Kasus dua pemerkosa ________________________________________ “Mau apa kalian!” “Saya rasa… non sendiri juga sudah mengerti…” “Jangan mendekat! Kalau kalian berani macam-macam, saya akan menjerit!” “He… he… percuma saja non, jerit saja sepuas-puasnya, gubuk tua ini terletak beberapa puluh kilometer dari pemukiman penduduk yang terdekat.” “aa! TOLONG!” Jerit wanita itu sambil berusaha menghindari cengkraman tangan Rico. “He… he… mau lari kemana non.” Tawa Rico sambil berjalan mendekati Lisa dengan perlahan-lahan. “Ayolah Rico, penis gua udah tidak tahan lagi. Hentikan permainan kejar-kejarannya.” Kata Tono yang sedang berjaga-jaga di pintu masuk, supaya Lisa tidak melarikan diri. “He… he… baiklah kalau begitu, ayo kita kepung dia.” Kata Rico. “Tidak! Jangan mendekat!” Lisa terlihat sangat ketakutan, keringat dingin mulai mengalir membasahi keningnya. Lisa sedang mengenakan kemeja berwarna putih, rok mini yang hanya sebatas paha, dan sepatu hak tinggi. Tidak lama kemudian, Lisa akhirnya terkepung di sudut ruangan. Kakinya gemetaran. Rico lalu mengelus-elus dagu Lisa sambil berkata. “Wajahmu sungguh cantik neng, halus lagi.” Sementara itu, tono mengamat-amati tubuh Lisa dan berkata. “Dadamu besar juga neng, pahamu juga mulus.” “Tolong bang… jangan bang…” Wajah Lisa terlihat memelas. “Tenang saja non, kalau kamu bersikap manis, kami juga akan bersikap manis.” Kata Rico sambil tersenyum bengis. “Hei Rico, kali ini saya duluan dong, masa setiap kali saya kebagian sisanya.” Kata Tono dengan nada kesal. Rico melihat-lihat tubuh Lisa yang molek itu sejenak, kemudian dia berkata. “Baiklah, tapi jangan lama-lama ya.” Rico lalu merebahkan tubuhnya pada sebuah sofa yang sudah usang. Kedua tangan Tono lalu memegangi pundak Lisa dan bibirnya mulai menciumi leher Lisa. “ahh… jangan bang… tolong bang… ja… aa!” Perkataan Lisa terputus karena Tono tiba-tiba menusukkan jari tangan kirinya ke vagina Lisa. “aahh… Sakit bang!” Air mata mulai mengalir turun dari kedua mata Lisa, namun Tono tidak peduli, dia malah semakin bernafsu memperkosa Lisa. Tono mulai menciumi bagian atas dada Lisa yang tidak tertutupi bajunya, sementara tangan kirinya sibuk mengelus-elus vagina Lisa yang masih terbalut oleh celana dalam. Beberapa saat kemudian, Tono lalu bermaksud untuk melepaskan kancing baju Lisa, namun Lisa secara refleks segera menangkap kedua tangan Tono sambil berkata dengan nada memohon. “Jangan bang… tolong bang, jangan…” “Ayolah, jangan malu-malu neng.” Tawa Tono sambil menurunkan kedua tangan Lisa dengan paksa. Lisa tidak punya pilihan lain, dia hanya pasrah pada nasibnya. Melihat Lisa tidak memberikan perlawanan lagi, Tono lalu melepaskan kancing kemeja Lisa satu persatu. Saat semua kancing bajunya sudah terlepas, terlihatlah buah dada yang berukuran cukup besar itu beserta BH berwarna hitam yang sedikit tembus pandang. Melihat hal itu, gairah Tono langsung meningkat. Dia pun mulai menjilati dan meremas-remas dada Lisa yang masih terbalut BH berwarna hitam itu, sehingga Lisa sesekali bergidik dan mengerang. Tidak lama kemudian, Tono lalu mengangkat rok mini Lisa ke atas hingga sebatas pinggang, dan terlihatlah celana dalam Lisa yang juga berwarna hitam. Sementara mulut Tono menciumi dan menjilati dada Lisa, tangan kirinya sibuk meraba-raba paha Lisa, dan tangan kanannya meremas-remas pantat Lisa yang montok itu. Setelah puas meraba dan menjilati dada Lisa, Tono sekarang bermaksud untuk mengentoti Lisa. Dia lalu merobek BH dan celana dalam Lisa dengan paksa, sehingga Lisa menjerit kesakitan. Tono lalu melepaskan celana panjang serta celana dalamnya, dan terlihatlah penis yang sudah sangat menegang itu sedang bersiap-siap untuk menyerang. Melihat hal ini, Lisa sangat terkejut. Dia segera mendorong tubuh Tono dan segera berlari menuju pintu gubuk tua itu, walaupun