Hotel kelas Melati, kamar nomor 13. Sabtu, 31 desember 2016. Tepat pukul tujuh malam. “Udah siap, mas?” seorang wanita berumur duapuluhan mengedip manja ke arah pasangannya. Baju tidurnya yang minim membuat sebagian besar kulit putihnya terekspos. Tubuhnya yang sintal terlihat begitu menggoda. “Siap dong” balas lelaki yang terlihat seumuran dengan si wanita. Kemeja lengan panjang telah dia tanggalkan, pun celana panjangnya, menyisakan sebuah celana boxer ketat. Tanpa aba-aba, sepasang pemuda pemudi itu saling berpagutan. Lelaki itu menindih tubuh wanitanya, suara kecipak dari adu mulut mereka terdengar menggairahkan. “Susumu montok banget, erika” bisik lelaki itu ketika tangannya mulai meremas gundukan besar di dada wanitanya. “Iya, mas. Dulu banyak yang ngremesin” wanita bernama erika itu berbisik nakal ke telinga sang lelaki. Bisikan yang memicu hasrat, terbukti raut wajah sang lelaki terlihat semakin bernafsu. “Pengalaman ya kamu” kali ini sang lelaki memberi bisikan sekaligus jilatan ke telinga erika, membuatnya menggelinjang geli. “Kan itu yang bikin mas suka” erika mengerling genit kepada sang lelaki, dibalas dengan ciuman sang lelaki ke arah lehernya, tangan lelaki itu masih asyik meremas dada montok di depannya. “Ukuranmu berapa sayang?” bisik lelaki itu lagi. Kali ini tangan kanannya memelintir puting erika yang mulai menegang, selagi tangan kirinya masih meremas gundukan satunya. “Enghh, cuma 36c kok, mas” erika mendesah akibat plintiran sang lelaki, wanita itu sudah semakin dimabuk birahi. “Wah, pantesan gede gini” lidah sang lelaki semakin turun, menuju gundukan sebelah kiri, sementara gundukan kanan masih dijamah tangannya. “Ahh, enak mas” erika mendesah lagi ketika lidah sang lelaki menjilati putingnya, beradu dengan plintiran di sebelah kanan. Lelaki itu terhenyak ke belakang akibat dorongan erika. Wajah wanita itu terlihat jelas sedang dirundung nafsu. Sambil menggigit bibirnya dia membuka satu-satunya kain yang membalut sang lelaki. Batang sang lelaki mengacung ke atas, membuat mata erika berbinar, seolah sudah lama menantikan momen itu. “Maaf ya sayang kalau punyaku kecil” ujar sang lelaki agak minder. Dia mengerti masa lalu wanitanya yang telah beberapa kali berhubungan dengan mantan-mantan pacarnya, tentu saja dari sekian itu ada yang memiliki batang lebih besar dari miliknya yang berukuran rata-rata, bahkan bisa saja semuanya lebih ekstra darinya. “Iya gpp kok, mas” balas erika sambil menatap sang lelaki dengan penuh syahwat. Mau tak mau membuat lelaki itu semakin bernafsu untuk melanjutkan pengalaman pertamanya itu. Kedua insan itu memang agak bertolak belakang. Sang lelaki belum pernah melakukan hubungan intim sama sekali selama seperempat abad hidupnya, bahkan masturbasi pun tidak. Sedangkan erika telah berulang kali melakukannya dengan beberapa mantan pacarnya, hal yang diketahui oleh sang lelaki tetapi tidak membuatnya urung menikahi wanita itu. “Ahh,,” kali ini desahan dari sang lelaki. Tangan halus erika mengocok batang standart milik sang lelaki yang berdiri tegak. Satu hal yang disukai erika adalah kebersihan daerah kemaluan lelakinya, rambut di sekitar batang telah tercukur rapi. Erika membungkukkan badannya, lidahnya liar menjilati setiap bagian kemaluan lelakinya, mulai dari ujung hingga pangkal, bahkan kantungnya