Gadis Liar
Aku Nadia, wanita berumur 23 tahun. Aku bekerja di salah satu kantor di kota kelahiranku. Aku mengenal seks sejak SMP, saat itu berciuman adalah tanda bukti kedewasaan. Ciuman pertamaku terjadi ketika aku menginjak kelas 3 SMP. Bukan hanya sekedar ciuman tetapi juga grepe. Saat itu, toket besarku yang menjadi sasaran temanku. Yah, aku mendapatkan first kiss justru bukan dari pacarku.
Tujuh tahun sudah toketku tidak ada yang menyentuh. Tidak ada yang memuaskan aku. Karena selama tujuh tahun itu aku menjomblo. Malas menjalin hubungan. Belakangan, aku merasa gairah seksku kembali meninggi usai aku mendownload aplikasi anonim. Tidak ku sangka disana banyak berkumpul orang-orang dengan gairah seks yang tinggi. Tak ayal, gairah seksku yang sudah lama terpendam kembali menggebu-gebu.
Namanya Elyan, aku mengenalnya dari aplikasi anonim. Kami tinggal di satu kota yang sama. Kami dipertemukan ketika aku iseng membuat status soal eksibionis. Entahlah, setelah tujuh tahun tidak dijamah aku justru merasa semakin liar. Aku ingin tiap orang melihat tubuhku, terutama toket gedeku. Aku ingin tiap orang merasakan menyusu di toketku yang berukuran 38 D.
Singkat cerita kami saling berkenalan. Elyan menawarkan aku untuk mencoba caranya agar lambat laun aku bisa semakin berani dan menjadi binal. Entah setan mana yang sedang merasukiku, aku mengiyakan tawaran Elyan. Karena kami belum bisa bertemu, Elyan hanya membimbingku via chat whatsapp.
Sebelum memulai kegiatan eksib di luar. Tiap malam, Elyan menyuruhku untuk melakukan seks yang sedikit kasar. Jika aku dirumah, aku tidak boleh menggunakan bra dan saat tidur aku tidak boleh menggunakan pakaian apapun alias bugil. Aku juga harus menyiapkan jepitan baju serta es batu untuk ritual tiap malam kami. Melalui chat via whatsapp dia membimbingku untuk memainkan puting susuku.
Dengan jepitan yang sudah disiapkan, aku menjepit kedua putingku. Awalnya aku merasakan kesakitan sampai aku menangis. Namun lama-lama, entah kenapa aku justru merasa keenakan. Ada rasa geli nikmat yang aku rasakan di putingku. Ketika aku merasa kegelian itu lah, Elyan menyuruhku untuk memainkan klitorisku. Lima menit aku memainkan klitorisku, ku rasakan memekku seakan berkedut dan ingin mengeluarkan sesuatu. Tubuhku pun mengejang, aku mencapai orgasmeku dengan keadaan kedua puting masih terjepit. Setelah mencapai orgasme, aku menyudahi ritualku. Pernah suatu saat aku tanyakan tujuan dari ritual ini, dan Elyan bilang, jika ini akan membangkitkan gairahku dan membuatku selalu merasa ingin di buai di bagian toketku. Selama satu bulan, ia membimbingku melakukan itu. Hingga kurasakan benar apa yang dibilang Elyan, toketku menjadi sensitif. Aku jadi selalu ingin memainkan toketku terutama putingnya. Sehingga terkadang saat di kantor, diam-diam aku akan memainkan toketku. Membuka beberapa kancing kemejaku dan menurunkan braku, kemudian menutupi tanganku yang sedang memainkan puting susu dengan jilbabku.
