Konspirasi Elit Global
“Perang? Penyakit menular? Kelaparan? ketahuilah Tuan, dunia tak akan pernah betul-betul aman dari ancaman, tapi dengan ini,” wanita berkacamata itu menepuk sebuah tabung kaca tebal.
Sesosok tubuh mengapung di dalam cairan amnion sintetis, telanjang, dengan selang-selang penyokong kehidupan terpasang pada seluruh lubang tubuh.
“Bagaimanapun juga, Tuan, investasi yang anda berikan kepada proyek ini akan sangat berarti bagi kedamaian dunia.”
Di belakang gw, Beatrix, pengawal pribadi gw, mengikuti dengan setia. Pandangannya mengedar tak nyaman pada deretan tabung-tabung berisi tubuh manusia buatan, Homunculus, hasil rekayasa genetis untuk menciptakan sosok prajurit sempurna, yang sedianya akan digunakan untuk menjaga ketertiban dunia, dan di sinilah gw, di laboratorium rahasia yang tersembunyi di pulau reklamasi di teluk Jakarta.
Dua tahun berlalu semenjak perang besar yang dibawa oleh Los Illuminados dan Mandala Kegelapan, dan untuk pertama kalinya dunia bersatu padu melawan musuh yang sama. Kim Jong Un dan Donald Trump. Ahokers dan Anisers. Viking dan Jakmania. Semua melupakan perselisihan mereka ketika muncul satu musuh bersama. Untuk sementara, dunia berada dalam kedamaian sempurna, tapi gw nggak tahu, entah sampai kapan.
Sekte sesat Los Illuminados kini menjadi kelompok teroris yang kerap menebar teror virus dan senjata biologis, dan Klan Naga Hitam tetap menjadi grup pembunuh bayaran paling berbahaya di dunia, dan masalahnya, menghadapi semua bahaya laten itu gw nggak bisa berada di semua tempat sekaligus, dan gw kira, ini adalah satu-satunya cara.
Adalah The Patriot yang memiliki prakarsa, biro keamanan global koalisi agensi-agensi biro intelejen dunia yang bertugas menjaga keamanan dunia, bersama Zodiarc Corporation, perusahaan gw, kami berencana membentuk sepasukan ‘super soldier’ untuk mencegah ancaman seperti Mandala Kegelapan tempo hari atau sebagai detterent apabila ada ancaman serupa di kemudian hari.
“Rest assure, Sire,” peneliti wanita itu berkata, “teroris Los Illuminados ataukah Klan Naga Hitam, dengan ini kita akan selalu siap dengan kemungkinan apapun.”
Ruangan di depan gw berakhir pada sebuah hall berlambang ‘XII’ dalam warna emas. 12 orang wanita berseragam yang langsung menyambut dalam hormat militer, 12 Jenderal Homunculus yang siap memimpin pasukan gw menumpas semua kejahatan di muka bumi dalam peperangan akhir zaman.
Gw membalas dengan hormat. “At ease.”
“12 Ksatria Emas, sire. Your-very-private-army.”
Beatrix
Mantan pasukan khusus Ordo Templar
Sekarang jadi bodyguard-nya Joni
|XII|
Sudah menginjak malam hari ketika gw menyelesaikan satu sesi latihan fisik sebelum tidur. Beatrix masih terlihat memukuli speed ball dilanjut shadow boxing sendirian. Kadang kami sparring, Beatrix adalah sedikit dari petarung selain Wagimin dan Babe Sahal yang bisa mengimbangi gw. Entah sejak kapan gw jadi diem-diem sering ngepoin nie anak.
Kalau dipikir-pikir anak ini cantik juga. Cuma karena kagak pernah make up aja kelihatan jadi rada macho. Bule Jerman. Muka manis, rambut cepak bondol, figur maskulin mengarah ke lesbian.
Badannya yang berotot cuma ditutupin celana ketat dan sport bra. Rambutnya yang pendek setelinga tampak basah dan kulitnya yang tan kelihatan dipenuhi titik-titik keringan. Payudara Beatrix tergolong mungil ukuran 34 A barangkali, tampak menonjol di atas otot-otot pektoralnya padat. Otot-ototnya tubuhnya terpahat sempurna tanpa lemak sama sekali, dengan pinggang ramping dan pinggul meliuk feminin bagaikan kontradiksi bagi tubuhnya yang maskulin.