dia sedang tidak mengenakan BH dan celana dalam, dia tidak peduli lagi. Namun, baru saja Lisa melangkah keluar dari gubuk tua itu, rambut panjangnya dijambak oleh Rico, dan segera ditariknya Lisa kembali ke dalam gubuk itu dengan paksa. Rico lalu menempeleng pipi Lisa dan menghempaskan tubuhnya ke atas sofa usang. Tono yang sempat terkejut karena mengira Lisa akan melarikan diri itu sekarang sudah berdiri di hadapan Lisa. Tono lalu mengacungkan sebuah belati tajam ke leher Lisa dan berkata. “Kalau kamu berani macam-macam lagi. Akan kuiris-iris wajahmu yang cantik itu.” Mendengar ancaman Tono, Lisa menjadi semakin ketakutan, dan setelah Tono yakin bahwa Lisa tidak akan melarikan diri lagi, dia pun mulai mengelus-eluskan penisnya pada vagina Lisa dan bersiap-siap untuk mengentoti Lisa. Namun kali ini Lisa tidak memberikan perlawanan apa-apa lagi. Dia hanya tidur terlentang di atas sofa usang itu sambil memejamkan matanya rapat-rapat karena dia tidak tahan melihat keperawanannya direbut oleh seorang bajingan. Beberapa detik kemudian, keheningan gubuk itu pun dipecahkan oleh suara jeritan Lisa. Tiga hari kemudian, di sebuah kantor kepolisian yang terletak di Sumatera Barat “Keparat!” Bentak Ronny sambil meninju meja yang terletak di hadapannya dengan keras. “Ini sudah kasus yang ke delapan. Apakah tidak ada jejak kedua orang itu sama sekali?” “Lapor pak! Tim penyelidik telah memeriksa gubuk tua itu dengan seksama, namun tidak diketahui kemana larinya dua orang itu. Di tempat kejadian juga tidak ada barang bukti yang ditinggalkan si pelaku, kecuali gadis bernama Lisa yang telah diperkosa mereka berdua itu.” Pada saat yang bersamaan, seorang polisi lain memasuki ruangan Ronny dengan tergesa-gesa. “Ada apa Frans?” Tanya Ronny. “Motel Cahaya Malam… mereka ada disana…” Kata Frans dengan nafas tersenggal-senggal. “Tenangkan dirimu dulu. Saya tidak mengerti apa yang sedang kamu bicarakan.” Kata Ronny. “Tiga jam yang lalu, ada seorang saksi melihat dua pemerkosa yang sedang kita cari itu berjalan keluar dari Motel Cahaya Malam.” Kata Frans. “Benarkah itu?” Kata Ronny sambil bangkit berdiri dari kursinya. “Kalau begitu kita harus segera menuju ke motel tersebut dan menanyakan masalah ini kepada si pemilik motel.” Sementara itu, di ruangan pribadinya, Iwan, sang pemilik motel Cahaya Malam sedang duduk di kursi empuknya sambil merokok. Dia melihat jam tangannya sejenak, kemudian dia berdiri dari kursinya dan membetulkan posisi video kamera mini yang terletak di rak bukunya sambil bergumam. “Dari posisi ini seharusnya bisa mengambil gambar di seluruh kamar ini.” Tidak lama kemudian, terdengar sebuah ketukan di pintu, dan setelah Iwan berkata “Masuk!”, seorang pelayan berambut pendek yang cantik dan seksi pun berjalan memasuki ruangan tersebut. Pelayan wanita itu sedang mengenakan seragamnya yang berupa kemeja putih berlengan panjang serta rok mini yang berwarna merah. “A… ada apa tuan memanggil saya?” Tanya pelayan itu dengan gugup. “Kemarilah sejenak dan duduklah disini.” Kata Iwan sambil menyodorkan sebuah kursi kepadanya. “Ada hal yang ingin kubicarakan denganmu.” Setelah pelayan itu duduk, Iwan lalu berjalan ke arah pintu dan mengunci pintu itu dengan perlahan. “Kudengar dari pelayan lain kamu memecahkan dua piring lagi.” Kata Iwan sambil berjalan mendekati pelayan wanita tersebut. “Sa… saya tidak sengaja tuan. Waktu itu piringnya agak licin, sehingga…” Namun belum sempat pelayan itu menyelesaikan kata-katanya, Iwan langsung merangkul pelayan itu dari belakang sambil memegangi kedua payudaranya yang besar dan montok itu. Pelayan itu sangat terkejut, dia langsung menepis tangan Iwan ke samping dan segera menjauh dari Iwan. “An… anda mau apa tuan!” “He… he… tidak kusangka, ternyata dadamu besar juga.” Kata Iwan sambil berjalan mendekati pelayan