BERBAGI DENGAN TETANGGA Part 1 “besok arman tak ada di rumah, bapa mertua kamu rela tinggalkan rumahnya untuk datang temani kamu disini. Aku lihat kamu begitu ceria saat mertua kamu disini,” Kak Rima menegur aku ketika kita sama-sama menyiram bunga di perkarangan rumah masing-masing. Sebagai tetangga sebelah rumah, jalinan hubungan aku dan Kak Rima amat baik sekali. Arman, suamiku. Dan bang rony, suami Kak Rima, juga berteman dekat, tiap libur mereka keluar memancing bersama. Sekali-sekali juga pergi berjemaah di masjid bersama. Kak Rima dan bang Rony mempunyai dua orang anak perempuan. Kedua anaknya masih sekolah .sebenarnya mereka menginginkan anak laki laki tapi mungkin memang belum rejeki mereka untuk mendapatkanya. Aku tahu Kak Rima, seperti aku juga, selalu tinggal sendirian di rumah, karena suaminya kerap tidak ada di rumah, mungkin kena tugas outstation macam suamiku juga kayaknya. Aku tak tahu apa sebenarnya pekerjaan suaminya. Aku segan untuk bertanya pada mereka, takutnya nanti mereka mengira aku orang yang kepo. Yang aku dengar dia bekerja di sebuah perusahaan swasta ‘import-export’. Aku tak tahu berapa umur Kak Rahmah, tetapi rasanya tidak melebihi 35 tahun. Dia seorang yang pandai menjaga penampilan. Walaupun sudah berumur dan badannya sudah agak berisi, dia selalu kelihatan bergaya, cantik, rapi dan masih seksi. . Warna kulitnya hampir-hampir sama denganku. Ukuran pinggang dan buah dadanya.. Agak besar juga, tetapi masih tetap besaran buah dadaku. “Tak tahulah Kak. Sebenarnya aku juga tidak menyuruh bapak untuk menemani aku bila bang arman tidak ada dirumah. Hanya saja bapak suka datang kesini menemaniku bila bang arman tidak ada drumah” jawabku dengan tenang. “mungkin bapak merasa bosan dan kesepian semenjak ibunya bang arman meninggal”. “Tentulah dia merasa sunyi tinggal sendirian di rumah. “Kakak lihat bapak mertuamu tu masih kuat dan sehat , kenapa dia tidak menikah lagi agar ada yang menemani dan menjaga keperluannya,” kata Kak Rima sambil ketawa melebar. Esok mungkin bapak mertuaku itu akan datang kesini . Jam 6 sore bang arman akan berangkat ke surabaya. Selama 4 hari bang arman akan ada disana. “gak apalah lia, kamu sudah ada yang menemani. Arman pergi outstation lama pun kamu tak perlu risau.” Melalui ketawa dan nada suaranya aku nampak Kak Rima seolah-olah mengusik-ngusik aku. “Alah… Bapak tak datang pun aku juga gak apa apa kak,tak ada hal apapun yang aku risaukan, kakak kan ada di sebelah rumah.. Saya boleh minta tolong kakak, ya kan?” Aku menyampaikan dengan tujuan menunjukkan betapa pentingnya dia sebagai tetangga yang baik, terdekat dan bisa diharapkan. Kak Rima tersenyum lebar mendapat kata-kata pujian dariku. Kak rima merasa senang mengetahui dia merasa di butuhkan oleh tetangganya. “sebenenarnya aku juga ingin bisa bergabung denganmu, minum teh, liat TV dan ngobrol bersamamu dan juga mertuamu saat mertuamu ada di rumahmu, tapi aku merasa segan.. Dia itu baik dan ramah orangnya, selalu menegur sapa bila melihaku di halaman rumah.” Tercengang sebentar aku mendengar keluhan dan rayuan Kak Rima. “Dia ini niat bersembang denganku atau bapak mertuaku?” Timbul satu pertanyaan dalam hati kecilku. “Apa yang kakak segani… datanglah.” tanpa was-was dan tanpa pikir panjang aku mempersilakannya. Tidak tega juga aku menolak keinginannya. “Terima kasih lia,liat nanti saja ya. Oh ya, kalau bapak mertua kamu mau,besok