Diketik dengan penuh harap, mampu menyenangkan sesama.
Sekedar pengisi waktu luang, supaya bisa lanjut berjuang.
Demi mendapat sekarung uang
Suntuk melanjutkan cerita lama yang masih lanjut proses pembuatannya, ane mencoba inspirasi lain ke cerita baru
Kedatangan si Buah Hati
Aku benar-benar mengingat malam itu. Malam dimana aku dikejutkan dengan kehadiran orang yang tak pernah kusangka-sangka sepanjang hidupku. Orang yang hingga detik ini ada dihatiku.
Sedari pagi, hujan turun dengan deras, disertai petir yang menggelegar. Barsahut-sahutan dengan kilatan super terang dilangit yang gelap. Deru angin berhembus dengan dahsyatnya. Menerbangkan segala sesuatu yang dianggapnya tak penting. Seperti rasa lapar diperutku yang minta diisi semenjak aku membuka mata.
Aku sedang bersantai disofa panjangku, tak peduli dengan segala kegaduhan alam diluar sana. Kaleng soda di tangan kiri dan penis tegangku di tangan kanan. TV dihadapanku, sedang memutar salah satu adegan film dewasa kegemaranku. Film yang untuk sebagian orang adalah sebuah hal yang tabu. Namun tidak denganku. Karena aku begitu menyukai adegan bercinta melalui jalur belakang.
Yup, aku sedang menonton film porno dihari liburku. Dan aku tak peduli dengan suara desahan nikmat yang terdengar begitu lantang, keluar dari mulut artis-artis itu. Pikirku, ini kamarku. Aku sudah bayar, dan masa bodoh dengan privasi orang lain yang terganggu. Semisal jika mereka, juga mendengar desahannya.
Aku tinggal diappartemen ini seorang diri. Pindah sekitar dari 3 tahun lalu, disaat aku harus merelakan kehilangan wanita separuh hidupku. Yula Yosanti, wanita yang sudah kunikahi selama 16 tahun.
Yah, mungkin perpisahan itu bukan sepenuhnya karena kesalahanku. Karena pandemi juga mempengaruhi semua kesialan dalam hidupku.
Sebagai seorang wirausaha, lockdown yang berkepanjangan sangat memberikan sebuah pukulan telak bagiku. Usaha yang menurun, rejeki yang berkurang, hingga kesabaran yang menipis. Semua itu berakumulasi menjadi satu, dan meledak ketika aku sama sekali tak punya asset lagi untuk diberdayakan. Semua telah habis karena ‘virus’ sialan yang menggerogoti perekonomian dunia. Termasuk semua pundi-pundi danaku.
Berbulan-bulan, aku dan istriku cek-cok. Barang-barang kami habis terjual. Tak ada kecocokan, tak ada keselarasan, dan tak ada solusi. Yang ada dibenakku dan istriku hanyalah pembenaran dari ego masing-masing, tanpa ada yang mau mengalah.
Aku yang teguh menjaga asset demi menunggu usaha yang tepat. Istriku bersikeras menjual asset demi memutar roda kehidupan. Yang masih harus terlihat glamour.
Mungkin karena Yula memiliki latar belakang orangtua yang berada, semua serba tercukupi, dan agak dimanja, merasa kesulitan untuk memposisikan diri ketika sedang dalam kondisi serba kekurangan. Jika dulu ketika aku jaya, semua keinginannya bisa segera aku kabulkan, ketika pandemi, semua berubah 180 derajat.
Serba sulit. Serba hemat. Dan serba penuh perhitungan. Sehingga supaya kami dapat melangsungkan ego masing-masing akhirnya kami memilih untuk pisah. Dan kembali kerumah orangtua kami masing-masing. Demi sekedar mencari ketenangan ditengah situasi yang tak terkendali.
Namun, sepertinya itu bukan langkah yang tepat.
Karena ketika aku memutuskan untuk pisah, ada sesosok pria, Alex. Yang secara terang-terangan mendekati istriku. Ia lebih mapan, lebih memiliki jaminan hidup, dan aset yang melimpah. Bahkan satu hal yang membuatku begitu emosi, istriku dengan sukarela, memilih tinggal bersamanya. Bukan karena harta, melainkan karena sosok pria itu lebih jago diranjang.
Aku kalah telak. Tak mampu membalas sedikitpun. Sainganku terlalu kuat. Terlalu hebat.