tersebut. “Jangan mendekat! Kalau kamu berani mendekat lagi, aku akan menjerit!” Ancam pelayan itu. “Ayolah Lucy, kamu sangat membutuhkan pekerjaan ini bukan? Keluargamu di kampung yang miskin itu sedang menunggu uang penghasilanmu bukan? Apa jadinya kalau aku terpaksa memecat kamu? Apakah kamu tidak kasihan kepada adik-adikmu yang akan mati kelaparan itu?” Kata Iwan. Lucy sang pelayan tidak berkata apa-apa. Dia kelihatan sedang memikirkan kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Iwan. Iwan lalu memegangi kedua bahu Lucy dan mulai menciumi leher Lucy. Namun Lucy tidak memberikan perlawanan karena seperti yang dikatakan Iwan, keluarganya sangat miskin, dan dia tidak ingin kehilangan pekerjaan yang satu ini karena gajinya lumayan besar. Lucy lalu memejamkan kedua matanya, sambil mencoba untuk menikmati perlakuan bosnya. Lucy juga merasakan ciuman Iwan semakin lama semakin menurun, dan sesaat kemudian, Iwan sedang menciumi payudara Lucy. Pada saat ini, Lucy sebenarnya ingin sekali menampar keparat yang sedang berdiri di hadapannya itu, namun dia mengurungkan niatnya saat mengingat keluarganya di kampung. Melihat Lucy tidak lagi memberikan perlawanan, Iwan pun mulai melepaskan kancing baju Lucy satu persatu. Melihat hal ini, Lucy menjadi semakin takut, dia bergerak dengan gelisah sambil sesekali berkata. “Jangan pak… tolong… jangan buka baju saya…” Namun Iwan tidak menghiraukan perkataan Lucy. Setelah selesai melepaskan semua kancing baju Lucy, tangan kiri Iwan pun mulai meremas-remas payudara Lucy yang masih terbungkus BH berwarna putih itu, sementara bibirnya sibuk menciumi bibir Lucy dengan paksa. Namun Lucy berusaha untuk menghindari ciuman Iwan sambil sesekali mengerang dan mendesah. “Ahh… uhh… ahh… ja… ngan… pak…” Setelah meremas-remas payudara Lucy dan menciumi bibirnya, Iwan bermaksud untuk bertindak lebih jauh lagi. Dia lalu memasukkan tangannya yang satu lagi ke dalam rok mini Lucy dan mulai meraba-raba pahanya yang mulus itu. Saat tangan kanan Iwan mulai meraba-raba paha Lucy, Lucy secara refleks langsung merapatkan kedua pahanya supaya tangan Iwan tidak bisa mencapai vaginanya. Namun Iwan tetap memaksakan tangannya untuk meraba vagina Lucy, sehingga Lucy menjadi semakin takut dan gelisah. Lucy sesekali menghentakkan kakinya ke atas lantai, sambil berkata dengan nada memohon. “Ah… pak… jangan… jangan disitu pak… tolong pak… jangan disitu…” Setelah gagal meraih vagina Lucy, Iwan lalu mengarahkan tangannya ke pantat Lucy dan meremas-remasnya. Tindakan Iwan membuat Lucy mengerang dan mendesah. Iwan lalu menggenggam celana dalam Lucy dan menariknya turun. Namun Lucy tetap merapatkan kedua pahanya erat-erat, sehingga celana dalamnya susah untuk ditarik turun. Melihat hal ini, Iwan lalu menggunakan tangannya yang satu lagi untuk menarik BH Lucy ke atas, sehingga terlihatlah kedua payudara Lucy yang besar dan montok itu, beserta puting susunya yang berwarna merah. Iwan lalu memain-mainkan puting susu Lucy dengan jari-jarinya, sementara mulutnya menjilat dan mengulum-ngulum puting susunya yang satu lagi. Menghadapi serangan di tiga tempat ini, Lucy menjadi kewalahan, sehingga tanpa disadarinya dia pun melonggarkan kedua pahanya, dan celana dalamnya pun berhasil ditarik turun oleh Iwan. Begitu celana dalam Lucy berhasil diturunkan, Iwan langsung mengarahkan tangannya ke vagina Lucy sambil meraba-raba bagian luar dan dalamnya, sehingga erangan dan desahan Lucy terdengar semakin keras. Tidak lama kemudian, vagina Lucy pun mulai mengeluarkan cairan. Saat tangan Iwan merasakan cairan yang keluar dari vagina Lucy, dia pun berjongkok di depan Lucy dan mulai menjilat-jilati vagina Lucy. Lidah Iwan menyerang vagina Lucy dengan gencar. Mula-mula dia menjilati bagian luar vagina Lucy terlebih dahulu. Kemudian dia pun mulai