Nayla berjalan. Menyusuri panasnya ibu kota melalui trotoar yang berada di pinggir jalan. Sesekali, ia menatap ke arah langit sambil menutupi pandangannya dengan telapak tangannya. Ia hanya heran. Ia hanya penasaran. Kenapa cuaca di kota bisa sepanas ini? Sinar mentari begitu terik. Tubuhnya sampai berkeringat yang membuatnya sesekali mengibas-ngibaskan kemeja yang dikenakannya. “Panas banget sih yah? Rasanya beda banget sama di desa. Di desa tuh sejuk. Banyak angin. Banyak tempat teduh. Disini tuh, Astaghfiullah. Rasanya kayak lagi di panggang aja.” Keluhnya. Meski tubuhnya berkeringat. Meski dahinya berungkali ia elap menggunakan sapu tangan yang ia bawa kemana-mana. Penampilan cantiknya kerap kali mencuri pandangan orang-orang yang berada disekitarnya. Tiap kali Nayla berjalan. Mata para lelaki itu terpana menatap keindahan Nayla yang begitu cantik dengan pakaian yang mencolok. Mungkin di ibu kota, wanita yang berjalan dengan pakaian seksi lagi minim merupakan hal yang biasa. Para warga sekitar biasa melihatnya. Namun, apa yang Nayla kenakan berbeda. Penampilannya jauh dari kata seksi apalagi dengan pakaian yang begitu minim. Penampilan Nayla cenderung tertutup. Kemeja putih yang ia kenakan terlihat begitu besar bagi tubuhnya yang sangat ramping. Belum lagi dengan tambahan jas berwarna hijau yang cukup untuk menyembunyikan keindahan tubuh yang dimilikinya. Sedangkan di bawahnya. Celana longgar berwarna hijau membalut kaki jenjangnya. Wajahnya yang sebenarnya sangat cantik itu tertutupi oleh cadar sebagian. Juga dengan hijab lebar yang dikenakannya. Nayla terlihat begitu dewasa dengan pakaian yang dikenakannya. NAYLA Pantas saja, banyak mata lelaki yang menyorot keindahan yang ada pada dirinya. Matanya yang agak sipit dengan bola matanya yang begitu putih serta korneanya yang agak kecoklatan. Tatapannya yang sayuk, sudah cukup untuk menghipnotis para lelaki yang melihatnya. Tak sedikit lelaki yang sudah jatuh hati kepadanya. Tapi yang mengejutkan, tak sedikit lelaki yang sudah mencicipi tubuh indahnya yang seharusnya hanya untuk suaminya. Ya, kita tak salah mendengarnya. Nayla bukanlah wanita polos seperti yang kita kira. Nayla memiliki masa lalu yang kelam. Nayla adalah pelacur bercadar yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan tusukan dari penis pria-pria tua. Ya, pria-pria tua. Mulai dari pembantu bejatnya yang sudah mengajarkannya apa arti persetubuhan yang sebenarnya. Lalu, sang penjaga vila yang telah mengajarkannya daya tahan dalam bersetubuh dengannya. Lalu, tetangga kekarnya juga tukang sayur langganannya yang telah memberi tahunya kenikmatan saat bersetubuh dengan penis yang tak disunat. Juga, seorang gelandangan tua yang dapat memberikannya sensasi hingga kepuasan yang tak terkira. Bahkan seorang ustadz yang juga seorang kiyai pesantren pun, sampai tak tahan dengan kemolekan tubuh yang dimilikinya. Tapi itu dulu, itu dulu sebelum dirinya ketahuan oleh suaminya gara-gara mengadakan pesta seks di rumahnya. Beruntung, suaminya memergokinya tepat setelah nafsu pria-pria tua itu terlampiaskan pada tubuhnya. Nayla yang terbaring lemas tak berdaya. Ia pun pasrah membiarkan suaminya menangis mendapatinya yang dikira sholehah namun ternyata tak ada bedanya dengan wanita murahan yang bahkan lebih hina dari seorang pelacur jalanan. Ya itu dulu, Nayla di masa lalu. Kini Nayla telah berhijrah. Ia pun menuruti keputusan suaminya untuk pindah ke pinggiran kota demi menjalani kehidupan baru dengannya. “Iya nih Nay, kamu sih keseringan di desa. Rasanya disini jadi panas banget ya? hihihi.” Tawa seorang akhwat yang berada di sebelahnya. “Hihihi iya nih Shel. Rasanya lebih enak di desa. Disini kayak ga ada angin sama sekali.” Balas Nayla ikut tertawa. “Hihihi, maklumin aja yah Nay. Namanya juga ibu kota. Penduduknya padat. Banyak polusi. Tapi pohon mulai jarang. Ngomong-ngomong mbak kemana aja sih? Kok belakangan ini mbak menghilang tanpa kabar?” Tanya Sheila penasaran. Nayla hanya tersenyum. Ia enggan menjawab jujur pertanyaan yang dilontarkan oleh teman dekatnya semasa perkuliahan dulu. Nayla kemudian melirik, lalu menatap wajah cantik Sheila yang sebagiannya juga ditutupi oleh cadar. Semoga kamu tidak sepertiku yah, Shel. Batin Nayla berharap agar teman dekatnya itu tidak mengikuti jejak masa lalunya yang pernah kecanduan penis pria-pria tua. Nayla berhenti melangkah tiba-tiba. Sheila pun ikut berhenti saat melihat sahabatnya itu berhenti. “Kamu kenapa Nay?” Tanya Sheila dengan wajah bingung. Senyum di wajah Nayla menghilang. Ia terpaku menatap penampilan Sheila yang sebenarnya sama cantik dengannya. Apalagi Sheila ini baru saja menikah. Rasanya, ia seperti menatap dirinya di masa lalu sebelum dirinya dinodai oleh pembantu tuanya. Sheila Amelia Firdaus adalah akhwat bercadar berusia 25 tahun yang merupakan teman dekat Nayla selama di bangku kuliah. Seperti yang terlihat, Sheila merupakan wanita cantik berkulit putih yang juga merupakan keturunan cina dari ibunya. Posturnya tak jauh berbeda dengan Nayla. Meski masih lebih tinggi Nayla. Kecantikan Sheila tak jauh berbeda dengan Nayla. Sama halnya dengan sahabat karibnya itu. Sheila juga mengenakan pakaian longgar mulai dari kemeja yang menutupi tubuh moleknya hingga celana longgar yang menutupi kaki rampingnya. Matanya yang sipit seringkali menarik perhatian para lelaki. Suaranya yang lembut seringkali menggelitik telinga para lelaki. Penampilannya yang trendy membuat beberapa lelaki saling berebut karena ingin memiliki. SHEILA Tak berbeda dengan Nayla yang seorang selebgram, Sheila juga sama. Alasan mereka bertemu dengan pakaian yang hampir sama adalah untuk melakukan aksi perfotoan di studio yang sama. “Eh, engga. Gapapa kok Shel. Kamu cantik banget sih.” Nayla mengelak dengan memberikannya pujian. Beruntung, Sheila pun terbujuk oleh pujian dari kawan cantiknya itu. “Apasih Nay. Kok tiba-tiba bilang gitu. Hayoo kamu suka aku yah?” Ucap Sheila bercanda. “Eh? Hihihihi enak aja. Aku normal yah Shel.” Jawab Nayla tersipu. “Hihihi emangnya aku engga? Aku juga loh ya.” Kedua akhwat itu pun tertawa. Mereka terus berjalan menuju rumah Sheila untuk beristirahat setelah berfoto di studio yang sama. “Ngomong-ngomong, rumahmu masih jauh Shel?” Tanya Nayla yang sudah tak kuat berjalan lagi. “Ini udah mau nyampe, itu loh rumahku yang gerbangnya warna hitam.” Jawab Sheila sambil menunjuk ke arah depan. “Dimana? Eh, astaghfirullah.” Sebut Nayla tiba-tiba saat dirinya menatap jauh ke depan. “Eh ada apa Nay? Kok sampe nyebut?” Tanya Sheila kebingungan sambil melihat ke depan. Soalnya, ia tak merasakan ada yang aneh. Ia lekas heran pada apa yang membuat sahabatnya itu terkejut bukan main. “Ayo balik yuk. Aku gak mau ke arah sana.” Ucap Nayla sambil menarik lengan Sheila ke arah belakang. “Eh ada apa sih Nay? Kita kan udah mau sampe rumahku loh.” Ucap Sheila