Dan aku, seketika merasa menjadi seorang pecundang. Yang tak mampu merebut Yula dari tangan lelaki lain yang sama sekali tak berhak atas diri istriku.
***
Tiga tahun, adalah waktu yang tak sebentar. Dan proses melupakan rasa sakit hatiku karena kalah bersaing dengan pria lain, adalah hal yang cukup susah. Namun, karena aku memiliki kesibukan, perlahan-lahan aku dapat mulai melupakannya.
TOK TOK TOK
Terdengar suara ketukan di pintu appartemenku
Sengaja, tak kuhiraukan suara itu. Karena aku sudah paham benar, jika di jam-jam menjelang maghrib seperti ini, adalah waktu terbaik ibu kamar ujung apartemen, untuk mengganggu kesenanganku.
TOK TOK TOK
Lagi-lagi, suara ketukan terdengar berirama. Namun kali ini lebih keras.
TOK TOK TOK… TOK TOK TOK… TOK TOK TOK…
Dan lebih lama.
TOK TOK TOK…
“ARRRGGGHH KAMPREET….” Gondokku dalam hati karena mendengar gangguan yang terus menerus itu. Membuat penis tegang yang ada didalam kocokan tanganku, perlahan melemas. Tak bernafsu karena titik fokusku hilang.
Sebenanya, aku tahu siapa pengetuk pintu itu. Nenek-nenek peyot pemilik kontrakan yang selalu mengganggu kesenanganku ketika menonton adegan dewasa di TV ini.
“Mati’in TV woiy! Dasar laki-laki pengangguran tak ada guna! Mati’in TVnya….!” Tebakku dalam hati mengenai kalimat yang bakal disampaikan oleh nenek renta, jika aku membuka pintu apartemenku. “Udah tua gini, mbok ya tau diri. Nonton bokep kenceng-kenceng. Kaya gapunya penyaluran aja..!” Yah. Begitulah kira-kira apa yang bakal aku dengar beberapa saat lagi.
TOK TOK TOK… TOK TOK TOK…
Terus saja pintu apartemenku diketuknya.
“Sumpah Deh. Kalo aja tuh nenek berumur 20 tahun lebih muda. Bakal aku ajarin cara menikmatin hidup…”Umpatku. Membayangkan akan apa yang bakal terjadi beberapa saat setelah aku membuka pintu. Kutarik tubuh mudanya masuk. Kulucuti semua pakaiannya. Kurebahkan dengan payudara yang rata dengan tempat tidurku. Kutinggikan pinggulnya lalu kusetubuhi dengan kasar, hingga subuh menjelang.
Cantik memang jika kulihat paras aslinya tuh nenek. Jadi kebayang, betukan aslinya 20 tahun lalu. Hanya saja, sekarang bukan nenek-nenek target operasiku.
TOK TOK TOK…
“Kenapa Sih Nek…?” Teriakku lantang dengan posisi masih diatas sofa. “Gabisa apa ngebebasin aku sedikit aja? Udah tahu aku lagi enak-enak nonton. Selalu aja ngeganggu!!!”
Aku sudah terlalu penat. Terlalu meluap karena emosi yang tertahan terlalu lama. Walau bisa saja
aku kecilkan suara volume TV-ku. Tapi bodo amat. Apartemen ini adalah milikku. Aku beli pakai duitku sendiri. Dan aku berhak mau ngapain aja. Termasuk menyetel tayangan dewasa dengan suara yang membahana.
TOK TOK TOK
“Nenek renta sialan,..” Kataku memutuskan untuk mengakhiri horor suara ketukan pintu yang menyebalkan itu. “Oke… Akan kulayani semua omelanmu. Nenek-nenek brengsek…”
Akhirnya, dengan rasa dongkol. Aku beranjak dari sofaku. Melangkah malas melintasi kamar-kamar kosong di apartemenku. kearah pintu.
TOK TOK TOK…
“IYE IYEEEE… Aku ngerti….!!!” Teriakku lantang dari dalam. Sambil bersungut-sungut, aku melangkah menuju pintu kamarku. Kuputar kunci pintu, kuraih gagangnya, kubuka lalu dengan segenap kekesalanku. Setelah itu aku teriak. “Apaan Neeekkk? Udah bau tanah aja masih ngegang….. “
“SIALAN….”