tidak lepas dari jilatan wanita itu. Kedua insan itu saling bertatapan, memancarkan nafsu masing-masing. Usai membasahi sekujur kemaluan lelakinya, tanpa ragu erika memasukkan batang lelaki itu ke dalam mulutnya. Mengulumnya seperti sedang menikmati permen lolipop. Memasukkan hingga mentok hampir masuk tenggorokannya. Kemudian mengocok keluar masuk ke dalam mulutnya. “Ahh,,enak sayang,,ahh” begitu racauan lelaki itu berulang-ulang, menanggapi sensasi nikmat yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Entah ingin memuaskan pasangannya ataukah karena memang doyan. Erika begitu liar memainkan batang lelakinya, sesekali menambahkan hisapan di setiap gerakan keluar masuk ke dalam mulutnya, tidak lupa menambahkan kocokan tangannya di batang sang lelaki. Alhasil membuat sang lelaki semakin keenakan dibuatnya. “Ahh,, maap sayang,,ahh” ujar lelaki itu terbata-bata, kalimatnya terpisah menjadi tiga tarikan nafas, berbarengan dengan semburan cairan dari batangnya yang juga sebanyak tiga kali, memenuhi mulut erika dengan cairan kentalnya. Erika buru-buru berlari ke kamar mandi, memuntahkan cairan di mulutnya, sebelum kembali lagi dengan raut wajah bangga. Sedangkan sang lelaki terlihat begitu puas, batangnya mulai melemas dan sedikit cairan masih merembes keluar dari ujungnya. “Buruan bersihin, mas. Nanti nempel loh” ujar erika sambil merapikan pakaiannya. =||= Sang lelaki keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk. Aroma segar menguar dari tubuhnya, membuat erika menoleh dari tayangan televisi yang dilihatnya. “Maaf ya mas, tadi banyak banget soalnya, makanya aku muntahin” ujar erika merasa bersalah. “Aku juga minta maaf sayang soalnya tadi keluar di mulutmu” balas sang lelaki tak mau kalah. “Gpp kok, mas” erika tersenyum manis, menenangkan hati sang lelaki. Sepasang pengantin itu berpelukan sembari berselimut, sang lelaki hanya memakai boxer dan erika masih memakai baju tidur yang tadi. “Kamu sakti banget ya sayang, blowjob doang bisa bikin aku keluar” sang lelaki membelai rambut panjang nan hitam dari wanitanya. “Iyalah, aku kok” erika kembali menggoda suaminya itu. “Critain dong pengalamanmu dulu” tambah sang lelaki. “Nggak ah, nanti mas cemburu” tolak erika. “Nggak, kan kamu tau sendiri kalo aku ngga cemburuan” sang lelaki merayu erika untuk mengisahkan masa lalunya. “Tapi aku malu mas kalau ingat masa laluku dulu, malas ingat-ingat lagi” erika kembali menolak. “Yauda gini aja, kamu ngga usah cerita tapi aku wawancara aja gimana?” sang lelaki tidak mau menyerah. “Yee, sama aja itu mas” erika menjulurkan lidahnya. Sang lelaki dengan sigap memagut lidah erika, keduanya pun kembali beradu ciuman, lidah mereka saling menjamah mulut lawannya. “Mantanmu itunya lebih gede dari punyaku ya?” ujar sang lelaki menghentikan ciumannya. “Ada yang lebih gede, ada yang sama aja kok” balas erika cepat, wanita itu kembali mencium bibir sang lelaki, seolah belum merasa puas. “Kamu suka yang gede ya?” tanya lelaki itu lagi, kembali menghentikan adu mulut mereka. “Bagiku semuanya sama aja sih, mas” erika kembali menjawab dengan singkat. “Blowjobmu tadi itu karna kamu ingin muasin aku atau karna kamu emang doyan ma batang?” pertanyaan sang lelaki semakin menggoda. Kali ini erika diam sejenak untuk berpikir. “Dua-duanya, mas” balasnya dengan senyuman