Terus… Terus… Kiri lagi… Opps!! Yaa pagi minggu biasanya sengaja aku bangun sedikit siang, efek dari menghabiskan malam minggu di salah satu diskotik di kota ini. Tapi aku terbangun gara-gara suara ramai dan teriakan itu. Diam sejenak dari tempat tidur dan kemudian segera bergegas mencuci muka ingin melihat ada apa diluar, sekilas ku lihat jam dinding menunjukkan pukul 08.10 wib. Oh yaa, namaku Pratama biasa di panggil Tama. Sudah banyak cerita dan petualangan ku akan kenikmatan duniawi yang ku ceritakan di forum ini, mulai dari Icha, kemudian Tika dan terakhir bersama Novi (silahkan baca sebelumnya). Setelah selesai mencuci muka, langsung ku seduh kopi hitam dan meraih rokok yang masih tersisa di atas meja. Perlahan, ku buka pintu kontrakan itu sembari menyingsingkan mata karena silau mentari pagi yang menembus ruangan ini. Rupanya, suara yang ku dengar tadi sebuah mobil grand max pick-up dengan tumpukan barang. Ada 2 orang lelaki paruh baya yang hilir mudik mengangkuti barang dari mobil tersebut ke kontrakan sebelahku. Yaa, kontrakan itu sudah kosong sebulan lalu setelah penghuni sebelumnya pindah tugas. Kontrakan ini campur, dan rata-rata penghuninya pekerja muda yang belum berkeluarga. Tak lama kemudian, ku lihat sebuah motor beat hitam di kendarai sesosok perempuan dengan menggunakan kaos merah cerah yang kontras dengan warna kulitnya dipadukan jeans hitam ketat. Wajahnya belum ku lihat, karena masih tertutup kaca helm motif hello kitty. Hanya dadanya yang membusung di balik kaos merahnya yang menarik perhatianku. Sesaat setelah memarkirkan motornya, dan melepas helm hello kitty itu barulah ku lihat paras wajahnya. Senyum yang sungguh manis dengan lesung pipit nya mengalahkan manisnya kopi yang ku hirup tadi, dengan rambut hitam sebahu yang terurai lurus. Di langkahkan kakinya, menuju ke arahku yang masih duduk di beranda depan kontrakanku. Selamat pagi mas… menyapaku dengan suara merdunya, “oh ya, perkenalkan saya Armarani Lestari, biasa di panggil Rani” ujarnya sambil mengulurkan tangan. Segera ku letak rokok yang masih menyala di asbak, dan ku sambut uluran tangannya, tangan dengan kulit putih mulusnya itu. “Tama..” sambil ku balas dengan senyuman, ku taksir usinya sekitar 22-23 tahun. “Ehh, mas.. maaf tangannya” ujar Rani tersipu malu. Aku pun tersadar dari lamunanku yang memandang paras wajahnya, “ehh.. maaf” ujarku tersipu malu. “Mas Tama, mulai hari ini Rani akan jadi tetangga baru, Rani yang menempati kontrakan sebelah ini” ujarnya. “Ooo..o” guman ku, selamat datang di kontrakan semoga betah dan nyaman tinggal disini. “Siapp, mas..” ujarnya. Obrolan kami berlanjut, disitu ku ketahui ternyata Rani merupakan seorang guru seni budaya yang baru lulus CPNS dan di tempatkan d kota tempat kami ngontrak saat ini, salah satu kota di Provinsi SS. Rani aslinya berasal dari Provinsi B, dan karena tidak memiliki saudara, jadinya ia mengontrak disini karena tempat tugasnya di salah satu SMP Negeri di kota hanya berjarak 2 Km dari kontrakan. “Mas.. maaf ini, klo gak keberatan dan ganggu waktunya, Rani minta tolong bantuin menata barang yaa” ujarnya sambil berharap diiringi senyum manisnya. “Oh iya, boleh.. kan hari minggu juga, gak ada kerjaan hari ini, tapi nanti setelahnya traktir aku makan siang ya” jawabku sambil tertawa. “Beres… Klo urusan makan” ujarnya berlalu sambil mengerlingkan