Aku tercekat
Ternyata, suara ketukan yang menggangguku tadi, bukanlah berasal dari si tetangga apartemen itu. Melainkan Dari sosok gadis mungil dengan kondisi tubuh yang basah kuyup.
Baju tipisnya basah, branya membayang jelas. Membuat payudara bulatnya terihat begitu menonjol. Celananya begitu pendek, memperlihatkan kaki jenjangnya yang mulus, dengan bulukuduk yang berdiri. Karena dingin dari tiupan angin diluaran sana.
“AYAH….” Panggil gadis mudah itu
“Astaga… Febby…” Jawabku kaget sekaget-kagetnya.
BRAAAKKKK
Tanpa berpikir panjang, secara spontan aku langsung menutup pintu apartemenku. Berharap apa yang ada dihadapanku barusan, menghilang dan tak kembali.
Didepan pintu apartemenku, berdiri putri kandungku. Yang 3 tahun lalu kutinggal bersama istriku. Febby Aristania. Gadis mungil bermata lebar dengan rambut hitam pekat yang begitu panjang. Satu-satunya buah hati hasil pernikahanku dengan Yula Aria.
Kenapa ia tak sedari dulu tinggal bersamaku? Karena aku tak dapat hak pengurusan anak. Yah selain dulu aku tak memiliki apapun untuk dapat membesarkan dia. Sehingga aku harus merelakannya hidup bersama ibunya.
TOK TOK TOK
“Ayah…” Pangil Febby dari luar pintu sambil terus mengetuk-ketuk, “Ayah… Bukain pintunya Yahh… Aku kedinginan…” Ucapnya sambil terus membenturkan tulang jemarinya. Meminta ijin masuk dan bertemu denganku.
Tanpa membuka pintu. Aku mengawasi Febby dari lubang intip yang tersedia disitu. Mencoba Mengawasi gerak-gerik Febby diluar sana.
Gadis mungil itu tampak begitu kebingungan. Celingukan kekiri dan kekanan sambil berkali-kali menyeka wajahnya yang basah. Menggosok-gosok lengannya berharap ada sebuah kehangatan dengan jari-jari mungilnya yang keriput. Sesekali, Febby juga menelungkupkan tangannya didepan mulut, sembari meniupkan udara panas kedalamnya.
Kasihan sih aku melihatnya. Tak tega. Hanya saja, aku tak tahu harus berbuat apa.
“Ayah. Tolong. Biarin aku masuk dulu Yah..” Ucapnya dengan tatapan penuh harap kearahku yang ada dibalik pintu.
WUUUUUSSSSSS
Angin kencang tiba-tiba menderu. Meniup udara dingin yang disertai air hujan kesegala arah. Menghembuskan suasana basah kearah tubuh putriku yang masih ada diluar pintu.
Menggigil. Kedinginan dan putus asa. Febby langsung jongkok dibalik pintu kamar sambil memeluk kakinya. Terlihat bibinya begitu keriput, dan sedikit membiru
“Kamu ngapain kesini sih…?” Teriakku kearah pintu. Dari dalam ruangan apartemenku yang hangat.
“Aku kangen Yah… Aku pengen ketemu Ayah…” Jelasnya lantang sambil berulang kali, ia meniup kepalan tangannya.
“Mau ketemu? Ngapain…?”
“Ayolah Yahhh. Bukain pintunya dulu dong. Aku pengen ngomong sesuatu ama Ayah…”
“Khan ada telephon….” Tolakku terus berusaha menghindar.
“Aku ga punya nomor Ayah. Aku bisa tahu apartemen ini juga karena mencuri-curi alamat dari kontak Mama. Aku bingung Yah..” Jelas Febby.
“Kalo kamu bingung, ngapain kesini? Khan ada Mama-mu…” Tolakku dengan nada tinggi. Masih kukuh dengan pendirianku, “Gausah kesini. Tanya aja dia..”,
“Ihhhs Papa. Ayolah bukain pintu. Aku kedinginan nih. Lagian… Emang kenapa sih kalo putri kandung Ayah pengen maen kesini…?”
“Ayah lagi sibuk Sayang. Ayah banyak kerjaan. Jadi. Mending kamu pulang aja….”