malam kita bertiga pergi dinner, sambil cari angin dan ngobrol ngobrol..” balas Kak Rima dengan senyuman yang manis. “Tidak mungkin bapak akan menolak jika kita yang mengajak. Dia pun nampaknya juga suka sama kakak,”kini giliranku mengusiknya. “Tapi, apa bang rony besok nggak pulang lagi kak?” aku minta kepastian darinya. “Tiga hari lagi baru dia balik, itu pun belum tentu,” jelas Kak Rima sambil menyudahi siraman pada bunganya. “Kalau gitu, no problem lah Kak,” balas ku sambil menyudahi juga siraman ke atas bungaku. Selepas itu kami dengan girangnya melangkah masuk ke dalam rumah masing-masing. Sebelum tidur,pikiranku terasa kacau mengingat obrolanku dengan kak rima tadi sore. Aku sama sekali tidak teringat dengan arman yang tidak ada di sampingku saat ini. Aku malah teringat bapak mertuaku yang akan datang besok petang. Aku terbayang-bayang segala peristiwa tentang aku dengan bapak mertuaku pada minggu lalu. Dalam waktu sebentar saja, nafsuku sudah naik dan aku teransang, lantas aku mulailah ‘bermain-main’ dengan memek dan tetekku. Aku mengenang kembali betapa enaknya aku mengangkang dan menunggingkan pantatku agar memekku yang tembam dan gatal dapat di masuki oleh kontol bapa mertuaku yang besar, keras dan panjang itu. Aku membayangkan betapa nikmatnya aku menungging dan mengangkang agar memekku dapat dijilat sempurna oleh bapak mertuaku semaunya dan sepuas-puasnya. Aku terbanyang bagaimana enaknya bapak mertuaku meremas-remas dan menghisap-hisap tetekku yang besar. Sekonyong-konyong, tidak terbanyangkan betapa senangnya jika bapak mertuaku sedang menggenjok memek Kak Rima dengan hebatnya. Aku terbayangkan Kak Rima sedang menggeliat, melenguh kenikmatan, mengangkat dan mengangkangkan pantatnya dan memeknya selebar-lebarnya untuk digenjot oleh bapak mertuaku. Aku membayangkan betapa enaknya bapak mertuaku meremas-remas dan mengenyot-ngenyot tetek Kak Rima yang besar juga. Oh… a dirty imagination! A dirty mind! Bagaimana aku tiba-tiba bisa ada ‘instinct’ membayangkan ‘perilaku’ Kak Rima dengan bapak mertuaku akupun tidak tahu.Setelah aku orgasme aku terlelap tidur dalam keadaan memekku masih penuh cairan orgasmeku. “Bapak,habis Maghrib nanti Kak Rima sebelah rumah mengajak kita pergi dinner diluar, bapak mau hadir nggak?” Aku bertanya bapak mertuaku sambil meletakkan secawan teh, dua keping roti bakar dan dua biji pisang ambon di hadapannya. Aku tahu jawapan daripada bapa mertuaku tentu positif karena dia pernah memuji kecantikan dan keseksian Kak Rima pada ku. Dia pernah memberitahuku kalo dia simpati kepada Kak Rahmah yang selalu ditinggal suaminya. Kemungkinan besar dia juga menaruh hati pada Kak Rima. Kemungkinan besar dia juga dah lama geram dengan tetek dan memek Kak Rima.Bapa mertuaku baru saja sampai ke rumahku kira-kira setengah jam yang lalu. Dia tak sempat menemui anaknya arman yang telah bertolak ke Kota surabaya lebih awal dari yang di jadwalkan. Tetapi Arman sudah tahu jika bapaknya akan datang untuk menemani aku lagi. Arman tidak mengkhawatirkan keselamatanku. Dia tidak tahu memek bininya telah dikerjai sepuas-puasnya oleh ‘monster’ bapaknya sendiri. Dia tidak sadar tetek besar bininya telah diremas dan dihisap oleh bapaknya. Kasihan… dia tidak tahu pagar yang diharapkan telah memakan tanamanya. Dia tidak tahu nasi sudah menjadi bubur. Dia tidak sadar memek dan seluruh tubuh bininya bukan lagi miliknya sendiri. Dia tak