matanya dan menuju masuk kontrakannya. Aku pun segera masuk ke kontrakanku, mengganti kaos tipis dan celana pendek dulu untuk membantu Rani menata barang di kontrakannya, kemudian langsung ke sebelah. “Tok.. tok” sedikit ku mengetuk, aku perhatikan barangnya tertumpuk di ruang tamu kecil dan sebagian masih ada yang di teras luar. Rani pun keluar dari kamarnya dan menyapaku juga. Posisinya sudah berganti pakaian, hanya menggunakan tangtop biru dengan pendek basket putih. Aku kembali terperangah, bagaimana tidak paha mulus dengan kaki yang jenjang di tambah gundukan kedua dadanya yang sangat nge-press di tangtop biru itu. “Wahh.. ini bukan pindah kontrakan, tapi udah pindah rumah” kataku tertawa. “Ihh.. gak juga kalee.. barangku sedikit kok” jawab Rani dengan senyum cemberutnya. Kami pun mulai menyusun dan menata barang sesuai tempatnya, sesekali tak sengaja aku melihat belahan dada Rani yang ketika menunduk mengambil dan mengangkat barang. Seakan ingin meloncat dari wadahnya yang ku lihat menggunakan BH berwarna hitam. Otomatis, batang kejantananku keras berdiri. Untung saja tadi aku pakai celana bukan boxer seperti biasa sehingga tidak terlalu kelihatan jika diperhatikan sekilas. Mungkin ada sekitar 2 jam kami berdua menata barang, sudah terlihat rapi dan siap untuk di tunggui oleh pemiliknya. Sebenarnya tidak terlalu banyak karena di kontrakan ini sudah include sepasang sofa dan meja di ruang tamu kecil, dan di kamarnya juga sudah tersedia AC 1/2 PK, springbed ukuran queen dan lemari pakaian dua pintu. Aku pun bersandar di depan pintu kontrakan, sambil izin sama Rani untuk menyalakan rokok putih favoritku. Rani pun beranjak ke belakang, tidak lama kemudian kembali ke depan sambil membawa 2 botol minuman dingin dan cemilan ringan yang disajikan di piring. “Ayoo mas Tama, di minum dulu.. pasti capek ya” kata Rani. “Oh iya, makasih.. jadi repot nih” aku pun menjawabnya. Rani pun duduk di sofa, dan aku masih asyik bersandar sambil merokok. Kami terus mengobrol untuk saling mengenal diri, karena asyiknya ngobrol sampai Rani terkadang tidak menyadari posisi duduknya. Dari celah celana pendeknya terlihat CD hitam yang dikenakan, selaras dengan warna BH yang dari tadi ku lihat. Tentunya, mataku pun refleks beralih kesana ketika Rani duduknya lagi tidak benar, he.. he.. ujarku. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 segera ku akhiri obrolan kami, dan pamit pada Rani. “Ran… Aku mandi dulu ya, gerah dan lengket sama keringat ini” ujarku. Rani pun menjawab “Owhh.. pantesan ada bau gak sedap gitu” sambil tertawa. “Yeee.. gini juga tetap wangi kok” ujarku berlalu dan “oh yaa, jangan lupa janji makan siangnya” ujarku lebih lanjut. “Siappp boss” hanya suaranya yang ku dengar sambil ku masuk dalam kontrakanku. Aku pun langsung ke kamar mandi mengambil handuk dan mengguyur badan ini. Sambil menggosokkan sabun ke badan, kembali ku terngiang wajah Rani dan pemandangan yang ku saksikan saat beres-beres tadi. Penisku berdiri, segera ku mainkan dengan kocokkan tangan. Sambil terus membayangkan tubuh Rani dan sedikit mendesah enak, ada sekitar 10 menit ku kocok dengan tempo lembut dan cepat tak lama kemudian, croott.. croott.. ku lepaskan cairan kenikmatan itu ke arah toilet, ahh.. lega. Setelah selesai dari kamar mandi dan berpakaian, “tok..tok..” pintu kontrakanku di gedor, “mas Tama ini Rani, udah