Selamat malam rindu… Terima kasih atas segala kenangan yang kau berikan dulu. Sejak awal Aku tau, mencintaimu hanya akan meninggalkan pilu, menghujam jantung, merasuk sesak dalam paru-paru. Mencintaimu adalah satu-satunya penyesalan yang datang di pembukaan cerita, sejak awal memang tak ada janji bahwa cerita ini akan berakhir bahagia. Namun apalah daya…Mungkin karena setiap malam, bulan dan bintang terlihat biasa. Karena mereka kalah meriah dari senyum mu yang merekah. Mencintaimu adalah patah hati yang paling disengaja, kenapa? Karena aku tau, bukan aku yang ada di dalam sana, dialah yang beruntung singgah dalam singgasana Indah tak ada dua. Namun izinkanlah aku untuk tetap mencinta. Karena cinta membuat Aku lebih peka. Cinta juga yang mengajari bagaimana perasaan mengalahkan logika, membiaskan nalar untuk sesuatu yang belum jelas tergambar. Saat seisi dunia berpesta pora menyambut hari dimana kau akan bahagia, biarkanlah Aku terus larut dalam perasaan ini, meskipun perihnya terus menyakiti. Sebab rasa sakit ini adalah buah dari perasaan cinta, dan kamu tak ubahnya gula pemanis luka yang paling terasa…
Click to expand…
Cast :
Gista putri as Gista
Disclaimer : cerita ini hanya fiktif semata, bila ada kebetulan atau kebenaran itu hanya kecelakaan saja. jika ada yang muntah darah, segera bawa ke dukun terdekat mungkin ia kena santet. silahkan dinikmati cerita yang dikebut semalam ini, terima kasih bagi para penghuni semprot, jajaran petinggi, para suhu, master, maestro, dan my beloved family, Spartan huhaaa!! akhir kata, selamat membaca… salam, elmoscreamooo
Kepulan asap perlahan tak lagi terlihat dari permukaan cangkir yang berisi kopi, pertanda ia sudah tak lagi panas. Warnanya yang hitam mungkin tak sekelam kehidupanku, entahlah. Kata orang kopi menyebabkan ketagihan, apakah itu benar? Entahlah… Yang jelas aku sekarang hobby menikmati kopi, terlebih kopi hitam kental yang pahit. Entah berapa juta cangkir yang telah menjadi saksi bagaimana aku duduk ditemani kopi yang senantiasa setia. Kata orang kopi itu menyebabkan kecanduan, entahlah… Yang jelas kopi selalu mengindahkan hari-hariku hingga kini tak ada lagi patah hati untuk diratapi. Aroma kopi pahit yang khas seakan menutupi segala kenangan yang aku miliki tentang bagaimana wanginya aroma rambut seorang gadis yang pernah dekat denganku, ahh… Sudahlah. Sama seperti hari-hari sebelumnya, secangkir kopi kini telah berada di hadapanku, warnanya hitam, kelam. Aku minum perlahan, ujung bibir ku selalu akan rindu oleh sentuhan dari kopi yang membuatku nyaman setiap kali meminumnya, rasanya sama saat seorang gadis mengecup lembut bibir ku, rasanya sama-sama pahit, sejak awal aku tahu bagaimana rasanya tapi tetap saja aku tak kuasa menahan hasrat untuk terus merasakan kecupan gadis tersebut dan kopi yang sama-sama pahit. Aku masih duduk di sebuah meja di ruang pantry, cangkir di hadapanku hanya tersisa ampas dari kopi yang tadi menemaniku. Warnanya hitam, legam. Ternyata kopi sama seperti gadis itu, hanya meninggalkan ampas kelam baik di dasar cangkir maupun di relung hatiku. Mereka tak setia! Setelah nikmatnya habis, mereka meninggalkan ampasnya untukku! Tapi ada satu perbedaan… Kopi bisa dibuat lagi, tinggal ku buang ampas di cangkir itu lalu buat yang baru dan jika stock kopi di pantry habis, aku hanya perlu berlari menuju Koperasi dilantai basement. Berbeda dengan gadis yang meninggalkan ampas kelam itu, sejauh apapun aku berlari apalah artinya jika langkah ku terkunci di dirinya? Ahh, persetan dengan gadis itu! Kampret! “Heh! Aku kira kamu belum datang ke kantor,” sebuah suara menyadarkan aku dari lamunan. Lamunan yang hanya datang saat secangkir kopi telah habis, karena kopi bisa menghilangkan segala kenangan pahit yang pernah ku alami. Entah karena kalah pahit atau karena apapun itu, entahlah… “Eh, Riz… Pagi…” Aku membalikan badan dan menyapa pada sesosok gadis cantik yang tinggi semampai, rambutnya yang sepanjang bahu di blow berwarna kecoklatan. “Pagi-pagi udah ngopi aja,” celetuknya sambil menarik sebuh kursi dari kolong meja dan duduk di sebelah ku. Wangi tubuhnya yang manis mungkin semanis permen karet, ah bukan! Permen karet hanya akan meninggalkan ampas! Semoga saja gadis di samping ku ini tak akan meninggalkan ampas juga. Gadis berkawat gigi itu menaruh tas nya yang ber-merk itu diatas meja tepat di samping cangkir bekas kopi. Ia lalu mengambil peralatan make-up dari dalam tasnya, ia menggoreskan lipstik berwarna merah di bibirnya, warnanya kini mirip dengan si gadis kopi. Ah tidak! Dia beda! Meskipun sama-sama berwarna merah senyuman mereka yang merekah benar-benar beda, senyuman gadis kopi hanya meninggalkan luka! Sedangkan senyuman gadis di samping tak ubahnya obat penghapus luka. “Kamu mau dandan juga?” tawarnya sambil menjulurkan tangan nya yang memegang eyeliner. “Ogah, gini aja cukup,” aku menolak. “Padahal kamu kan cantik,” lanjutnya yang kini sedang merapihkan alisnya. Cantik? Ah, aku sudah bosan di panggil seperti itu. Aku ngga suka! Gadis tersebut lalu menaruh peralatan make-up kedalam tasnya, dan segera bangkit dari kursi, “Mau ke depan sekarang?” tanyanya. “Ayok,” jawabku yang langsung berdiri . Dari pantry aku berjalan mengikuti langkah gadis itu, bongkahan pantatnya yang bergoyang seirama langkah kaki membuat tanganku gatal untuk meremasnya, bentuknya bulat dan sekal, mungkin bila ku remas rasanya seperti marshmallow. Rok nya yang terbilang cukup mini karena hanya beberapa centi dari selangkangan itu mempertunjukan bagimana indahnya bentuk kakinya yang di balut stocking hitam. Para lelaki normal manapun pasti ingin segera melepas rok mini itu dan melihat bagaimana indahnya bagian intim gadis tersebut. “Eri, Gista mau married loh…” Ucapnya tiba-tiba, membuyarkan segala pikiran kotor yang baru saja merasuk. “Udah tau,” jawabku singkat. “Terus?” “Terus apanya?” “Kamu ngga galau?” tanya gadis itu lagi. “Ngga, ngga juga…” Jawabku cuek, berlagak cuek tepatnya. “Serius?” “Iya, ngapain juga galau… Aku sama dia kan cuma sebatas teman, udah gitu aja,” “Hmm…” Iya, tepat! Aku dan Gadis bernama Gista itu hanya sebatas teman, iya cuma teman! Kampret! Demi Go-jek hijau, aku dan Gista Putri cuma sebatas teman! Lalu gadis yang berjalan di depanku yang bernama Rizka itu masuk ke sebuah ruangan, tempat ia bekerja sebagai Teller. Sedangkan aku masuk ke dalam ruangan customer service.
