BIK NIAH yang merawat kakek harus pulang kampung karena anaknya sakit.
Bik Niah adalah seorang wanita berumur paruh baya yang diambil oleh Mama dari sebuah yayasan penyalur tenaga kerja untuk merawat kakek yang hanya bisa berbaring saja di tempat tidur.
Kakek sakit stroke sudah hampir 2 tahun, yaitu setelah beberapa bulan nenek meninggal dunia. Kakek jatuh di kamar mandi saat hendak bangun dari kloset setelah selesai buang hajat.
Untung nyawa kakek masih tertolong. Waktu itu aku sedang sarapan dan mendengar kakek berteriak nama Mama.
“Susiii…!!!”
Ada apa dengan Kakek yang berteriak kencang seperti itu di kamar mandi, tanyaku dalam hati curiga.
Aku segera meninggalkan sarapanku di meja makan dan berlari ke kamar mandi. “Kenapa, Opah?” tanyaku di depan kamar mandi.
Tidak ada jawaban.
Lama…
Lalu aku terpaksa mendorong pintu kamar mandi. Ternyata pintu kamar mandi tidak dikunci dari dalam. Saat itu… astaga… mamaaaaa…. jeritku panik.
Bagaimana tidak panik? Kakek duduk bersandar di dinding kamar mandi seperti pingsan. Tubuhnya telanjang dan bibirnya mengeluarkan darah.
“Kenapa Nofal?” tanya Mama yang sudah berpakaian rapi hendak berangkat melangkah mendekatiku yang sedang berdiri bengong di depan pintu kamar mandi.
“Opah… Maa… Opahh…” jawabku tergagap.
“Kenapa Opah? Astagaa… Papahhh…” teriak Mama saat melihat mertuanya. “Ayo angkat Opah, jangan bengong…!” kata Mama padaku.
Lalu aku dengan Mama mengangkat kakek yang telanjang itu ke kamar. “Tutupin Opah dengan selimut, Mama panggil ambulans!” kata Mama bertindak cepat.
Saat aku mau menutupi kakek dengan selimut, aku sempat melihat penis kakek yang loyo. Masih lumayan panjang, sekitar 13 senti, tapi zakarnya besar sekali. Besarnya seperti tinju orang dewasa.
Singkat cerita, kakek dibawa ke rumah sakit oleh tetangga. Kakek dirawat selama seminggu di rumah sakit.
Dokter yang merawat kakek bilang pada Papa, bahwa harapan Kakek untuk sembuh sangat kecil. Lalu kakek dibawa pulang ke rumah.
Di rumah, Kakek hanya bisa berbaring saja di tempat tidur dan berbicaranya juga tidak jelas. Ak.. ukk.. a.. ukk… kakek dibawa ke dukun, dibawa ke shinse, Kakek tetap tidak bisa bangun dari tempat tidur, dan masih ak.. ukk.. a… ukk… saja ngomongnya.
Karena Mama juga kerja tidak bisa mengurus kakek sepenuh waktu, Papa minta Mama mencarikan perawat di yayasan penyalur tenaga kerja.
Kemudian Bik Inah-lah yang terpilih untuk mengurus kakek makan, mandi, kencing dan buang hajat.
Janda berumur 40 tahun ini tidak diberi kamar, tapi tidur sekamar dengan Kakek. Namun kemudian Bik Niah harus pulang ke kampung karena anaknya sakit types.
Ganti Mama yang mengurus kakek ditengah-tengah kesibukannya. Kadang-kadang aku juga membantu menyuap Kakek makan, atau adikku yang membantu. Pokoknya siapa yang sempat saja di rumah.
Tapi pagi itu aku mendengar suara ‘aneh’ di kamar kakek, yaitu seperti suara orang mendesah, aaa… aaaaa… aaaaa…
Sebab saat itu pintu kamar Kakek tidak tertutup rapat, aku pun pergi mengintip.
Apa yang terjadi di dalam kamar Kakek, membuat aku kaget lebih hebat daripada ketika melihat kakek terjatuh di kamar mandi beberapa waktu yang lalu.
Mama sedang menghisap kontol kakek! Gila… bang**t… lon*e… aku ingin meneriaki Mama begitu dan mengobrak-abrik kamar Kakek. Tapi daripada membuat kegaduhan, lebih baik nanti saja waktu Mama selesai.