menusuk-nusukkan lidahnya ke dalam vagina Lucy. Karena tidak tahan terhadap rasa gelinya, tangan Lucy pun meremas-remas tirai jendela yang tergantung disampingnya dengan kuat, sambil sesekali mendesah. “Aahhh… uuhhhh… aahhhhhh…” Namun nasib Iwan sungguh sial. Justru pada saat inilah, pintu ruangan tersebut diketuk, dan terdengar suara yang berkata. “Kami polisi, harap dibukakan pintunya, ada hal yang ingin kami tanyakan.” Polisi yang tiba-tiba datang ke motelnya membuat Iwan menjadi kalang-kabut. Dia mengira bahwa perbuatannya terhadap Lucy sudah ketahuan oleh polisi. Dia lalu berjalan kesana kemari karena saking paniknya. Dia tidak tahu apakah dia harus membukakan pintu atau tidak. Melihat hal ini, Lucy cepat-cepat membetulkan letak BH-nya, mengancingkan bajunya dan menaikkan celana dalamnya kembali, serta tanpa pikir panjang lagi, Lucy langsung berteriak “Tolong! Tolong!” Mendengar teriakan Lucy, Iwan bertambah panik, sementara para polisi semakin keras menggedor pintu tersebut sambil berteriak “Ada apa di dalam! Cepat bukakan pintu!” Sesaat kemudian, pintu tersebut pun berhasil didobrak oleh para polisi. —//— Beberapa menit kemudian, Iwan dan Lucy beserta beberapa orang polisi sedang duduk di dalam sebuah ruangan kecil di Motel Cahaya Malam. Tidak lama kemudian, Ronny dan Frans juga memasuki ruangan tersebut. Ronny menatap Iwan sejenak, kemudian dia menyodorkan dua buah foto ke arah Iwan sambil bertanya. “Kamu kenal dua orang ini?” Iwan melihat foto itu sebentar, kemudian dia berkata dengan ragu-ragu. “Ti… tidak kenal pak.” “Jangan bohong!” Kata Frans sambil menepuk kepala Iwan. “Be… benar pak, sa… saya tidak bohong pak!” Kata Iwan yang terlihat sangat ketakutan. Ronny lalu menghadap ke arah Lucy dan bertanya dengan suara yang lebih lembut. “Nona Lucy, coba katakanlah apa yang dilakukan bosmu kepadamu di dalam ruangan tadi.” Lucy kelihatan ragu-ragu apakah hendak mengatakan perbuatan kurang ajar bosnya atau tidak. “Tidak perlu takut nona Lucy, kamu berada di bawah perlindungan kami. Katakanlah yang sebenarnya.” Kata Ronny lagi. Setelah mempertimbangkan sejenak, Lucy kemudian berkata. “Dia… dia hendak memperkosaku.” “Tidak! Itu tidak benar! Itu bohong!” Kata Iwan yang terlihat semakin panik dan takut. “Lalu bagaimana kamu menjelaskan isi video ini.” Frans menyodorkan sebuah video yang berisi rekaman apa yang dilakukan Iwan kepada Lucy barusan. Wajah Iwan langsung menjadi pucat pasi. Dia terduduk lemas di kursinya tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Video yang sengaja direkamnya supaya bisa digunakannya kelak untuk memeras Lucy justru menjadi senjata makan tuan. “Bawa dia ke kantor polisi atas tuduhan mencoba untuk memperkosa seorang gadis!” Kata Ronny kepada seorang polisi yang berdiri disampingnya. “Tidak, jangan pak! Saya kenal dua orang itu! Saya akan mengatakan semuanya! Mereka bernama Rico dan Tono!” Kata Iwan dengan nada panik. “Baiklah kalau begitu, coba ceritakan semuanya.” Kata Ronny. “Mereka mulai tinggal di motel ini kira-kira satu minggu yang lalu. Pada suatu malam, saya memergoki mereka sedang memperkosa seorang gadis, tapi saya ketahuan oleh salah satu dari mereka. Mereka lalu mengancam saya, kalau saya berani memberitahukan hal ini kepada polisi, mereka akan membunuh saya dan membakar seluruh motel ini.” Kata Iwan. “Kira-kira tiga jam yang lalu mereka keluar dari hotel ini, kamu tahu mereka menuju kemana?” Tanya Ronny. “Saya tidak tahu pak, tapi salah seorang dari mereka sepertinya berbicara tentang kereta api.” “Ada hal lain lagi yang ingin kamu katakan?” Tanya Ronny lagi. “Tidak ada lagi pak, semuanya sudah aku katakan.” “Baiklah, seret dia ke kantor polisi atas tuduhan mencoba untuk memperkosa seorang gadis.” Kata Ronny kepada Frans. “Tapi pak… ini tidak adil pak! saya sudah memberitahukan semuanya! Pak! Ampun