kebingungan. Meski awalnya ia tertarik saat Nayla menarik lengan rampingnya. Ia lekas mengerem yang membuat Nayla menatap Sheila dengan tatapan penuh ketakutan. “Ihh tapi itu, aku gak mau kesana Shel. Akuu… Akkuuu…” jawab Nayla tak sanggup melanjutkan. “Kamu? Kenapa? Takut?” Tebak Sheila setelah memperhatikan ekspresi wajah Nayla. “Sama apa?” Lanjutnya sambil menatap ke arah depan. Sheila memperhatikan. Sepertinya tidak ada hal yang perlu ditakutkan di jalan menuju ke rumahnya. Tidak ada anjing galak. Tidak ada pembegal jahat. Tidak ada kuntilanak, pocong atau penampakan lainnya karena masih siang. Apalagi jalanan di depan tampak kosong. Hanya ada satu orang yang berjalan ke arahnya. Seorang pria tua berbadan kurus, dengan pakaian kumuh, serta berwajah lusuh yang membuat Sheila jadi kepikiran. Apa jangan-jangan? Bapak ini yah yang bikin Nayla ketakutan? Batinnya sambil menatap gelandangan tua yang terlihat seperti belum mandi selama berminggu-minggu itu. Kecurigaannya semakin memuncak saat bapak tua itu kemudian tersenyum sambil menatap wajah cantik Nayla yang tertutupi sebagian. Sheila lekas menatap Nayla. Terlihat Nayla seperti membuang wajahnya. Sheila pun membatin dalam hati. Apa mereka berdua saling kenal? “Buwahaha, Mbak Nayla ya? Gimana kabarnya? Lama gak berjumpa.” Ujar gelandangan tua itu yang membuat Nayla & Sheila terkejut. “Pa-pak Dikin. Kenapa bapak bisa tahu kalau ini aku?” Tanya Nayla yang padahal sudah menutupi wajahnya dengan cadar. PAK DIKIN Pak Dikin tersenyum, ia lekas mengangkat tangan kurusnya yang menyerupai ranting pohon itu lalu menunjuk ke arah kemeja yang Nayla kenakan. “Bukannya kita terakhir ketemu, mbak Nayla pake baju ini? Iya kan?” Jawab Pak Dikin yang membuat mata Nayla membelalak. Nayla terdiam. Ia teringat kejadian di masa lalu, tepatnya di rumahnya saat dirinya disetubuhi oleh 10 pria tua yang berbeda di waktu yang sama. “Saya jadi merindukan kenangan indah kita di masa lalu, mbak Nayla. Buwahaha.” Tawa pak Dikin puas yang membuat Nayla geram karena tepat disampingnya, ada sahabatnya yang terlihat kebingungan. “Eh bapak dan Nayla saling kenal yah? Perkenalkan nama aku Sheila. Kebetulan. Rumahku ada di dekat sini? Apa bapak berkenan untuk mampir sebentar?” Ajak Sheila yang membuat Nayla kesal lalu menyikutnya dari belakang. “Aw kenapa sih?” Bisik Sheila. “Dengan senang hati mbak. Kebetulan saya juga laper. Saya dari kemarin belum makan.” Jawab Pak Dikin cengengesan. “Shel, jangan!” Bisik Nayla sekali lagi. Ia bahkan memegang erat lengan Sheila berharap sahabatnya itu mau menuruti ucapannya. “Kamu ini kenapa sih Nay? Apa gak kasian sama bapak ini? Lagian, kalian udah saling kenal kan?” Bisik Sheila terheran-heran pada sikap sahabatnya itu. Nayla mendengus kesal. Ia tak bisa menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Toh kalau diceritakan, mana mungkin Sheila percaya kalau dirinya yang terlihat alimah & sholihah pernah disetubuhi berulang kali oleh gelandangan tua ini. “Hehe maaf. Mari pak, saya antar. Rumahku ada di sebelah sana.” Ucap Sheila sambil tersenyum yang terlihat melalui kedua matanya itu. Ia pun lekas menarik lengan Nayla lalu merangkulnya erat saat berjalan di depan, mereka berdua berjalan duluan untuk mengantar gelandangan tua itu menuju rumah Sheila. Sedangkan pak Dikin hanya tersenyum mesum melihat kebaikan akhwat bercadar temannya Nayla itu. Ia pun berjalan di belakang. Menatap lenggokan bokong mereka yang bergeal-geol mengikuti langkah kaki mereka. Buwahahaha, nafsuin banget sih mbak Nayla, tapi mbak Sheila kok lumayan juga yah. Jadi bingung mau mulai dari mana dulu. Batin pak Dikin sambil mengelusi penisnya yang mulai mengeras. Sedangkan Nayla terus berjalan sambil sesekali melirik ke belakang. Ia terkejut bukan main saat gelandangan tua itu mengelusi tonjolan di balik celananya yang kian membesar. Ia bahkan lebih terkejut lagi saat menatap ekspresi wajah Pak Dikin yang sedang menjilati tepi bibirnya sambil menatapnya. Gleeeggg!!! Nayla menenggak ludah. Perasaannya tidak enak. Ia sedikit ketakutan. Andai-andai Sheila yang ada di sebelahnya menjadi korban kebejatan gelandangan tua itu. Maafin aku Shel. Aku gak bisa jelasin sekarang. Andai pak Dikin berniat tuk menyalurkan hawa nafsunya lagi. Cukup aku aja yang menjadi pelampiasannya. Batin Nayla sampai rela berkorban demi sahabatnya itu. Setibanya mereka bertiga di rumah Sheila. “Silahkan pak duduk dulu.” Ucap Sheila dengan sopan saat mempersilahkan tamu kumuhnya itu untuk duduk di ruang tamunya. “Hehe makasih mbak. Maaf kalau saya bau.” Kata Pak Dikin berpura-pura merasa tidak enak. “Ehh enggak kok, enggak. Oh yah maaf, nama bapak siapa yah? Aku belum tahu.” Tanya Sheila pada tamunya itu. Seketika ia melihat Nayla masih berdiri. Ia pun membisikkan akhwat bercadar itu untuk duduk juga di shofa panjang rumahnya. “Duduk aja Nay, disitu.” Nayla mengangguk. Saat akhwat yang sebaya dengan Sheila itu menjatuhkan bokong semoknya ke shofa empuk rumah sahabatnya. Ia melirik ke arah kirinya dan mendapati pak Dikin tengah tersenyum mesum kepadanya. Nayla sontak merinding. Ia buru-buru membuang pandangannya demi mengurangi kecurigaan Sheila kepadanya. “Saya Sodikin mbak. Panggil saja saya pak Dikin.” Jawab Pak Dikin dengan suaranya yang agak sedikit serak. “Oh jadi nama bapak, pak Dikin.” Jawab Sheila dengan sopan. “Iya mbak betul. Ngomong-ngomong, mbak tinggal sendiri di rumah sebesar ini?” Tanya Pak Dikin penasaran setelah melihat ke arah sekitar. “Hehe, enggak kok pak. Aku tinggal bareng suamiku. Kebetulan suamiku masih kerja. Jadi gak ada orang lain di rumah ini selain kita.” Jawab Sheila yang membuat mata Nayla membelalak. Jangan bilang gitu, Shel! Batin Nayla dalam hati. Pak Dikin menyeringai. Ia kembali melihat sekitar sambil menunjukkan senyum jahatnya. Buwahahaha. Gak ada orang lain selain kita? Bener-bener keberuntungan buat saya! Batin pak Dikin senang. “Oh jadi mbak sudah menikah. Ya, wajar sih. Mbak kan cantik. Kalau mbak bilang belum menikah, baru saya heran.” Ucap pak Dikin yang membuat Sheila tersipu. “Hihihi bapak bisa aja sih. Aku kan jadi malu. Ngomong-ngomong keluarga bapak dimana? Kok bapak kayak . . . .” Sheila tak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia takut ucapannya akan menyakiti perasaan gelandangan tua itu. “Gelandangan? Terlantakan? Buwahahha.” Jawab Pak Dikin sambil tertawa. Lalu seketika matanya melirik ke arah Nayla yang membuat akhwat cantik itu menundukkan pandangannya. Buwahahaha, apa yang terjadi padamu mbak Nayla? Kok kamu jadi malu-malu lagi sekarang? Sikapmu itu malah membuat saya makin gemas ingin memasukkan kontol saya lagi ke dalam memek sempitmu itu loh mbak. Sheila melirik ke arah Nayla saat menyadari gelandangan tua itu menatap sahabatnya. “Saya terusir mbak. Saya dibuang oleh keluarga saya.” Jawab pak Dikin tiba-tiba yang mengejutkan