ANAK SAMPAH
INILAH kisahku: Aku dibesarkan di tumpukan sampah, karena ayah dan ibuku adalah pemulung. Aku sekolah di sebuah SMP yang dibangun oleh pemerintah di dekat tempat pembuangan sampah akhir. Aku duduk di kelas 8. Buat urusan pelajaran, otakku termasuk encer, nilaiku selalu bagus, walau tidak peringkat utama, tapi biasanya masuk 10 besar. Siang itu aku berjalan pulang dari sekolah, aku melihat sebuah bola mengapung di sungai. Pada waktu yang bersamaan, aku melihat Ibuku berjalan mau ke jamban yang terletak di tepi sungai. “Jangan main di sungai. Pulang bantu Bapakmu ikat kardus yang mau dijual.” kata Ibu padaku. “Ada bola di sungai, aku mau ngambil, Bu.” jawabku sambil melepaskan sepatu sekolahku di tepi sungai. Ibu melangkah masuk ke jamban di tepi sungai. Jamban di tepi sungai itu bukan bangunan permanen dari semen, tapi hanya 4 tiang kayu kaso yang ditancapkan dalam dasar sungai, kemudian diberi alas 2 lembar papan untuk kaki berpijak dan ketiga sisinya ditutupi dengan tripleks bekas yang tingginya hanya sepinggang orang dewasa, sedangkan pintunya dari karung bekas terigu. Aku turun ke sungai lewat tangga yang terbuat dari semen. Sesampai di dasar sungai yang airnya cuma setinggi betis, saat aku mau mengambil bola yang tersangkut di tanaman encek gondok, aku mendengar suara air mengucur turun dari jamban ke sungai. Aku segera bisa menebak air apa itu yang mengucur dari lubang jamban. Ibuku kencing! Tiba-tiba aku jadi ingin melihat memek Ibuku. Aku mengurungkan niatku memungut bola. Aku melangkah perlahan mendekati jamban tempat Ibuku sedang berjongkok, lalu menurunkan tubuh kecilku. Ibuku dari atas tidak mungkin dapat melihat aku mengintipnya dari dasar sungai. Yang pertama aku lihat adalah dubur Ibuku yang sedang digantungi ‘****’ segede pisang ambon berwarna coklat tua. Ibu ngeden sekuat tenaga agar geluntungan ‘****’ itu bisa segera turun dari lubang duburnya. Di depan lubang dubur Ibu, terletak memek Ibu yang lubangnya berwarna kemerah-merahan basah. Dipinggir-pinggirnya ditumbuhi jembut berwarna hitam. Aku merasakan kontolku menjadi besar sampai celana dalamku sesak sekali. Itulah pertama kali aku mengenal alat kelamin wanita. Di sekolah, teman-temanku suka sebut-sebut memek, entah mereka sudah pernah melihat belum, yang jelas aku sudah. Sehingga membuat aku jadi sering menunggu ibuku pergi ke jamban di tepi sungai. Aku akan mengikutinya dari belakang, lalu mengitipnya berak dari dasar sungai sambil beronani. Lama kelamaan, akupun ingin tahu bagaimana ayahku mengentot ibuku. Teman-teman sekolahku bilang ngentot itu enak, lebih enak dari beronani. Gubuk kami terbuat dari tripleks bekas, tidak ada kamar tidur. Ayahku dengan ibuku dan aku serta kedua adikku tidur dalam satu ruangan. Setiap malam aku menunggu ayahku mengentot ibuku. Hampir seminggu aku menunggu, tapi tidak semalampun aku melihat ayahku mengentot ibuku. Ayahku tidurnya berjauhan dengan ibuku. Tapi suatu malam, yaitu malam Jumat, ayahku minta ganti tempat tidur dengan adikku yang tidur di samping ibu. Mungkin ini adalah hari baiknya ayah untuk ngentot dengan ibu. Benar saja! Di bawah nyala bohlam 10 watt yang bergoyang-goyang tertiup angin malam, ayah mempelorotkan celana kolornya naik ke tubuh ibu yang berbalut kain yang sudah usang warnanya. Ayah menggoyang-goyangkan pantatnya naik-turun tak sampai 5 menit, lalu terdengar suara ayah mengerang… uugghhh… lalu ayah turun dari tubuh ibu membereskan celana kolornya, sedangkan ibu bangun duduk mengambil kain membersihkan selangkangannya. Setelah itu, ibu kembali berbaring tak mencuci memeknya yang habis dicekoki Ayah dengan air maninya. Ayah pergi dari samping Ibu. Ayah pergi merokok di luar gubuk.