Esoknya, aku menerima sebuah paket yang tidak aku kenal. Tidak lama, Elyan menghubungiku, berkata jika itu adalah paket darinya sebagai hadiah karena aku sudah bisa melewati ritual selama satu bulan. Ia bilang, paket itu akan membuat aku menjadi semakin binal. Sesampainya dirumah, aku segera membuka paket tersebut dan ku temukan sebuah vibrator untuk payudara dan sebuah dildo karet. Malamnya, dengan bimbingan Elyan aku mencoba vibrator tersebut. Aku menjepit kedua putingku dan kemudian ku nyalakan remotnya sehingga vibrator tersebut bergetar dan menimbulkan sensasi geli pada putingku.
Aaahh… aaahhh… karena tidak kuat menahan rangsangan, aku kemudian bermastrubasi.
Esok hari, Elyan memintaku untuk menggunakan virbator tersebut ke kantor. Aku mengiyakan meski dengan sedikit terpaksa. Saat jam istirahat, aku menuju ke kamar mandi untuk menuntaskan hasratku dibantu oleh Elyan via call. Aku tekan tombol pada vibrator tersebut sehingga putingku bergetar. Aaahh… aaahh… aku lalu memainkan klitorisku. Aku membayangkan jika Elyan sedang ada disini, mengentotiku sambil memainkan klitoris dan menyusu padaku. Aaahhh… Ooohhh… kocokan jariku di memekku makin cepat, aku juga sudah mulai tidak peduli jika desahanku terdengar oleh seseorang. Aaaaaaaaaahhhh… tidak butuh waktu lama, hanya lima menit aku lalu kelelahan karna mendapat orgasmeku. “Enak, sayang?” suara Elyan terdengar puas diseberang sana.
“Iya.”
“Bagus. Kalo gitu sekarang kamu boleh istirahat. Nanti jangan lupa. Waktu jam pulang, kamu harus mengaktifkan vibratornya kembali. Kamu rasakan sensasinya jalan pulang sambil puting bergetar. Okay, sayang?” Aku hanya mengiyakan.
Saat jam pulang tiba, sesuai kemauan Elyan aku lalu menghidupkan vibrator itu. Aku benar-benar terbuai kenikmatan oleh cara Elyan memperlakukanku. Sepanjang jalan pulang, aku memilih untuk melepas rokku. Sesekali saat lampu merah, aku kembali memainkan itilku. Ketika sudah sampai rumah, ku lihat di hpku ada panggilan dengan nama Elyan.
“Sudah dirumah?”
“Ehm. Iya sudah.”
“Bagus. Kalau gitu jangan masuk rumah dulu. Cepat sekarang lepas semua bajumu dan masturbasilah di mobil.”
“Eh tapi, Yan”
“Sudahlah. Jangan membantah, Nad. Kalau kamu ngga nurut, aku bisa sebar foto toket dan memekmu.”
“Jangan, Yan. Oke. Aku akan masturbasi.”
“Bagus. Sekarang lepas semua pakaianmu.” Akupun melepas semua pakaianku yang tersisa yakni kemeja kantor dan bh.
“Kalo sudah sekarang atur getaran vibratormu ke yang paling tinggi.”
“Aaaaahh… ahhh… Sudah, Yan. Ooohh… Sakiit… Tapi enaak…”
“Aaaaaaahhhh…” aku hendak memainkan klitorisku ketika diseberang sana Elyan justru melarangku.
“Jangan dulu mainkan memekmu. Nikmati dulu getarannya. Bayangkan aku ada disana dan melihat tingkah liarmu. Aku juga membawa teman-temanku dan mereka melihatmu kelonjotan menahan nikmat karena vibrator itu.”
“Aaaahh… Yan. Aaaaaahhh…”
“Ayo, Nad. Bayangkan apapun yang membangkitkan sisi liarmu.”
“Ooohhh…Yann… Toketku… Aaahhh…. Aaaaaaaaaaaaahhh….” akupun orgasme tanpa sedikitpun menyentuh memekku.
“Gimana, sayang? Enak kan?”
“Ah, gila. Aku orgasme tanpa memainkan memekku, Yan.”