nakal. Sang lelaki sudah tidak tahan lagi. Dia kembali mencumbu wanitanya itu, urutan yang hampir sama dengan permainan mereka sebelumnya, namun kali ini sang lelaki tidak membiarkan wanitanya kembali melakukan blowjob. “Buka sayang” bisik sang lelaki. Dengan sekali tarikan maka lepaslah baju tidur erika, membuat sekujur tubuh mulusnya terlihat jelas oleh sang lelaki, terutama daerah kewanitaan erika yang tadi belum sempat dijamah oleh lelaki itu. “Punyaku udah basah ini sayang” erika melebarkan pahanya, memamerkan liangnya yang berwarna kemerahan, dengan rambut lebat di sekelilingnya. “Kamu belum cukuran ya?” sindir lelaki itu, dia memang lebih suka yang mulus daripada yang berambut lebat, makanya dia selalu rajin mencukur rambut di sekitar batangnya. “Iya, mas. Maaf ya aku tidak sempat tadi” erika kembali merasa bersalah, dia tidak tahu jika lelakinya lebih suka yang bersih, erika hanya mengingat beberapa mantannya lebih suka yang berambut tebal. “Iya gpp sayang” sang lelaki mengarahkan wajahnya mendekat ke gundukan tembem milik erika, mencoba untuk membalas dengan blowjob juga. Namun gerakannya terhenti begitu dia mencium bau yang tidak familiar baginya, dia pun memundurkan kepalanya. “Langsung masukin aja mas, aku ga begitu suka di blowjob kok” ujar erika seolah membaca keraguan pasangannya. Namun sayangnya tiba-tiba batang sang lelaki kembali melemas, seolah kehilangan tajinya. “Maaf ya sayang, aku kecapekan kayaknya” ujar sang lelaki lirih. Dia memakai kembali boxernya dan duduk di sebelah erika. Suasana hening diantara mereka, hanya suara tayangan televisi yang menengahi mereka. Erika mencoba memecah keheningan dengan cara meraba-raba boxer lelakinya. “Masih pengen ya?” ujar sang lelaki lirih. Dia menatap mata erika yang menggoda, memandang lagi tubuhnya yang montok, kemudian menikmati rabaan tangan halus erika di celananya. Batangnya bangkit tak lama berselang. Sang lelaki kembali mencumbu wanitanya, kali ini tangannya langsung menuju area kewanitaan erika yang tak lagi berpenutup. Untuk pertama kalinya dia menggosok bibir bawah wanitanya. Jarinya yang kurang terampil bergerak acak saja, meski demikian tetap saja memberikan rangsangan yang lumayan bagi erika, membuat liangnya kembali basah. “Ayo masukin, mas. Aku udah ngga tahan” desah erika di telinga lelakinya. Membangkitkan semangat sang lelaki. Dengan lembut lelaki itu merenggangkan paha erika, membukakan ruang untuknya agar bisa leluasa melakukan penetrasi. Sementara itu erika meludahi dua jarinya, lalu dioleskan ke batang lelakinya untuk memberikan efek pelumas. “Aku masukin ya sayang” ujar sang lelaki, batangnya perlahan mencari lubang istrinya, kemudian pelan tapi pasti batangnya mulai masuk ke dalam liang kewanitaan erika. “Ahh” desah erika pelan, batang itu akhirnya masuk juga ke liangnya. Sang lelaki mulai menemukan ritme, batangnya bergerak keluar masuk dalam liang erika yang hangat, memberinya kenikmatan yang tidak pernah dibayangkan olehnya. “Ahh, enak banget sayang” komentar sang lelaki, batangnya seolah dijepit oleh himpitan area kewanitaan erika, kehangatan yang sangat melenakan. “Ahh,,iya mas, terus mas,,ahh” desah erika tak mau kalah, sudah lama dia tidak merasakan kenikmatan berhubungan intim, setelah berakhir dengan mantannya beberapa tahun yang lalu. Kali ini rasa