Sheila. “Eh kok bisa? Kenapa?” Jawab Sheila seketika karena penasaran. Nayla hanya terdiam. Ia mencoba tak peduli dengan cerita yang akan diceritakan oleh gelandangan tua itu. “Entahlah, mungkin saya sudah tua dan menyusahkan anak-anak saya. Setelah istri saya meninggal. Saya mungkin hanya dianggap beban oleh mereka. Saya pun diusir oleh anak serta menantu saya sendiri.” Jawab Pak Dikin sambil memasang wajah iba tuk menarik perhatian Sheila. Ya wajar aja diusir! Wong bapak memperkosa menantu bapak sendiri! Batin Nayla yang mengetahui fakta yang sebenarnya. “Astaghfirullah! Tega sekali anak bapak. Terus?” Tanya Sheila tertarik. Mendengar Sheila bertanya, Nayla hanya bisa membatin dalam hati sambil menatap wajah cantik sahabatnya itu. Jangan didengerin Shel. Tolong, kamu gak usah peduli sama omongan bapak bejat ini! “Ya saya akhirnya hidup di jalanan. Bertahun-tahun saya berjuang mencari sesuap nasi. Saya bahkan sampai mengorek tong sampah di sekitar. Gak jarang juga saya mengemis mengharapkan rasa iba warga di sekitar. Gak jarang juga saya diusir oleh polisi karena di anggap menganggu. Gak jarang juga hasil ngemis saya dipalak oleh preman-preman yang ada di sekitar.” Ucap Pak Dikin dengan nada dan intonasi yang tepat hingga Sheila perlahan semakin hanyut pada ceritanya. “Eh beneran? Astaghfirullah, tega banget sih mereka pak?” Tanya Sheila berkaca-kaca. “Iya betul mbak, beruntung saya dipertemukan oleh mbak Nayla tak lama setelah itu.” Ucap pak Dikin yang membuat Sheila melirik ke arah sahabatnya itu. “Mbak Nayla?” “Iya mbak, Mbak Nayla ini dengan baik hati mengajak saya ke rumahnya. Bahkan sampai memberikan daging mentah ke saya. Buwahahaha.” Tawa pak Dikin saat mengingat masa lalu yang membuat Nayla diam-diam geram mendengarnya. Bapaaakkk! Apa yang bapak katakana! “Daging mentah? Kok?” tanya Sheila belum paham maksud omongan pak Dikin. “Buwahahha. Maksud saya. Mbak Nayla ini telah mencukupi kebutuhan saya yang belakangan tak bisa saya dapatkan.” Kata pak Dikin sambil menatap tonjolan indah di balik kemeja putih Nayla. Nayla yang peka lekas menutupinya dengan jas yang ia kenakan. Ia mencoba merapatkannya. Lalu pandangannya ia buang agar tak perlu menatap wajah pak Dikin yang sangat menjijikkan itu. “Oh maksud bapak kebutuhan makanan yah? Baik banget sih kamu Nay.” Kata Sheila salah tangkap dengan maksud pak Dikin. “Buwahaha. Bahkan mbak Nayla sampai memberikan susu favorit saya bahkan juga melayani saya sampai saya benar-benar puas.” Kata pak Dikin sambil diam-diam mengelus penisnya dari luar celananya. Tatapannya menatap ke arah benda yang berada di antara dua paha Nayla. Pak Dikin menjilat bibirnya. Ia tak tahan ingin merasakannya lagi. “Susu juga? Oh sampai disuapin gitu kah? Pelayanan yang bapak maksud?” Tanya Sheila yang lagi-lagi gagal paham omongan pak Dikin. Nayla gemas. Rasanya ia ingin menampar pak Dikin karena berani melecehkannya dihadapan sahabat dekatnya. Tolong jangan ungkit masa laluku lagi yah pak! Batin Nayla tertahan. “Iya mbak betul. Buwahahha.” Jawab Pak Dikin cengengesan. “Oalah, hmm tadi bapak belum makan kan? Yaudah bapak tunggu sini yah. Biar aku masakain sesuatu. Oh yah, Nay tolong ajak ngobrol pak Dikin bentar yah pas aku masak.” Ucap Sheila yang membuat mata Nayla membelalak. “Apa? Aku? Tapi aku . . . .” Jawab Nayla terdiam saat mendengar suara tawa pak Dikin. “Buwahahaha. Ide bagus itu mbak. Saya juga kangen, dah lama saya gak ngobrol dengan penyelamat saya.” Ucap pak Dikin yang membuat Sheila tersenyum. “Iya pak, tuh temenin dulu. Kalian udah akrab kan? Aku mau masak dulu yah bentar.” Kata Sheila yang langsung ngacir ke dapur. “Eh Shel tunggu. Jangan pergi.” Ucap Nayla yang hendak bangkit namun tangannya ditahan oleh gelandangan tua itu. “Mau kemana kamu mbak Nayla sayang? Apa kamu gak kangen sama saya setelah berbulan-bulan gak bertemu?” Tanya pak Dikin yang sudah duduk disamping Nayla lalu menarik tangannya hingga akhwat bercadar itu seketika duduk di sebelah pria tua yang sangat beruntung itu. “Tolong pak, jangan lakukan. Aku berbeda. Aku bukan Nayla yang dulu bapak kenal.” Bisik Nayla agar suaranya tak didengar oleh Sheila. “Berbeda? Oh ya benar. Haapp. Susumu kok makin montok yah. Makin gede dan kenyal. Buwahahha.” Ucap pak Dikin yang langsung mencengkram susu bulat Nayla yang masih tersembunyi di balik kemeja longgarnya. “Mmmppphh jangaann paakk. Aaaahhhhh. Tolongg lepasskaan. Aku gak mauu. Aaahhhh.” Desah Nayla tertahan. Meski ia ingin menjerit kelas. Ia terus mencoba agar suaranya itu tidak terdengar oleh sahabatnya. “Buwahahaha. Akhirnya saya bisa mendengar desahanmu lagi. Akhirnya saya bisa meremas susu bulatmu lagi. Tau gak? Saya jadi makin gemes setelah meremas susumu ini mbak. Saya kencengin yaahh. Haaapppp.” Ucap pak Dikin memperkuat remasannya. “Aaahhh jangann paakk. Aahhhh tolonggg. Tolongg Mmppphhhhh. Paakkkk aahhhh.” Nayla menggelinjang. Tubuh rampingnya menggeliat menahan rasa nikmat yang gelandangan tua itu berikan. Berulang kali tangannya mencoba menjauhkan tangan kotor itu dari tubuh indahnya. Tak jarang matanya memejam karena tak kuat menahan senasinya. Apalagi saat jemari telunjuk pak Dikin menekan tepat ke arah puting susunya. Belum lagi saat tangan pak Dikin terus saja membuka lalu menutup sambil merasakan keempukkan susu bulat Nayla. Belum lagi dengan aroma wangi dari tubuhnya. Wajah pak Dikin terus saja mendekat ke arah wajah cantiknya. Berulang kali Nayla membuang muka. Ia mencoba menjauhkan wajahnya dari wajah jelek gelandangan tua itu. “Tolongg pakk jangan mendekat. Aku gak mau lagi. Aku gak mau ternoda lagi paaakkk.” Lirih Nayla sambil mendorong tubuh pria kurus itu. “Buwahhaha gak usah sok munafik. Saya tau kamu aslinya malah menikmatinya, iya kan?” Ucap pak Dikin yang membuat Nayla terkejut. Apa itu terlalu jelas? Apa sikapku menunjukkan semuanya? Batin Nayla mengakui dalam hati. Meski tubuhnya berulang kali menolak ajakan berzina dari gelandangan tua itu. Namun nafsu dan pikiran kotornya justru menikmati perlakuannya. Apalagi belakangan ini dirinya sudah lama tak bercinta dengan suami tampannya. Bahkan saat bercinta pun, ia sama sekali tak mendapatkan kepuasan dari penis letoynya. Nayla terdiam sesaat. Ia tak sadar kalau kedua tangan pak Dikin sudah memegangi sisi kanan kiri kemejanya. “Buwahahaha” Breeeeeettttt!!! Nayla terkejut saat tiba-tiba kemejanya dibuka paksa hingga seluruh kancing kemejanya terlepas dari tempatnya. “Paaaaakkkk!!!” Jerit Nayla dengan lirih. “Buwahaha, tuh kan makin gede. Mantep nih susu!” Ucap pak Dikin sambil langsung mencengkramnya. “Mmmpppphhhh paaaakkk!” Nayla menjerit dalam keadaan bibir tertutup rapat. Remasan gelandangan tua itu jadi semakin kerasa saat tangan kasarnya menyentuh langsung kulit mulusnya. Gundukan indah itu teremas langsung olehnya. Beha berwarna pink yang menjadi satu-satunya pelindungnya