“Haha. Itulah tanda kalo kamu sudah jadi binal, Nad. Cuma perlu di mainin toketnya aja udah kelonjotan.” Entah kenapa aku justru senang ketika Elyan sudah menganggapku binal. “Tapi memekmu masih gatal kan, sayang?”
“Eehmmm.. Sebenarnya iya.”
“Bagus. Kalo gitu sekarang kamu ambil dildo dan mainkan dildo itu di klitoris kamu.” Akupun menuruti kemauan Elyan.
“Aaaahhh… Ooohhh…” Aku kembali mendesah saat dildo itu menggesek klitorisku.
“Gimana, sayang? Enak?”
“Aaah… Iyaa… Enaak. Ooohhh, Yaaan…”
“Kalo enak, kamu mau nanti main sama kontolku?”
“Aahh… Hhmmm… Iyaa.”
“Bagus. Kalo kamu mau, bilang kalo kamu siap jadi lonteku.” Aku masih memainkan dildo di klitorisku. Sementara vibrator payudara aku nyalakan kembali.
“Eehmm.. Yaah.. Aku lontemu, Yan.”
“Kalo gitu, nanti waktu kita ketemu. Kamu mau apa, sayang?”
“Aaahhh… ahhh… mau kontol… kontolmu. Aaahh…”
“Baguus. Sekarang kamu masukin dildo itu ke dalam memekmu.”
“Ooohh… Aaahhhhhhh….” dildo itu berhasil masuk dalam memek sempitku.
“Setel vibrator di toketmu dengan getaran tertinggi, Nad.” Lagi-lagi aku menuruti suara Elyan di seberang sana.
“Aaaaahhh… aaahhh… Yaaan… Kontolmu… Aahhh…. Entotin aku.” Aku membayangkan jika dildo yang ada dalam memekku ini adalah kontol Elyan.
“Aaaaahhh… aaaahhh… Oooohhh…. Eehhhhmmm…” aku makin mempercepat gerakan dildoku.
“Ooogggghh… Yaan, aku sam.. pee… Aaaaaaaahhhhhhhh…” badanku pun mengejang. Untuk kedua kalinya aku merasakan orgasmeku. Kali ini lebih hebat dari yang pertama.
“Haha. Delapan menit. Bagus. Kamu cuma bisa bertahan delapan menit. Wanita memang sudah seharusnya mendapat orgasme dengan cepat.” Aku masih mengatur nafasku saat Elyan berbicara panjang lebar di seberang sana.
“Oke. Kamu boleh istirahat, Nad. Lusa aku ingin kita bertemu. Dan ingat, saat bertemu, aku mau kamu pakai kemeja putih tanpa dalaman. Bye. See you, lonteku.” Elyan kemudian menutup teleponnya, sementara tanpa ku sadari, aku tertidur didalam mobil.
Aku sedang mematut diri di depan cermin. Hari ini hari Minggu, aku sudah janjian dengan Elyan untuk bertemu di sebuah restoran mall. Seperti perintah Elyan sebelumnya, aku menggunakan kemeja putih tipis tanpa dalaman. Entah kenapa aku harus memilih kemeja ini, padahal aku juga memiliki kemeja putih lain yang lebih tebal dan tidak seberapa menerawang. Untuk bawahan, aku memilih menggunakan rok panjang berwarna blue denim. Sementara bagian atas aku menggunakan hijab berwarna senada dengan rokku. Aku terbiasa menggunakan hijab dengan disampirkannke belakang sehingga kini putingku jelas terlihat membayang dari kemeja ini.
Lima menit kemudian, aku sudah berada di dalam mobil. Satu chat masuk, Elyan.
“Sudah sesuai request kan, sayang?”
“Iya. Sudah kok.”
“Pap dong.”
Aku pun mengirim foto selfieku kepada Elyan.
“Wah gila. Itu pentil udah ngeras aja.”