“Anda masih lanjut latihan, boss?” tanya Beatrix ketika ia menyudahi sesi latihannya malam ini. Cewek macho itu menenggak minuman berenergi, titik-titik keringat terlihat di atas wajahnya yang manis.
“Bentar lagi,” sahut gw tanpa menoleh. Gw mengantamkan tinju pada sebuah sandsack. Suara benturan terdengar memenuhi ruangan besar berlantai kayu itu.
“You push yourself too much, boss. 100 Sit Up, 100 Push Up, 100 Squat, lari 10 km tiap hari. Apalagi yang Boss Joni cari? Anda adalah pendekar terkuat bergelar Mandala 12 Rasi Bintang, yang berhasil menaklukkan Dunia Kejahatan di bawah kaki anda.”
Gw tersenyum. Hantaman berikut nya menyusul bersarang.
Gw nggak tahu kenapa melakukan ini. Gw cuma keinget kata-katanya Bruce Lee kalau ‘rasa puas hati adalah hal yang paling berbahaya‘. Gw harus lebih kuat dari ini. Lebih cepat. Lebih mematikan demi melindungi keluarga gw.
Pukulan demi pukulan, melayang bergantian menghantami lapisan kulit sintesis karung pasir. Gendang telinga gw hanya menangkap suara dalam interval sėrȧngan yang semakin memendek.
Gw membayangkan pertarungan gw dengan Joni Demon dua tahun lalu.
Dan sekarang….
─gw bakal menjadi seperti dia?
Gw terus menghantamkan tinju.
Butiran keringat. Gw bahkan nggak mikir lagi kalo adegannya plagiat Kapten Amerika. Adrenalin yang mengalir dėrȧs membuat gw nggak merasakan apapun selain keinginan membunuh murni.
─kekuatan penghancur.
“Brajamusti….”
Ada kemarahan yang tiba-tiba hadir. Tinju terakhir melayang tanpa belas kasih. Ledakan Prana….
Yang gw ingat berikutnya adalah butiran pasir yang berterbangan ketika tinju gw menjebol badan sandsack. Sekaligus membuat karung seberat 50 kg lepas dari rantai, melayang. dan menghantam rak berisi pot-pot kaktus….
Napas gw tersengal, pot kaktus menggelinding di bawah kaki. Waktu adrenalin gw menyurut, barulah gw sadar udah ngerecokin taneman bini gw.
─mampus.
Mungkin Beatrix benar, gw aja yang terlalu paranoid gara-gara dihantui mimpi yang sama tiap malam. Mimpi di mana gw beneran jadi Joni Demon dan membawa malapetaka bagi umat manusia. Mimpi di mana gw menyaksikan orang-orang yang gw sayang mati satu persatu; Babe Sahal, Wagimin, Mama Liliana, Aika, Beatrix, Sheila, Astuti, dan gw nggak tahu apa yang bakal terjadi sama gw kalau sampai Mak Lela juga beneran direnggut dari hidup gw.
Air hangat yang mengucur dari shower meninggalkan jejak bȧsȧh di guratan-guratan otot gw. Latihan fisik ditambah stat VIT dan STR yang dinaikin ampe mentok membuat tubuh gw yang dulu cungkring sekarang dipenuhi bundel-bundel otot padat dan perut sixpek kek Jojo Suherman. Lagu mengalun pelan dari speaker bluetooth merek Simbada titipan sponsor.
Habis latihan jam 10 malem. Mudah-mudahan gw masih sempet nonton Liga Dangdut di Indosiar, batin gw waktu ngelihat bayangan di depan Dojo. Beatrix? perasaan dia udah balik duluan pamit mau ibadah. Masa dia juga horny sama gw? Wakakakag…
Siapa? Masih handukan, gw keluar. Sepi. Nggak ada orang. Hanya suara mp3 yang berputar dengan sendirinya memainkan lagu ‘Unforgettable’ dari Nat King Cole. Gw bisa mendengar suaranya yang bergema ke seantero Dojo yang gulita.
Tubuh gw menegang waspada.
Sesosok berdiri di sudut tak terkena cahaya, tanpa aura, pertanda orang itu bisa menyamarkan keberadaannya, gw hanya bisa menangkap kelebatannya yang melesat tanpa suara dan melayangkan tinju dari sudut buta.