tak mampu membendung keberingasan nafsu dari pria tua itu. “Buwahaha buwahaha. Kenyalnyaa. Kenyalnyaaaa!” Tawa pak Dikin puas. Pak Dikin terus meremas. Kedua tangannya berulang kali memijit-mijit gundukan empuk dari akhwat bercadar itu. Terkadang jempolnya juga menekan-nekan putingnya yang masih tersembunyi dibalik behanya. Tatapan Pak Dikin semakin tajam. Ia dengan penuh nafsu menikmati tontonan indah dari tubuh akhwat bercadar yang sedang ia lecehi itu. “Aaahhhh paaakkk. Jangaannn. Tolonggg mmpphhh. Sudaahhh paakk. Aaahhhh. Aaaahhhh” desah Nayla memejam. Meski kedua tangannya memegangi lengan pak Dikin. Meski lisannya terus menolak pelecehan yang dilakukan oleh pak Dikin. Diam-diam ia sebenarnya merasakan kenikmatan yang sudah lama tak ia rasakan. Tubuhnya kembali ingat, bagaimana rasanya dilecehi oleh seorang lelaki. Tubuhnya kembali ingat, bagaimana rasanya dinikmati oleh seorang lelaki. Tubuhnya kembali ingat, bagaimana rasanya dinodai oleh seoang lelaki. Tapi ini tidak hanya lelaki, melainkan lelaki tua yang memiliki segudang pengalaman. Tapi ini tidak hanya lelaki, melainkan lelaki miskin yang bahkan tidak memiliki rumah hingga tidur di jalanan. Tapi ini tidak hanya lelaki, melainkan lelaki bajingan yang telah menikmatinya lebih dari satu kali. Terlihat gundukan indah di balik beha berwarna pink “Buwahahha. Gak usah sok alim yah mbak. Inget, memekmu itu, udah pernah dimasuki lebih dari 10 kontol lelaki. Masa gini doang nolak. Apa remesan saya kurang kuat?” Tanya pak Dikin sambil memperkuat cengkramannya. “Aaahhh paakk jangaannn. Mmppphhhhh.” Demi menutupi jeritannya. Nayla pun menutupi mulutnya hingga pertahanan tubuhnya semakin melemah. “Buwahahaha, dasar lonte bercadar!” Kata pak Dikin sambil melepas paksa beha yang Nayla kenakan lalu langsung menyeruput puting indah berwarna pink yang sangat menggoda birahinya. “Ssllrrppp. Ssllrrrppp.” Bibir tuanya langsung menyedot puting indah itu. Lidahnya di dalam menari-nari menjilati ujung pentil yang semakin mengeras itu. Kedua tangannya terus meremas. Sesekali mulutnya berpindah dari payudara kanan lalu ke kiri. Lalu ke kanan lalu ke kiri lagi. Terus saja mulutnya berpindah tuk menikmati sajian premium dari seorang akhwat yang biasa menutupi tubuhnya dengan pakaian longgar. “Aaahh paakk. Aaahhhh. Aaaaaahhhh.” Desah Nayla yang mulai pasrah karena tak memiliki tenaga lagi setelah kekuatannya terhisap melalui seruputan gelandangan tua itu. “Mereka lagi ngomongin apa yah? Kok bisik-bisik sih? Dasar, aku gak boleh denger yah? Hihihihi.” Tawa Sheila yang dari dapur hanya mendengar suara bisikan Nayla dan Pak Dikin di ruang tamunya. “Aaahhhh paakkk. Aaahhhh. Mmppphhhh. Mmpphhhh.” Nayla terus saja terbaring pasrah membiarkan lelaki hina itu menodainya. Pak Dikin pun terus menyeruput susunya. Namun lama-lama ia bosan juga. Ia butuh sesuatu yang lebih. Sesuatu yang mampu memuaskan hasrat birahinya. “Buwahahahha.” Kata pak Dikin saat sedang memeloroti celana Nayla. “Paakkk jangaannn. Tolongg jangan lagii. Jaanngaannn!” Lirih Nayla sambil menggelengkan kepala lalu menahan celananya. Namun pak Dikin tak mengindahkan. Ia dengan bodo amat terus menarik celana Nayla hingga celana dalamnya yang juga berwarna pink terlihat. “Indah sekaliii. Buwahahhaa. Sudah lama saya tak melihat pemandangan seindah ini!” Ucap pak Dikin yang semakin ngiler saat melihat paha montok Nayla. “Paakk toloonggg. Jangann lagii. Jangaaannn!” Lirih akhwat bercadar yang sudah menampakkan kedua gunung gembarnya. Namun pak Dikin tetaplah lelaki biasa. Tak peduli dengan rengekkan wanita cantik itu. Ia dengan penuh nafsu menarik celana yang Nayla kenakan hingga terlepas seluruhnya. “Akhirnya lepas juga. Buwahhaha!” Tawa pak Dikin puas. Sontak Nayla langsung bangkit ke posisi duduk lalu menutupi kemaluannya yang sebenarnya masih tertutupi celana dalamnya. Namun, pak Dikin tak kehilangan akal. Ia dengan penuh tenaga menarik kedua kaki Nayla hingga akhwat bercadar itu kembali jatuh terlentang. Dengan waktu singkat, ia pun menarik celana dalam yang Nayla kenakan hingga terlepas seluruhnya. “Aaahhh paakk. Jaannggaann.” Ucap Nayla yang tak mampu berbuat apa-apa. “Ini yang sudah lama saya tunggu-tunggu.” Ucap pak Dikin yang langsung menerkam tubuh Nayla lalu melebarkan kedua kakinya. Wajahnya kemudian mendekat. Lidahnya pun keluar menuju goa sempit yang menjadi favorit para lelaki. “Ssllrppp. Ssllrrppp. Aaaahhhh.” “Paaakkkk oouuhhhhh. Ouuhhhhhh. Uuuhhhhhhh. Mmmppphhhhh.” Nayla mendesah. Tangan kanannya mendorong kepala pak Dikin menjauh namun tangan kirinya hanya mengepal kuat. Matanya pun memejam sedangkan kepalanya ia dongakkan ke belakang. Rasanya begitu nikmat. Lidah pak Dikin dengan liar berkelana memasuki setiap sisi goa yang dimiliki olehnya. Lidah itu menjilati tepi vaginanya. Lidah itu juga mendorong-dorong tepi vaginanya. Lidah itu juga berusaha tuk menjangkau titik terdalam vaginanya. Semakin dalam lidah itu berkelana. Semakin nikmat pulalah yang ia rasakan di dalam liang senggamanya. “Paakkk janngaann. Aaahhh yaahhh. Paakkk ouhhh. Paaakkkk.” Nayla tanpa sadar melepas tangan kanannya membiarkan gelandangan tua itu menjilati vaginanya. Kedua tangannya pun memegangi payudaranya. Ia hanyut dalam buaian nafsu pria tua itu. Namun uniknya, lisannya terus saja menolak yang membuat gelandangan tua itu tertawa. “Dasar, maumu apa sih mbak? Dijilatin malah ngeremes susu tapi mulutmu minta udahan.” Kata pak Dikin gemas sambil menelanjangi dirinya. Nayla terengah-engah menahan malu sambil menutupi payudaranya sendiri yang baru saja ia remas. Ia terheran-heran. Kenapa tubuhnya malah bereaksi saat dilecehi oleh gelandangan tua itu lagi. Saat sedang termenung itu, ia dikejutkan oleh pak Dikin yang tiba-tiba sudah bertelanjang di dekatnya. Lidahnya tiba-tiba kelu itu tak mampu berkata-kata. Ia pun pasrah saat tangannya ditarik hingga tubuhnya berdiri lalu diposisikan menungging sambil kedua tangannya bertumpu pada dinding. “Paakkk. Jaangaann lagiiii.” Ucap Nayla dengan sisa tenaga yang dimilikinya. “Jangan apa? Jangan lama-lama? Oke, nih rasakaaannn! Henkkgghhhh!!!” Ucap pak Dikin yang langsung mencobloskan penisnya ke dalam liang senggama Nayla. “Mmmppphhhh paaaakkkkkk!!!” Nayla terdorong maju saat terkena sentakan kuat dari pria tua itu. Penis hitam berukuran raksasa dengan ujung gundulnya yang menyerupai jamur itu telah masuk melesat bagaikan roket yang diterbangkan dengan penuh tenaga. Saat ujung gundulnya bersentuhan dengan bibir vagina Nayla. Terasa sentuhan nikmat yang sulit dijelaskan menggunakan kata-kata. Saat penisnya mulai masuk. Ujung gundulnya terasa seperti dijepit. Ujung gundulnya terasa seperti dicekik. Cairan cintanya yang sudah membanjir memuluskan langkah penis itu untuk masuk lebih dalam lagi. Seluruh penis itu sudah diselimuti oleh cairan cinta Nayla. Rasanya begitu hangat. Rasanya