nikmat itu kembali memenuhi tubuhnya. “Ahh,, aku ga kuat sayang,,ahh” tidak sampai lima menit kemudian sang lelaki tak kuasa menahan gejolaknya, dengan cepat dia mencabut batangnya karena mereka memang belum berniat untuk segera memiliki momongan, batangnya menyemburkan cairan kentalnya lagi, kali ini lebih deras di perut erika. =||= Tak terasa pagi telah menjelang. Sang lelaki terbangun setelah semalam ketiduran akibat kepuasan bermain bersama istrinya. Namun ia terkejut ketika erika tidak ada di sisinya. Sang lelaki bangkit dari ranjang, serabutan mencari istrinya kemana-mana, kamar mandi, kolam renang, kantin, bahkan lobby, namun sama sekali tidak ada tanda-tanda keberadaan istrinya. Sang lelaki kembali ke dalam kamarnya, mencoba mencari dengan cara lain, smartphone yang tergeletak di hadapannya segera digunakan untuk menghubungi istrinya. Beberapa panggilan tidak membuahkan hasil, semuanya tidak tersambung. Bodohnya dia baru menyadari kemudian jika yang dia gunakan adalah smartphone milik istrinya. Sang lelaki tak menyerah. Dia melihat laptop istrinya yang tergeletak di meja. Tanpa buang waktu dia segera menyalakan laptop itu. Namun dia terhenti akibat kolom login yang mengharuskan untuk mengisi password. Sekali percobaan, nama istrinya, salah. Percobaan kedua, namanya sendiri, salah juga. Setelah beberapa kali percobaan gagal, muncul tulisan warning yang sedikit berbeda dari laptop pada umumnya. “Jangan dibuka jika tidak ingin hubungan dan semua hal diantara kita musnah” Sang lelaki tidak berani mengambil resiko. Dia memilih keluar lagi dari kamar, mencoba untuk meneruskan mencari istrinya. Tempat-tempat yang sama kembali didatanginya, sayangnya menghasilkan hal yang sama, istrinya tidak terlihat batang hidungnya. Sang lelaki mencari lebih teliti lagi, setiap lantai hotel dia telusuri, mulai dari lantai terbawah sampai teratas, hasilnya tetap nihil. Sang lelaki mulai putus asa, dia berjalan gontai dari lantai paling atas. Setelah beberapa langkah dia bertemu dengan sebuah pintu yang agak mencurigakan. Pintu satu-satunya yang tidak memiliki nomer kamar, bentuk pintunya pun berbeda dengan pintu kamar yang lain. “Pintu apa ini?” gumam lelaki itu. Sekilas dilihatnya area di sekelilingnya, sepi dan tidak ada tanda keberadaan orang lain. Tangan lelaki itu meraih pegangan pintu, dengan agak ragu-ragu dia membukanya. Cklek, ternyata pintunya tidak terkunci. Lelaki itu bergegas masuk ke dalam, kemudian menutup kembali pintunya sebelum orang lain mengetahui perbuatannya. Kamar itu hampir kosong. Hanya ada sebuah kursi sofa dan sebuah layar televisi lcd yang berukuran cukup besar. Sebuah remot tergeletak di pinggiran kursi, sementara di layar televisi menampilkan gambar background biru dengan nomor saluran 0. Lelaki itu mengambil remot yang hanya memiliki tombol nomor 0-9 itu. Dicobanya satu-persatu mulai dari nomor pertama. Rupanya semua saluran tidak menampilkan tayangan televisi melainkan hasil tangkapan dari kamera tersembunyi yang ada di beberapa kamar yang ada di hotel itu. Kamar yang diselidiki tidak urut, ada nomor 1, 4, 6, 9, 17, 26, 39 dan 69, bahkan di saluran terakhir adalah nomor kamarnya sendiri, kamar nomor 13 yang kondisinya sama seperti saat dia tinggalkan tadi. Lelaki itu mengulang kembali mulai saluran pertama, kamar nomor satu itu berisi