“Helloow…? Ayah ga ngeliat? Ujan dan petir diluar sana masih menggelegar…?” Tanya Febby sambil memutar mata bulatnya, “Diluar masih ujan deras Yah. Angin kencang sekali. Dan lagi, aku nggak punya tempat buat neduh selain disini…”
“Hhhhhh….” Helaku menarik nafas panjang. Selalu deh, ketika permintaannya tak dikabulkan, putriku akan menggunakan senjata andalannya. Sebuah cerita yang dibalut derita. Yang selalu berhasil membuatku iba
TOK TOK TOK
“Ayolah Yahhh. Bukain pintu sebentar aja…. Pleasseeee…Aku udah kedinginan banget nih.. Aku juga udah kebelet pipis karena kebasahan gini..” Kata-kata andalan Febby ketika ia sudah terhimpit akan keadaan, “Ayah nggak mau khan. Kalo aku ngompol disini..?”
CTAAARRRR GLEEDAAARRRR
Suara petir dan kilat tiba-tiba menggelegar. Mengagetkan ku yang sedang emosi.
“Ayah…. Pleeeaaseeeee… Aku takuuuuttt….”
“Arrrggghhh… Kampret….!” Umpatku pasrah, dan akhirnya kubuka pintuku kembali
CKLEK
“Makasih Ayyaaaaahhhhh….” Senyum Febby yang buru-buru bangun dari duduknya. Ngeloyor masuk. Mengamit tanganku dan menciumnya pelan.
CUUPP
“Enak ya Yah. Tinggal disini. Bisa bebas nerima tamu dengan kondisi apa adanya. Sampe bisa telanjang tanpa khawatir ataupun malu…” Senyum Febby sambil melirik organ kelamin yang menjuntai panjang di bawah pusarku.
“ASTAGA..” Kagetku. Lupa akan ketelanjanan tubuh bawahku. Gara-gara masturbasi sambil menonton film porno, aku sampai lupa mengenakan celana sama sekali ketika membuka pintu. SIALAN.
BRAK
Aku lagi-lagi aku menutup pintu apartemenku. Berlari meninggalkan puriku yang masih terpaku di pintu apartemen. Menuju sofa tempatku tadi mengocok dan menarik celana kolorku. Dan buru-buru memakainya kembali
Tak lupa, aku juga mematikan TV yang masih masih bersuara lantang. Penuh dengan adegan erotis wanita yang sedang asyik bersetubuh. Melalui jalur belakang.
Setelah berpakaian lengkap, aku kembali ke pintu dan membukanya lebar-lebar. Sejenak, aku perhatikan keluar. Kekanan dan kekiri kamarku. Memeriksa keberadaan orang lain selain putriku. “Kamu kesini sama siapa? Sendiri?”
“Iya. Aku kesini sendiri. Emang kenapa Yah?” Heran Febby yang juga ikutan curiga. Celingukan kesana kemari, entah ingin menemukan apa, “Aku nggak sama siapa-siapa kok. Mama ama Alex ga ikut. Kalo itu yang Ayah khawatirin.”
Fiuh. Ada sedikit rasa lega sekaligus tenang dari kalimat putriku barusan. Bersyukur, karena tak ada istriku atau lelaki sialan itu bersamanya.
“Yaudah. Ayo masuk…” Ajakku sedikit menarik maju tubuh basah putriku. Sedikit masuk kedalam apartemen. “Tunggu disitu. Jangan kemana-mana..” Perintahku yang buru-buru bergegas kearah kamar mandi. Mengambil handuk kering lalu kembali kedepan. Kurentangkan handuk superlebar itu lalu kubalutkan rapat-rapat ke tubuhnya.
“Buka bajumu gih. Keringin tuh badanmu. Ayah ga ingin kamu sakit cuman gara-gara keujanan gini..” Ucapku sambil menggosok-gosok rambut kepalanya, “Kalo masih kediginan, mandi aja sana. Ada air hangat. Lumayan bisa ngebuat badanmu ga bikin kedinginan..” Cerocosku spontan. Seolah Febby masih anak-anak.
Dan seolah masih anak-anak, Febby pun menuruti semua perkataanku. Ia lalu membuka kaos kuning tipisnya yang benar-benar basah karena hujan. Ia juga melepas celana pendek orange-nya dan membuang kesamping. Sekarang tubuh Febby hanya tinggal bra dan celana dalam berwarna biru yang senada.
“Bawa baju basahmu ke ruang cuci di pojok kamar ayah. Kamar mandi ada disebelahnya.”