Kakek hanya berbaring saja terlentang dengan telanjang di tempat tidur. Tapi batang kontol kakek yang sedang dihisap Mama sangat tegang, kira-kira 16 atau 17 senti.
Kepala Mama turun-naik, sementara tangannya meremas dan mengocok batang kontol kakek. “Ugghhh… aaaaa…. aaaaaaa…. ” kakek mengerang dengan keras.
Mulut Mama semakin liar. Zakar kakek yang besar dihisap-hisap dan disedot. “Agghhhh….!!!” teriak kakek.
Mama segera mengarahkan moncong kontol kakek ke handuk kecil yang sudah disiapkan di atas perut kakek. Air mani kakek menyembur. Pelan.
Crettt…
Creettt…
Crettt…
Creettt…
Air mani kakek encer sekali, Warnanya keruh, bukan putih kental seperti air maniku.
Mama membersihkan kontol kakek yang sudah mengkerut pendek dan jelek itu dengan lap basah, lalu memakaikan celana pendek dan kaos pada kakek.
Aku menyingkir ke dapur dengan dada gedebak-gedebuk gak karuan. Tapi aku nggak berani langsung menggebrak Mama. Nanti membuat Mama malu, aku juga yang rugi.
Lebih baik aku tonton pertunjukan hari berikutnya saja daripada download bokep harus mengeluarkan data internet, ini bokep ‘Daughter & Dad‘ asli, gratis dan tanpa sensor pula.
“Al..laaaahh… Papa, tadi kan udah? Mau berapa kali?” kata Mama ketika gunung di dadanya dipegang oleh Kakek. Mama sudah memakai pakaian seragam siap berangkat bekerja.
Tapi Kakek tidak mau berhenti memegang payudara Mama yang kelihatan sudah agak loncong menggantung terbungkus baju seragamnya. Mama menurunkan tangan Kakek.
“Tapi sebentar aja ya Pa, aku mau kerja!” kata Mama, kemudian terlihat Mama membuka kancing baju seragamnya.
Setelah beberapa kancing bajunya dibuka, Mama menaikkan BH-nya yang berwarna krem, lalu Mama membungkuk menyodorkan payudaranya yang menggantung lembek itu ke mulut Kakek.
Copp… coopp… coopp… kedengaran suara berdecap-decap waktu mulut Kakek menghisap puting payudara Mama.
Darahku benar-benar mendidih.
Hari berikutnya aku bangun lebih pagi.
Di dapur, Mama mungkin baru selesai mencuci pakaian, dia hanya memakai handuk dan berdiri di depan tempat cuci piring mencuci bekas sarapan Papa dan kedua adikku.
Pas waktunya, batinku.
Segera kulepaskan kaos dan celana pendekku. Kemudian perlahan aku mendekati Mama dari belakang. Sebelum Mama sadar akan kehadiranku, segera kujulurkan tanganku menarik handuk yang membalut tubuhnya.
“Set*n!” teriaknya kelabakan mencari barang untuk menutupi tubuhnya yang telanjang.
“Mama yang set*n atau aku yang set*n?!” teriakku membalas dan mencampakkan handuk Mama ke lantai. “Mama pelacur!!”
Plakkk… telapak tangan Mama mampir ke pipiku.
“Kenapa nggak sekalian matiin aku saja Ma, biar Mama bisa bebas bercinta sama Kakek?” kataku memegang pipiku yang terasa perih.
Kaki Mama seperti tidak kuat menginjak lantai. Tubuhnya yang telanjang itu oleng seperti kapal mau karam.
Aku segera menyambut tubuh Mama dalam pelukkanku. Mama menangis terisak, antara sedih dan kecewa telah memukul aku.
“Mama minta maaf, Nofal.” ucap Mama kemudian. “Mama berbuat begitu karna Mama ingin menyenangkan Opamu, dan Mama nggak pernah bersetubuh dengan Opamu, Nak. Opamu sudah dibiasakan oleh Bik Inah begitu, sehingga Opamu ketagihan. Kalau nggak dikasih, Opamu bisa berteriak-teriak…”
Aku terdiam, antara merasa kasihan dan bersalah. Aku melepaskan Mama lalu mengambil handuknya yang kucampakkan ke lantai.
Mama memandang tubuhku yang telanjang dan tersenyum. Mama juga terbuka di depan aku dengan telanjang.
Mama memeluk aku.
“Gendong Mama ke kamar, Noval.” bisik Mama. “Nggak usah bungkus tubuh Mama dengan handuk!”