seorang lelaki yang wajahnya cukup familiar, salah satu wajah yang hadir di pernikahan sang lelaki dan erika, sang lelaki mengingatnya dari kacamata yang dipakainya. “Itu kan si Indra, salah satu mantannya erika, ngapain dia di sini?” gumam sang lelaki kepada dirinya sendiri. Lelaki bernama Indra itu hanya tiduran saja di atas ranjangnya yang empuk. Terlalu membosankan untuk terus dilihat, maka sang lelaki memindah salurannya ke nomor dua. Kamar nomor 4, seorang lelaki chinese sedang menelpon seseorang, dari nada bicaranya sepertinya dia sedang memarahi lawan bicaranya, kurang menarik untuk didengarkan, saluran kembali berpindah. Kamar nomor 6 kosong, tidak ada tanda-tanda keberadaan seseorang di sana, tentu saja saluran langsung berpindah. Kamar nomor 9, kali ini lelaki jepang, entah turis ataukah apa, tidak terdengar suaranya karena dia sedang asyik menyantap sushi sambil menatap layar handphonenya, hanya terdengar suara kecapan mulutnya setiap melahap sepotong sushi. Saluran terus berpindah, kali ini kamar nomor 17, lagi-lagi orang asing, seorang bule yang mengemil pizza di atas ranjang, matanya menatap ke layar televisi lcd di depannya. Saluran berikutnya adalah kamar nomor 26, kamar itu kosong tetapi televisinya masih menyala, terdengar suara lagu india yang mengalun syahdu, sebelum mengantuk sang lelaki memindah lagi salurannya. Kamar nomor 39, cukup jauh selisihnya dengan nomor sebelumnya, kali ini lagi-lagi berisi wajah yang familiar bagi sang lelaki, wajah yang juga datang di pernikahannya. Lelaki di kamar itu berbadan tegap dengan kulit coklat agak kehitaman, sepertinya sering terbakar panas matahari. “Jarot juga ada di sini” sang lelaki mengernyitkan keningnya. Tak lama berselang terdengar suara pintu diketuk. Lelaki bernama Jarot beranjak dari ranjang untuk membuka pintu kamarnya, seorang lelaki paruh baya yang wajahnya juga familiar muncul di sana. “Dari mana saja, pak?” tegur Jarot. “Biasa, cari angin” jawab lelaki paruh baya itu sekenanya. Meski kulitnya sudah mulai keriput dan rambutnya banyak yang beruban tetapi tubuhnya masih terlihat tegap, tidak kalah dengan Jarot. “Itu sudah aku ambilkan makannya, pak” ujar Jarot menunjuk ke meja di dekat mereka. Nada Jarot yang sopan menyiratkan bahwa ada hubungan kedekatan antara keduanya. “Makasih, nak” lelaki tua tersenyum, kemudian duduk di dekat meja yang dipenuhi makanan di atasnya. Saluran kembali berganti, kali ini meloncat jauh ke kamar nomor 69. Saluran terakhir ini lagi-lagi berisi seseorang yang familiar bagi sang lelaki, salah satu wajah yang hadir di pernikahan, salah satu undangan penting malahan. “Bos Broto?” sang lelaki sedikit memekik akibat keterkejutannya. Bos besar dari tempat kerjanya ternyata juga ada di sana. Lelaki berumur kepala empat dengan postur agak tambun itu duduk santai di kursi, sebuah cerutu hinggap di mulutnya. Saluran kembali ke nomor 0, background biru terang mencolok mata. Sang lelaki memutar otaknya, bagaimana mungkin beberapa orang yang dikenalnya bisa ada di satu hotel yang sama pada saat bersamaan. =||= Sang lelaki tidak bisa menemukan jawaban yang tepat atas keganjilan yang dia temukan. Rasa penasaran membuatnya kembali memindah saluran, mulai dari saluran pertama lagi. “Erika?” sang lelaki melompat dari kursi. Istrinya yang tidak ditemukannya