“Bukk haikal pulang…astagaaa” … “Kenapa sayang kamu pulang-pulang kok teriak gitu?” tanya Kartika di hadapan putra sulungnya yang baru kembali dari kuliahnya itu. “Ibu kok tiba-tiba hamil sih. Kan aku udah umur segini, nanti selisih umurnya jauh banget dong. Ibu kok juga kok ga ngasih tau aku sih?” protes Haikal yang tentunya terkejut melihat ibunya hamil dengan perut sangat besar. Dengan senyuman masih melekat di bibir, Kartika pun menjawab “Berani juga ya kamu tanya gitu” “Maksud ibu apa?” jawab Haikal yang tak menyangka akan mendengar jawaban seperti itu. Dia mulai merasa was-was, khawatir perbuatannya di masa lalu terungkap. “Udah lah, gausah pura-pura bodoh. Kita sama-sama tau ini semua kan ulahmu”, tuding Kartika, masih dengan senyuman, yang makin membuat anaknya kalang kabut. “A-aaku g-gak ngerti ibu ngomongin apa.” Haikal masih berusaha mengelak meskipun ketakutannya semakin memuncak. Suaranya pun semakin sulit keluar. “Kamu yakin masih ga paham? Apa mending nanti ibu bilangin ke ayah aja ya kelakuan anaknya selama ini?” “Jangan buk jangan, iya haikal ngaku.” Akhirnya haikal menyerah, dia yakin ibunya benar-benar tahu apa yang dia perbuat. “Kok ngaku sih sayang, emangnya anak ibu ini ngapain?” tanya Kartika dengan senyum manis yang masih tersemat di bibir. Sekarang Haikal yakin seratus persen ibunya tahu. Sekarang dia berfikir keras bagaimana agar ceritanya terdengar lebih aman. “Jadi gini…” *flashback 5 bulan yang lalu* Namaku Haikal. Jangan tanya artinya apa karena itu gak penting juga buat alur cerita ini. Aku sekarang sedang menempuh kuliah di sebuah kota di Pulau Jawa. Lagi-lagi itu detail yang kurang nyambung sama cerita. Aku memiliki perawakan tubuh yang biasa saja, tidak kurus dan tidak gemuk, juga bukan badan atlet. Tinggiku 168 dengan kulit sawo matang seperti orang jawa pada umumnya. Baik selama kuliah maupun sejak sekolah aku sudah beberapa gali ganti pacar, itu pun semuanya hanya berlangsung singkat. Hubungan yang singkat otomatis membuat aku belum pernah melakukan aktifitas seksual dengan mantan-mantanku. Mentok-mentok paling hanya sekedar ciuman dan remas-remas. Bukannya apa, aku sebenarnya yakin kalau aku mau juga pasti bisa lebih dari itu, tapi sayangnya tidak ada dari mereka yang mampu menandingi ibuku. Iya ibuku, Kartika. Umurnya saat ini telah menginjak kepala empat, memang bukan usia yang terbilang muda. Tapi jangan salah. Untuk urusan fisik aku yakin bahkan wanita usia 30-an di luar sana masih kalah dari ibuku. Wajahnya masih mulus tanpa kerutan, susunya yang waktu kecil selalu ku hisap tiap lapar terlihat masih kencang dengan ukuran yang cukup digunakan untuk mendekap orang hingga kehabisan nafas. Tentunya anak usia kuliah seperti temanku tidak mampu bersaing dengan itu, kecuali mereka yang berbadan gemuk. Tapi ibuku tidak gemuk. Perutnya mungkin sedikit berisi yang membuatnya makin menggairahkan, tetapi tangan dan kakinya semuanya proporsional. Mungkin hanya pantatnya saja yang ukurannya besar sekali. Tau dari mana aku atas semua hal itu? Nanti akan ku jelaskan lagi. Sekarang kita lanjut bahas ibuku dulu. Aku sendiri asalnya sempat bingung bagaimana bisa ibuku memiliki tubuh yang sangat ideal seperti itu padahal ibuku hanya ibu rumah tangga yang tidak pernah pergi ke gym atau yoga. Tapi sepertinya itu memang genetik karena kulihat tante dan budheku semuanya memiliki susu