========== Cherry Blossoms==========
Cianjur, salah satu kota di provinsi Jawa Barat ini berbatasan dengan Sukabumi dan bogor, sebuah kota kecil dimana kemacetan jarang terjadi. Lain hal jika sedang ada pawai promosi pemilihan calon walikota atau pawai kemenangan Persib Bandung, kota ini dipastikan akan macet. Cianjur adalah sebuah kota kecil. Bayangkan saja, jangankan mall megah dengan lantai bertingkat, sebuah bioskop saja tak ada! Itulah yang awalnya membuat ku malas untuk di mutasi dari kota kembang. Tapi setelah dibujuk oleh seorang teman semasa kuliah akhirnya aku pindah juga. Ya, teman ku itulah yang bernama Rizka. Dengan wajah yang cantik dan tubuh molek lelaki mana yang tak nafsu melihatnya? Aku, Rizka dan Gista dulu sama-sama berkuliah di satu universitas yang sama di Ibukota. Dulu Gista belumlah se-tenar sekarang, meskipun namanya mulai terkenal karena sering menjadi model sejak remaja namun namanya belum seperti sekarang. Masih teringat dengan jelas olehku bagaimana senyumnya mereka indah, bahagia saat dia mendapatkan tawaran untuk tampil di layar perak. Siang itu di kantin aku dan Rizka sedang duduk sambil menikmati berbagai makanan dan minuman yang terhampar di atas meja. Aku masih mengaduk-ngaduk jus alpukat dan Rizka mulai memasukan potongan french fries kedalam mulutnya. Saat tiba-tiba seorang bidadari yang mengenakan t-shirt putih dan jaket hitam datang dengan wajah sumringah. “Guys! Gue dapet tawaran main film loh!” ucapnya dengan lantang, senyumnya yang merekah sepanjang bibir membuat wajahnya semakin cerah. “Seriusan Gis?” tanya Rizka dengan wajah histeris, untung saja tak ada potongan french fries yang keluar dari mulutnya yang menganga lebar. “Iyaa seriusan Riz!” Gista tak kalah histeris, kelakuan dua gadis di depanku seperti adegan di film-film alay, seperti Jessica Milla dan Prilly di film GGS, Garuk-Garuk Selangkangan. “Film apa Gis?” Tanya Rizka lagi, masih dengan hebohnya, tak kalah seperti ibu-ibu yang ketemu kepala desa ganteng bak Zayn Malik. “Simfoni Luar Biasa,” Jawab Gista mantap. “Kalian tau nggak sama siapa gue bakal syuting?” Lanjutnya. “Siapa???” Rizka bertanya penuh rasa penasaran. “Christian Bautista!” Jerit Gista. “Kyaaa, kyaaaa!” Yang langsung di lanjutkan jeritan yang keluar dari mulut Rizka. Untung saja keadaan di kantin tak seramai biasanya, beberapa orang dikantin hanya terpana melihat kelakuan dua sahabat yang bagaikan cacing kepanasan, menggeliat-geliat nggak jelas. “Eri, elo kenapa diem aja? Ngga seneng apa temen sendiri mau main film?” Celetuk Rizka dengan nada jutek. Mirip peran-peran antagonis di film alay yang gerakan alisnya naik keatas lalu di zoom berulang-ulang, hih! “Seneng kok,” Jawabku cuek, bukan nya aku ngga suka temen sendiri main film, bukan… Bukan juga karena iri, ya beginilah aku, sikapku dingin bagaikan es kutub utara, wajahku datar bagaikan toket nenek-nenek berumur 70 tahun. Tapi wajahku belum keriputan apalagi kendor. “Syutingnya sama siapa? Christian Bautinja ya?” Ucapku dengan nada datar, “Penyanyi dari Philipina kan? Wah hebat kamu Gis…” “Bukan Bautinja Ri! Bukan! Bautista!” Gista mencak-mencak lalu menoyor jidatku. “Hehe,” aku hanya nyengir kuda. Seolah tak bersalah apa-apa. Ahh, mendengar bahwa Gista akan syuting jantungku bagaikan ditusuk berjuta-juta anak panah rindu. Sekarang saja sebagai model waktunya lebih banyak dihabiskan untuk sesi pemotreran, apalagi nanti? Apa bisa syuting film beres dalam waktu cuma sebulan? Bisa sih, kalo filmnya ngga berkualitas macam GGS, Gara-Gara Selangkangan. Tapi film Gista kali ini skalanya bukan hanya nasional, karena ada Christian Bautinja! Eh, Bautista maksudnya. Ditemani purnama diatas sana aku terpana oleh sebuah potret Gista yang aku pegang, senyumnya merekah, indah. Membuat bulan diatas sana jengah karena ia dan bintang terlihat kalah meriah. Dalam setiap hari yang terlewati, di antara lembaran kalender di dinding yang silih berganti rindu ku padamu makin memuai. Ahh, begitu sibuknya dirimu dengan segala aktifitas tanpa tahu aku disini meringis menunggu hadirmu lagi di kampus. Sudah lama aku menyimpan rasa pada gadis bernama Gista, sejak pertama kali bertemu aku merasa dia akan menjadi muara dari segala rindu, dan bersama kami akan mengarungi lautan asmara. Namun sejak pertama kali bertemu aku juga yakin bahwa mencintainya adalah patah hati yang paling disengaja, karena aku sadar, kita Bagaikan manusia dan siluman yang tak bisa bersatu, karena berbeda alam. Bodoh…ya, aku memang bodoh karena hingga kini aku masih mencintai, percuma saja aku berlari, karena pada Gista lah langkah kaki ku terkunci. Menyimpan segala rasa, memendam semua rindu, Sebab rindu ini bagai pualam, aku harus membiasakan ia tergesek beragam rasa agar tetap berkilau menawan.