dari pagi ternyata ada di kamar nomor 1 sekarang. Sang lelaki menaikkan volume suara televisi agar terdengar lebih jelas. “Sayang” ujar erika saat lelaki berkacamata itu bangkit mendatanginya. Padahal dia belum pernah memanggil suaminya dengan sebutan sayang. “Kangen ya sama aku?” lelaki bernama Indra itu membelai rambut erika. Matanya begitu bernafsu melihat erika yang memakai tanktop ketat berwarna ungu dan rok pendek hitam. “Nggak, kangen sama yang ini nih” erika meremas batang indra yang memang menggembung di celananya. Indra tidak mau kalah, tangannya sigap meremas dada montok erika, membuatnya menyadari jika erika tidak mengenakan bra. “Wah, udah siap nih” bisik Indra di telinga erika, di saat hampir bersamaan tangan satunya menyusup ke dalam rok kain erika, tidak menemukan keberadaan celana dalam di sana. Masa lalu mereka seolah terulang kembali. Pemuda pemudi seumuran itu saling memagut bibir satu sama lain, french kiss yang begitu berisik dan basah, membuat sang lelaki yang menatap mereka dari layar merasa marah bercampur nafsu. “Kayak biasanya dong sayang” bisik Indra lagi, erika mengganguk paham. Wanita itu sedikit menjauh dari Indra. Duduk di sofa sembari merenggangkan pahanya, otomatis roknya tersingkap ke atas dan memamerkan vaginanya yang dikelilingi rambut lebat di sekitarnya. “Masih inget ya kalo aku suka yang lebat” ujar Indra sambil melepas semua pakaiannya, membiarkan batangnya menjuntai. Erika meneruskan aksinya, jemarinya dengan lihai menggosok gundukan daging di selangkangannya, daging berwarna kemerahan itu makin lama terlihat makin basah, apalagi erika sesekali melumuri jarinya dengan liurnya. Indra mendekati erika, membiarkannya terus menggosok bibir vaginanya, sementara Indra membantunya dengan meremasi kedua payudara erika yang berguncangan. “ahh,,” jemari erika semakin liar, menusuk liangnya sendiri, bergerak keluar masuk seolah penis mini, membuat desahannya mulai muncul. Indra sudah tidak kuat, batangnya semakin menegang, ukurannya tidak beda jauh dengan suami erika yang sedang mengamati mereka berdua dari kamera tersembunyi. Sang lelaki merasa geram tetapi dia masih terpaku di sana, rupanya menikmati perselingkuhan mereka. “Punyamu masih rapet ya” Batang Indra menghujam ke liang erika. Pinggulnya bergerak maju mundur menggoyangkan batangnya yang licin akibat cairan pelumas erika. “Punyamu juga masih enak” erika yang bersandar di sofa keenakan menerima sodokan dari Indra. Tangannya menjambak rambut Indra, sementara tangan Indra menjamah gunung kembarnya. “Enghh,,anghh” desahan erika semakin keras, mengikuti irama sodokan Indra yang juga semakin cepat, untuk mengurangi suara yang muncul Indra menutup mulut erika dengan tangan kirinya. Lima menit sudah terlewati. Erika dan Indra masih memacu hasrat mereka di atas sofa. Sang lelaki juga masih mengamati mereka dengan seksama, hingga tak lama kemudian Indra mencapai puncaknya. “Ahh, aku mau keluar ini, sayang” batang Indra mulai berkedut, pertanda tak lama lagi cairannya akan muncrat. “Keluarin di dalam aja, sayang” ucapan erika menyulut kemarahan suaminya. Sang lelaki saja tadi memilih untuk mencabut batangnya agar tidak keluar di dalam, tetapi erika dengan entengnya meminta mantannya untuk menghamilinya. “ahhhh” Indra melenguh puas, batangnya telah tuntas menumpahkan