“Makasih Ayah. Aku sayang Ayah…” Ucap Febby yang tiba-tiba memeluk tubuhku erat.
“HEEH LELAKI MESUM… TUTUP PINTUMU… Dasar ga punya otak. Tak tak tahu diri…” Suara serak wanita, tiba-tiba terdengar memekakkan telinga. “Udah tua tak tahu malu. Masih aja bawa-bawa perek kemari…” Celotehnya sambil menunjuk-nunjuk kearahku dari luar pintu.
“HEEH… Jaga BACOTmu nenek peyot. Ini putriku. Anak kandungku…” Ucapku sedikit tersinggung karena dugaannya pada putriku.
“Yaa, Yaa. Yaaa. Dulu bilang keponakan. Dulu juga bilang sepupu. Sekarang bilang putri kandung. Cuih. Suka-suka lu dah…” Ledek nenek tua itu sambil meludah kearah pintuku. Menodai kesucian apartemenku dengan lendir kebencian dari mulutnya, “Moga-moga kali ini, putri kandungmu bisa menyadarkan ayahnya supaya bisa berubah. Tak jadi orang yang cabul mesum, yang ngehabisin umurnya hanya dengan nonton film porno setiap hari…”
“Udah-udah. Buruan balik sana ke kandangmu Nek. Gusah ikut campur urusan orang…” Ucapku sambil menutup pintu apartemen keras-leras.
BRAKKK
“Siapa tuh Yah…?” Tanya putriku sambil menggigit bibirnya. Menahan tawa karena drama tetangga barusan.
“Nenek Lampir….” Jawabku ketus sambil mengunci pintu.
Dan, ketika aku membalik badan, aku dikejutkan oleh sebuah penampilan yang begitu membuatku terpana. Beberapa kali aku kejapkan mata. Sedikit mengucek dan melotot.
“Febby,,,.?” Ucapku lirih. Melihat penampilan putri kandungku yang begitu berbeda.
Dalam balutan handuk, aku baru sadar jika dia sudah melepas pakaian basahnya. Rambutnya basah, pundak, perut dan pahanya terekspos, hingga membuat penampilannya benar-benar menggoda.
“Pantes…” Celetukku singkat mendengus tipis. Menyadari sebab, kenapa nenek reyot tadi mengira jika febby adalah seorang pelacur.
Benar-benar berbeda.
Terakhir kali aku melihat putri kandungku, adalah ketika ia berumur 15 tahun. Masih mengenakan seragam putih abu-abu. Dan sekarang, 3 tahun kemudian, putriku telah berubah. Seperti ulat yang berubah menjadi kupu-kupu, sosok kurus tubuhnya dulu menghilang. Menjadi terlihat begitu mempesona.
Tubuhnya Sekarang berisi. Wajahnya tirus, kawat giginya hilang, payudaranya besar, dengan perut kencang dan pinggul yang sangat ramping. Bokong membulat indah, pahanya panjang dengan betis yang begitu mulus tanpa luka sedikitpun.
Sekilas, aku melihat sosok putriku bagai artis film porno yang sering aku tonton. Dan sekarang, artis porno itu seolah keluar dari TV. Menemaniku disini, dengan wajah polosnya dan handuk yang mulai basah.
“Ayah? Ayah…?” Panggil Febby sambil melambaik-lambaikan tangannya diwajahku, “Hallo. Ayah…?”.
“Eh…?” Kagetku. Langsung tersadar karena penampakan cantik putriku.
“Kok bengong Yah…?”
“Bengong? Ah. Enggak. Ayah cuman pangling aja ngelihat kamu..”
“Pangling-apa pangling?”Goda Febby, “Kalo pangling. Kok ada yang menonjol dibawah situ. Hihiihi…” Canda Febby sambil menunjuk kebagian bawah tubuhku dengan mulutnya.
Ah. Sial. Aku terangsang. Keseringan menonton film porno, memang membawa dampak negatif. Slaah satunya seperti ini. Ketika melihat tubuh molek putriku, secara tak sadar, aku jadi sering membayangkan adegan mesum di sekelilingku. Termasuk kepada Febby. Putri kandungku yang sedang berdiri menatap bengong kearahku.
“Ehh. Udah-udah. Buruan mandi sana gih. Ayah mau beberes dulu…” Kataku yang langsung menggiring putriku kearah kamar mandi. Berharap ia sedikit lupa mengenai kejadian barusan.