pak!!!” Iwan lalu diseret keluar ruangan oleh Frans dan beberapa orang polisi. Samar-samar Ronny dapat mendengar suara Frans yang sedang membentaki Iwan. “Tidak adil kepalamu! Kamu kira ini pasar malam hah? Pake tawar menawar segala.” Ronny lalu menghadap ke arah Lucy dan berkata. “Tidak ada masalah lagi nona Lucy. Sekarang kamu sudah boleh pulang.” Lucy langsung memeluk Ronny dengan erat sambil berkata. “Untung kalian datang pak… terima kasih pak… terima kasih banyak…” Ronny menjadi salah tingkah dan mukanya menjadi merah. Dia lalu berkata. “Tidak apa-apa… ini… sudah menjadi kewajibanku.” Satu jam kemudian, Ronny dan Frans sedang berada di dalam mobil polisi yang sedang menuju ke salah satu stasiun kereta api. “Hei Ron, kita kan sudah menempatkan beberapa orang polisi di setiap stasiun kereta api yang diperkirakan akan dituju Rico dan Tono. Untuk apa lagi kita menuju ke stasiun kereta api yang terakhir?” Tanya Frans. “Yang saya takutkan adalah, mereka akan kabur dengan kapal laut di pelabuhan yang berdekatan dengan stasiun kereta api terakhir.” Kata Ronny. “Kapal laut? Kalau begitu mereka bisa saja…” “Benar… mereka bisa saja kabur ke luar negeri. Kalau mereka sempat kabur keluar negeri, maka kita akan semakin sulit menangkap mereka.” Sementara itu, di dalam kereta api yang sedang ditumpangi oleh Rico dan Tono. Mereka sedang duduk di dalam salah satu gerbong yang hanya terdapat enam orang penumpang, termasuk Rico dan Tono. Saat-saat ini bukanlah masa liburan sehingga kereta api tersebut tidak banyak penumpangnya. Tiba-tiba Rico berkata kepada Tono. “Hei, coba kamu lihat. Cewek yang duduk di seberang sana cakep juga loh.” “Yang mana.” Kata Tono. “Yang itu.” Kata Rico sambil menunjuk ke arah cewek tersebut. “Wah, OK juga. Bodynya juga mantap.” Kata Tono. “Hei Ton, bagaimana kalau kita memperkosa dia.” Sebuah senyuman bengis terukir di bibir Rico. “Tapi… kejadian di gubuk tua waktu itu sudah ketahuan oleh polisi, dan mungkin polisi saat ini sedang mengejar kita. Apa tidak sebaiknya kita diam dulu untuk sementara.” Kata Tono. “Tenang saja. Begitu kita tiba di stasiun, kita langsung menuju ke pelabuhan dan kabur ke luar negeri. Polisi pasti akan sulit melacak kita.” Tono merenungkan perkataan Rico sejenak, kemudian dia berkata. “Baiklah kalau begitu. Tapi, bagaimana caranya kita membujuk cewek itu ke tempat kosong.” “Begini saja, kamu…” Rico lalu membisikkan rencana mereka di telinga Tono. —//— “Halo nona.” Sapa Rico kepada gadis cantik yang tadi ditunjukkannya kepada Tono. “Halo…” Kata cewek itu dengan ragu-ragu. “Apakah sebelumnya kita pernah berjumpa?” “Oh tidak… saya hanya lagi bosen, jadi saya sekalian mengajak nona untuk berbincang-bincang. Bolehkah saya duduk disini?” Kata Rico sambil tersenyum manis. “Silahkan… silahkan…” Kata cewek itu. “Nama saya Rico. Bolehkah saya tahu nama anda?” Kata Rico. “Saya Fitri.” Balas cewek itu. Rico lalu berusaha untuk bersikap ramah dan terus mengajak Fitri berbual-bual, sambil mencari kesempatan untuk mengajaknya ke gerbong paling belakang (gerbong yang kebetulan sedang tidak ada penumpang, dan Tono sedang menunggu disana.) Setelah beberapa menit, Rico pun tidak punya bahan pembicaraan lagi. Saat dia sedang sibuk memikirkan cara untuk mengajak Fitri, Rico tidak sengaja melihat ke dada Fitri. Saat itu Fitri sedang mengenakan pakaian serba hitam yang seksi. Kaos hitam ketat, rok mini hitam, serta stocking yang juga berwarna hitam. Kaos Fitri yang ketat itu membuat payudaranya kelihatan sangat besar dan montok. Melihat payudara yang sangat menggairahkan itu, Rico jadi lupa kepada rencana semula. Tanpa disadarinya, tangannya mulai meraba-raba paha Fitri yang halus itu. Melihat hal ini, Fitri sangat terkejut. Dia spontan menepis tangan Rico sambil berkata dengan kasar. “Anda mau apa!” Rico