Ini Thread pertama ane. Mohon dimaafkan kalo berantakan ya. Maklum pake hape. Cerita ini juga hanyalah fiktif dan khayalan ane aja. Selamat menikmati.
————————————————-
Saya bekerja di salah satu perusahaan swasta di Ibukota, dimana lingkungannya mayoritas adalah warga keturunan (Chinese). Termasuk atasan saya. Dia adalah seorang wanita berusia sekitar 41Tahun. Memiliki 2 orang anak. Sebagai seorang sales, saya banyak sekali berurusan sama atasan saya untuk diskusikan hal-hal yang penting, sehingga sudah pasti intensitas percakapan kami menjadi sangat sering. Bahkan bisa dibilang tidak kenal waktu.
Suatu hari saya diutus oleh kantor untuk mewakili kantor untuk hadir di event di luar kota, yang ternyata dari manajemen diwakili oleh atasan saya langsung. Sampai detik keberangkatan, sama sekali tidak ada terbersit di kepala saya untuk melakukan hal yang diluar batas hubungan profesional dengan atasan saya. Karena selama ini pun percakapan kami tidak pernah lebih dari soal membahas pekerjaan.
Setibanya di lokasi event, kami check in sesuai dengan jatah kamar yang sudah diberikan oleh kantor. Pada hari itu belum ada acara karena acara baru akan ada esok harinya. Dan saat itu hari masih sangat terang dan cerah.
Kriiingggg……
Telepon kamarku berbunyi.
Aku: “Halo?”
Suara diseberang sana yang sangat familiar menyapa.
“Di, udah selesai beres-beres? Masih siang ni. Kita cari makan dulu yuk!” Aku mengiyakan dan singkat cerita kami menikmati makanan khas setempat hingga sore tiba. Dan kami un kembali ke hotel.
Namun hal yang tidak diduga ternyata terjadi.
“Di, mampir ke kamar saya dulu aja ya. Iseng sendirian, lagian masih sore juga.” Ajaknya.
“Ok, Bu. Kebetulan saya juga males bengong sendirian di kamar. Yang ada nanti malah mikir yang engga-engga lagi.” Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutku. Tidak disangka ternyata respon yang diberikan Bu Nadia diluar dugaanku. “Ya, gapapalah. Kan udah dewasa juga.” Kata itu keluar dari mulut Bu Nadia dengan dihiasi senyuman yang sangat menggoda. Senyuman yang belum pernah diberikan sebelumnya.
Kemudian aku yang sebelumnya tidak ada pikiran aneh-aneh, mulai memerhatikan sosok Bu Nadia, atasanku.
Sebagai seorang keturunan, kemolekan tubuhnya tidak bisa dipungkiri keindahannya. Kulit yang putih mulus. Tinggi badan 160 Cm dengan berat badan yang proporsional. Buah dadanya tidak terlalu besar, namun yang membuat aku berdesir adalah ketika memerhatikan leku punggung hingga bokongnya yang terbentuk dengan sangat sempurna. Ditambah hari itu Bu Nadia hanya mengenakan kaos ketat kuning dan celana Hot Pants putih. Membuat kemulusan kulitnya termpampang begitu indah.
Di kamar kami duduk ditepi tempat tidur dengan posisi berhadapan. Saling bercerita diluar urusan pekerjaan.Termasuk urusan keluarga. Dari situ aku tahu bahwa Bu Nadia yang selama ini terlihat baik-baik saja ternyata memiliki rumah tangga yang tidak harmonis. Suaminya tidak bekerja dan lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah. Hal ini membuat Bu Nadia harus banting tulang menghidupi keluarganya dan anak-anaknya yang mulai banyak kebutuhannya.
Ketika bercerita tanpa disadari Bu Nadia meneteskan air mata, dan aku merasa haru dan dengan reflek memeluk dan menyenderkan kepalanya dibahuku. Bu Nadia merespon dengan melingkarkan tangannya kepunggungku. Buah dadanya menyentuh dadaku. Hal ini membuat pikiranku berkecamuk. Darah ditubuhku tiba-tiba terasa mengalir begitu deras dan sontak membuat penisku menegang.
Kuusap-usap punggungnya berusaha menenangkan. “Bu, mumpung lagi disini kalau Ibu mau melepas penat dan sejenak keluar dari kehidupan nyata. Aku mau koq Bu nemenin.” Entah keberanian dari mana yang mendorongku berkata seperti itu. Awalnya aku takut dia akan marah menamparku. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Ia kemudian melingkarkan tangannya dileherku dengan mengusap kepala bagian belakangku.”Makasih ya,Di. Kamu udah baik sama Ibu.” Mata kami bertemu. Dan entah siapa yang memulai. Bibirku sudah mendarat di Bibirnya.
Awalnya hanya sebuah kecupan kecil. Kami saling tertegung dan saling menatap. Beberapa detik kemudian aku menarik kepalanya dan mengecup bibirnya dengan pagutan yang menggebu. Bu Nadia pun membalas dengan melumat habis bibir bawahku, kemudian ia menjulurkan lidahnya menyapu mulutku.
Tanganku mulai menjelajahi lekuk tubuhnya yang indah dan mulus. Hingga mendarat di buah dadanya yang kenyal. Aku mainkan gunung kembar itu dari luar kaosnya.
“Hhhhhmmmm…” Bu Nadia mulai mendesah halus tanpa melepaskan ciumannya.