*****
Biasanya seminggu sekali ada mobil bak terbuka yang akan datang mengangkut barang-barang bekas seperti botol plastik, botol beling, koran, majalah dan kardus-kardus yang kami kumpulkan. Barang-barang itu ditimbang dan biasanya yang membeli adalah seorang tauke cina, namanya Ko Acai, perutnya besar seperti lagi hamil. Pas ibu pulang dari jamban, barang-barang kami sudah dinaikkan ke atas mobil oleh Ko Acai. Ko Acai masuk ke gubuk kami. Ibu menyusul, lalu ibu menutup pintu gubuk. Kok membayar harus sampai tutup pintu gubuk, tanyaku dalam hati. Aku tergerak untuk mengintip apa yang terjadi di dalam gubuk kami. Ternyata Ko Acai mengentot Ibu di tempat ayah mengentot ibu beberapa malam yang lalu. Ko Acai ngentot Ibu dengan mengisap dan meremas-remas tetek Ibu yang sudah kempot. Rupanya Ibu menjual dirinya untuk Ko Acai, karena Ko Acai nampak memberikan sejumlah uang pada Ibu setelah selesai Ko Acai memakai celana.
***
Aku naik pitam ingin bilang sama Ayah bahwa Ibu jadi pelacur, tapi Ayah memang lagi tidak berada di rumah. Ayah pergi bangun sumur. Kalau Ayah pergi bangun sumur, 2 atau 3 hari Ayah baru kembali ke rumah dengan rombongannya. Kemudian terbersitlah di pikiranku, nanti malam aku akan mengentot Ibu. Aku berbaring duluan, sehingga adikku yang biasa berbaring di samping Ibu berbaring di tempat aku. Ibuku tidak bertanya dan adikku juga tidak menangis karena aku merebut tempat tidurnya. Menjelang tengah malam, aku mencoba memeluk Ibu. Ibu tidak mendorong aku pergi. Ibu tidur sangat pulas, apalagi tak lama kemudian turun hujan. Setelah memastikan bahwa ibu tidak memakai celana dalam, aku menyibak kain Ibu, lalu naik menindih tubuhnya. Ibu tidak bangun, kontolku lalu mencoblos lubang memeknya. “Aww!!” seru Ibu membuka mata. Karena tergesa-gesa, kontolku tidak berhasil masuk ke lubang memek ibu. “Nusuknya pakai mata, jangan asal saja!” omel Ibu. Ibu memegang kontolku. “Ini baru lubangnya, ayo masukin!” Kedua kaki Ibu merangkul pantatku, lalu pantatku di dorong-dorong ke depan. Sluuttt…. kontolku rasanya menelusuri lubang basah. “Digerakin.” suruh Ibu. Karena sudah melihat bagaimana Ayah dan Ko Acai mengentot Ibu, akupun memaju-mundurkan pantatku. Kontolku rasanya keluar-masuk lubang memek Ibu, saking semangatnya sampai kontolku terpeleset dan ibu harus memasukkan lagi ke lubangnya. “Kencing belum lurus sudah mau ngentot sih… ya begitu!” gerutu Ibu. Akhirnya Ibu menyuruh aku turun dari tubuhnya. Ibu menyuruh aku berbaring. Ibu memasukkan kontolku ke dalam mulutnya. Ibu mengocok kontolku dengan mulutnya. Mulut Ibu rasanya lebih nikmat dari memeknya. Sehingga dalam waktu singkat, tubuhku sudah kejang. Aku lalu melepaskan air maniku di dalam mulut ibu. Akhh…. Ibu tidak segera mengeluarkan kontolku yang lagi berkedut-kedut. Ibu terus mengisap kontolku sampai air maniku tidak muncrat lagi. Ibu menelan air maniku. “Ibu sudah bagi sama kamu, yang tadi siang Ibu lakukan sama Ko Acai, jangan kamu bilang-bilang sama ayahmu, ya?” kata Ibu memeluk aku. “Iya, Bu.” jawabku. Hee… hee.. rupanya Ibu tau aku mengintipnya ngentot dengan Ko Acai. Sampai hari ini, sekali-sekali aku masih mengentot Ibu kalau Bapak lagi tidak berada di rumah.