Begitulah kadang ada banyak hal di dunia yang ingin kita ketahui. Tak jarang juga ada hal yang kita berdoa semoga tidak pernah tau. Kali ini aku mau berbagi ceritaku. Dan semoga kamu tidak pernah mengalami apa yang aku alami.
Namaku Saka, ini cerita ketika aku masih duduk di bangku SMA kelas XII. Aku terlahir di keluarga yang saling menyayangi. Ayahku adalah seorang pebisnis yang cukup sibuk. Semenjak aku SMP, ayah hampir selalu ada di luar kota untuk urusan bisnis. Ayahku sendiri orangnya supel, ramah ke semua orang. Sifat yang juga aku warisi.
Ibuku bernama Arlina. Meski bukan seorang ustadzah atau semacamnya, namun dia selalu mengenakan pakaian tertutup. Aku sendiri heran bagaimana bisa ibuku yang tampak alim itu menikah dengan ayahku yang jarang ibadah. Berbeda dengan ayahku, ibu sangatlah tertutup dan membatasi interaksi dengan orang lain. Sebuah sifat yang kelak membawanya menuju keruntuhan (atau malah kebahagiaan?)
Aku sengaja tidak memberi ilustrasi tentang ibuku. Silahkan imajinasikan sendiri sesuai keinginan atau ibu kalian. Satu hal yang pasti suara ibuku sungguh merdu, terutama ketika sedang mengaji dan mendesah (eh.)
Sehari-hari ibuku mengenakan pakaian lebar dan kerudung panjang demi menutupi lekukan tubuhnya. Namun aku akan bilang usaha ibuku tidak sepenuhnya berhasil. Tubuhnya seakan dirancang untuk menggoda iman para lelaki.
Jika dirumah, ibu hanya menggunakan daster. Dan bayangkan saja jika pakaian lebar gagal menutup lekukan tubuhnya, apa yang bisa diperbuat daster yang bahkan sudah bolong-bolong. Entah sejak kapan aku bernafsu ingin menidurinya. Hingga suatu hari muncul kejadian demi kejadian yang akan mengubah jalan hidup keluargaku selamanya.
***
H-3
———
“Bu, Saka pamit ya mau berangkat ke sekolah”
“Iya nak, hati-hati ya. Jangan pulang malam-malam”
“Iya bu. Nanti habis latihan aku langsung pulang. Dahh, assalamualaikum”
“Waalaikumussalam”
Lalu aku pun menjalani hari di sekolah seperti anak sekolah pada umumnya. Di kelas 12 ini rasanya hanya tinggal menunggu waktu kami lulus dari sekolah. Tidak banyak ekspektasi karena toh sekolahku tingkat kelulusannya selalu 100%
Sepulang sekolah seperti biasa aku dan teman-temanku nongkrong di warung langganan kami. Kebetulan lokasinya juga tidak terlalu jauh dari rumahku. Iya aku tadi pagi pamit mau latihan, latihan catur. Jadi aku dan teman-temanku meskipun tidak terlalu menonjol di kelas, tapi kamu berkali-kali membanggakan sekolah lewat prestasi kami di bidang catur.
Lalu kami pun pulang. Tak lupa aku membungkus seporsi makanan. Untuk siapa ini? Kamu akan segera tahu.
***
“Makan dulu mang, aku ada nasi buat mamang.” Ucapku kepada seorang pemulung di dekat daerah rumahku.
“Wahh makasih bos. Tau aja ane belum makan dari siang.” Mang Supri namanya, dia tampak sumringah menerima bungkusan makanan dariku.
“Makanya mang kerja yang rajin, jangan nontonin bokep aja” selorohku
“Yee ini mah bukan sembarang bokep. Homemade bos, homemade, bos nyari di internet ga bakal nemu”
“Iya iya deh terserah”
Kami lalu bercakap-cakap sebentar sebelum aku lanjut ke rumah. Aku memang tidak membeda-bedakan pertemanan karena aku percaya semua pasti punya ilmu yang bisa kupelajari. Seperti Mang Supri ini yang pengetahuan sex nya luar biasa banyak. Menurut ceritanya sih mantan istrinya total ada 15. Tapi aku memilih untuk tidak percaya. Lagian artis-artis papan atas juga tidak ada yang mantan istrinya 15. Apalagi Mang Supri.