“Ih apaan sih.” Aku pun pura-pura malu dan jual mahal.
“Haha. Masih aja jual mahal. Baguslah, setidaknya ritual yang aku ajarin berhasil. Kamu mulai terbiasa untuk eksib dan terlihat semakin binal.”
Aku pun memilih tidak membalas pesan Elyan karna fokus menyetir. Sepuluh menit perjalanan, aku sampai di parkiran mall. Aku hubungi Elyan tapi tidak ada jawaban.
“Ish. Dimana sih dia.” Tidak lama, masuk chat dari Elyan.
“Masuk aja, Nad.” Aku pun turun dari mobil dan melangkah menuju mall. Di sepanjang mall, orang-orang melihatku dengan pandangan aneh. Beberapa menatapku dengan pandangan nafsu. Security yang biasa berjaga di pintu mall juga memberikan senyum mesum.
Aku kembali menelepon Elyan untuk memastikan keberadaannya. Tapi lagi-lagi teleponku tidak di gubris. Justru dia kembali mengirim chat padaku.
“Sayang, tolong sebelum kesini, kamu belikan aku minuman bubble di bawah ya.”
“Kamu ke bawah juga dong. Aku malu nih di liatin orang-orang.”
“Lah, kenapa malu, Nad? Bukannya kamu suka jadi pusat perhatian? Mereka tuh kagum sama badanmu. Apalagi sama toket kamu yang nantang gitu.”
“Ih, tapi kan, Yan..”
“Udah gapapa, Nad. Sekarang gini aja deh, bayangin aja waktu kamu lagi antri, tiba-tiba ada yg meluk kamu dari belakang terus ngeremes toket kamu.”
“Ih, mana ada laki-laki yang berani kaya gitu.” Aku menyangsikan kata-kata Elyan sebelum akhirnya aku merasakan hal tersebut terjadi pada diriku sendiri.
“Nngghh…” aku merasa sebuah tangan kini meremas toketku. Entah siapa, aku belum berani berbalik badan karena takut orang yang dibelakang-belakang akan curiga.
“Ssstt… Jangan lihat belakang. Fokus ke depan biar ngga pada curiga.”
“Mmmhhh…” aku pun berusaha menahan desahanku dengan cara menggigit bibir.
Gila. Siapa dia yang berani-beraninya berbuat mesum kayak gini. Yang lebih gila lagi, aku tidak menyangka jika aku menerima dan pasrah pada apa yang dia lakukan.
“Mmmmhhh…. hhhhhh…” aku mendesah kecil ketika orang ini memainkan putingku. Karena desahanku itulah, orang yang sedang mengantri didepanku sampai menoleh. Sementara tangan lelaki ini masih saja terus mempermainkan putingku.
Permainan lelaki ini berhenti tepat ketika aku sudah berada didepan kasir pemesanan. Aku memesan sesuai dengan instruksi Elyan. Setelah memesan, aku langsung mencari tempat duduk dan menghindari lelaki tadi.
“Hai. Gimana? Enak diremas didepan umum?” Lelaki yang tadi mempermainkan toketku tiba-tiba saja mendatangiku dan duduk disebelahku.
“Lu siapa sih. Jangan kurang ajar ya.”
“Haha. Kamu belum sadar aku ini siapa.” Lelaki itu lalu mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang. Lalu tidak lama nada dering panggilan handphone-ku berbunyi.
“Kamu? Elyan?” aku bertanya memastikan.
“Haha. Iya, sayang.” Elyan kali ini langsung menciumku. Aku yang sudah nafsu sejak tadi langsung saja membalas ciumannya. Mmmhh… hhmmm… Kami sudah tidak lagi memperhatikan keberadaan kami. Elyan kini bahkan dengan berani membuka kancing kemejaku. Beruntung, suasana sekitar store minuman ini sudah kembali sepi.
“Oh, shit. Gede banget, Nad.”
