Tino yang di maki seniornya hanya bisa menunduk dan pergi meninggalkan Supri, teman sekaligus orang yang mengajak Tino bekerja sebagai cleaning service di Kampus Banyuijo.
“Dasar, kalo ngga hutang budi udah aku gampar tuh monyet!” batin Tino.
Tino adalah seorang pemuda berusia 22 tahun yang merantau ke Kota Jakarta karena diajak Supri, teman satu kampung. Sedangkan Supri adalah pria berusia 28 tahun yang sudah bekerja selama lima tahun di Kampus Banyuijo.
Ketika sampai di toilet pria. Tino dikejutkan oleh suara wanita di bilik WC paling pojok. Padahal Tino sedang berada di toilet pria. Tino berjalan ke arah suara tersebut.
“Terus…yank!” suara wanita itu terdengar cukup jelas.
“Wah ada yang main di toilet kampus.” batin Tino.
“Ssst!! Out!!” tiba-tiba Tino dikejutkan oleh seorang pria yang sedang memegang bahunya. Dia adalah salah satu mahasiswa kampus.
“Saya mau bersihin toilet Mas.” ucap Tino
“Nanti aja Mas, kalau lu mau selamat!” kecam pria itu melotot ke arah Tino.
“Baik, Mas.” Tino menyerah dan keluar dari toilet sambil membawa ember.
Tapi Tino masih penasaran dengan maksud pria tersebut. Tino lalu berusaha mengintip sambil mengendap-endap. Sebelah matanya hampir masuk ke dalam ruang toilet. Sekilas dia melihat mahasiswi yang sedang telanjang bulat tengah menungging tapi tak lama kemudian sebuah tendangan cepat mengenai kepala Tino hingga dia tak sadarkan diri.
“Bangsat lu ya, bangun Anjing!!” tampar seorang pria yang tadi sempat memberi peringatan kepada Tino.
“Ampun Mas.” Tino merapatkan kedua telapak tangan.
“Matiin aja lalu buang ke kali. Kalau lu berani, cewek gua boleh lu pinjem seharian. Gimana, Bob!” ucap seorang pria dari dalam WC.
Pria itu keluar dari bilik WC . Dia adalah Hano, ketua BEM Kampus Banyuijo. Sedangkan yang menendang Tino adalah Bobi, preman Kampus Banyuijo. Tino baru sadar dan kini posisi dia sangat tidak menguntungkan. Tino dipakai alat taruhan antara Hano dan Bobi. Jika Tino mati maka Bobi bebas mengencani pacar Hano yang bernama Mega.
“Hanya karena ngintip hukuman mati oleh para mahasiswa tak bermoral.” batin Tino sambil tersenyum.
Bugggh…
Sebuah pukulan sangat keras dilakukan oleh Bobi. Preman kampus itu sangat berutal menghajar Tino yang tak berdaya.
“Matiin sekarang apa kita buat mainan dulu nih?” tanya Bobi.
“Wah ide yang bagus, Bob. Mega, lu kasih bonus buat si idiot itu. Kasihan kan udah mau mampus kasih perpisahan yang manis kek!” ujar Hano.
“Bentar, aku kebelet pipis. Kencingin dulu ah.” Bobi segera melucuti celananya lalu mengencingi wajah Tino.
“Kalian sadis banget. Kasihan, dia cuma cleaning service.” ucap Mega memakai baju dan celana dalamnya. Mega hanya mengenakan G-String help kitty yang sedikit menghibur mata Tino.
“Ternyata wanita itu masih punya hati yang baik. Baiklah, permainan di mulai dari sini.” batin Tino yang sangat tenang setelah menerima berbagai pukulan dan pelecehan dari Bobi dan Hano.
Tino sempat melihat mulusnya paha Mega, di balik rasa sakit di kepalanya masih tersisa nikmat mengangumi keindahan tubuh wanita di otak Tino. Tapi baru beberapa detik, sebuah pukulan kerasa mengenai tempurung kepala Tino hingga dia tersungkur.
“Bobi, sudah dong ih!!” omel Mega
“Kalian boleh bunuh saya. Tapi aku mau nulis surat wasiat dulu. Boleh kan?” tawar Tino mengeluarkan buku catatan mini dari sakunya.
“Hahaha. Boleh banget tapi percuma sih ga bakal ada yang baca!” jawab Hano lalu mengeluarkan pisau mini dari sakunya.
“Kalian terlalu sombong. Rasakan pembalasanku dan semoga kalian menyesali perbuatan kalian.” ucap Tino yang tiba-tiba berdiri gagah setelah menulis sesuatu di buku.
Setelah buku tersebut di tutup, padangan Tino sungguh menyeramkan dan membuat Bobi dan Hano melangkah mundur.
“Wah gelap. Ini di mana!!” teriak Hano.
“Ada apa ini kok tiba-tiba gelap!” Bobi juga berteriak lebih keras.
“Tampan banget. Kamu mau ngga kencan denganku.” ujar Mega yang terpesona dengan wajah tampan Tino.
“Mau banget lah. Yuk, Mega kita tinggalin dua badut bodoh ini. Tapi sebentar, bau pesing. Aku mandi dulu yah, atau mau mandi bareng?” Tino menggandeng tangan Mega.
“Apa ada orang!! Sunyi sekali di sini!! Tubuhku tak mampu bergerak !!” omel Bobi.
“Dasar, percuma kalian ngomel. Ga ada orang yang denger kalian kecuali orang pemegang buku sinopsis.” batin Tino.
Sebelumnya Tino menuliskan sebuah kalimat pendek di bukunya. Kalimat tersebutlah yang membuat Hano, Bobi, dan Mega merasakan dampaknya.
“Terima kasih Sinopsis.” ucap Tino lalu buku yang dipegang tersebut lenyap.