========== Cherry Blossoms ==========
Aku sering bertanya-tanya, berapa harga setiap tanggal merah di kalender? Akan ku borong semuanya agar seluruh tanggal di kalender berubah warna, sehingga Gista bisa meluangkan waktunya sejenak untuk ku, tak perlu lama, hanya sebentar saja sudah cukup bagiku untuk melepas segala anak panah rindu yang menancap di ujung hati yang pilu. Terkadang tangis tak selalu mengurai duka, tangis bisa pecah karena bahagia, iya akhirnya air mataku tak kuasa ku bendung, ia luber… Mengalir dari ujung kelopak mata dan terjun bebas diujung dagu saat Rizka menghubungiku. Bagaikan burung pembawa pesan di medan perang zaman dulu, ia membawa berita bahwa esok Gista sedang ada waktu luang dan mengajak kita bertemu. Di semesta ini tak ada yang namanya kebetulan, semuanya sudah digariskan oleh sang Kuasa. Bagaimana Indonesia yang bisa merdeka setelah bertahun-tahun dijajah, bagaimana tukang bubur bisa naik haji dan bagaimana cowo kemayu anggota boyband bisa berubah menjadi Serigala alay. Semua itu sudah digariskan oleh sang kuasa, begitu pula pertemuan ku dengan Gista sore ini, demi alam semesta! Terima kasih kami~sama! Di meja yang tidak bundar dan berbahan kayu, terjadi pertemuan yang sudah di takdirkan, antara aku dan Gista. Di luar, hujan yang rintik seakan menggantikan air mata ku yang tumpah, dalam hati aku menangis, iya! Menangis bahagia karena saat ini aku bisa kembali melihat langsung senyuman Gista secara langsung. Giginya yang berwarna putih terlihat begitu mempesona tatkala kedua bibirnya terbuka… Ahh, jika lama-lama melihat pemandangan seperti ini terus menerus aku yakin bakalan diabetes, manisnya Gista sungguh overdosis! “Eh, Rizka kemana ya? Kok belum datang juga,” keluh Gista saat Rizka sahabat kami belum tampak juga batang hidungnya. Aku tak menjawab, hanya geleng-geleng kepala tak jauh beda dengan boneka dashboard. Tiba-tiba dering handphone terdengar nyaring dari dalam tas Gista yang ia taruh diatas meja, dengan cekatan ia merogoh handphone blackberry yang sedang booming saat itu. “Rizka, panjang umur tuh anak.” Ucap Gista saat ia melihat layar bb nya. Aku tak tau apa yang dibicarakan mereka, bukan karena aku budek atau mengalami gangguan pendengaran, tapi karena aku telalu fokus pada gerakan bibir Gista yang bergincu merah layaknya strawberry bergerak-gerak manja, membuat aku ingin segera melahap strawberry itu. “Rizkanya ngga bisa datang Ri, ada keluarganya yang meninggal di Sulawesi sana, dia lupa ngabarin ke kita karena tadi pagi buru-buru katanya,” Keluh Gista dengan rona wajah kecewa. “Padahal aku kangen banget sama kalian, pengen kumpul-kumpul lagi kayak dulu…” Lanjut Gista sambil menahan tangis yang mulai pecah. Kebetulan! Tidak! Ini takdir! Sebelum berangkat menuju kafe ini aku membeli tissue di lampu merah yang dijajakam seorang anak kecil, merasa iba melihat anak itu aku pun membeli tissue itu, dan akhirnya kali ini aku bisa menghapus air mata yang turun dari kelopak mata Gista! Hey kids, thanks! “Nih,” ucapku cuek seperti biasa, seraya menjulurkan tangan memberi Gista sebungkus tissue. Tanpa tedeng aling, Gista segera menyambut uluran tanganku, saat itu kulit kami saling bersentuhan! Kulitnya terasa halus, mungkin jika ada setetes air yang jatuh di kulitnya air itu akan langsung mengalir tanpa halangan. “Padahal aku kan udah beli tiket buat pergi ke Jepang buat tiga orang… Hiks,” Gista berkata lalu menyeka air mata menggunakan tissue yang kuberi. “Ke Jepang? Emang ada acara apa Gis?” Tanyaku bingung walaupun tak bisa ku pungkiri aku bahagia akan segera pergi liburan bersama Gista, dan itu Gratis! “Ya buat ngebayar waktu ku yang terbuang kemarin Ri, sekalian liburan terus mau quality time bareng sama kalian lagi… Tapi ya karena udah di beli ngga akan mungkin dibatalin, jadi yang pergi paling kita berdua aja, Rizka katanya tadi ngga akan sempat karena pasri bakalan repot Ri… Kamu bisa pergi nemenin aku kan?” Pergi berdua aja sama Gista, ke Jepang? Wohoo bulan madu dududu~. “Bisa kok,” jawabku datar meskipun dalam hati aku seneng banget kayak anak kecil dikasih permen. “Kita berangkat besok lusa, siap-siap ya, tenang aja masalah visa dan tetek bengeknya bakalan cepet kok,” ucap Gista. Aku hanya mengangguk meng-iyakan. Hujan masih turun rintik, aku dan Gista terus berbincang tanpa titik, sifatnya yang cerewet itu benar-benar kurindukan, matanya yang berapi-berapi begitu membara setiap kali ia bercerita bagaimana serunya kegiatan syuting kemarin, ah… Aku sangat merindukan momen ini! Perbincangan kami sore itu mulai merembet ke persoalan asmara, ah rasanya malas kalo berbincang masalah asmara, apalagi orang yang menumbuhkan benih-benih asmara itu ada di depanku dan aku terlalu takut untuk berucap kata cinta. “Jadi kamu belum punya pacar Ri?” tanya Gista. Duh pertanyaannya itu loh… Ngga ada yang lain apa? Tapi demi waktu yang berharga ini akan kulakukan apapun! “Belum,” jawabku datar sambil mengaduk-ngaduk jus alpukat yang sudah habis setengahnya. “Kenapa?” “Belum ada yang cocok aja,” jawabku. “Hmm gitu…” “Kalo kamu? Udah punya?” Kali ini aku yang memberanikan diri bertanya. “Belum juga,” jawab Gista sambil menatap ke jendela yang basah dari luar. Anjrit! Apa semua mata cowok mengalami katarak berjamaah? Gilaaa! Ada cewek cantik kayak gini malah dibiarin jadi jones, parah… Aku protes dalam hati, meskipun jauh di dalam sana aku berteriak kegirangan mengetahui masih ada setitik harapan untuk ku mengisi kekosongan di hati Gista yang menawan. “Kenapa?” Tanya ku yang semakin kepo. “Belum ada yang bikin nyaman…” jawabnya singkat. “Buat aku sih ganteng dan mapan itu hal belakangan, yang penting itu bisa bikin aku nyaman… Itu aja udah cukup,” jelas Gista dengan wajah tersipu, kelopak matanya naik turun, indah seperti kupu-kupu. Sudah baik, supel, cantik, bijak… Waaah! Perfect! Cewek kayak Gista langka banget musim sekarang, sekarang kebanyakan cabe-cabean yang naik motor bonceng tiga pake hotpants terus kakinya buduk, hih! “Kalo sama aku nyaman?” Tanyaku spontan, kampret! Kerasukan setan apa aku ini sampe bisa nanya kayak gitu? Dasar setan pohon alpukat laknat! “Eh…” Gista mengernyit, alisnya naik keatas, jika ini sebuah FTV pasti mukanya Gista akan di zoom-in. Gista diam sejenak, lalu berkata “Kamu bikin aku nyaman kok…” Jelegeeeer bledug bledug! petir serta merta menyambar, demi penunggu pohon jengkol aku bahagia tiada tara! “Serius?” Tanya ku penuh harap. “Iyaa serius, tapi…” Gista sejenak meminum hot chocolatte miliknya. “Tapi ngga nyaman dimata! Haha!” Gista tertawa terbahak-bahak. Sialan! Salahkan dewi mode! Yang tak menurunkan sifat stylish padaku! Kemeja flanel kotak-kotak, rambut berantakan nggak jelas, jeans belel yang robek di daerah lutut dan sepatu converse usang adalah rumus mutlak untuk menciptakan senyawa polusi mata! Aku hanya terdiam seribu kata, membisu, ulu hatiku pilu mendengar Gista yang menghinaku. “Hehe, bercanda kok Ri,” Gista tersenyum manis lalu menepuk pundak ku. Aku nyengir kuda, senyuman nya berhasil meluluhkan rasa jengkelku. “Udah reda kayaknya, aku balik duluan ya!” Gista berkata lalu beranjak Dari duduk dan berjalan menjauhiku. Dasar jalang kau awan comolunimbus! Jangan dulu kau redakan hujannya! Aku masih ingin menghabiskan waktu dengan calon jodohku! “Sampai ketemu di bandara esok lusa ya!” ucap Gista dari kejauhan sambil dadah-dadah unyu ke arahku. Iya Gis! Aku tunggu kau di pelaminan! Eh bandara! Jeritku penuh semangat dalam hati. Im so excited! Cant wait till i can see u again! ^^ Japan, Im Coming! Yohooo!