***
“Febby…” Panggilku dari depan pintu kamar mandi. “Febby…?”
“Eh ya Ayah…?” Jawab putriku yang sibuk keramas, sambil membilas rambut panjangnya.
“Mie rebus atau mie goreng? Matang biasa atau matang sekali?”
“Aku mau mie goreng aja Yah. Mienya matang biasa aja. Terus…”
“Telur ceploknya dua. Digoreng setengah mateng. Kasih garem dikit trus diambahin sambal instan disamping piring…” Potongku yang langsung menyebutkan semua kebiasaan pesanan Febby ketika meminta menu mie instan.
“Oooh. Ayah..” Haru putriku. Ketika aku masih begitu hafal diluar kepala mengenai semua kegemarannya, “Ayah masih inget semua..?
“Hehehe. Teh manis hangat. Celup dengan air mendidih. Dan gula setengah sendok? Baik Tuan Puteri. Makanan sebentar lagi siap.” Sambungku mengacungkan jempol.
Ternyata, Febby yang sekarang masih sama. Seperti febby 3 tahun lalu. Masih menggemaskan. Polos. Dan.
Menggiurkan.
Betapa tidak, dihadapanku, putriku mandi dengan pintu kamar mandi yang tak tertutup. Benar-benar terbuka lebar.
Aku jadi teringat, sebab Febby tak bisa mandi dengan menutup pintu. Itu dikarenakan oleh film horor yang sempet kami tonton ketika ia masih duduk di bangku kelas 5 SD. Di film itu salah satu pemeran utamanya mati dibunuh secara sadis di kamar mandi. Dan sepertinya hal itu yang membekas di benaknya. Oleh karenanya, semenjak saat itu, putriku jadi benar-benar takut untuk kekamar mandi.
Okelah, kalo dulu mungkin tak begitu masalah. Karena putriku masih kecil.
Tapi sekarang, ia sudah beranjak dewasa. Semua asset kewanitaannya sudah terbentuk dengan sempurna. Bahkan dimataku terlalu sempurna.
Dalam guyuran shower air hangat, aku bisa dengan jelas melihat payudara bulatnya yang ranum. Dengan putting berwarna merah cerah. Otot perutnya yang bergaris. Dan vaginanya yang tembem tanpa rambut sedikitpun.
Persis. Seperti model-model tubuh artis porno idaman, yang selalu kucari ketika aku hendak bermasturbasi ria.
“Ayah? Ayah..?” Panggil Febby lagi sambil melambai-lambaikan tangannya. “Kok bengong Yah? Banyak pikiran ya?” Sambungnya lagi sambil mencubit pipiku.
“Eh. Enggak…”
“Enggak apaan. Dari semenjak Febby dateng aja Ayah sering bengong kaya barusan..”
“Enggak kok. Ayah lagi mikir aja. Mau makan apa ya kita nanti…”
“Hahahahaha…” Tawa Febby terbahak-bahak, “Ayah pikun..!” Celetuknya lantang. “Barusan kan Ayah mau bikin mie instan Yaaaahhh. Tuh lihat. Ditangan ayah udah pegang bungkus mie dan telur…”
“Ehh.. Iya ya? Hehehehe…” Balasku kikuk melihat bahan masakan ditanganku.
“Yaudah Ayah. Abis gini kita makan bareng ya. Aku mau kelarin mandi dulu…”
“Eh iya. Mandi ya. Yang bersih ya..”
“Hihihi. Ayah lucu banget deh kalo lagi bengong.”
“Eh..? Bengong…?”
“Iya. Tuh luhat. Tonjolan kolornya nongol lagi.” Tunjuk Febby lagi-lagi memajukan mulutnya. Kearah selangkanganku.
“Tonjolan kolor?” Tanyaku mengikuti arah pandangan mata Febby.
“Ahhh. KONTOL SIALAN. Bisa-bisanya ngaceng mulu ngeliat tubuh putri sendiri.. ” Batinku sambil mengetuk pikiran mesum yang berseliweran didalam kepalaku.
“Sepertinya, aku harus mengurang-ngurangi nonton film mesum itu…” Umpatku sembari beranjak meninggalkan putriku yang masih mandi dengan pintu yang masih terbuka lebar.
Bersambung,