“Ehm.. iya, Yan. Kamu suka kan?”
“Suka banget. Gila. Ini putingnya apalagi.”
“Ssshhh…” aku mulai mendesah kembali ketika Elyan memainkan putingku.
“Ehem..” kami kaget ketika tiba-tiba ada ojol yang ikut duduk disebelah kami. “Numpang duduk ya, mas, mbak.”
“Iya, pak. Silahkan.” Elyan mempersilahkan ojol tersebut duduk disebelah kami. Sementara aku langsung membenahi kancing kemejaku.
“Gausah dibenahi, Nad. Hari ini fantasimu akan terwujud.” bisik Elyan.
Aku yang belum sempat menanyakan maksut perkataannya langsung sadar ketika Elyan mengajak ngobrol ojol tersebut.
“Pak, kenalin, saya Elyan. Dia lonte saya. Bapak mau bergabung nyusu sama dia? Kebetulan dia punya fantasi untuk nyusui dua cowok sekaligus.”
“Eh?” aku tertegun mendengar omongan Elyan.
“Emang gak papa, mas?”
“Gak papa, Pak. Mari silahkan. Sambil saya menunggu antrian saya.”
Elyan dan ojol tersebut kemudian mengelus putingku bersamaan. “Eehmmm…”
“Enak, Lonte?”
“Eehhmm… Yaah… Aaahh…” Aku kembali mendesah ketika ku rasakan salah satu putingku basah dijilati oleh sebuah lidah.
“Haha. Bagus. Sekarang bilang makasih dong sama bapak ojol. Dia udah menuhin fantasimu loh.”
“Hhhmm.. Ahhh… Makasih… Phaak..” bukannya menjawab, bapak Ojol tersebut malah menggigit dan mempermainkan puting susuku. Begitu juga dengan Elyan, sehingga kini aku menyusui dua laki-laki. “Eeehhmmm…”
Elyan kemudian menyingkap rokku sehingga memekku kini terlihat jelas. “Aaaaahhhh…” desahanku semakin keras ketika Elyan mulai mempermainkan klitorisku. Bapak ojol yang tadinya sedang menyusu kini menatapku dengan takjub. Ia lalu memperhatikan Elyan yang sedang menyusu dan mempermainkan memekku.
“Bapak mau mainin memeknya dia?”
“Mau, mas.”
“Mainin klitnya aja, Pak. Jangan sampe masuk lubangnya. Kalo bapak berhasil bikin nih lonte orgasme, bapak saya kasih uang 250.000.”
“Aaaahh… ooohhh…” tanpa berpikir panjang, bapak Ojol tersebut memainkan klitorisku dan kini mulutnya kembali mengenyoti putingku.
“Aaaahhh… Ooohh… Phaaak…”
“Nikmati, sayang. Bapak ini akan membuatmu kelonjotan.” Elyan kali ini membisikkan kata-kata mesumnya sehingga membuat gairahku semakin naik.
“Eehhmm… Aaahhh… Paaak… Oohh…” aku semakin kelonjotan ketika gesekan jari bapak Ojol di klitorisku mulai cepat.
“Nikmati, sayang. Kamu sekarang sedang menyusui bapak Ojol yang kamu bahkan gak kenal. Dia bahkan sekarang memberimu kenikmatan.” Elyan kembali mengomporiku.
“Aaahhh… ooohhh… Yhaa, Phaaak… Saya mauu… Aaaahhhh….” ku rasakan memekku menyemburkan cairan kenikmatan bersamaan dengan badanku yang mengejang. Bapak Ojol tersebut masih saja memainkan putingku.
“Kak Nadya.”
“Iyaa.” Aku menyahut panggilan dari pelayan store.
“Pak, udah, Pak.” Bapak Ojol tersebut baru melepaskanku setelah meninggalkan satu cupangan di toketku.