========== Cherry Blossoms ==========
Jepang, atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Japan, atau Nihon dalam bahasa Jepang itu sendiri, adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Negara yang sering dijuluki sebagai Negeri Sakura atau Negeri Matahari Terbit padahal menurut aku sih ini hoax. Jepang adalah negara yang bisa menggabungkan antara masa lalu dan masa depan. Teknologi canggih, deretan pencakar langit, fashion dan gaya hidup modern berkembang bersama tradisi dan kebudayaan yang telah berumur ribuan tahun. Jepang adalah suatu teater kontradiksi. Banyak perusahaan dan korporasi Jepang, ambillah contoh Mitsubishi, Toyota, Nissan, Honda, Canon, Sony dll mendominasi di dunia. Namun ketika suatu waktu aku kerasukan setan koran aku membaca berita bahwa finansial Jepang sepertinya sedang dalam masalah keuangan yang parah. Untung saja orang-orang Jepang adalah pekerja keras, buktinya masih ada kantin Ramen langganan nya Naruto di pinggir jalan yang nggak gulung tikar, mungkin karena mereka nggak pake tikar jadi mereka bingung harus menggulung apa. Jepang adalah rumahnya Anime-anime dan Manga yang cute bertebaran, mulai dari Candy-candy, Highschool DXD, hingga Boku No Pico dan pornografi yang paling hardcore pun dapat ditemukan di tempat yang sama disana dimana para artis seperti Maria Ozawa, Sora Aoi, Tsubasa Amami, Ameri Ichinose, Ria Sakurai bisa berekspresi dengan bebas, tidak seperti di Indonesia dimana Pamela Savitri goyang dribble aja jadi masalah, sebenarnya bukan masalah pornografi tapi mental-mental rakyatnya aja yang seperti itu. Kan kasian Pamela Savitri nggak bisa nyari uang nanti kalau ia dicekal. Sudah dua hari berlalu sejak pertemuan yang ditakdirkan di cafe itu, dengan perasaan menggebu aku menuju bandara Soetta, disana sudah menunggu sesosok gadis sempurna, Gista. Hingga akhirnya aku tiba di bandara malam hari, karena Gista memesan tiket pesawat malam. Memangnya yang berangkat malam cuma kereta malam aja?
Bandara Soekarno Hatta
Dengan perasaan suka cita mengingat akan segera berbulan madu dengan pujaan hati. Berbunga-bunga hatiku dengan lebat dan indah. Membuat langit malam kalah meriah. Namun bunga-bunga di hati ku mendadak layu ketika mataku yang sipit melihat Gista tengah bersama seorang pria, demi Ameri Ichinose! Siapa pria itu? Kampret! Ngerusak bulan madu aku sama Gista aja! Keseeel! “Hei Eri, kenalin, ini Gio…” Gista memperkenalkan pria laknat itu padaku, tangan yang berbulu itu lalu mengarah padaku, menjulur mengajak berjabat tangan. “Gue Gio, salam kenal.” Ucap Pria bernama Gio itu dengan nada macho, suaranya agak berat dan serak-serak basah. Sejenak aku perhatikan perawakan pria ini, tinggi, badan tegap, good looking kayak Cristiano Ronaldo, ih macho bingits! Apalagi ada bulu-bulu halus di sepanjang lengan nya yang berkulit putih. Mungkin ia adalah hasil kawin silang antara manusia dan monyet. “Aku…Eri,” jawabku singkat seperti biasa, Gio lalu menjabat tanganku erat, pria setengah monyet itu mengerlingkan matanya ke arahku, ih geli! Aku langsung terbayang kalau Gio ini adalah salah satu anggota dari GGS, Ganteng-Ganteng Sableng. Hih! “Gio ini temen aku Ri, ia mahasiswa kedokteran di Jepang sana, kebetulan kemarin lagi liburan ke Indo, terus sekarang katanya mau jadi tour guide kita selama di Jepang,” Gista menjelaskan seluk beluk Gio. Oh, cuma temen… Tapi bentar, kedokteran? Bukannya itu singkatan dari Kedok Temen Ternyata Pacaran?? Hm… Entahlah. Setelah melewati berbagai proses akhirnya kita bertiga aku, Gista dan makhluk setengah kampret itu berangkat jam 11 malam. Jantungku tak bisa berhenti berdetak dengan kencang selama perjalanan dari Bandara Soetta ke Haneda International Airport karena sosok Gista kini berada di sampingku, untung saja si kampret Gio itu ada di kursi seberang sana. Setelah capek berbicara panjang lebar dinginnya ac dalam pesawat membuat Gista sepertinya mengantuk, dan akhirnya tertidur dalam selimut yang menyelubungi tubuh Molek milik Gista. Entah sengaja atau tidak, kepala Gista kini bersandar di pundak ku. Dapat kucium dengan jelas bagaimana wanginya rambut halus berwarna hitam itu. Aromanya khas yang tak akan mudah untuk di lupakan. Hingga akhirnya wangi itu turut terbawa dalam mimpi saat aku pun tertidur. Matahari yang mulai tampak terang membangunkan aku, Gista ku lihat sudah tak ada di sampingku! Gista hilang! Apa aku ditinggalin sendiri dan Gista pergi berduaan dengan lelaki kampret itu? Pikiranku mulai menjalar kemana-mana tak karuan, mengingat senyuman maho yang di keluarkan Gio sewaktu di bandara otomatis aku segera melirik ke arah seberang, dimana kampret itu duduk. Untung saja aku tak muntah darah ketika mendapati si Gio itu tersenyum lagi kepada ku, mati saja kau maho jahanam! “Udah bangun Ri?” ahh suara yang terdengar itu begitu membuatku nyaman, iyaa itu suara Gista! “Maaf, tadi aku habis dari toilet hihi,” ucap Gista seraya tersenyum, uuh, padahal kan aku juga mau ke toilet kenapa nggak barengan aja sih? Aku hanya bisa menggerutu sambil menahan kencing. “Nyampenya masih lama?” tanyaku pada Gista yang sudah kembali lagi duduk disisiku. “Ngga tau sih,” jawab Gista, lalu ia bertanya pada Gio, jawabnya sih sebentar lagi, tapi karena aku tak kuasa lagi menahan hasrat untuk buang hajat tanpa komando aku segera balik badan dan ke toilet dengan terbirit-birit.