menjadi panik. “Celaka, rencana gagal!” Pikirnya. Namun pada saat ini, dia teringat kepada pisau belatinya yang selalu dibawanya itu. Dia lalu mengeluarkan pisau belatinya dan mengarahkan pisau itu ke pinggang Fitri sambil berkata dengan nada mengancam. “Kamu lihat belati ini. Kalau kamu berani menjerit, saya akan menusuk kamu.” Fitri terkejut setengah mati. Dia lalu memohon kepada Rico. “Jangan bang… saya… saya punya sedikit uang, ambil saja semuanya bang.” Kata Fitri sambil mengeluarkan dompetnya dengan tangan yang gemetaran. “Diam! Uang saja tidak cukup!” Kata Rico. “Ka… kalau begitu bang, saya juga punya beberapa perhiasan, ambil saja semuanya bang, tapi jangan lukai saya.” Kata Fitri dengan suara gemetaran. “Kamu belum mengerti juga ya non, yang saya inginkan adalah tubuh kamu.” Kata Rico sambil meraba-raba paha Fitri dengan tangannya yang satu lagi yang tidak memegang belati. Mendengar perkataan Rico, Fitri semakin takut dan panik. Keringat dingin pun mulai mengalir. “Jangan… jangan bang… semua uang saya akan saya berikan… tapi jangan perkosa saya bang…” Kata Fitri dengan nada memohon. “Tubuhmu seksi juga non.” Kata Rico sambil memasukkan tangannya ke dalam rok mini Fitri. “Ah… jangan disitu bang… jangan…” Kata Fitri sambil menahan tangan Rico dengan kedua tangannya supaya Rico tidak dapat meraba lebih dalam lagi. Rico lalu menusukkan belatinya lebih kuat sedikit, sehingga Fitri mulai merasakan rasa sakit di pinggangnya. “Ah… sakit bang… pisaunya jangan ditekan kuat-kuat bang.” “Lepaskan kedua tanganmu dulu, dan biarkan saya meraba pahamu.” Kata Rico. Fitri tidak punya pilihan lain. Dia pun tidak berani lagi menahan tangan Rico, sehingga sekarang tangan Rico bebas bergerak di dalam rok mini Fitri. Gerakan tangan Rico di dalam rok mini Fitri membuatnya sesekali mendesah. “Ahh… uuhhhh… ahhhh…” Sementara tangan Rico meraba-raba paha Fitri, mulutnya juga tidak tinggal diam. Rico mulai menciumi dan menjilati leher dan telinga Fitri. Pada saat ini kereta api sedang berjalan pada kecepatan tinggi, sehingga erangan dan desahan Fitri tidak akan terdengar oleh penumpang lain karena tertutup oleh suara mesin kereta api yang cukup berisik. Setelah puas meraba paha Fitri, Rico lalu memasukkan tangannya ke dalam kaos Fitri dari bawah dan mulai meremas-remas payudara Fitri, sedangkan mulutnya tetap menciumi dan menjilati telinga serta leher Fitri. Mula-mula tangan Rico hanya meremas-remas BH Fitri, namun beberapa saat kemudian, Rico pun memaksakan jari-jarinya untuk masuk ke dalam BH Fitri yang lumayan ketat itu, dan mulai mempermainkan puting susu Fitri. Beberapa saat kemudian, Rico lalu menyuruh Fitri untuk berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke gerbong belakang sambil diikuti oleh Rico. Belati Rico juga masih diarahkan ke punggung Fitri, untuk mencegahnya berbuat macam-macam. Rico juga berjalan berdekatan dengan Fitri, supaya penumpang lain tidak melihat belati yang sedang dipegang oleh Rico. Melihat pantat Fitri yang bergoyang-goyang saat berjalan, Rico menjadi semakin bergairah, sehingga sesekali dia mengelus dan meremas pantat Fitri. Namun Fitri hanya diam saja, karena dia takut Rico akan menusukkan belatinya kalau dia berani macam-macam. Tidak lama kemudian, mereka pun tiba di gerbong terakhir, dimana Tono sedang menunggu. “Lama sekali kamu. Saya pikir rencana kita gagal.” Kata Tono. “Mana mungkin kita gagal.” Kata Rico sambil tersenyum bengis. “Baiklah, kalau begitu saya akan berjaga-jaga di pintu. Kalau ada orang yang ingin masuk, saya akan menghalanginya.” Kata Tono. “Tapi ingat, waktumu cuma sepuluh menit, setelah sepuluh menit, gantian kamu yang jaga.” “Baiklah, baiklah.” Kata Rico dengan tidak sabar. Tono lalu berjalan ke pintu gerbong, dan saat dia melewati Fitri, dia meremas kedua dada Fitri cukup keras, sehingga