begitu nyaman. Tangan pak Dikin pun mulai memegangi pinggang ramping Nayla. Saat pinggulnya ia mundurkan sejenak. Ia langsung mendorongnya. Saat ia menariknya lagi, ia langsung mendorongnya lagi. Terus menerus ia melakukannya. Ia melakukannya dengan mata setengah memejam karena saking nikmatnya. “Aaahhh mantapnyaa. Aahh dasar memek lonte. Aahhh enakk bangett. Aaahh yah. Aaahhh.” Desah pak Dikin saat terus memaju mundurkan pinggulnya. Sementara Nayla ikut terdorong maju mundur. Tubuhnya pasrah. Ia membiarkan penis nista itu mengobrak-ngabrik liang senggamanya. “Uuuhhh paakkk. Uuhhhh. Uuuuuuhhhhhh.” Desah Nayla menahan sodokan dari gelandangan tua itu. Ada apa ini? Kenapa lagi-lagi aku kayak gini? Apa yang salah? Kenapa tubuhku kembali tenoda lagi? Batin Nayla merenung memikirkan apa penyebab dirinya kembali ternoda lagi. Padahal aku sudah berusaha semaksimal mungkin tuk bertahan. Aku sudah ke psikiater. Aku sudah menuruti perintah suami untuk pindah ke desa. Tapi ketika aku ke kota. Kenapa aku lagi-lagi seperti ini? Batin Nayla sembari merasakan tusukan pak Dikin dari belakang. Maafin aku yah mas. Maafin aku juga yah putraku. Umimu bukan pelacur kok. Umi cuma belum bisa move on dari masa lalu umi. Umi sayang kalian berdua. Tolong, sekali aja maafin perbuatan umi di siang hari ini! Batin Nayla menyesali dirinya yang belum bisa menjaga diri. “Aaahhhh. Aaahhhhh. Gilaaa, Nikmat sekali tubuhmu ini mbaakkk. Aaahhh gemes banget saya. Aahhhh. Aaaahhh.” Desah pak Dikin sambil menampar-nampar bokong semoknya. “Aaahh paakk. Aaahhhh yaahhh. Aaaawww. Aaaawww. Aaahhh bapaaakkkk.” Desah Nayla menjerit nikmat. “Buwahahhaha. Nahh begitu dong. Ayo nikmati persetubuhan kita ini. Kapan lagi kita bisa ngentot siang-siang di rumah orang kan? Buwahahha.” Tawa pak Dikin puas. “Aaahhh iyaahh paaakk. Aahhhhh. Aaaaaahhhhh.” Desah Nayla yang makin lama makin dikuasai oleh hawa nafsunya. Tangan pak Dikin meremas bokong montok Nayla. Sesekali tangannya merambat naik tuh mengusap punggung mulusnya setelah menyingkapnya sejenak dari kemeja putih yang masih melekat di tubuh indahnya. Tiap kali tangan pak Dikin mengelusnya. Nayla merinding. Ia merasakan kenikmatan yang tiada tanding. Belum lagi sodokannya yang makin lama makin bertenaga. Nayla lemas. Nayla tersodok dengan sangat keras. “Aaahhhh bapaakkk. Bapaaakkk. Bapaaaakkkk.” Jerit Nayla tak kuasa menahan diri lagi. “Eh, ngapain Nayla manggil bapak-bapak? Apa terjadi sesuatu disana? Haruskah aku tengok sekarang?” Lirih Sheila penasaran saat mendengar suara aneh dari Nayla. Sheila pun melepas celemek yang sedari tadi ia kenakan saat memasak. Ia juga mengecilkan api yang sedang memanaskan sup yang ia buat. Baru saja ia berjalan sejauh dua langkah. Tiba-tiba dering hapenya berbunyi yang membuatnya urung menengok apa yang sedang terjadi di ruang tamu. “Loh paksu nelpon? Hmm entar aja ah ngeliat mereka lagi apa. Aku mau jawab telponnya dulu.” Kata Sheila yang langsung mengangkat panggilan teleponnya. “Haloo Assalamualaikum mas.” Ucap Sheila sambil melangkah ke dalam kamarnya. Beruntung, arah kamarnya berada di arah yang berseberangan dari arah ruang tamunya. Sementara itu di ruang tamu. “Aaaahhhhhhhhh.” Desah pak Dikin saat menancapkan penisnya sedalam-dalamnya ke dalam vagina Nayla. “Paaaakkkkk. Aaaaahhhhhh.” Desah Nayla merinding gila. “Buwahahha puas banget yah mbak?” Kata pak Dikin sambil menarik tubuh Nayla hingga berdiri tegak lalu meremasi payudaranya dari belakang. “Hah. Hah. Hah.” Nayla hanya terengah-engah. Ia tak menjawab pertanyaan mudah dari gelandangan tua itu. Ia tak mau merendahkan harga dirinya lagi. Ia tak mau dianggap lonte bercadar oleh gelandangan miskin itu lagi. “Loh kok gak jawab? Dasar! Masih mau melindungi harga dirimu itu yah mbak? Emang masih punya? Emang masih ada? Gak inget apa mbak pernah kita gangbang di rumah? Buwahahha.” Tawa pak Dikin terus merendahkan harga diri Nayla. “Hah. Hah. Tolong jangan ungkit itu lagi pak. Akuu. Aaaaahhhh.” Desah Nayla saat pentilnya dipelintir oleh pak Dikin dari belakang. “Buwahahha tuh kan malah mendesah. Sange ya? Akui aja udah. Jangan ngesok terus.” Kata pak Dikin sambil membawa Nayla ke arah sofa panjang lagi. Kali ini pak Dikin yang duduk di sofa sambil menyendarkann punggungnya. Sedangkan Nayla pun dipaksa berdiri menghadap ke arahnya. Lalu sambil tersenyum, pak Dikin memerintahkan sesuatu pada akhwat bercadar itu. “Ayo duduki kontol saya. Saya mau merasakan goyanganmu lagi!” Kata pak Dikin yang membuat Nayla reflek menatap penis yang sedang mengacung tegak dihadapannya. Duduki? Aku harus menggoyang kontol segede ini? Batin Nayla yang bahkan keceplosan mengucapkan kata kontol di dalam hatinya. Terlihat penis pak Dikin mengangguk-ngangguk menggoda birahi Nayla. Warnanya yang sangat gelap sudah bercampur cairan lendir yang berasal dari dalam vaginanya. Terlihat urat-urat syaraf yang menonjol disekitar batang penisnya. Penis pak Dikin jadi terlihat begitu kekar. Nayla sesaat tergoda untuk kembali menyelam ke dalam dunia kemaksiatan. Haruskah? Untuk kali ini aja. Aku ingin menggoyangnya. Aku ingin merasakan lagi keperkasaan penisnya. Aku ingin merasakan sensasi nikmatnya bercinta dengan pria tua lagi. Batin Nayla yang tanpa sadar berjalan mendekat. Pak Dikin tersenyum puas. Tampaknya akhwat bercadar itu mulai takluk untuk kembali merasakan keperkasaan penisnya. “Tapi janji, setelah ini jangan sentuh sahabatku. Cukup aku aja yang menjadi pelampiasan nafsu bapak.” Ujar Nayla mengucapkan penawaran. Ia menjadikan penawaran itu sebagai alasan agar dirinya bisa menggoyang penis itu tanpa herus membuang harga dirinya. “Buwahaha. Ada apa ini? Gak boleh serakah gitu lah. Saya selaku lelaki harus adil untuk menyetubuhi kalian berdua secara bergantian.” Ujar pak Dikin yang memang sudah berniat menyetubuhi keduanya sekaligus. “Apa? bapak udah berniat mau menodai Sheila juga? Tolong jangan pak. Cukup aku aja. Silahkan bapak nodai aku sesuka bapak tapi jangan ke sahabat aku!” Kata Nayla kesal menyadari pak Dikin ingin menyetubuhi Sheila juga. “Hah? Buwahahaha. Kalau gitu buktikan, kalau mbak itu cukup untuk memuaskan nafsu saya. Ayo goyang kontol saya. Puaskan nafsu saya dengan goyanganmu itu!” Ucap Pak Dikin menantang Nayla. Nayla kesal. Entah kenapa tantangannya membuat ia enggan untuk melakukannya. Namun, demi sahabatnya. Juga hawa nafsunya yang semakin bergelora. Ia akhirnya rela menyerahkan tubuhnya untuk dinikmati oleh gelandangan tua tersebut. Awalnya ia melepas jas berwarna hijau yang dikenakannya. Lalu ia mulai menurunkan tubuhnya hingga perlahan lubang vaginanya kembali terisi oleh penis tua itu lagi. “Mmppphhh aaaaaaahhhh.” Desah Nayla memejam nikmat. “Aaahhhh mantapnyaaaa. Buwahahhaha. Ayo goyang sekarang. Saya udah gak sabar pengen merasakan goyanganmu lagi!” Kata pak Dikin tersenyum puas melihat keindahan tubuh Nayla yang