Haneda International Airport
Setelah tiba di Haneda Airport kita bertiga segera menuju station kereta yang terletak tak jauh dari bandara, karena sudah membeli JR pass atau Japan Railway pass yang bisa digunakan untuk naik kereta shinkansen ketika tiba di bandara tadi kita lekas naik ke kereta super cepat yang tidak dimiliki Indonesia. Sungguh berbeda sekali keadaan di dalam kereta Jepang ini, bersih dan rapih jauh dengan kereta di Indonesia yang semrawut dan njlimet. Tidak terlalu ramai mungkin karena bukan di jam sibuk, sehingga aku dan teman-teman kebagian tempat duduk yang nyaman. Kereta shinkansen ini menuju ke kota Nagano, tempat dimana Gio kuliah dan tinggal. Rencananya selama di Jepang aku dan Gista akan menumpang di apartemen atau rumah kontrakan nya Gio.
Rumah Tradisional Jepang
Begitu tiba di stasiun aku, Gista dan Gio berjalan kaki menuju tempat tinggal Gio yang tak begitu jauh dari stasiun. Kontrakan Gio berbentuk rumah Jepang tradisional dimana lantaiya menggunakan tatami sebagai alas kaki. Dan pintu geser yang terbuat dari semacam kertas atau disebut shoji karena ia dapat ditembus cahaya.
Shoji
“Silahkan,” Gio mempersilahkan kami masuk dalam sebuah kamar, lalu aku dan Gista menaruh bawaan kami yang lumayan banyak di sudut ruangan. ” Gio, aku mau mandi, dimana kamar mandinya?” tanya Gista pada Gio. “Follow me,” Jawab Gio, setelah Gista mengambil peralatan mandinya ia segera mengikuti Gio keluar kamar. Dan aku yang masih kelelahan mungkin karena jetlag dan trainlag segera merebahkan diri diatas tatami.
========== Cherry Blossoms ==========
Entah berapa lama aku tertidur, yang jelas sebuah suara erangan yang terdengar membuatku terjaga, dengan mata yang masih sedikit rapat aku merangkak mencari ke arah sumber suara. “Ahh…” suara desahan terdengar lagi olehku, suara yang sepertinya aku kenal. “Gio…uh… Pelaaan ahh…” kembali suara itu terdengar semakin jelas, ahh! Itu suara Gista! Aku hakul yakin kalau itu suara Gista! Tapi, apa yang menyebabkan ia mendesah seperti itu? Dengan rasa penasaran aku merangkak keluar kamar dan menuju ke kamar sebelah, disana semakin jelas terdengar suara erangan penuh nikmat dari Gista. Jantungku hampir lepas saat aku melihat siluet dari balik shoji, siluet seperti dua orang yang saling tindih, pikiranku tak jelas, berpikir macam-macam semakin membuatku penasaran, dengan perlahan ku buka sedikit shoji itu. Mataku hampir saja melompat keluar, bagaimana tidak? Aku melihat Gista yang tanpa sehelai benangpun menutupi tubuh moleknya sedang di tindih oleh Gio si manusia laknat! Futon atau kantung tidur yang mereka gunakan terlihat berantakan. Emosi ku meninggi, segera melebihi titik didihnya, tanganku mengepal keras ingin rasanya aku menggerebek mereka lalu membunuh Gio kampret dan memotong Penisnya kemudian ku jadikan makanan anjing liar! Akan tetapi entah mengapa aku malah mematung melihat adegan tak senonoh dari sela pintu yang kecil ini? Kulihat wajah Gio yang penuh keringat, matanya sedang terpejam menikmati setiap hentakan yang ia lakukan kedalam Vagina Gista yang sepertinya basah karena suara kecipak air terdengar tatkala Gio menghentakan pinggangnya. “Ahhh, Gioo.. Ahh…” Kulihat Gista yang terbaring mengangkang memainkan payudaranya yang tak begitu besar, putingnya membusung, seperti mengajak Gio untuk segera menghisapnya. “Mmmh…” dengan lincah Gio menurunkan kepalanya tepat diatas payudara Gista, dan dengan buas melumat buah yang paling nikmat, dasar laknat! “Ahhh, ngghh…” Gista semakin merintih, nikmat kudengar suara rintihan itu, mungkin Gista juga menikmati setiap inchi dari batang penis Gio yang keluar masuk di vagina nya. Matanya merem melek bak lampu disko, tangan nya bergerak liar mencoba menggapai apa saja yang bisa di gapai. Pinggiran futon ia cengkram dengan erat tanganya sampai mengeluarkan urat. Gio terus saja menghujamkan penisnya dengan liar, buas. Wajahnya berubah seperti hewan buas, nafsunya terpancar begitu jelas. Bunyi hentakan yang terdengar mengimbangi desahan erotis yang Gista senandungkan, membuat aku yang tadi di dera emosi mulai menjadi horny. Entah setan apa yang merasuki ku, tangan ku masuk dengan sendirinya kedalam celana dalam, menyibakan bulu-bulu yang tumbuh di area kemaluanku. “Nggh…” aku menggigit bibir ku sendiri seraya menahan desahan yang secara tak kusadari terlontar dari mulut tatkala jari-jemari nista ini memainkan alat kelaminku. Mataku terus memperhatikan dengan seksama bagaimana wajah Gista yang nampak semakin innocent ketika di landa nafsu syahwat. Bibirnya begitu sensual! Keringat itu! Iyaa keringat yang membasahi leher Gista ingin rasanya aku menjilat itu! Dan ah, payudara indah dengan warna merah muda seperti menggoda ku untuk menghisapnya dalam-dalam. Tuhan, lihatlah bagaimana ciptaanmu! Maha karyamu yang membuat aku hilang kendali! Gista jalang! Gio terlihat sangat riang! Aku menggelinjang! Aku mengerang, Ahhh!. “Su-suara apa itu?” Gista bertanya di sela-sela tusukan yang Gio berikan, Shit! Aku mencapai orgasme! Titik puncak kenikmatan yang maksimal… Tak kusadari aku mengeluarkan teriakan! Tanganku basah oleh cairan yang keluar dari kelaminku dan Gawat! Gista mulai menggerakan kepalanya keatas, mencoba melihat kearah shoji yang sedikit terbuka. “Mhhh!” namun untung saja, dengan cekatan Gio mengambil wajah Gista agar menghadap kembali ke arahnya lalu mencumbu bibir Gista yang merekah dengan lahap. “Ahh, mungkin kau salah dengar sayang, ahh ahh..” Gio menjawab pertanyaan Gista tadi sambil terus memompa batang terkutuknya di dalam lubang mulia milik Gista. Takut ketahuan aku pun merangkak kembali kedalam kamar, ku rebahkan tubuh ku kembali diatas tatami. Aku ingin terpejam, sehingga saat aku tersadar mimpi buruk ini akan berakhir. Namun bukan nya terpejam, mata ini malah mengalirkan airmata, dada terasa sesak, apakah ini yang namanya sakit hati? Ahh rasanya tak sesakit teriris pisau, tak ada luka menganga, tak ada darah yang keluar… Tapi, kenapa? Kenapa rasanya begitu menyakitkan??? Malam itu aku benar-benar tak bisa tidur, bukan karena suara desahan yang terus saja terngiang-ngiang hingga pagi menjelang, namun karena sakit yang begitu menyiksa. Gista mungkin akan tidur sambil memeluk Gio, dan aku disini tidur memeluk Futon yang tergulung seperti Sushi Roll.