Hari-H
…….
Namaku Arlina. Di sela keseharianku sebagai ibu rumah tangga aku juga memiliki hobi berkebun. Iseng-iseng berhadiah karena selain membuat pikiran lebih tenang ternyata ada saja temanku yang mau membeli hasil kebunku.
Seperti pagi ini saat aku keluar rumah mau melihat tamanku di depan. Belum jauh aku keluar, pemandangan menjijikkan tampak di mataku.
“Kyaaaaaaaaaaa” aku menjerit kencang
“Heheh pagi bu” ucap seorang pemulung yang mengambil posisi seperti hendak kencing di tembok tamanku
“Pergiii” aku menyuruhnya untuk pergi dan tidak mengotori tamanku
“Tapi saya kebelet kencing bu” ujarnya sambil tersenyum seakan tanpa dosa
“Ya kalo mau kencing di kamar mandi”
“Ibu gimana sih, kan saya pemulung. Mana punya saya kamar mandi. Emang boleh saya numpang di rumah ibu?”
“Jangannn…di tempat lain aja…” mana mungkin aku membiarkan pemulung masuk ke rumah. Mana badannya bau banget lagi
“Yaudah kalo ga boleh masuk saya kencing disini, udah ga tahan soalnya”
Eh… Kok gini… apa iya aku harus mengizinkannya masuk. Selama ini aja aku belum pernah biarin pria lain masuk ke rumah kalo suami dan anakku baru di luar. Tapi kalo ga diizinin nanti dia beneran pipis di taman gimana dong. Akhirnya aku memutuskan
“Kencing aja kan? Yaudah sana masuk, tapi langsung keluar lagi”
“Nah gitu dong, dari tadi kek. Saya udah ga kuat nih nahan-nahan. Yaudah saya masuk dulu ya bu.” Ujarnya lalu asal nyelonong ke dalam rumahku. Mana sendalnya ga dilepas lagi
Beberapa menit kutunggu di luar kok dia belum keluar juga. Aku lalu masuk ke dalam rumah. Huekkk bau banget. Spontan aku menutup hidung. Aduhh ini pasti susah nih ngilangin baunya dari rumah. Persis ketika aku sampai di depan pintu kamar mandi dia juga keluar dari dalam.
“Heheh makasih ya bu udah dibolehin numpang kencing”
“Iyaa sama-sama, sekarang bapak pergi buruan” ujarku sambil masih menutup hidung. Gila bau banget, dia ga pernah mandi apa ya?
“Saya pamit dulu bu, dadah”
Aku tidak memperdulikan ucapannya. Dadah-dadah apaan dikira aku mau ketemu lagi sama dia apa? Aku memeriksa kamar mandi dannn. Kencingnya tidak disiram. Ihhhh kenapa sih cuma nyiram aja gamau.
Dengan rasa dongkol aku menyiram kencingnya. Aku sekalian membersihkan bagian kamar mandi yang lain untuk menghilangkan bau pemulung tadi yang masih menempel. Setelah semua selesai aku muntah-muntah. Hidungku sejak dulu sensitif dengan bau.
Setelah semua selesai aku keluar kamar mandi.