hanya mengenakan kemeja putihnya saja yang itupun sudah terbuka semua kancingnya. Sedangkan hijab serta cadar yang menutupi sisi atas tubuhnya membuat pak Dikin semakin penasaran. Ingin rasanya ia menelanjangi Nayla seluruhnya untuk melampiaskan hasrat seksualnya yang tak mampu ia tahan lebih lama lagi. Dengan sedikit jengah, Nayla mulai menggerakkan tubuhnya. Pinggulnya ia gerakkan maju lalu ia mundurkan lagi. Ia majukan lagi lalu ia mundurkan lagi. Nayla memejam. Entah kenapa rasanya penis tua itu sedang mengaduk-ngaduk sisi dalam vaginanya. Meski rasanya nikmat, aroma busuk dari gelandangan tua itu membuat Nayla merasa agak sedikit risih. Belum lagi ekspresi wajah jeleknya yang membuat Nayla semakin benci. Namun ia terus saja bergoyang. Ia bergoyang tuk memuaskan nafsu birahi gelandangan tua itu. “Aaahhh yaahhh. Aaahhh mbaaakk. Aaahhh teruss. Ouhhhh mantapnyaa. Aaahhhh.” Desah pak Dikin sambil memegangi pinggul Nayla. Susu bulat Nayla yang hanya tertutupi kemeja putih tipis itu semakin menggoda pak Dikin. Matanya terus saja menatap pergerakan keduanya yang bergondal-gandul dihadapannya. Belum lagi goyangan Nayla yang semakin intens. Goyangannya itu mulai bervariasi. Tidak lagi maju mundur tapi juga ke kanan lalu ke kiri. Bahkan Nayla juga melakukan gerakan memutar. Mulai dari ke depan lalu ke kanan lalu ke belakang lalu ke kiri. Disaat Nayla mulai melakukan gerakkan naik turun. Disitulah pak Dikin semakin bernafsu menatap pergerakan susu indah itu. “Aaahhh yaahhh. Yaa benar begitu. Ouuhh mbaakkk. Aaahhhh nikmat sekali goyanganmu mbaaakk. Aaahhh yaaahhh.” Desah pak Dikin sambil meremasi susu bulat Nayla. “Mmpphhh paakkkk. Aaahhhhh. Aaahhhhh. Aaahhhhh. Uuuhhhh. Peellaaann.” Desah Nayla merasakan remasan tangan pak Dikin. Akhwat bercadar itu lama kelamaan semakin kehilangan akal sehatnya. Semakin lama ia bergoyang. Semakin hilanglah kesadaran yang dimiliki olehnya. Rasanya ia jadi ingin mempecepat goyangannya. Rasanya ia jadi ingin telanjang membiarkan tubuh indahnya dinikmati oleh gelandangan tua itu seluruhnya. Ia jadi ingin digenjot. Ia ingin merasakan sodokan full power dari pria tua beruntung yang sedang menikmatinya itu. Lama kelamaan matanya ia buka. Ia ingin menatap wajah dari lelaki tua yang kini menjadi pemuasnya. “Indah sekali matamu itu sayaanggg.” Ucap pak Dikin yang membuat Nayla tersipu. Aaahhhhh. Aaahhhh. Aaahhhh. Kenapa aku malah senang saat mendengar pujiannya? Bukannya ia saat ini sedang melecehkanku? Batin Nayla sambil terus bergoyang naik turun. Nayla bahkan sampai membuang mukanya ke samping karena saking malunya. Ekspresi Nayla itu pun membuat pak Dikin gemas. “Ayo kemari sayangg” kata pak Dikin menarik tubuh Nayla hingga dada kurusnya terhimpit oleh dada montok Nayla. “Aaahhhhh. Mmppphhhh.” Tak cuma itu, pak Dikin bahkan menyingkap cadar Nayla lalu mendekatkan bibirnya agar dapat mencumbunya. “Mmppphhh ayooo sayanggg. Teruss goyaanggg. Mmppphhhh. Puaskan nafsumu ke saya.” Ucap pak Dikin disela-sela cumbuannya. “Mmppphh iyaahhh. Iyaahhh paakkk. Mmpphhhh.” Desah Nayla semakin terbuai. Mereka bercumbu. Bibir mereka saling dorong. Bibir mereka saling sepong. Bibir mereka saling sosor tuk memuaskan nafsu yang semakin menggebu. Lidah mereka juga ikut bermain. Terkadang lidah pak Dikin bermain memasuki mulut manis Nayla. Lidahnya itu kemudian menekan lidah Nayla. Lalu lidahnya itu menggeliat diatas lidah Nayla. Lidahnya juga mengajak main Nayla agar mau masuk ke mulutnya. Nayla terbuai. Ia pun menjulurkan lidahnya agar bisa masuk ke dalam mulut pak Dikin. Pak Dikin tersenyum. Ia merapatkan bibirnya agar lidah Nayla terjepit di antaranya. Pak Dikin lekas menghisapnya. Pak Dikin menghisapnya yang membuat Nayla semakin hanyut dalam jebakan birahi pemuasnya. “Mmpphhh. Mmppphhhh. Mmmpphhh.” Nayla mendesah nikmat. Aneh, rasanya hisapan mulut pak Dikin menjadi pelecut semangatnya untuk mempecepat goyangannya. Nayla bergerak maju mundur. Kedua tangannya bertumpu pada bahu gelandangan tua itu. Dorongan tangan pak Dikin pada punggungnya membuat dadanya semakin menekan tubuh pak Dikin ke belakang. Rasanya sungguh nikmat, rasa yang sudah lama tak ia rasakan. Mata Nayla sampai berkunang-kunang dibuatnya. Ia pun memejam. Tangannya jadi mengusap-ngusap bahu pemuasnya. Pinggulnya pun naik turun tuk memuaskan batang penis kesukaannya. “Mmpphhh. Mmppphhh enakkk. Enaaakk paakkk. Mmppphhh. “desah Nayla kelepasan. “Mmpphhhh. Mmppphhh apa katamu? Enak?” Tanya pak Dikin saat melepas cumbuannya sejenak. Ia pun menatap wajah cantik Nayla. Nayla membalas tatapannya itu dengan menatap pak Dikin dengan penuh nafsu. Nayla mengangguk malu. Pak Dikin pun tersenyum nafsu. “Kalau gitu puaskan. Puaskan nafsumu itu, sayaanggg.” Kata pak Dikin sambil mendorong tubuh Nayla menjauh lalu menurunkan kemejanya hingga terbuka sampai ke bahunya. Kini kemeja putihnya itu hanya bergantungan di kanan kiri lengannya. Sisi depan tubuh Nayla semakin terekspos jelas. Pak Dikin tersenyum dengan penuh kepuasan. “Iyyaaahh. Iyaahh paakkk. Aku akan memuaskan bapaakkk. Tolonggg. Aaahhhh. Tolonggg jangan keluaar duluaaan.” Desah Nayla sambil bergoyang naik turun dengan cepat. “Buwahahhaa? Apa? Mbak kira saya suamimu? Saya bahkan sanggup membuatmu keluar 3x tanpa keluar sekalipun.” Kata pak Dikin percaya diri. Pak Dikin pun tersenyum menatap mata indah Nayla. Ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa di belakangnya. Ia membiakan akhwat lonte itu bergoyang, melampiaskan nafsunya pada tubuh kurusnya. “Aaahhhhh yaahhhh. Aaahhh maafkan aku paaakkk. Aaahhh aku lupaaa. Aaahhh bapak kan perkasaa. Aaahhh ini. Ini nikmati paaakkk. Ini tubuhku untuk bapaaakkk.” Desah Nayla dengan binal. “Buwahahahha. Ayooo cepaat.. Goyaaangg yang cepaaat. Lampiaskan semua nafsumu ke sayaa!” Kata pak Dikin menyemangati. “Iyaaahh paakkk. Aaahhhh inii. Aahhh yaahhh. Aaahhhhhh.” Nayla menaikkan tubuhnya hingga ujung gundul penis itu nyaris terlepas dari liang senggamanya. Setelah itu, ia langsung menurunkan tubuhnya dengan kuat. Akibatnya, vaginanya seperti terhentak dengan penuh kenikmatan. Ia melakukannya lagi. Lalu lagi. Lalu lagi. Ia melakukannya berkali-kali tuk melampiaskan hasrat seksualnya itu. Ia menatap wajah pak Dikin. Wajah tua itu. Wajah gelandangan tua itu. Kenapa dari sekian milyar orang, pak Dikin lah yang bisa benar-benar membuatnya puas. Sebenarnya ada lagi pak Urip. Tapi kenapa di hari ini dirinya harus bertemu pak Dikin? Entah kenapa ia jadi merindukan pak Urip. Ia merindukan sosok yang telah memperkenalkannya pada persetubuhan ternikmat. Andai pak Urip ada disini. Pasti lubang bool nya sudah terisi oleh penis perkasanya. Ia jadi ingin di DP. Ia butuh penis lagi tuk mengisi lubang kenikmatan lainnya yang ia miliki. “Aaahhhhh. Bagguusss. Kerja baaguuss. Ayoo terusss. Terusss. Terusss yang kencaaanggg.” Desah pak Dikin menyemangati. “Iyaahhh