Intuisi bertarung selama bertahun-tahun membuat tubuh gw menghindar dengan sendirinya. Kepalan tinju sebesar gilingan menerjang nyaris mengenai mata ketika lesatan jurus kedua bergerak menyusul tepat ke arah jantung, tenang, gw menepis pada pergelangan sebelum balik menghantamkan pukulan fatal. Gw pun nggak berniat mengurangi tenaga. Hawa pembunuh yang menguar dari tubuhnya membuat gw nggak berani mengambil resiko.
Semua terjadi nyaris tanpa suara, seolah yang sedang bertarung saat ini adalah dua orang pembunuh terlatih yang mengadu nyawa, hanya suara denting piano dan suara Nat King Cole yang mengalun terdengar mengiringi.
unforgetable… though near or far /
like a song of love…. that clings to me /
how the thought of you does things to me/
never before…”
Lalu, ketika ia mengambil kuda-kuda, barulah gw bisa melihat sosoknya dari cahaya samar yang masuk dari celah jendela. Laki-laki. Tegap. Tubuhnya terbalut tactital suit warna hitam, dan balaclava tengkorak yang menyisakan sepasang mata di baliknya.
“Elu salah masuk rumah, sob,” desis gw sebelum menerjang cepat.
Musuh gw mencondongkan badan ke belakang dan mengambil backstep dalam dua langkah footwork lincah, membiarkan pukulan gw hanya mengenai udara, bukan musuh kaleng-kaleng! batin gw, karena orang itu bahkan bisa balas melayangkan jab! Dua pukulan straight gw yang tak berjeda meretaliasi dalam kejapan mata, memaksa musuh misterius itu menahan dengan block sempurna. Kebas. Kepalan gw seperti menghantam permukaan beton. Kuda-kudanya bertahan tak bercela bahkan ketika gw menyapukan tendangan ke arah betisnya.
Gw bisa melihat senyumnya yang menyeringai di kegelapan, juga sepatang mata yang dipenuhi nafsu pembunuh murni, seolah puas ketika menemukan lawan setara. Gw melompat mundur, mengambil jarak dan memasang kuda-kuda. Hanya orang dengan mata ketiga yang terbuka yang bisa merasakan perubahan aura di sekeliling musuh gw, seolah-olah selama ini dia sengaja mengurangi tenaga, dan kini ia mengerahkan kekuatan sebenarnya.
Uap panas terlihat mengapung di udara. Mengerahkan Ilmu Kanuragan, Prana tenaga dalam yang memenuhi otot-otot kekarnya membuat musuh misterius itu melesat tanpa kuda-kuda.
─ sėrȧngan datang!
Adrenalin yang membanjiri pembuluh darah membuat otak gw bekerja ribuan kali lebih cepat dan mempersepsikan tinju orang itu dalam gerak lambat. Gw berhasil menghindari sėrȧngan pertama, tapi pembunuh itu ibarat predator apeks yang tidak kehilangan buruan. Matanya melotot gahar. Kaki-kakinya memijak cepat, mengimbangi footwork gw dan nggak menyisakan ruang buat gw melarikan diri.
Terpojok, sėrȧngan kedua mendarat tepat di wajah.
─gelap. Tinju ketiga dan keempat bergerak menghantam membuat gw nggak bisa melakukan apa-apa selain bertahan dengan kedua lengan yang diangkat melindungi kepala. Kekuatan Ilmu Kanuragan yang bisa merobohkan seekor badut Oppo itu membuat kepala gw terasa ringan.
Sėrȧngan terakhir.
Sudah lama sekali gw nggak merasakan sensasi ini.
Near death experience….
Sensasi yang justru membuat seringai dingin di bibir gw melebar.
Tepisan tipis ditambah sentakan kaki, gw mengelak dalam liukan cepat ke samping. Gw bisa merasakan sėrȧngan fatal itu berkelebat disamping kepala. Tenang. Gw tunggu saat orang itu menarik lengannya untuk melayangkan jab cepat ke arah rahang.
Sekejap mata, orang itu menahan dengan kepalan, tapi gw tahu gw belum selesai.
Ada amarah yang mendadak muncul bersama ayunan tinju gw yang kedua. Amarah yang membuat tenaga dalam gw dipompa pada otot-otot lengan yang membuatnya membesar dan terasa membara. Gw bahkan bisa melihat uap panas ketika sėrȧngan gw mengayun tepat di ke arah muka.
