Jujur saja, wejangan dan nasehat merema justru membuatku begitu penasaran untuk mengarungi kehidupan ini yang pastinya cukup menantang. Namun, orang tuaku tidak akan serta merta mengijinkan aku memulai petualangan itu; mengarungi luasnya dunia dengan sisi misteri guna mengikuti naluri rasa ingin tahuku sebagai remaja puteri yang dilingkupi dengan ajaran ketat moril..
“Kamu tidak perlu kuliah keluar kota, dikota ini kan tidak sedikit kampus yang berkualitas” itulah ungkapan penolakan pertama dari ayahku saat aku utarakan rencana kuliah ke luar daerah..
Aku hanya berani menundukkan wajah, tak berani menatap aura kewibawaannya yanf tak pernah bisa aku lawan.
“sudahlah nduk, ayahmu pasti inginkan yang terbaik buatmu, dunia luar tak selalu indah, terlalu banyak jebakan diluar sana. Kau boleh kuliah keluar kota saat mau menempuh pascasarjana. Untuk studi S1 cukup disini saja, kau akan lebih siap menjelajahi duni saat kau benar-benar dewasa dan matang dalam berfikir” hibur hibuku sambil membelai kepalaku yang berbalut jilbab ungu,warna kesukaanku. Aku hanya bisa menunduk dengan mata berkaca-kaca..
……..
“Hati-hati nduk, ingat pesan ayah baik-baik, berhati-hati dalam bergaul, bila kau ingin cita-citamu tercapai” ucap ayah saat aku hendak memasuki bis jurusan surabaya..
Ya, undangan dari sebuah perguruan tinggi negeri disebuah kota pendidikan itu telah mengubah segalanya. Prestasiku dengan nilai UN tertinggi kedua di Jawa Timur telah memberiku kesempatan untuk kuliah di salah satu kampus favorit dengan jalur beasiswa, dan aku diterima di fakultas kedokteran sesuai dengan keinginanku..
“maaf ya nduk, ayah dan ibu tidak bisa mengantarmu kesana. Tapi ibu sudah pesan pada mbak Intan mu, untuk membantu semua kebutuhanmu disana, semoga ini yang terbaik untuk masa depanmu” ungkap ibu saat aku memeluknya mesra. Aku pandangi wajahnya yang cantik, tubuhnya masih seksi meski telah melahirkan anak tiga, lemak tubuhnya menempel pada bagian yang tepak, sehingga ia selalu tampil menawan. Aku kadang iri melihat kesempurnaan tubuh seksinya
Bis mulai melangkah pelan, aku menempati bangku urutan kedua. Ini memang bukan perjalanan pertamaku dengan Bis, tapi kali ini aku sendiri, dan perjalanan ini malam hari, sesuatu yang belum pernah aku lakukan.
“permisi mbak, apa bangku inu kosong” suara parau itu mengejutkan lamunanku.
Sekilas aku memandang cowok itu, alamak cakepnya. Bibirnya menyunggingkan senyum dengan lengan yang kekar..
Aku mulai menggeser dudul di dekat jendela.
Bis pun berjalan pelan. Kami mulai mengobrol dan saling mengenalkan diri, hingga akhirnya aku tertidur.
Entah berapa lama aku tertidur, yang aku rasakan lampu Bis telah meredup, dan yang membuatku terkejut adalah posisi tidurku yang bersandar di dada cowok disebelahku. Kepalaku tepat dibawah dagunya, bahkan aku mendengar jelas degub keras jantungnya. Aroma parfumnya benar-benar membuatku nyaman.
Tapi…
Oh tidak, tanganya tepat menangkup di dadaku, memberikan rasa aneh yang tak pernah aku rasakan.
Tangan itu bergerak pelan, mengusap lalu meremas pelan. Aku benar-benar bingung mau merespon bagaimana.
Pikiranku benar-benar gelisah, sementara tangan kekar itu semakin liar bergerak.
Oh tuhan, apa yang harus aku lakukan. Tapi rasa ini, rasa geli dan gatal yang mulai menjalar, membuatku hanya mengerang dan mengeliat tak berdaya. Tubuhku serasa lemas, deru nafasnya aku rasakan hangat di ubun-ubunku, rupanya ia menghirup aroma rambutku yang terbalut jilbab ungu kebanggannku.
Oh tidak, rasa ini mulai memabukkan dan melenakkan tubuhku.
Apakah begini rasanya disentuh Indi, Nuri, Rita dan Rasya saat bermesraan dengan pacarnya. Aku benar-benar tak berdaya menahan kenikmatan ini, dan aku benar-benar merintih. Aku yakin cowok yang mengenalka namanya sebagai Edo mendengar rintihanku.
Namun, responku yang diam dan tetap rebah dalam rengkuhan didadanya membuatnya semakin berani. Kali ini ia membenamkan bibirnya di ubun-ubunku, mengantarkan hawa panas yang membuatku merinding. Aku mulai duduk gelisah, sementara dibawah sana mulai aku rasakan kedutan-kedutan ringan yang membuat tanganku reflek menekannya kuat.
Aku rasakan tangannya semakin gencar meremas dan memilin putingku, mesti tetap diluar kaos yang kukenakan, namu tangannya tetap menemukan puting payudaraku yang telah lama mengeras. Ia begitu terampil memilin dan mengombinasikan dengan remasan.
Ooooohhhhh…
Kali ini aku mengerang, dan kedutan di vaginaku semakin kuat. Aku semakin gelisah, tiba-tiba tubuhku mengejang. Tanganku reflek menangkufi vegiku yang mengembung dalam balutan berbahan katun, dan tangan itu semakin kuat mencengkram bulatan payudaraku..
Aku merasakan nikmat yang tak kukenal..