paaakkk. Aaahhhhh. Aaahhhhh. Nikmati memekku ini paakkk. Aaahhh aku milikmu. Akuu milik bapaakkk. Tolongg bertahan. Puasi aku. Puasi tubuhku ini paaakkk.” Desah Nayla semakin liar. “Buwahahahaha. Naaahh itu baru mbak Nayla yang saya kenal. Ayooo cepaat. Ayooo lebihh cepaattt lagiii. Lonte sepertimu gak seharusnya bergoyang selemah ini!” Kata pak Dikin sambil menahan kenikmatan yang ia dapatkan. “Aaahhh maaff paakkk. Aaahhh aku udah lama gak kayak gini. Iyaahh akan aku percepat. Inniiiii. Inniii mmpphhhh. Inniii paaaakkk. Aaahhh nikmat sekaaliiiiii paaakkkk.” Desah Nayla sambil menggelengkan kepala merasakan kepuasan yang tak terkira. “Naaahhh iyaaahhh. Iyaahhh. Ouhhh gilaaa. Gilaaaa. Buwahahaa. Nikmat sekali goyanganmu mbbaaakkk. Aaahhhh. Aahhhh yaaaahhhhh.” Desah Pak Dikin sambil mendekap pinggang Nayla agar tak terjatuh saat bergoyang. Mata Nayla merem melek. Nafsunya semakin tinggi. Ia juga mulai merasakan gelombang besar yang sebentar lagi akan keluar dari dalam tubuhnya. Ia pun menatap wajah pak Dikin dengan seksama. Ia ingin mengingatnya. Ia ingin mengingat wajah sang pejantan yang telah memberinya kepuasan senikmat ini. Rasanya ia jadi ingin memberinya lebih. Tapi apa yang bisa ia beri lebih dari ini? Seorang anak? Batin Nayla kepikian. Haruskah aku memberikan adek tuk dek Dani? Batin Nayla teringat putra pertamanya. “Aaahhh paakkkk. Akuu gakk kuaattt. Akuuu mauu keluuaaar. Paakkk. Paaakkk.” Desah Nayla tak tahan lagi. “Iyaahh keluaarkannn. Keluaarkan cairan cintamu itu mbaaakk. Saya sudah menunggunya daritadi. Buwaahaha.” Tawa pak Dikin bersemangat. “Aaahhh iyaahhhh. Iyaahhhh. Iyyaahhh.” Nayla bergerak semakin cepat. Tubuhnya bergerak naik turun dengan sangat cepat. Cairan cintanya di dalam semakin penuh. Terdengar bunyi cipratan air yang berasal dari pertemuan kelaminnya dengan penis pejantannya. Penis itu pun dengan perkasanya bertahan. Penis itu dengan jantannya menusuk-nusuk liang vagina Nayla yang membuat akhwat bercadar itu berteriak-teriak kencang. “Aaahhh bapaakkkk. Aaahhhh. Aaahhhhhhh.” “Buwahahha terusss. Terusss. Terruusss. Jangan sampai berhenti sampai pejuhmu keluaaar!” Nayla menuruti. Ia terus bergerak. Tubuhnya bergerak naik turun memompa penis pak Dikin agar bisa keluar. Anehnya, ia belum merasakan kedutan penis pak Dikin. Ia bertanya-tanya. Seperkasa itukah pak Dikin? Jleeeebbbbb!!! Saat Nayla menurunkan tubuhnya, terasa penis itu menusuk begitu dalam. Nayla sampai berhenti bergoyang. Tubuhnya merinding. Terasa adanya pompaan dari dalam yang memancing cairan cintanya untuk keluar. “Paaaaaakkkkkkkkk!!” Jerit Nayla mendekati puncak persetubuhannya. Pak Dikin yang menatapnya peka, sambil tersenyum ia bertanya pada lonte pemuasnya itu. “Buwahaha? Perlu bantuan?” Pak Dikin dengan segera meremasi kedua susu bulat Nayla lagi. Tak hanya itu, jempolnya pun turut beraksi dengan menekan puting susu yang menjadi titik terlemah akhwat tesesat itu. Lalu ia memanyunkan bibirnya, di luar dugaan Nayla mendekat untuk menyambut bibir tuanya. Bibir mereka kembali bertemu. Bibir mereka pun saling menghisap tuk melampiaskan nafsu yang semakin memuncak. “Mmmppppphhhhhhhh, kellluuaaaaarrrrr!!!” Nayla menjerit keras. Pak Dikin tersenyum puas. Cccrrrttt. Cccrrrttt. Cccrrrttt!!! “Mmmpppphhhhhh.” Desah Nayla menggelinjang. Tubuh Nayla tersentak. Tangannya reflek memeluk tubuh kurus sang pejantan. Cumbuannya bahkan diperkuat. Pelukannya juga semakin erat. Buwahahaha. Takluk juga dirimu mbak Nayla. Sayang sekali, goyanganmu itu belum cukup untuk memuaskan nafsu saya. Tapi terima kasih untuk pemanasan mu ini yah. Saya jadi semakin gak sabar untuk melampiaskan nafsu saya ke teman sholehahmu itu. Batin pak Dikin sambil menikmati servis dahsyat dari akhwat lonte tersebut. “Hah!” Desah Nayla lemas saat didudukkan di sebelah pak Dikin. Nayla terengah-engah. Tenaganya habis. Ia bahkan tak memiliki energi untuk menggerakkan tubuhnya lagi. Terlihat tubuhnya berkeringat. Kemejanya menjadi semakin transparan. Vaginanya pun basah setelah disirami oleh cairan lendirnya. “Buwahahaha. Masih belum, masih belum.” Kata pak Dikin sambil mengocok-ngocok penisnya untuk menjaga penisnya agar tetap berdiri tegak. Nayla terkejut bukan main. Dengan servisnya yang seperti tadi. Pak Dikin masih belum mendapatkan orgasmenya? “Naayyy, tadi kenapa kok teriaaa . . . .” Tiba-tiba dari arah dapur, terlihat sosok akhwat bercadar mendekat. Sesaat setelah melihat apa yang terjadi di ruang tamu. Akhwat bercadar itu berhenti di tempat. Ia terkejut. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat dengan kedua matanya itu. “Ap-apa yang kalian lakukan? Apa yang kalian lakukan di rumah aku?” Kata Sheila panik. Nayla hanya terengah-engah tak mampu menjawab. Rasanya lisannya ingin sekali berbicara tuk menjelaskan semuanya. Namun ia tak mampu melakukannya. Ia terlalu lemas. Ia tak memiliki tenaga untuk bergerak. “Buwahahaha. Tadi mbak Nayla minta jatah, mbak. Tapi saya masih belum puas. Jadi, tolong setelah ini puasi saya yah.” Kata pak Dikin sambil berdiri mendekat ke arah sang pemilik rumah. Sheila terdiam. Matanya membelalak. Ia ketakutan namun tak bisa bergerak. “Tolong jangan mendekat! Tolong jangan mendekat atau aku akan melapokan ke suamku!” Ancam Sheila. Namun pak Dikin acuh. Beruntung Sheila yang masih memegang hapenya buru-buru mencari kontak suaminya. Namun sayang, tangannya gemetar. Ia kesulitan mencari kontak suaminya yang membuat pak Dikin buru-buru meraih hapenya. “Buat apa menelpon suamimu mbak? Apa saya belum cukup untuk mbak? Buwahahhaha!” Tawa pak Dikin yang membuat Sheila panik lalu berusaha berlari ke arah dapur. Pak Dikin pun mengejar lalu menangkapnya dari belakang. “Aaaahhh jangaaaannn!” Nayla terdiam di tempat. Ia yang kelelahan tak bisa berbuat apa-apa. Dari tempat ia duduk. Ia hanya mendengar suara jeritan Sheila yang melengking hebat. “Aaahhh jangaannn. Paaakkk jaaanngaaannnn.” “Buwahahah, gede juga yah susumu ini mbak Sheila!” “Aaahhh jangannn diremesss. Aahhh sakittt. Sakiitttttt!” “Buwahahhaha mana masih kenyal lagi. Buwahahhaha” “Aaahhh jangaannn. Paaakkk. Aaaaahhhhhhh.” Nayla menengok ke arah dapur. Ia tak mampu melihat apa yang terjadi disana. Tapi bisa dipastikan kalau Sheila sedang menjadi pelampiasan nafsu pak Dikin. Jleebbb. Jleeebbb. Jleeebbb. Jleeebb. “Aaahhhh. Aahhhhh. Aaaahhhhh.” “Aaahhh nikmatnyaaa. Ahhhh nikmatnya memek binor satu ini. Buwahaha. Buwahahha.” “Aaaahhhh paakk sakittt. Aahhh jangaannn. Paakkk aahhhhh.” “Aaahhhhh. Aaahhhhhh. Dah diem aja mbak. Entar juga enaak.” “Aaahhh paakk tolongggg. Jaaanggaannnnnn.” “Buwahahha dasar munafik! Entar juga kayak temen lontemu tadi!” Terdengar rintihan suara Sheila yang menangis saat disetubuhi di dapur. Nayla iba. Nayla kesal. Ia pun menyesal karena gagal membuat pak Dikin berorgasme saat bersetubuh dengannya. Maafin aku Shel. Maafin aku. Saat