========== Cherry Blossoms ==========
“Eri! Ayo cepat! Lihat! Bunga sakuranya indah banget!” Teriak Gista padaku yang berjalan di belakangnya. Hari sudah menjelang siang tapi udara musim semi di Jepang terasa tak begitu panas, mungkin aku sudah terbiasa panasnya udara di ibukota. Aku dan Gista berniat untuk melihat festival bunga sakura yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah Nagano, festival yang dilaksanakan setiap tahun kebetulan kali ini diadakan di Koboyama Park yang letaknya tak terlalu jauh dari Rumah Gio, hanya dalam waktu 20 menit naik bis aku dam Gista sudah berada di perbukitan yang dipenuhi oleh sekitar 2000 buah pohon Sakura. Taman Koboyama sebenarnya adalah bekas tempat pemakana, Disamping jalan setapak menuju puncak bukit di penuhi oleh kuburan kuno yang terawat rapi dan sama sekali tak ada sisi yang menakutkan.
Koboyama Park
Sepanjang jalan, aku melirik ke sekeliling, pohon-pohon yang berdiri semuanya berwarna merah muda, indah… Merah muda seperti bibir Gista hari ini, merah muda seperti puting payudara Gista… Ahh sialan, ngapain juga aku mengingat kejadian tadi malam? Setelah beberapa menir berjalan, aku dan Gista akhirnya tiba di puncak bukit, disana sudah banyak orang Jepang lokal yang sedang duduk, piknik sambil menikmati keindahan bunga sakura atau disebut dengan tradisi Hanami. Beberapa anak terlihat sedang bermain, berlarian disekitar lapangan, sedangkan orang tuanya terlihat sedang menyiapkan bento atau bekal makan siang. “Eri, disini aja ya kita gelar tikarnya,” Kata Gista sambil menunjuk tanah yang ditumbuhi rumput hijau. Dengan segera aku menggelar tikar dan duduk disana, disampingku Gista ikutan duduk dengan wajah sumringah penuh rasa bahagia. “Sayang ya Gio nggak ikut,” keluh Gista. Ahh! Lebih baik jika pria laknat itu tak ada! Dia hanya akan merusak suasana romantis ini! Gerutu ku dalam hati. Sebenarnya tadi pagi Gista mengajak Gio untuk ikut bersama menikmati festival bunga sakura namun Gio menolak dengan alasan kecapekan, ya jelas saja setelah meniduri Gista sepanjang malam ia pasti kelelahan, tapi aku salut dengan stamina yang Gista miliki meskipun telah mengalami malam panjang berpuluh ronde ia masih bisa se-enerjik dan seceria itu. Gista lalu membuka bento yang kita beli di vending machine dekat halte bis, bento yang isinya onigiri atau nasi kepal dan beberapa potong sushi segar. “Mhh! Enyaaak!” ucap Gista sambil mengunyah onigiri yang di hias oleh nori atau rumput laut. “Makan sambil liat bunga sakura benar-benar oishi!” “Iya,” jawabku singkat, pandangan ku tertutuju kedepan, kearah ratusan bunga sakura yang indah. “Makasih ya Eri, udah mau nemenin aku,” Gista berkata lalu menaruh kepalanya dipahaku. “Iyaa sama-sama,” jawabku, entah bagaimana awalnya aku mulai berani mengusap-ngusap kepala Gista, membelai lembut rambutnya yang sedikit berterbangan, bergoyang tertiup semilir angin musim semi. Gista tersenyum, bibirnya indah tak kalah dengan bunga sakura yang bermekaran. “Eri, kamu tau nggak?” tanya Gista Tiba-tiba. “Apa?” “Dalam bahasa inggris bunga sakura itu disebut Cherry Blossoms.” “Eh, masa?” “Iya, serius.. Namanya hampir sama seperti kamu kan?” “Iya juga sih…” “Selain itu, kalian sama-sama cantik!” ucap Gista lagi. Muka ku berubah merah padam, Lebih merah dari warna sakura. Biasanya aku marah bila di panggil cantik, tapi tidak kali ini… Aku malah bahagia dan tersipu malu. Angin bertiup kembali, rerumputan bergoyang se-irama dengan helaian rambut Gista yang tertiup angin. Pandanganku dan pandangan nya bertemu disatu titik, entah bagaimana dan darimana asalnya keberanian yang muncul di dalam diriku, aku memajukan wajah, mendekati wajah Gista yang pandangan nya sayu. Ahh, sakura itu semakin dekat, bibir nya yang berwarna merah muda merekah, ku bisa merasakan nafasnya… Bibir ku dan bibirnya hanya terpisah beberapa centi… Sambut aku sakura! Aku datang! “Dugh!” tiba-tiba sebuah bola menghantam kepala bagian belakang, membuatku meringis kesakitan, demi Maria Ozawa, siapa yang merusak momen langka ini? “Ano… Gomen nasai onee-chan,” sepasang anak lelaki mendekati ku yang tengah meringis kesakitan. Aku tak menjawab, bukan karena marah atau kesal, tapi aku ngga tau harus menjawab apa! Aku hanya mengambil bola dan memberikan nya pada kedua anak itu. “Arigatou onee-chan…” ucap kedua anak itu berbarengan. Mereka lalu menunduk dan berlari pergi. Sopan sekali perilaku anak-anak di Jepang ini pikirku. “Hihi…” Gista hanya cengengesan melihatku meringis, sialan andai saja dia bukan Gista pasti udah kubuat perkedel! Huh! Hari menjelang sore, Koboyama park mulai sepi, tak seramai siang tadi. Aku dan Gista akhirnya memutuskan untuk pulang. Setelah sekitar 20 menit naik bis aku dan Gista Akhirnya sampai di rumah Gio, sang empunya rumah belum pulang, dan tak akan pulang malam ini karena ada praktek ilmiah bersama teman-teman nya sesama mahasiswa, ya begitulah yang Gista ucapkan . Aku semakin penasaran ada hubungan apa sebenarnya antara Gista dan Gio? Teman? Demi Ayam Goreng Sabana!Teman macam apa yang bisa saling berhubungan intim seperti itu? Ah daripada pusing sendiri aku memutuskan untuk mandi saja~. Sehabis mandi aku kembali tiduran diatas tatami, meskipun tak setebal futon tapi rasanya benar-benar nyaman. “Aku mandi dulu ya Ri,” Gista berkata, lekuk tubuhnya begitu terlihat karena ia hanya mengenakan sehelai handuk yang menutupi dari bagian dada hingga paha, tenggorokan ku naik turun saat melihat Gista berjalan menuju kamar mandi, ahh dari pada mulai berfikiran kotor aku tunggu saja Gista beres mandi sambil menonton anime Jepang yang ngga ada subtitlenya, runyam. Aku buka isi kulkas yang ada di dapur, ada sebotol minuman seperti air putih, dan tanpa berpikir panjang ku ambil botol itu. Lama juga Gista mandi, tapi bukankah sudah lumrah bila wanita normal mandinya lama? Entahlah aku tak pernah selama mereka sih. Aku masih menunggu Gista mandi, sambil sesekali meminum minuman yang kubawa tadi, mhh. Rasanya sedikit kecut, seperti minuman keras ala kampung yang terbuat dari tape. Apakah ini sake? Kepalaku sedikit pusing terasa, uhh…