tahu kini bininya telah jadi milik bersama bukan miliknya sendiri. Sekembalinya dari semarang minggu lalu, aku telah memberi arman ‘makan’ secukup-cukupnya.. Cukup pada dialah! Walaupun aku telah lelah ‘kerja keras’ bersama bapak mertuaku, bahkan lima jam sebelum dia tiba di rumah aku dan bapak mertuaku masih lagi mengharungi samudera yang bergelombang nafsu dalam kamar tidur tamu, aku cepat-cepat hidangkan ‘jamuan’ sewajarnya kepadanya. Aku tunjukkan pada arman bahwa aku sungguh-sungguh kelaparan dan kehausan selama dia tidak ada di rumah. Aku juga menunjukkan kalo aku menantikan kontolnya selama dia pergi.sandiwaraku sungguh memukau dan berkesan sekali. Ibarat kata, setidak-tidaknya mampu mendapat ‘nomination’ untuk menjadi artis utama wanita terbaik. Namun layanan dan response yang aku dapatkan darinya seperti biasa saja.foreplay sekejap, cium sini sedikit ciuma sana juga sedikit, remas sana sedikkit sini juga sedikit,menggenjot memekku pun lebih kurang 5-6 kali air maninya sudah keluar.dia bilang dia lelah dan capai. Memang benar! Dia baru balik dari jauh. Dia tak tahu aku juga penat, baru balik dari berlayar, lebih jauh darinya..! Dia tak tahu. Aku harap dia selama-lamanya tidak akan tahu. “Boleh juga,” bapak mertuaku dengan senyuman melebar menyatakan kesanggupannya. “Pergi dinner kemana?” Dia bertanya dengan nada yang kegirangan. Bukan main girang gelagatnya. Sebenarnya aku sudah dapat menyangka reaksi dan jawapan dari bapak mertuaku. Tidak akan ada jawapan lain. Bak kata orang, sekilas ikan di air, aku dah tahu jantan betinanya. “lia nggak tahu ke mana dia akan mengajak kita pergi, kita ikut sajalah nanti, Pak. Kalau restoran itu ada di tengah lautan bergelora pun lia tahu bapak juga akan pergi… ya tak?” Secara terus terang aku mengusiknya. Aku kan sayang padanya.. Bersenda gurau kan baik.. Hidup lebih harmoni dan ceria. “Ha, ha, ha..” Dia ketawa kecil dan sumringah menampakkan kegirangan yang amat sangat. Senangnya seolah-olah macam orang dapat undian. Bagimanapun, aku tidak menaruh prasangka yang bukan-bukan terhadapnya dengan Kak Rima. “Tak mungkin bapakku mau dengan kak rima,kan sudah ada aku. Dah lebih daripada cukup…” bisik hati kecilku. Tanpa membuang waktu aku menelefon Kak Rima untuk memberitahunya bahwa bapak mertuaku mau ikut pergi dinner di luar lepas Maghrib nanti. “Baguslah.. Jam 7.00 nanti kita berangkat. Pakai mobil bapak mertua kamu ya lia. Kalau dia yang menyetir lebih aman. ” Kak Rima ketawa senang dalam telefon. Sungguh terlihat kalo dia gembira menerima berita baik dariku. “Dinernya nanti kan lia,bapak mau makan dulu aja, bapak dah lapar sekarang”. Bapa mertuaku lantas bangun meninggalkan kursinya dan berjalan menghampiri aku yang masih berdiri di sudut telefon. “Tunggu sebentar Pak, habis Maghrib nanti kita pergi keluar makan.”Bapak bukan mau makan nasi, bapak mau makan apa yang lia punya…” Bapak mertuaku merengek seperti anak-anak yang kehausan menagih susu dari ibunya. Namun ucapanya sudah cukup jelas kepada ku. Yang bagusnya, dia sudah berterus-terang, dia bilang apa yang dia mau, tanpa malu. Aku lebih faham apa yang diingininya. Kucing jantan sudah konak! Dia sudah kehausan dan ketagihan untuk memerah dan menghisap ‘susu’ ku. Aku tahu dia bukan saja haus bahkan lapar untuk memakan kue apam ku yang tembam. Aku tahu. Aku tahu, lebih daripada tahu. Sebenarnya aku juga sudah ‘haus’ dan ‘lapar’. Bersambung . .