siap belum… Yuk kita makan siang” ujarnya sedikit teriak. “Iyaaa, bentar” ujarku sambil membukakan pintu kontrakan. Rani cukup anggun siang itu, menggunakan dress terusan pink dengan bandana di rambutnya. Segera aku ke parkiran, menyalakan Starlet andalanku yang dari pagi belum ku panaskan. Tak lama, Rani pun masuk ke mobil. Segera ku pacu mobil meninggalkan kontrakan menuju salah satu rumah makan. Diiringi tembang lawas band white lion dan obrolan ringan antara aku dan Rani di sepanjang jalan itu. Makan siang pun selesai, ku tawarkan kepada Rani “mau kemana lagi nih?” Rani menjawab “sepertinya kita pulang saja mas Tama, abis beres-beres di tambah makan yang mengenyangkan ini buat mata jadi ngantuk”. “Okehh dehh” segera kembali ku pacu gerobak tuaku kembali ke kontrakan, tidak lama.. 20 menit kemudian kami pun tiba kembali. “Makasih mas Tama, udah bantu beres-beres tadi” ujarnya. Aku pun menjawab “sama-sama, dan makasih juga sudah di traktir makan siangnya”. Kami pun berpisah di beranda teras, Rani masuk ke kontrakannya dan aku pun membuka pintu kontrakanku. Segera ku rebahkan badan ini, melepas lelah karena energi yang terkuras, apalagi tadi pas mandi sambil onani, sehingga kantuk ini tak tertahan dan aku pun tertidur. Tiba-tiba… Tokk..tok.. “mas Tama” ada yang memanggil namaku. Aku pun tersadar dari tidurku dan tanpa sempat merapihkan baju yang ku kenakan, langsung ku buka pintu kontrakan. “Ehh, maaf masih tidur yaa.. ganggu tidurnya”, ternyata Rani yang menggedor tadi. “Iya nih.. baru bangun, ada apa?” jawabku. Rani termangu, rupanya tanpa ku sadari aku hanya mengenakan boxer tipis di bagian bawah, dan efek baru bangun tidur penisku berdiri menjulang di dalam boxer ini. “Ehh, maaf.. maaf” aku pun berlalu ke kamar segera melapisi dengan celana. Kemudian aku pun keluar kembali “oh yaa, ada apa Ran?” ujarku. “Ehm, begini mas.. mau minta tolong lagi, lampu kamar mandi gak nyala, bantu gantiin karena gak nyampe, lampunya sudah Rani beli” katanya. “Oke, gampang itu” jawabku. Kami berdua berlalu menuju kamar mandi kontrakan Rani. “Mana, sini lampunya” ujarku di atas kursi yang menopang badanku untuk memasang lampu. Rani pun memberikan lampu itu, karena posisiku diatas aku pun kembali melihat belahan dada rani yang sekarang bisa ku taksir berukuran 36C dari balik kerah dasternya. Aku kembali menelan ludah, melihat pemandangan indah itu. Segera ku pasang dan meminta Rani menghidupkan sakelar lampu, dan akhirnya lampu pun menyala. Aku pun turun dari kursi, dan keluar dari kamar mandinya. “Makasih ya mas.. merepotkan kembali” ujarnya. Aku pun mengangguk dengan tersenyum. Waktu pun berlalu, aku kembali lagi ke kontrakanku, hingga malam pun menjelang seiring matahari yang mulai meredup di ufuk barat. Selepas makan malam, aku pun kembali duduk di teras depan kontrakan. Sambil menikmati kopi hitam dan hisapan rokok putih. Sesekali ku sapa penghuni kontrakan lain yang lewat setelah beraktivitas diluar dan kembali ke kontrakannya. Hening malam itu, samar-samar suara TV dsn obrolan telepon ku dengar dari pintu-pintu kontrakan. Krekk.. suara pintu sebelah terbuka, ku lihat wajah Rani nongol dari balik pintu masih mengenakan dasternya tadi. “Selamat malam manis, belum tidur nih” ujarku. “Eh, mas Tama.. iya nih mas belum bisa tidur, mana tadi siang sudah tidur juga” ujarnya. Aku pun mengajak Rani untuk