========== Cherry Blossoms ==========
“Uh…” entah bagaimana awalnya kini Gista yang baru selesai mandi dan berbalutkan handuk sudah menindihku. Tetesan-tetesan air dari rambut Gista yang masih agak basah perlahan jatuh diatas tubuhku. “Gista kamu kenapa mmhh…” Aku berusaha memanggil namanya dan menanyakan apa yang terjadi namun sebelum mendapatkan jawaban, dengan segera ia melumat bibirku. “Mhh…mhh…” ahh bibirnya Gista rasanya benar-benar lembut! Marshmallow? Kalah lembut! Dengan ganas ia melumat setiap inchi dari bibir ku. “Mhh nggh…” dengan sekali hisapan Gista menyedot lidahku, tenaganya bagaikan jetpump yang menghisap air dari dalam tanah. Tangan nya tak mau tinggal diam, jari-jari lentiknya, perlahan meraba dadaku, puting yang mengacung ia mainkan dengan lembut, membuatku merasa kegelian tiada tara… “Ahh, Gis… Geli…” Aku mendesah kegelian saat Gista mengalihkan hisapan nya di leherku. Gista tampaknya tak peduli dengan rintihanku, ia masih saja menghisapnl leherku penuh nafsu membuat aku mampus tak berdaya diserang nafsu yang membuncah, nafsu yang sekian lama ku pendam, apalagi semenjak kejadian kemarin. Hei Gio kampret, Malam Ini Gista milik Eri! Aku tak lagi memikirkan kenapa hal seperti ini bisa terjadi, nafsu telah mengambil alih logika, tak perlu banyak kenapa hanya perlu berbuat apa. Apa yang kuinginkan selama ini, menikmati sakura yang merekah! Dengan segera kali ini aku yang mengambil inisiatif, bibir Gista yang merah muda ku cumbu mesra pada awalnya hingga buas pada akhirnya, gigitan kecil ku tinggalkan disana, membuat bibir Gista yang lembut sedikit terluka. Jangan salahkan aku yang sedikit kasar layaknya hewan, tapi salahkan bibirmu yang begitu rupawan dan nafsuku yang sudah lama tersimpan. Tangan Kananku bergerak sesuai insting, bergerak kebelakang lalu menarik handuk Gista hingga terlepas, kini tangan jahanam itu menelusuri kontur punggung Gista yang landai hingga ke pantat, aku remas dengan gemas bongkahan itu dan membuat Gista kini mengerang. Tables turn! Sedangkan tangan kiriku membelai manja payudara yang nampak masih milik remaja, kenyal dan lembut. Sebuah payudara yang nantinya akan menjadi sumber kehidupan bagi anak-anaknya kelak… “Uh iyaa Eri.. Itu…” Gista semakin menggelinjang tatkala aku memutar-mutar putingnya yang mengacung, keras. Gista menjambak-jambak rambutku yang berantakan sehingga semakin berantakan tak karuan, erangan semakin menggema ke seluruh penjuru ruangan, desahan erotis membuat libidoku semakin naik drastis, miris memang melihat aku yang semalam kesal dengan kelakuan Gio kini malah aku yang berbuat bejat pada gadis yang selama ini ku impikan. Persetan dengan norma-norma yang kesopanan orang timur, nafsuku sudah tak bisa diatur! “Eh?” aku merasakan sesuatu di balik celanaku mengeras, aku menghentikan sejenak kegiatan menjamah tubuh Gista, dan Gista sepertinya sadar ada yang berubah di balik celanaku. Iya! Itu penis! Alat kelamin yang hanya dimiliki seorang pria! Demi Tsubasa Amami, aku menjadi lelaki sejati! Celanaku diturunkan hingga lepas sepenuhnya, dan batang penis yang tegang berurat kini terpampang jelas menuntut untuk dipuaskan. Perlahan namun pasti, Gista mengocok batang rotan itu dengan telaten, dari ujung kepala hingga ke dasar batang, membuatku mendesis menahan desahan seperti menahan tangis. “Sssh.. Gis.. Ahh…” aku semakin meronta tatkala Gista memasukan batang rotan yang keras nian kedalam mulutnya yang mungil. Sapuan lidahnya benar-benar memanjakan, aku tak bisa melawan, perasaan itu begitu memuaskan. Setelah beberapa saat mengulum batang itu, Gista bangkit dan mengarahkan nya ke vagina miliknya yang sudah basah dengan cairan pelumas. “Uhh..” Gista memejamkan mata tatkala batang itu lenyap ditelan gua yang sempit dan lembab, sejenak ia diamkan agar sedikit terbiasa. Aku memeluk tubuhnya erat, seakan tak ingin kehilangan dirinya, wangi tubuhnya tercium jelas, aroma khas yang tak akan mudah untuk terbias. Gista mengecup keningku lembut lalu tersenyum, ku balas senyuman itu dengan sedikit menggerakan pinggul. Tak butuh kata-kata, Gista sudah mengerti apa yang sama-sama kita inginkan, Gista lalu menggoyangkan pinggulnya, “uhh!” Aku hanya mengerang keras seraya merangkul Gista. Payudara Gista yang bergoyang membuat tanganku gatal ingin segera memetik buah yang menggantung itu, kembali kuremas gemas hingga Gista mendesah semakin keras. “Ahh.. Ahh..” Desahan Gista membuatku semakin bernafsu, kurasakan jepitan liang senggama Gista semakin mencekik batangku! Rasanya semakim lembab, tubuh Gista meregang ke atas, kepalanya menghadap langit-langit, tubuhnya menggelinjang hebat saat ku rasakan banyaknya cairan yang luber dari lubang gua surgawi itu, pada saat yang bersamaan kurasakan untuk pertama kalinya batang penis berkedut, seakan ingin meledak, ahh! Gejolak hasrat ini mencapai puncak, klimaks yang lebih tinggi daripada puncak himalaya! Dan, “Aaaaah! Gistaaaa I Love You! ” aku memeluk erat tubuh Gista, kuku yang lumayan panjang mencakar punggung Gista. Cairan kental menyembur deras menyerbu kedalam liang Gista mencari tempat pembuahan. Kurasakan tubuhku terkulai lemas, nafas tersengal-sengal, Gista lalu ambruk diatas tubuhku, tubuh kami yang sama-sama basah oleh keringat nikmat saling menyatu. Sesuatu yang kuinginkan sejak dulu.