cairannya di dalam liang erika, memberikan rasa hangat di liang erika. Sang lelaki bergegas keluar dari ruangan. Berlari menuju ke kamar nomor 1. Menggedornya pintunya dengan keras. Indra membuka pintu dengan cepat, meski wajahnya terlihat cemas. Sang lelaki segera menggeledah kamar lelaki berkacamata itu untuk mencari istrinya. Tetapi nihil, tidak ada sosok erika di sana. “Ada apa, bro?” Indra mulai terlihat tenang. Sang lelaki tidak menjawab. Dia meninggalkan kamar nomor 1 dengan perasaan campur aduk. Dia kembali memeriksa ke setiap sudut hotel, mencari keberadaan istrinya. =||= Sang lelaki kembali ke ruangan yang tadi. Tubuhnya lelah akibat mencari kesana kemari untuk kesekian kali. Kembali dipindahnya saluran televisi di hadapannya. Mencoba mencari istrinya dari sana. Tidak ada perubahan dari tayangan tiap saluran, hampir sama dengan saat lelaki itu melakukannya sebelumnya. Bedanya hanya tindakan dari tiap pemilik kamar, contohnya si Indra sekarang sudah tertidur pulas di ranjangnya. Sang lelaki yang kelelahan pun tertidur. Tidak lama, mungkin sekitar setengah jam. Hawa siang hari yang mulai panas membangunkannya. Secara reflek dia kembali memutar saluran televisi di hadapannya. Tidak ada yang istimewa sampai sebelum saluran terakhir. Kamar nomor 69 yang tadinya hanya berisi pak Broto, bos di kantornya, ternyata sekarang kedatangan orang baru. Yang kembali membuat sang lelaki tersentak. “Erika!” pekiknya tertahan, tombol volume up di remot ditekannya cepat-cepat. Erika duduk di tepi ranjang bersebelahan dengan pak Broto. Lelaki tua itu merangkul bahu erika yang saat itu hanya mengenakan baju tidur berenda yang transparan. “Bagaimana kerjaan suamiku di kantor, pak?” ujar erika memecah keheningan. “Belum ada perbaikan, kalo bukan karena kamu ya pasti dia sudah kupecat” mata lelaki tua itu menerawang ke tubuh erika. “Jangan pak, kasihani dia” wajah erika memelas, tangannya mengusap perut buncit lelaki itu. “Tenang aja, selama kamu masih bisa memuaskanku ya tidak masalah” pak Broto tersenyum penuh kemenangan. Dituntunnya tangan erika menuruni perutnya, menuju ke balik celananya. “Udah tegang aja, pak” sindir erika. “Iya nih, tiap sama kamu mesti tegang mulu” pak Broto mulai melontarkan rayuannya. “Dibuka aja ya, pak” erika melorotkan celana pak Broto tanpa menunggu persetujuannya. Batang gemuk pak Broto teracung ke atas, ukurannya mungkin lebih pendek dari suaminya tetapi diameternya lebih besar dan membuatnya terlihat gemuk. Sesuai dengan pemiliknya yang juga bertubuh buncit. “Kamu juga dibuka dong” pak Broto tidak mau kalah. Dengan sekali tarik robeklah baju tidur terusan erika. Memamerkan sekujur tubuhnya yang putih dan mulus. “Bapak nakal ya” wajah erika mulai menggoda, memancing birahi setiap lelaki yang memandangnya, tidak terkecuali pak Broto. “Eh, punyamu belum cukuran ya?” pak Broto memotong aktifitas mereka. “Tunggu sebentar ya” tambahnya lagi sebelum masuk ke kamar mandi. Pak Broto keluar membawa sebuah pisau cukur, matanya berkilat senang seolah akan melakukan kegiatan yang menyenangkan. “Nggak usah, pak” erika mulai memahami maksud pak Broto dan mencoba menolaknya. “Santai aja, jangan sungkan” pak Broto bersikeras dengan maksudnya. Maka erika terpaksa menurut dan duduk di ranjang sambil merenggangkan pahanya, membuka selangkangannya