Tanganku. Menelusup kebalik kaosnya dan mencari pengait BH kemudian melepaskannya. Setelah terlepas aku segera meremas kembali dengan remasan halus. Putingnya yang lembutpun menegang. Aku yang sudah tidak tahan akhirnya melucuti kaos yang kukenakan. Dan Bu Nadiapun melakukan hal yang sama. Kami bertelanjang dada.
Aku menarik tubuhnya untuk mendekat dan kembali berciuman. Buah dadanya yang kenyal menyentuh dadaku membuat darah ditubuhku semakin deras mengalir. Aku mengangkat tubuh mungil Bu Nadia ke tengah tempat tidur dan dengan keadaan telentang, aku menciumi lehernya dan turun menelusuri setiap inchi kulitnya yang putih hingga bertemu dengan batas celananya. Akupun segera mencari kancing celananya dan membukanya. Bu Nadia membantu dengan mengangkat pinggulnya sehingga aku dapat meloloskan celananya dengan mudah.
Termpampang sudah tubuh mungil yang polos itu. Walaupun sudah memiliki anak 2, namun keindahan tubuhnya masih seperti gadis. Hanya puting buah dadanya terlihat sudah pernah menyusui.
Mulutku kembali menelusuri hingga tiba di vaginanya yang ditutupi bulu-bulu yang tidak terlalu lebat. Rupanya Bu Nadia rajin juga mencukur bulu kemaluannya.
Lidahku mengenai klitoris dan memainkannya.
“Ahhhhh.. Rudi. Nikmat banget sayang” Bu Nadia mulai mengeluarkan kata-kata mesum menunjukkan dirinya yang mulai tidak terkontrol. Lenguhannya yang cukup nyaring kadang membuatku khawatir suaranya akan terdengar oleh tamu di kamar sebelah, atau orang yang kebetulan lewat di depan kamarku. Namun karena hawa nafsu yang sudah diubun-ubun, akupun tidak memedulikan hal itu.
“Terus sayang, enak banget sayang” Tangannya menekan kepalaku dan kakinya melingkar dipunggungku seakan memerintahkan untuk jangan berhenti melakukan apa yang sedang aku lakukan saat ini.
Tidak berapa lama kemudian tubuh Bu Nadia mengejang dan tekanan pada kepala dan punggungku bertambah kuat. Disertai dengan lenguhan yang cukup panjang dan keras.
“Aaaahhhhhhh…….”
Aku keluar sayang. Bu Nadia menarik kepalaku dan wajah kami bertemu. Kami kembali berciuman.
Aku yang belum tertuntaskan segera mengarahkan penisku dengan tangan kiriku ke lobang vagina Bu Nadia yang sudah dibasahi oleh cairan kenikmatan bercampur liurku.
Setelah ujung penisku berada dimulut vaginanya, aku menekan pinggulku.
Slebbbb….
Penisku masuk dengan sempurna disertai dengan lenguhan dan pinggang Bu Nadia yang terangkat karena kaget bercampur nikmat.
Akupun melenguh tanpa kusadari.
“Oohh Bu Nadia, vagina Ibu masih rapet sekali dan nikmat.”
“Iya karena anak-anakku dua-duanya cesar.” Hal itu menjelaskan garis bekas operasi dibawah perutnya yang tadi aku lihat.
Aku mulai melanjutkan dengan mengayunkan pinggulku. Penisku keluar sampai sebatas kepalanya dan kembali aku benamkan hingga mentok.
Aku goyangkan dengan perlahan sambil menciumi bibir,wajah,dan bagian leher Bu Nadia. Terkadang bergantian turun ke Buah dadanya sambil tanganku meremas buah dadanya. Kumainkan putingnya dengan lidahku.
“Aahh sayang enak banget.”
“Terus sayang, aku mau keluar lagi. Goyang yang cepet ya” Pinta Bu Nadia.
Akupun mempercepat ritme ayunan pinggulku. Aku merasakan ada dorongan pada penisku dan mendesak ingin keluar.
“Bu aku juga mau keluar ni.”
“Keluarin didalem aja ya sayang.”
Mendengar itu aku menambah kecepatan goyangan pinggulku dan kedua tanganku memeluk tubuh Bu Nadia. Aku menatap Bu Nadia yang sedari tadi memejamkan matanya dan begitu merasakan kenikmatan permainan ini. Sesekali keluar lenguhan dan kata-kata kotor dari mulutnya.
“Nikmat banget sayang, sebentar lagi sayang”. Tangan Bu Nadia melingkar dipunggungku dan menekan dengan keras. Perutnya terangkat merapat ketubuhku dan kakinya melingkar menekan pantatku.
“Aaaahhhh sayang, Ahhhh….. Aaahhhh”
Dan sesaat yang hampir bersamaan akupun menembakkan spermaku kedalam vaginanya yang hangat.
“Aaahhhh Bu aku keluar….!”
Aku tetap menggenjot pinggulku sampai spermaku habis tertumpah dalam vaginanya.
Kami berdua terkulai lemas. Aku merebahkan tubuhku disamping Bu Nadia.
“Sayang, kamu koq hebat banget sih. Udah berapa wanita kamu taklukkan?” Tanyanya sambil tersenyum.
Aku tidak menjawab pertanyaannya Bu Nadia dan hanya memberikan kecupan lembut ke bibir, pipi, dahi, dan beberapa bagian wajahnya.
Sekian.