========== Cherry Blossoms ==========
Kicauan burung yang merdu membuat ku terjaga dari tidur, kepala ku terasa pening, tiba-tiba aku teringat kejadian semalam, dimana aku bergumul bersama Gista. Aku segera melihat kedalam celana, sambil merabanya, “Ah, hanya mimpi,” aku mimpi basah ternyata saat ku sadari kemaluanku basah. “Hei, Ri… Ayo bangun,” Gista membangunkan aku yang sudah bangun. “Iya,” dengan malas aku bangkit dari tatami. “Kamu semalam mimpi apa? Kok teriak-teriak manggil namaku?” Tanya Gista yang sedang duduk menghadap kaca dan menyisir rambut indahnya yang tergerai. “Ah, bukan apa-apa kok…” jawabku lesu. “Ri, maaf ya.” Ucap Gista. “Maaf buat?” “Gio itu sebenarnya pacarku Ri, maaf aku udah ngebohongin kamu…” jelas Gista. “Loh emang kenapa? Ada masalah? Gak apa-apa kali, itukan hak kamu.” “Semalem kamu teriak Gista I Love You, kamu mungkin ngga sadar, tapi aku jelas mendengar,” terang Gista. “Yaudah gak apa-apa, anggap aja aku hanya seorang fans yang menyukai artis tenar macam Gista Putri, hehe…” aku tersenyum getir. “Sejak pertama kali bertemu, aku udah suka sama kamu Gis, walaupun aku tau kita ngga akan pernah bisa bersatu tapi izinkan aku tetap mencintaimu…” “Eri…kenapa?” Gista terlihat akan menangis, matanya berkaca-kaca. “Karena cinta membuat Aku lebih peka. Cinta juga yang mengajari bagaimana perasaan mengalahkan logika, membiaskan nalar untuk sesuatu yang belum jelas tergambar.” Untuk pertama kalinya aku berkata panjang lebar, Gista hanya menangis tersedu, tak tega aku segera datang menghampirinya. Dan memeluknya erat, mungkin untuk terakhir kalinya, aroma rambutnya yang khas tak mudah untuk di lupakan…
========== Cherry Blossoms ==========
Setelah pulang dari Jepang Gista semakin sibuk dengan dunia ke-artisan nya, berpuluh judul FTV ia bintangi, aku hanya bisa tersenyum tatkala melihat ia tampil di sebuah kotak berwarna berukuran 21 inch. “Selamat Gista…” Tak pernah ada lagi kabar yang kudengar darinya, pernah aku dengar dia dekat dengan almarhum Olga Syahputra, tapi plis deh… Dia setengah-setengah Gis! Kalau kamu mau pindah haluan sama yang jelas-jelas aja, jelas jenis kelamin dan jelas akan nerima kamu, iya! Itu Aku! Semakin hari karir Gista semakin meroket, melambung tinggi, tak hanya FTV kini ia sering tampil di satu-satunya televisi masa kini, dan aku selepas kuliah menjadi seorang Customer service di sebuah bank dengan nametag yang tersemat rapi, bertuliskan namaku sendiri Cherry. 4 tahun sudah berlalu dari pertemuan kami, pertemuan yang sudah di takdirkan, takdir yang kini memisahkan aku dan Gista, karena pada akhirnya Gista menerima pinangan dari seorang bernama wishnutama. Ah, rasanya sakit melihat dia pergi, tapi… Semua itu kini tak begitu terasa karena aku telah menemukan sendiri pelabuhan hatiku yang baru.. Dan dia adalah Rizka… Apakah kau tau Gista? Ternyata saat kita pergi ke Jepang dan Rizka tidak ikut karena ia tahu bahwa aku sangat mencintaimu, dan dengan sengaja ia berbohong agar aku bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama mu. Hahaha Rizka menertawai betapa bodohnya aku, karena begitu aku pulang kuceritakan apa yang kita saling utarakan pagi itu, setelah aku mengungkapkan segenap perasaan yang tak mungkin kau balas. Ia hanya tertawa terbahak-bahak seperti biasa dan menepuk-nepuk pundakku. Mungkin aku masih terjebak dalam nostalgia yang sama. Seperti Secangkir kopi yang baru saja aku buat, aku pahitnya dan kau adalah manisnya. Meneguknya kau puas, dari itu aku dapatkan ampas…Naas dan berbekas. Untukmu, masa lalu. Sudah lama rasanya hatiku diselubungi namamu. Aku rasa cukup, kepadamu cintaku tak lagi berdegub. Cintaku padamu bagaikan sakura, butuh waktu lama untuk mekar namun hanya sekejap ia akan layu… Butuh waktu lama bagiku untuk mengatakan cinta, tapi hanya sekejap mata cinta itu kandas… Mencintaimu adalah satu-satunya penyesalan yang datang di pembukaan cerita, sejak awal memang tak ada janji bahwa cerita ini akan berakhir bahagia. Namun apalah daya…Mungkin karena setiap malam, bulan dan bintang terlihat biasa. Karena mereka kalah meriah dari senyum mu yang merekah… Mencintaimu adalah patah hati yang paling disengaja, kenapa? Karena sejak awal aku tau kita berbeda, kau wanita normal dan aku seorang… Lesbian…
Cherry Blossoms, End