Fitri mengerang kesakitan. Setelah Tono keluar dari gerbong, Rico lalu mendorong Fitri hingga terjatuh di atas lantai, kemudian Rico pun langsung menghimpit tubuh Fitri sambil menciumi bibirnya dengan paksa. Fitri tidak berani bertindak macam-macam. Dia hanya menurut saja saat bibirnya diciumi dan dadanya diraba-raba oleh Rico. Walaupun sebenarnya dia merasa jijik dan ingin muntah. Setelah menciumi bibir Fitri, Rico lalu menciumi dagu Fitri, leher Fitri, dan kemudian payudara Fitri. Sementara tangannya dimasukkan ke dalam rok mini Fitri sambil meraba-raba pangkal pahanya. Rico lalu menarik kaos Fitri serta BH nya ke atas, sehingga mencuatlah payudara Fitri yang besar itu. Mula-mula Rico meremas-remas kedua dada Fitri terlebih dahulu, kemudian dia memutar-mutar kedua puting susu Fitri dan menghisap keduanya secara bergantian. Sebenarnya Fitri tidak ingin mengeluarkan suara desahan dan erangan, karena dia tahu hal itu akan membuat Rico semakin bergairah. Namun mulut Rico yang terus memain-mainkan puting susunya, serta jari-jari Rico yang mengelus-elus pangkal pahanya dengan gencar itu membuatnya tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Fitri pun akhirnya menjerit. “AHH… OOhh… aahhhh…” Pada saat ini, vagina Fitri juga sudah mulai mengeluarkan cairan. Rico lalu melepaskan rok mini dan celana dalam Fitri, sehingga terlihatlah vagina Fitri yang penuh dengan bulu-bulu halus yang sudah mulai basah itu. Melihat pemandangan yang menggairahkan itu, tanpa pikir panjang lagi, Rico langsung melepaskan celana jeans serta celana dalamnya. Ini adalah pertama kalinya Fitri berhubungan seks dengan seorang laki-laki, sehingga lubang vagina Fitri masih sempit. Maka saat Rico menusukkan penisnya yang terhitung besar itu ke dalam vagina Fitri, Fitri langsung menjerit kesakitan. Tanpa mempedulikan jeritan Fitri, Rico terus memompa vagina Fitri dengan keras, hingga kedua payudara Fitri juga ikut bergerak naik turun. Beberapa menit kemudian, Rico pun menembakkan cairan panas ke dalam vagina Fitri, membuat Fitri menjerit untuk yang kedua kalinya, kemudian Fitri pun terkulai lemas pada lantai kereta api tersebut. Air mata pun mengalir turun membasahi pipinya. Sebenarnya Rico masih punya tenaga untuk ‘bermain’ lagi, namun pada saat ini Tono memasuki gerbong tersebut karena waktu sepuluh menit sudah berlalu. Maka dengan agak kesal, Rico pun terpaksa mengenakan pakaiannya kembali, dan keluar dari gerbong tersebut untuk menghalangi orang lain memasuki gerbong itu. Melihat Fitri yang hampir telanjang bulat itu sedang terkulai lemas di atas lantai, penis Tono langsung menegang. Tono lalu melepaskan celananya, dan berdiri di hadapan Fitri dengan penisnya yang sangat besar itu diacungkan ke wajah Fitri sambil berkata. “Jilat lalu hisap!” Fitri merasa jijik dan takut, karena penis Tono sangat bau. Dan karena Fitri masih saja enggan menjilati penis Tono, Tono lalu menjambak rambut Fitri dan memaksanya untuk menjilatinya. Akhirnya Fitri pun terpaksa menjilati penis Tono, walaupun sebenarnya dia ingin muntah karena saking baunya. Setelah dijilati untuk beberapa saat, Tono lalu berkata kepada Fitri. “Sekarang hisap!” Sambil mencoba untuk tidak membayangkan bau yang berasal dari penis Tono itu, Fitri pun mulai menghisap penis Tono. Beberapa saat kemudian, penis Tono akhirnya mulai bergetar. Fitri juga merasakan bahwa Tono sudah akan berejakulasi, maka dia bermaksud untuk menyingkirkan penis Tono dari mulutnya. Namun Tono justru menekan kepala Fitri dan memasukkan penisnya makin dalam ke mulut Fitri, dan beberapa detik kemudian, Tono pun berejakulasi di mulut Fitri. Waktu itu posisi penis Tono di dalam mulut Fitri cukup dalam, sehingga spermanya langsung ditembakkan ke dalam tenggorokan Fitri. Fitri yang tidak pernah menelan sperma laki-laki itu kontan