dan bokong yang besar. Ahh aku jadi membayangkan rasanya kontolku dijepit susu mereka. Keseharian ibuku dikenal warga sebagai wanita yang anggun dan muslimah. Ibuku selalu menutup aurat ketika pergi keluar rumah, dan seperti di cerita dewasa pada umumnya, baju lebarnya tetap tidak mampu menyembunyikam dengan sempurna cetakan tubuhnya. Entah susu atau pantat yang menonjol, yang jelas salah satu harus dikorbankan agar yang satu tertutup. Jadi intinya begitu, belum ada wanita lain yang mampu menghilangkan ibuku dari otak dan kontolku. Dan sekarang disinilah aku, menghabiskan libur semester di rumah berdua dengan ibuku karena ayahku ada proyek di luar pulau dan adikku sedang pengabdian entah dimana. Dari sinilah cerita penuh lendir antara aku dan ibuku bermula. Sudah satu minggu berlalu sejak aku sampai. Sekarang tangan kananku sedang menimbang-nimbang sebuah pil yang aku dapat dari temanku sebelum aku sampai sini. Butuh usaha ekstra keras membujuknya agar membagi pil ini denganku. “Halah koe kan gampang kalo mau nyari meki, ngapain pake ginian”, ujarnya waktu itu yang masih aku ingat betul. Mungkin tidak salah sih, tapi andai saja dia tau. Sementara tangan kiriku bermain dengan botol kecil yang berisi dua lusin pil serupa. “Coba ga ya, coba ga ya? Nanti kalau gagal gimana?” aku benar-benar ragu apakah harus meneruskan niat jahatku atau haruskah ku urungkan semua. Aku takut kalau gagal, tapi jika aku menyerah maka sia-sia setengah uang jajanku bulan lalu yang habis demi membujuk temanku. *tok tok tok* “Assalamu’alaikum” “Waalaikumsalam, ibu kok baru pulang” “Iya le, tadi materinya panjang terus banyak yang tanya. Le ambilin minum dong ibu haus banget habis kajian” Oh iya tadi aku lupa cerita kalau ibuku aktif ikut kajian. Awalnya hanya sebagai peserta, tapi entah bagaimana ceritanya lama-lama ibuku turut aktif berbagi materi. Nah balik lagi, sekarang aku berada di dapur. Setelah berpikir tidak cukup panjang akhirnya aku memutuskan untuk nekat menjalankan rencana jahatku. Toh kawanku selalu berhasil mendapatkan mangsa baru berkat pil itu. “Seperempat pil udah cukup bikin target K.O 4 sampai 6jam. Setengah pil bisa buat semaleman, yang jelas jangan pernah campurin satu pil utuh”, begitu pesannya waktu memberi aku botol pil ini. Dengan pertimbangan keamanan aku putuskan coba campurkan setengah dosis pil ke dalam teh yang aku buat untuk ibuku. “Ini buk diminum tehnya biar seger” ucapku sambil mengantarkan minuman jahat tersebut ke ibuku yang saat ini telah mengganti gamisnya jadi daster rumahan. Daster yang seakan menjerit karena tidak cukup menampung body ibuku. Setelah itu aku pun pergi ke kamar. Setengah jam setelah itu lalu aku keluar bersiap melihat hasil percobaanku. Ku lihat di depan tv tidak ada orang, berarti ibuku berada di kamarnya. Pelan-pelan aku mengendap, rupanya pintunya tidak di kunci. Aku lalu berjalan pelan mendekati ibuku yang tertidur pulas. Wajahnya tampak lelah dan suci tanpa dosa, berbeda dengan anaknya yang akan melakukan dosa besar. Lalu ku coba membangunkan ibuku tapi tidak ada respon. Ku tepuk tepuk tangannya sambil kubisiki “Buk buk bangun buk”. Tak ada respon aku lalu coba sambil meremas susunya dari luar daster yang menutupi tubuhnya. Masih tidak ada respon, lalu aku nekat berteriak masih sambil meremas susunya. 