil menghisap dildo yang kubeli untuknya.
“Paaah, jadi berangkat kerja gak? Katanya terlambat”
“Iyaaa ini baru mau berangkat”
“Hati-hati yaa paah…”
“Untuk keinginan mama, papa pertimbangin. Mama juga pikirin juga”
“Eh yang beneran pah?”, nia mendadak sumringah.
“Iyaa, tapi beneran itu mama mau turutin kemauan papa yang waktu itu?”
“Hemmm… dasar papa. Kalau udah keinget fantasinya aja deh, baru…”
“Gimana?”
“Iyaaa, mama turutin, asalkan….”
“Asalkan apa?”
“Papa nurutin kemauan mama”
“Pengen punya anak ketiga? Beresssss…..”