Aku pun mengambil pesanan dan balik menuju kursi tempat Elyan menungguku. “Gimana, Nad? Enak kan?”
“Heem.”
“Yaudah, kamu minum dulu gih. Habis ini kita langsung ke mobil lu aja ya. Gue dah gak tahan.”
Aku pun meneguk habis minumanku sambil Elyan mempermainkan pentilku. Beberapa orang yang menunggu pesanan menatapku dengan jijik. Namun aku sudah tidak peduli.
Sesudah aku menghabiskan minumanku, kami langsung menuju ke mobilku. Didalam mobil, Elyan langsung menciumku. “Mmmhhh…” aku yang mendapat serangan mendadak pun sempat gelagapan. Namun aku segera menyesuaikan diri dan membalas ciuman Elyan. Lidah kami saling bertaut dan kami saling bertukar air liur.
Tangan Elyan kini sudah berada di toketku. Meremas-remas serta memainkan puting susuku. “Hhhmmm… Yaan…”
“Haha. Enak, Nad?”
“Iyah, Yan…” Kemejaku dilepas dan dilemparkannya ke jok belakang. Sementara tempat dudukku di sejajarkan sehingga posisiku sekarang telentang meski tidak lurus 180derajat. Posisi ini membuatku semakin terlihat menggairahkan dengan toket yang membusung indah.
“Oh shit. Ini toket gede banget sih, Nad.”
“Eemhh.. Iyah, Yan.”
“Emang lu cocoknya jadi lonte, Nad.” Elyan sekarang mulai menjilati puting susuku.
“Oohh yaaah.. Aku memang lonte, Yan.” Aku semakin tidak bisa menahan birahiku.
Sluurrpp.. sluurrpp… Tangan Elyan kini sudah berada di memekku. Dua jarinya sudah masuk dalam memekku sementara jempolnya memainkan klitorisku.
“Aaaahh… Ooohh… Aaahhh… Yyaaaah…” aku mulai mendesah tidak karuan. Aku sudah tidak peduli bagaimana jika kami di grebek. Yang aku mau sekarang hanya sampai pada puncak kenikmatan.
Kocokan Elyan di memekku semakin cepat membuat tubuhku semakin menggelinjang. Ditambah gigiran dan jilatannya pada putingku membuatku semakin melambung. “Aaahh… Yaan. Aku mauu…” Seketika itu, Elyan berhenti memainkan memekku dan melepaskan mulutnya dari toketku.
“Ah, Yan, kok berhenti?”
“Berhenti apa sayang?”
“Itu.. mainin memekku.”
“Mau dimainin lagi?”
“Iya.”
“Bilang, dong.”
“Hmm, Yan, please mainin memekku lagi.”
“Aku mainin pakai kontol ya, Nad?” Elyan yang kini sudah melepas celananya mulai menindih tubuhku dan memainkan kontolnya di klitorisku.
“Aah… Iyhaa, Yan.. Masukin..”
“Masukin apa, Nad?” Elyan sengaja mempermainkan nafsuku.
“Ah.. masukin kontolmu. Aaahh…” Aku menggerakkan pinggulku sendiri mencari kontol Elyan agar masuk tepat di lubang memekku.
“Bilang dulu kalo kamu lonteku, Nad. Kamu akan melayaniku kapanpun aku mau.”
“Aaahh… Yaah, aku lontemu, Yan. Entot aku. Aku siap melayanimu tiap saat. Entot aku. Aaaaaaaaaaaahhhhh….” aku berteriak kecil saat kurasakan Elyan dengan kasar menusukkan kontolnya ke memekku.
“Aaahh… Oohh… Sakit, Yan.. Aahh…”
“Nikmatin, Nad. Nikmatin aja sakitnya, nanti kamu juga bakal keenakan aku entot.” Elyan menggenjotku sengan ritme pelan-cepat membuatku perlahan mulai menemukan kenikmatan.