Tak berniat menghindar. Orang itu menyarangkan tinju berkekuatan setara.
Gw tersenyum.
Menyambut dengan pukulan.
Hantaman tinju yang mendarat di muka gw adalah yang terakhir gw lihat sebelum kepala gw keliyengan.
Kepala gw pusing macam habis ngisep Lem Aibon. Gw segera mengatur kuda-kuda, rasa darah terkecap di ujung lidah. Musuh gw juga menyeka cairan yang sama di hidungnya.
Terdengar suara kekehan, bangga.
“Sampai kapan elu bakal bertambah kuat, Jon?”
“Babe Sahal?” gw mengenali suaranya.
“Yoi, ini gua,” dia ngebuka topengnya, dan gw langsung mengenali mukanya yang mirip bang haji roma irama. “Mantap juga pelatihan si Wagimin, sekarang elu udah bisa ngimbangin gua….” si babe manggut-manggut bangga.
“Babe kagak disuruh orang ngebunuh Joni, kan?” kata gw waspada, tanpa berniat melepas kuda-kuda.
“Kagak, Jon. Gua cuma nge-prank buat konten YouTube kek Ferdian Peleka. “Jon, subskreb cenel gua dong.”
Bhaaa. Ternyata beneran ada kamera yang terpasang pada tripod di pojokan.
“Ya salam, gua belum tekan tombol record.”
Sahal Sang Penjagal
Bokap Kandungnya Joni, Pembunuh Paling Mematikan di Dunia
___________________________________
Bokap Kandung gw, Sahal, adalah Assasin Paling Mematikan di seluruh dunia. Awalnya bergabung dalam Pasukan Khusus ABRI, doi kagak pernah gagal ngematiin target buruannya. Anggota Fretilin di Timor Leste, aktivis buruh dan mahasiswa yang membahayakan kedudukan Orba, sampai pasukan khusus Israel berhasil dibikinnya menghadap malaikat kubur.
Dikhianati sama atasannya, babe gw cabs dari ABRI dan mendirikan perusahaan sendiri, PMC (Private Millitary Company) alias perusahaan tentara bayaran. Dari pengawalan VVIP, mengawal konvoi di daerah konflik, membasmi perompak Somalia, sampai jadi seksi kemanan di acara sunatan dijabanin sama babe gw. Yang penting halal.
“Ngapain babe malem-malem kemari?!”
“Maunya gua nge-prank jadi pocong, Jon, tapi takutnya elu jantungan.”
Gw menarik napas dalam. “Kalo mau mampir WA dulu kek, tar kan bisa Joni siapin kamar.”
“Sorry, Jon… Babe cuma sebentar di Indonesia. Besok babe harus balek ke Jerman. Babe cuma mau ngasihin ini, takut kagak sempat. Sampein salam babe buat bini-bini lu dan si Wagimin.”
Ada satu box berisi pakaian lucu buat anak gw yang ulang tahun pertama. Lengkap dengan sablon fotonya yang lagi main gitar.Tapi gw tahu, dia nggak bakal repot-repot ke tempat gw, diem-diem, cuma buat ngasihin kado dan nge-prank.
“Jon.”
“Iya, Be?”
“Bener lu kerja sama ma The Patriot?”
“Yoi Be.”
“Gua kagak menentang keputusan lu, tapi apa kagak sebaiknya lu pikir baek-baek? The Patriot adalah kelompok rahasia paling besar di dunia, di belakangnya adalah para Elit Global; Bill Get, keluarga Rothschild. Meruntuhkan semua batasan negara dan menciptakan tatanan dunia baru adalah agenda besar di balik organisasi mereka”.
Gw balik menatap babe gw, “Setidaknya mereka bertujuan menciptakan kedamaian dunia. Di luar sana, musuh yang lebih berbahaya berkeliaran di balik kegelapan, menjalin aliansi dengan mereka adalah satu-satunya jalan.”
“Jon.”
“Sanca. Los Illuminados. Saya bahkan tidak tahu kalau kelak saya sendiri yang menjadi ancaman terbesar bagi umat manusia.” Gw terdiam, balik menatap babe gw.
“Si vis pacem, para belum” (if you want peace, then prepare for war.)