sedang menyesali perbuatannya. Tiba-tiba terlihat Sheila yang sudah bertelanjang bulat menyisakan hijab dan cadarnya saja. Dibelakangnya ada pak Dikin yang tengah menggiringnya menuju ruang tamu. Terlihat air mata membasahi mata sahabatnya. Terlihat air mata mengalir membasahi cadar yang dikenakannya. “Aaahhhhhh. Aaahhhh. Naayyyy. Naayyyyyy.” Rintih Sheila saat disetubuhi pak Dikin. “Sheeelll.” Lirih Nayla yang masih lemas. “Buwahahhaa. Puas banget saya hari ini bisa ngentotin dua akhwat bercadar langsung.” Kata pak Dikin puas. “Aaahhhh ammpunn paakkk. Ampunn. Tolongg sudaaahhh!” “Buwahhaha ammpuunn? Enak aja! Nih rasaaiinn!” Kata pak Dikin yang malah justru menambah kekuatan. “Aaahhhh paakkkk. Aaahhhhh. Aaahhhhhhh.” “Buwahahhaa nah gitu dongg. Gituuu!” “Paakkkk. Paaakkkk.” “Aaahhh yaahhh. Aaahhhhh. Gawaaatt. Aaahhhh.” Kenapa? Pak Dikin mau keluar? Batin Nayla memperhatikan dari posisi duduknya. “Aaaahhhhh paakkkk paaakkkk.” “Aaahhh yaahhhhh. Aahhhh. Aaaahhhhh.” Terlihat Sheila berdiri bertumpu pada tepi shofa pendek yang ada di dekat shofa panjang yang diduduki Nayla. Dari belakang pak Dikin mendoggienya. Tubuh Sheila pun terhempas maju mundur. Susunya yang masih kencang itu pun bergerak bergondal-gandul. Dikala hentakan pak Dikin yang semakin kuat. Tiba-tiba gelandangan tua itu berhenti bergerak setelah memasukkan penisnya sedalam-dalamnya ke dalam vagina Sheila. Jleeeebbb!!! “Aaahhhh. Aahhhhh. Aaaahhhh yaaaaaahhhhhhh!!!” “Paaaaaaaakkkkkk!!!” Terlihat wajah Sheila panik. Sheila menoleh ke belakang lalu matanya memejam seolah merasakan adanya cairan yang mengalir di dalam vaginanya. “Kellluaaaarrr!!!” Jerit pak Dikin sepuas-puasnya. Nayla terkejut. Sahabatnya itu menjadi penampung pejuh gelandangan tua itu? Nayla ingin menolongnya. Tapi rasa lelahnya menggagalkan semuanya. Setelah menuntaskan hasratnya pada rahim Sheila. Gelandangan tua itu pun pergi ke dapur meninggalkan Sheila yang terbaring lemas di lantai ruang tamunya dalam keadaan menangis menyadari dirinya menjadi korban pemerkosaan seorang gelandangan tua. Nayla iba. Apalagi dari posisi duduknya, ia melihat lelehan sperma yang cukup banyak keluar dari dalam vagina sahabatnya. “Buwahhaha enak juga masakanmu mbak Sheila. Saya jadi bertenaga lagi. Buwahahha.” Tawa pak Dikin di dapur yang rupanya sedang menyantap masakan Sheila. “Sheel. Maaaff.” Lirih Nayla yang hanya bisa meminta maaf secara lirih. Namun suara kecilnya itu tak terdengar. Sheila hanya menangis di lantai menyadari vaginanya kini tidak hanya milik suaminya lagi. “Buwahahha kenyangnya. Ayo giliranmu lagi mbak Nayla. Saya mau ronde kedua!” Kata pak Dikin mengejutkan Nayla yang tiba-tiba kembali mendekatinya setelah memuaskan hasrat birahinya. “Apa? Akuu. Paakk. Cukuuppp. Aaahhh.” Nayla terkejut saat hijabnya ditarik paksa sehingga rambutnya terlihat. Bahkan cadarnya pun juga. Wajah asli Nayla yang sangat cantik itu pun terekspos jelas dihadapan pak Dikin, “Ini juga, ngalangin aja!” Kata pak Dikin yang kini menarik paksa kemeja putih yang Nayla kenakan. “Aaahhh paakk jaangaannnn!” Jerit Nayla berusaha melawan. Namun usahanya percuma. Kini Nayla sudah bertelanjang bulat tanpa mengenakan sehelai benang pun. Bidadari cantik itu benar-benar mengekspos keindahannya. Bidadari dunia itu mengeksposnya dihadapan seorang gelandangan tua berwajah jelek yang baru saja memberinya kepuasan yang tidak terkira. Terlihat wajah pak Dikin tersenyum. Ia merasa bangga karena mampu menikmati tubuh akhwat seseksi Nayla. “Ayo kita bersenang-senang lagi yah, mbak Nayla.” Kata pak Dikin yang langsung merenggangkan kaki Nayla lalu mendekatkan penisnya yang kembali menegak ke arah lubang vagina Nayla. Nayla panik. Tubuh telanjangnya yang sedang duduk bersandar pada sofa tak ingin dinodai lagi oleh penis tua itu. Cukup kekhilafan tadi menjadi yang terakhir. Jangan lagi. Jangan lagi ada penis orang lain yang masuk ke dalam vaginanya. “Rasaaakaaan iniiiii. Heennggkkhhh!!!” Jerit pak Dikin sekeras-kerasnya saat penis berukuran raksasanya kembali masuk menembus vagina sempit Nayla. “Paaakk jangaann lagiiiii. Paaakkk. Aaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh.” Nayla bangkit dalam posisi duduknya. Tubuhnya berkeringat. Nafasnya terengah-engah. Ia melihat sekitar. Ia mendapati putranya menangis kejer di sebelahnya. “Huaaaaa. Huuuaaaa. Huuuaaaaa.” “Ehh Dek Dani kenapa nangis? Cupp cup cuppp.” Lirih Nayla reflek menimang-nimang putranya yang menangis di sebelahnya. Sambil menimangnya, ia pun merenung sambil memikirkan mimpi yang tadi dialaminya. Tadi kenapa? Ternyata tadi itu cuma mimpi yah? Syukurlah. Batin Nayla lega. Sambil terus mengusap-ngusap punggung putra sematawayangnya. Ia kepikian pada mimpi aneh yang belakangan ini terjadi padanya. Kemarin-kemarin, ia bemimpi hampir diperkosa oleh petani tua kepercayaan suaminya. Lalu tadi, ia bermimpi disetubuhi oleh seorang gelandangan tua yang pernah mencicipi tubuhnya lebih dari satu kali. Bahkan sahabatnya pun juga, menjadi korbannya. “Oh ya astaghfirullah. Sheila!” Ucap Nayla yang langsung meraih hapenya untuk mengecek kondisi Sheila. Beruntung, ia melihat story terbarunya kalau sahabatnya itu sedang dalam kondisi baik-baik saja. Nayla lagi-lagi lega. Ia kembali menimang putranya yang lagi-lagi menangis. “Huuaaa. Huuuaaa. Huuaaa.” “Cupp cupp cupp sayaaanggg. Udah jangan nangis.” Lirih Nayla di sebelahnya. Tapi mimpi tadi benar-benar menghantuinya. Ia jadi terus kepikiran. Ia penasaran. Ada apa kok dirinya jadi sering memimpikan pria-pria tua? Apakah ini petanda kalau dirinya akan disetubuhi oleh seorang pria tua lagi? “Astaghfirullah jangan. Sudah cukup. Aku gak mau kayak gitu lagi.” Lirih Nayla sambil menggelengkan kepala. Trak sengaja, jemarinya menyentuh ke arah celananya, ia baru menyadari kalau celananya basah. Apalagi celana dalamnya. Nayla tak percaya dengan apa yang ia alami. Ia bermimpi basah setelah bermimpi disetubuhi oleh seorang lelaki tua. Setelah putranya itu tidur kembali. Ia lekas turun dari ranjangnya lalu mempreteli pakaiannya satu persatu. Mulanya ia melepas celana pendek beserta celana dalamnya. Ia lalu melepas kaus berlengan pendek yang sedari tadi dikenakannya. Ia juga melepas behanya. Ia pun bertelanjang bulat lalu menatap ke arah cermin yang berada di hadapannya. “Nayla Salma Nurkholida. Ada apa denganmu? Apa sebenarnya takdirmu?” Lirih Nayla penasaran saat menatap keindahan tubuhnya dari balik bayangan cermin. Tangan kiri Nayla bergerak naik menuju bulatan kenyalnya. Tangan kanannya turun menuju lubang sempit yang menjadi tempat pelampiasan nafsu pria-pria tua yang pernah mencicipinya. Ia sange. Ia sange gara-gara memikirkan mimpi tadi. “Bapaaakkk. Paakk Uripp. Paakk Dikinnn. Aku ingin merasakan kejantanan kalian lagi.” Ucap Nayla sambil meremasi susunya juga mengobok-ngobok vaginanya.
BERSAMBUNG KE CHAPTER 2 : BISIKAN SYAHWAT