“Aaahhh… Yan… Enaaak… Aaahhh…” Elyan masih memompa memekku dengan ritme yang sama. Sementara mulutnya kini sudah kembali memainkan toketku.
“Aaaahh… Yaan… Kontolmu… Ahhh…” aku merasakan jika kontol Elyan memenuhi tiap inchi dari memekku.
“Aaaahh aaaaahhh aaahhh… Aku mauu… Aahhh…” lagi-lagi saat aku hendak mencapai orgasmeku, Elyan menghentikan genjotannya.
“Ah, Yan. Kenapa berhenti?”
“Berhenti apa, Nad?”
“Kenapa berhenti entotin aku? Aaahh…” aku kali ini menggoyangkan pinggulku sendirian, berharap menemukan kenikmatan.
“Hahaa. Dasar lonte binal. Maunya di entot mulu. Nungging lu.” Tanpa melepas kontol Elyan, aku membalikkan tubuhku sehingga kini posisi kami adalah doggy style.
Elyan kemudian memompa memekku dengan kasar. “Aaahhh… Pelan, Yan. Oohhh… Ahhh… Sakit.. Enaak… aaahhh…” Elyan kemudian menampar pantatku dan selanjutnya meremas toketku dengan keras.
“Aaahhh… Yaaah… Teruussshhh… Fuck me!” entah kenapa, aku justru menikmati di entot Elyan dengan cara kasar begini.
“Oohh.. Lontee emang kudu di kasarin.” Elyan kini membetot toketku sehingga aku merasa kesakitan.
“Aaahh… ampun… Ohhh… Enaaak…” aku merasakan memekku semakin berkedut-kedut.
“Ooohh… Yaaan… Aku mau keluar…”
“Bareng, Nad. Aaaaaaahhhh….” kurasakan kontol Elyan menancap seluruhnya kedalam memekku di iringi dengan semburan cairan cinta kami.
“Nad…” Elyan tiba-tiba membuka obrolan setelah nafas kami stabil.
“Ya?”
“Kamu mau jadi lonteku?” Elyan kemudian melepas kontolnya dan memakai celananya kembali.
“Iya, Yan. Aku mau.”
“Bagus.” Elyan menepuk kepalaku dengan sayang. “Sekarang tolong antarkan aku balik. Biar aku aja yang nyetir.”
Elyan kemudian pindah ke tempat duduk supir, sementara aku hendak mengambil kemejaku.
“Eits, siapa suruh pakai kemeja?”
“Eh?”
“Gausah dipakai bajunya. Lonte selalu lebih seksi kalo gak pakai baju.” Elyan kembali meremas toketku sekali lagi sebelum ia menjalankan mobilnya.
Saat membayar tiket, otomatis Elyan membuka kaca jendela dan membuat mas mas penjaga tiket tertegun.
“Kenapa, mas? Seksi kan cewek gue?” Aku pun memberi senyum pada mas tersebut.
Elyan lalu melanjutkan perjalanan ke rumahnya. Sepanjang perjalanan, aku dilarang memakai baju. Terkadang, saat di lampu merah, Elyan dengan iseng membuka kaca jendelaku sehingga pengguna jalan lainnya bisa melihat kemolekan toketku.
“Ih, Elyaaan. Nakal, ya.” Anehnya aku justru membiarkan aksi Elyan dan bukan malah menurunkan jedelanya. Sejujurnya, aku ikut menikmati pandangan mesum orang-orang pada toketku.
Sesampainya di rumah Elyan, aku langsung pamit pulang. Elyan sempat memberikan tanda cupangan di toketku sebelum aku pergi.
“Inget, Nad. Jangan pakai baju sampai rumah.” Aku hanya mengangguk mengiyakan. Sungguh, kini aku ikut menikmati permainan Elyan. Sekarang, aku telah menjadi ganis binal dan penuh nafsu yang bangga mempertontonkan kemolekan tubuhku pada lelaki lain.