duduk di kursi sebelahku, dan tawaranku di sambutnya dengan melangkahkan kaki dengan mengunci pintu kontrakannya lebih dahulu. Kami pun kembali mengobrol, sambil ku hisap rokok dan tegukan kopi terakhirku. “Nonton film horor, mau gak?” Aku coba memancing Rani. “Boleh mas.. kapan?” jawabnya. “Yaa.. sekarang, kebetulan ada film genre horor yang sudah dibeli tapi belum sempat nonton” jawabku. “Ayoo” jawab Rani. Segera ku beranjak dan mengajak Rani masuk ke ruang tamu kecil. Aku pun menghidupkan TV dan DVD setelah itu ke belakang mengambil soft drink dan sebungkus kacang kulit untuk menemani menonton. Ku lihat Rani sudah duduk di sofaku dan aku pun mengambil posisi disebelahnya. Baru saja film di mulai, Rani tersentak kaget dengan adegan dan sound mengerikan yang keluar dari TV. “Aww!!” Secara refleks Rani memalingkan wajahnya dan langsung memeluk aku yang disebelahnya. Aku pun tertawa melihat tingkahnya, ternyata takut juga dengan adegan film horor ini. Film terus berputar, jeritan kecil Rani sesekali terdengar begitu ada adegan yang menakutkan. Sedangkan aku, aku tidak fokus pada film. Mata ini terfokus pada belahan daster yang Rani kenakan dan paha mulus dari daster yang tersingkap karena posisi duduknya. Batang penis ini pun menegak secara perlahan, sesak memenuhi celana yang ku kenakan. Aku pun mencoba merangkulnya, tidak ada respon penolakan dari Rani. Perlahan pun mulai ku elus rambutnya, sepertinya Rani tau gelagat ku dan tanpa paksaan mulai disandarkan kepalanya di dadaku. Ku coba mendekati bibirnya, hanya diam bergeming Rani tanpa merespon apa pun. Hanya saling tatap dan memandang diantara mata kami, dan makin ku dekatkan untuk menciumnya, Rani pun menyambut bibirku. Film yang diputar hanya kamufalse keintiman kami saat itu. Kecupan-kecupan kecil terus ku lakukan, sesekali lidah ini ikut bermain menyentuh gigi putihnya yang rapi itu, eluhan kecil Rani terdengar, Ouwh… Aku pun tidak menyiakan kesempatan ini, french kiss terus berjalan, tangan ini pun ikut bermain. Mulai ku turunkan menyentuh gundukan yang sedari pagi aku bayangkan. Kembali hanya eluhan dari Rani yang terucap dan terdengar, ouwh.. ouwh.. payudara pada berisi itu ku mainkan, sembari merogoh melalui kerah dasternya. Outchhh damn! Ternyata Rani tidak lagi mengenakan BHnya dan dengan mudahnya ku sentuh puting mungil di tengah payudara itu. Rani pun semakin beringas, menandakan ia sudah menikmati permainan gairah ini. Ouwhh.. ouwhh.. Rani kembali mengeluh. Aku pun melanjutkan dengan menyingkap dasternya ke atas, dan sambil berciuman Rani mengangkat tangannya seolah menyetujui aku untuk melepaskan daster yang dikenakannya itu. Ku hentikan sejenak, dan semakin terpana melihat tubuh Rani yang sekarang hanya tertinggal CD putih mungil yang hanya menutupi sekitar belahan vaginanya. Kembali ku melanjutkan, kali ini ku arahkan untuk menghisap payudaranya kiri dan kanan secara bergantian, puting kecokelatan dan aerola yang kecil semakin mengunggah nafsuku untuk melumatinya. Tanganku pun tidak diam, mulai ku sentuh pangkal paha bagian dalamnya dan sesekali ku ikuti goresan belahan vaginanya. Rani semakin meracau, ahhh.. ahhh… ahhh… Rani menikmati setiap sentuhan yang ku berikan. Tangan Rani pun sekarang bermain di bagian bawahku, mulai memasukkan tangan di celah celanaku dan meraih batang penisku. Di urutnya secara perlahan naik