terbatuk-batuk dan muntah di lantai kereta api itu. Karena merasa jijik dan terhina, Fitri pun menangis tersedu-sedu di gerbong kereta api itu. Namun Tono tidak mempedulikan tangisan Fitri. Dia lalu melebarkan kedua kaki Fitri ke samping dan bermaksud untuk mengentotinya. Melihat hal ini, Fitri langsung menutupi vaginanya dengan kedua tangannya, dan mencoba untuk merapatkan kedua kakinya sambil berkata. “Jangan bang… tolonglah bang… jangan… sakit bang…” Akan tetapi Tono tidak mempedulikan ratap tangis Fitri. Tono menampar Fitri dengan keras, dan menyingkirkan kedua tangan Fitri yang sedang menutupi vaginanya itu. Lalu Tono mulai memompa vagina Fitri sambil sesekali meremas kedua payudara Fitri yang juga ikut bergerak naik turun itu, dan gerakan Tono semakin lama semakin cepat. Tidak lama kemudian, Tono pun berejakulasi untuk kedua kalinya, dan kali ini di dalam vagina Fitri. —//— Beberapa jam kemudian, Ronny dan Frans pun tiba di stasiun kereta api terakhir yang juga dituju oleh Rico dan Tono itu. Namun sayang sekali, mereka datang terlambat. Rico dan Tono sudah melesat ke pelabuhan, dan kemudian menaiki salah satu feri yang ada disana. “Kita terlambat Ron, misi kita gagal…” Kata Frans dengan nada sedih. Ronny tidak berkata apa-apa. Dia kelihatan sedang merenung. “Sekarang kita kehilangan jejak mereka. Disini terdapat feri yang menuju ke Pulau Batam, Singapore dan Malaysia. Kita tidak mungkin tahu mereka menaiki feri yang mana.” Kata Frans lagi. “Belum tentu.” Kata Ronny. “Coba lihat ini. Benda yang mereka tinggalkan di kereta api. Mungkin gara-gara terburu-buru pergi.” Ronny lalu menyodorkan sebuah karcis bus kepada Frans. “Bukankah ini… karcis bus Johor Bahru?” Kata Frans. “Benar sekali.” Balas Ronny. “Kalau begitu sasaran mereka adalah Malaysia.” Kata Frans. “Seratus untuk kamu.” Kata Ronny lagi. “Yang serius dong Ron, ini berarti kita harus meminta kepada polisi Malaysia untuk menangkap kedua bajingan itu dan mengirim mereka kemari.” “Tidak, tidak perlu. Kita kirim bukti-bukti kejahatan mereka kesana saja, dan suruh polisi-polisi Malaysia untuk menghukum mereka sesuai dengan hukum yang berlaku disana.” “Tapi Ron…” “Sudahlah, turuti saja perintahku, tidak akan salah lagi.” Kata Ronny sambil tersenyum penuh kemenangan. Empat hari kemudian, di sebuah kantor kepolisian yang terletak di Sumatera Barat Frans memasuki kantor Ronny sambil membawa sepucuk koran di tangannya. “Coba lihat Ron, kedua bajiangan itu sudah tertangkap.” Ronny mengambil koran tersebut dari tangan Frans dan membacanya sejenak, kemudian dia berkata. “Bagus sekali! Persis seperti yang kuinginkan!” “Apanya yang persis seperti kamu inginkan?” Tanya Frans. “Menurut koran, kedua bajingan itu masing-masing dihukum cambuk enam kali lalu dipenjarakan selama sepuluh tahun.” “Hukuman cambuk? Jadi hanya gara-gara itu kamu tidak mau mereka dikirim kembali ke Indonesia?” “Kamu belum mengerti rupanya Frans. Coba pikirkan, apa efek dari hukuman cambuk?” Tanya Ronny. “Efek dari hukuman cambuk? Em… paling-paling cuman rasa sakit di pantat doang.” “Rasa sakit dari hukuman cambuk bukan rasa sakit biasa, karena cambuk yang dipakai adalah cambuk khusus. Selain itu efek dari hukuman cambuk juga bisa sampai membuat orang mandul.” “Ah, saya mengerti sekarang. Kamu ingin mereka mendapatkan hukuman yang setimpal bukan?” “Kalau cuman dipenjara sih, belum tentu mereka akan jera. Tapi kalau sudah sampai mandul, lain lagi ceritanya.” “Ha.. ha.. ha… tidak kusangka, ternyata kamu sadis juga.” Kata Frans sambil tertawa kecil. “Eh, sekarang kan waktunya makan siang, bagaimana kalau kamu kutraktir di warung seberang jalan yang baru dibuka itu.” “Wah, kalau ditraktir sih tidak mungkin aku menolak.” Kata Frans. Kemudian sambil tertawa kecil, kedua polisi itu pun menuju ke warung yang baru dibuka itu. TAMAT