5 menit berlalu dan aku yakin obatnya bekerja dengan baik. Kontolku sudah sangat tegang membayangkan apa yang akan aku lakukan setelah ini. Ku buka celanaku dan kuarahkan tangan lembut ibuku untuk mengocok kontolku. Ahhh rasanya beda sekali dengan tangan sendiri. Merasa puas aku lalu mencoba melumat bibir ibuku. Masih tidak ada reaksi hingga aku merasa mendengar lenguhan rintih dari ibuku. Sekarang tiba waktunya permainan utama. Ku angkat daster ibuku hingga ke atas dadanya. Aku tidak berani merobeknya karena sangat beresiko. Rupanya ibuku tidak mengenakan bh dan hanya memakai cd. Aku sungguh tegang karena ini pertama kali aku melihat susu ibuku secara langsung dari jarak sedekat ini. Pengalaman mengintip dirinya waktu mandi atau ganti baju tidak dapat dibandingkan dengan saat ini. Bongkah kenyal payudara ibuku saat ini terpampang nyata di hadapanku. Ku jilat perlahan tetek kanannya sambil tanganku meremas pelan yang satu lagi. Terus berganti dan hisapan berubah menjadi gigitan kecil, remasan berubah menjadi cubitan pada pentilnya. Lagi, ku dengar ibuku melenguh secara perlahan. Tak puas bermain dengan susu lalu ku jilati seluruh jengkal tubuh ibuku. Kulumat lagi bibirnya dan aku nyaris kaget karena ibuku seakan membalas perbuatanku. Buru-buru kulupas ciuman kami dan melanjutkan misiku. Saat ini kepalaku berada di bawah, berhadapan dengan liang yang dulu melahirkan aku ke bumi. Ku elus perlahan memeknya yang bersih tanpa jembut itu. “Ibu udah basah nih, apa bener ya pilnya ada perangsangnya?” pikirku. Tapi tak berlalu lama aku coba mainkan lubang itu dengan kedua jariku. Kucolok-colok perlahan dan ku dengar ibuku mulai mendesah. Aku lalu coba memainkan klitorisnya dan desahannya semakin keras. “Fix sih ini ibu udah terangsang”. Lalu kugerakkan mulutku semakin mendekat. Tercium aroma yang pesing, amis, tapi entah mengapa membuat nafsuku semakin terbakar. Kujilat memeknya secara memutar sebelum menghisap itilnya. Tanganku juga bergerilya memainkan bongkahan dan lobang pantatnya Beberapa waktu lalu aku merasa ada kedutan di kemaluan ibuku hingga tiba-tiba… “Aaahhhhhh”, ibuku menjerit. Di waktu yang sama mukaku basah terkena semprotan squirt ibuku. Aku yang kaget lalu buru-buru menarik diri. Terlihat mukanya masih terlelap. Muncul ide gila di kepalaku, aku berganti posisi dengan posisi bokongku sekarang tepat diatas mukanya. Kupaksa mulut ibuku untuk membuka dan dengan perlahan kujejalkan kontolku kedalam mulutnya. Setelah masuk setengah lalu ku maju mundurkan dengan tempo yang perlahan terus meningkat. Rasanya sungguh nikmat dan berdosa, memperkosa mulut ibuku sendiri. Tapi aku sudah tak peduli lagi, aku nikmati dosa ini yang mengantarku ke surga dunia. Setelah aku nyaman dengan ritme gerakanku, mulutku ku dekatkan lagi menuju lubang yang melahirkanku. Sekarang kami berada dalam posisi 69. Hanya sebentar aku merasakan kenikmatan ini, tiba-tiba kontolku sudah merasa tidak tahan. Ku percepat tempo gerakanku, tanpa sadar gerakanku juga turut menguat hingga kurasa ujung kontolku menyentuh tenggorokannya. Tak lama aku pun keluar. Ya aku keluar di mulut ibuku sendiri, wanita impian yang selalu menjaga diri dan ibadahnya. Aku keluar banyak sekali. Jauh lebih banyak dibanding onani manapun yang pernah aku lakukan. Sisa sperma yang merembes keluar dari mulut dan yang tertinggal di ujung kontolku aku ratakan ke sekujur muka ibuku. Aku lalu berusaha menangkan diri, malam masih panjang….