“Wah bu hajjah ternyata cantik ya kalo ga pake kerudung”. Tiba-tiba terdengar suara dari belakangku
“Aaaaaaaaa bapak kenapa masih disini?” Jantungku nyaris copot. Bisa-bisanya pemulung tadi masih berada di rumah. Mana aku terlanjur melepas hijab dan hanya memakai daster waktu membersihkan kamar mandi. Praktis dia menjadi satu-satunya pria selain suami dan anakku yang pernah melihatku dengan aurat terbuka
“Tadi niatnya saya mau pulang. Eh kok ternyata handphone saya ketinggalan. Yaudah saya balik. Gataunya malah liat bidadari” dia berusaha menjelaskan sambil mendekat ke arahku
“Udahh sana pulang pak. Keluar dari rumah saya.” Aku lagi-lagi menutup hidungku. Baunya benar-benar keterlaluan
Bukannya pergi dia malah semakin mendekat ke arahku, “kok ditutupin sih hidungnya bu. Emang sebau itu ya? Heheh maklum saya terakhir mandi dua bulan lalu”
Apaa? Dua bulan lalu? Pantes baunya ga ketolong.
“Udahh pak cepetan pergi dari rumah saya”. Aku berusaha mengusirnya. Hanya dengan ucapan. Tubuhku rasanya tidak bisa bergerak semakin dia mendekat. Hanya kedua tanganku yang berusaha menutup hidungku
Tiba-tiba tangannya meraih kedua tanganku. “Udah bu gausah ditutup. Coba deh sekali-kali cium bau kaya gini”
“Ja..jangann…” Bukan hanya tubuhku, aku sekarang juga kesulitan berbicara. Tubuhku rasanya seperti tersambar petir ketika tangannya menyentuhku
“Badannya ibu bagus juga ya ternyata” sambil tangannya yang satu memegangi kedua tanganku, tangannya yang satu lagi menggerayangi sekujur tubuhku.
“Uu..udahh..pakk.tto..tolongg…” aku berusaha berteriak, tapi yang keluar hanya lirihan
“Jangan teriak-teriak bu nanti didenger tetangga. Ibu ga malu nanti tetangga tau ibu masukin pemulung ke dalem rumah”
Argumen macam apa itu. Kenapa aku harus malu. Jelas-jelas dia yang masuk dengan niat tidak baik. Sayangnya aku tidak punya tenaga untuk berteriak apalagi melawan.
Hal yang terjadi berikutnya adalah dia melemparkanku ke sofa. Seperti boneka yang tidak berdaya aku hanya diam saja ketika dia mengangkat dasterku ke atas…
“Lho bu hajjah kok udah ga pake sempak aja? Sengaja ya mau mancing saya? Heheheh”
Mati aku. Aku memang tidak terlalu suka mengenakan celana dalam. Lebih ke pertimbangan kenyamanan sih. Lagian pakaianku selalu tertutup jadi tidak mungkin keliatan. Siapa sangka hari ini kebiasaanku akan jadi bumerang buatku.
Yang terjadi berikutnya tentu sudah bisa kalian tebak:
“Sslllrrrpp…. Sslllrrrppp… Enak banget tempikmu bu”. Lidahnya menyapu kemaluanku dengan rakus. Sapuan lidahnya berganti menjadi gigitan kecil di klitorisku.
Enggghhh. Aku mati-matian berusaha menahan desahanku. Entah apa yang aku rasakan saat ini. Permainan suamiku selama ini tidak bisa dibilang hambar. Banyak gaya yang kami coba praktikan dan aku selalu puas. Tapi kenapa hanya dalam 15 detik pemulung bau ini menjilati kemaluanku aku hampir meraih orgasme.
“Keenakan ya bu hajjah? Udah gausah ditahan. Lepasin aja. Gaada yang denger kok. Kekekekeke
Seolah mengkhianati pikiranku, aku akhirnya orgasme juga. Orgasme paling hebat yang pernah aku rasakan seumur hidup.
”Slluuurrpppp.. memek akhwat emang gak ada lawan.”
Tak kusangka dia menelan cairan orgasmeku dengan begitu rakusnya. Suamiku saja tidak pernah melakukan hal ini.
Tangannya lalu mengobel kemaluanku. Dia tunjukkan jarinya yang basah oleh cairan kewanitaanku ke depan mukaku
“Nih liat ini punya bu hajjah.”