turun seiring tanganku yang naik turun juga memainkan vaginanya dimana sekarang kondisi CDnya yang sudah basah. Aku pun mengangkat sedikit badanku di bantu tangan Rani untuk meloloskan CD dan celana pendek yang ku kenakan. Tanpa diminta, sekarang Rani mengalihkan wajahnya mendekati kepala penisku. Di ciumnya perlahan sambil memainkan lidahnya. Sungguh, sensasi luar biasa ku rasakan saat ini, gantian eluhan itu yang keluar dari mulutku ahhh… ahhh… nikmatnya. Rani cukup lihai memutar dan memainkan lidahnya. Slurrrpp.. sekarang sudah di emutnya batang penisku, di diamkan sesaat dan terasa deep throath penuh. Tangannya pun mengelus pelan biji zakarku yang semakin membuat aku terbuai dengan kenikmatan ini. Aku pun mencoba menyelipkan tangan bagian belakang CDnya. Ku remas perlahan bongkahan pantat sekalnya itu sambil jariku sesekali menyentuh lubang anusnya. Plokk… Plokkk.. plokk.. mulut mungil Rani naik turun menikmati batang penisku. Sesekali erangannya kembali terdengar, ketika jari ini ku sentuh kembali lubang anusnya. 10 menit berlalu, nafsuku semakin tinggi… Aku pun mencoba menarik dan meloloskan CD Rani. Seketika Rani menahan tanganku dan menghentikan kulumannya. “mas Tama… Aku masih perawan” ujarnya lirih. Damn! Aku terkejut mendengarnya, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan di penisku. Rani pun kembali berucap “sejauh ini, hanya batas sini saja yang pernah ku lakukan dengan pacarku sebelumnya”. Aku pun menghormati keputusan Rani itu, dengan tersenyum dan mengangguk aku iyakan keputusannya. Tanganku pun tidak lagi berupaya untuk meloloskan CDnya. “Ran.. tanggung, tolong keluarin yaa lewat mulut mungilmu” ujarku berharap. Rani pun tersenyum dan mengangguk kecil, mengiyakan apa yang aku katakan. Kembali dilanjutkannya dengan memasukkan batang penis ini ke mulutnya. Plokkk… Plokkk… Plokkk… Naik turun kembali mulut dan jilatan lidahnya bermain di penisku. Tanganku pun sekarang naik ke atas, memainkan payudara indahnya. Walau tidak sampai penetrasi, tapi gairah dan nafsu kami terus membara, sehingga tetesan keringat mengalir diantara tubuh kami. Rani pun mempercepat tempo mengulumnya, aku pun sudah tidak tahan untuk melepaskan sperma yang tertahan ini. Ran.. Rani.. bentar lagi, semakin meracau aku merasakan kenikmatan seiring Rani yang semakin mempercepat kulumannya, dan.. croottt… croottt… croottt… Sekitar 3 kali tembakan kencang ku lepaskan di dalam mulutnya, di susul tetesan kecil yang mengikuti orgasme ku ini. Rani tidak sedikit pun melepaskan mulutnya, di telannya semua yang sudah ku lepaskan tadi hingga perlahan batang penis ini kembali ke ukuran semula. Sisa-sisa di batangnya pun tidak lepas dari jilatan lidah Rani. Aku yang sudah kehabisan energi tetap melihat senyum kecilnya itu. Ku usap rambutnya, sambil berkata “terima kasih, Rani” dan Rani pun tersenyum kecil, sembari tangannya meraih BH dan dasternya kembali. Rani mengenakan CD dan dasternya, dan kemudian duduk kembali di sampingku. Rani pun membantu menaikkan kembali CD dan celana pendek yang ku kenakan. Kemudian di peluknya kembali tubuhku dari samping, sambil berbisik “mas Tama, Rani bobok sini ya malam ini” aku pun tersenyum dan mengiyakan keinginan Rani itu. Yaa, malam pertama di kontrakan baru Rani, di akhiri dengan kenikmatan nafsu di kamarku ini, hingga malam berganti pagi kembali. Bersambung… Page 4