lebar-lebar. “Hati-hati ya, pak” ujar erika pasrah. “Tenang aja, aku udah pengalaman kok” pak Broto dengan lihai mencukur setiap helai bulu kemaluan yang tumbuh, bagaikan tukang cukur profesional yang sedang menangani pelanggannya. Beberapa saat kemudian area kemaluan erika bersih bebas dari bulu, cukuran pak Broto rupanya sangat rapi dan tidak memberikan bekas luka atau apapun. “Wah, bersih juga ya” erika tersenyum senang kali ini. Sementara itu pak Broto melanjutkan aksinya, jarinya yang gemuk menggosok bibir vagina erika yang kini terlihat jelas. “Ahh” desah erika pelan, jari pak Broto bergerak dengan gesit mengobok-obok vagina erika. Erika terkapar ke ranjang, mulai menggigit bibirnya sendiri, sambil sesekali menjilati jarinya sendiri. Pak Broto semakin bernafsu akibat tingkah erika, jarinya semakin cepat mengocok liang erika, kali ini ditambah dengan lidahnya yang menjilati klitoris erika. “Ahhh,,,emphh,,enakk pak” racau erika tak karuan, vaginanya telah basah kuyup akibat campuran antara liur pak Broto dan cairan pribadi erika. Pak Broto naik ke ranjang bersebelahan dengan erika. Kali ini gantian bibir erika yang disantapnya, tangannya masih mengocok liang erika dengan cepat, menimbulkan bunyi kecipak yang menggairahkan. Erika tidak mau kalah, tangannya yang bebas segera meraih batang pak Broto, mengocoknya naik turun dengan cepat, tidak lupa dia membasahi tangannya dengan liurnya terlebih dahulu. Kedua insan itu seolah berlomba untuk memuaskan lawannya. Jari pak Broto semakin cepat mengocok liang vagina erika, membuat erika kelojotan keenakan, sayangnya dia tak bisa bersuara karena bibirnya tertutup oleh bibir pak Broto. Tangan erika pun demikian, dengan cepat dia mengocok batang pak Broto baik turun, hingga akhirnya tak lama kemudian keduanya mencapai klimaksnya pada saat yang hampir bersamaan. “Aku mau kluar ini, pak” erika melepas ciuman pak Broto, meracau tak karuan sebelum akhirnya cairan kentalnya merembes keluar dan membasahi jari pak Broto. “Gantian aku nih” pak Broto mengubah posisinya sedikit, membuat erika lebih leluasa mengocok batang lelaki tua itu, tak lama berselang batang gemuk itu berkedut-kedut, menyemburkan isinya dalam beberapa hentakan, sebelum akhirnya melemas karena puas. Sang lelaki tidak mau ketinggalan kali ini. Dengan cepat dia berlari menuju kamar nomor 69 yang terletak agak jauh dari posisinya. Keringat bercucuran di dahinya, nafasnya tersengal ketika sampai di kamar yang dituju, tanpa ragu dia menendang pintu kamar hingga menjeblak terbuka. “Apa-apaan ini?” bentak pak Broto ketika sang lelaki masuk. Pak Broto sedang berbaring di atas ranjang. Lagi-lagi tidak ada keberadaan erika di sana, membuat sang lelaki semakin frustasi. Sang lelaki kembali berlari menuju ke ruangan kamera. Diputarnya lagi semua saluran satu persatu, fokusnya terhenti di kamar nomor 39, kamar yang tadi ditempati Jarot dan seorang lelaki tua. “Erikaaa” teriak sang lelaki ke arah televisi. Istrinya itu telah berada di sana. Kali ini malah telah dalam keadaan telanjang. “Gimana pak Paidi?” Jarot menanyakan kesan dari lelaki tua di hadapannini. Pak Paidi berdiri dalam keadaan telanjang. Batangnya yang berukuran sedikit di atas rata-rata sedang dioral oleh erika yang merangkak di atas ranjang, sementara itu Jarot menusuk liang erika dari belakang. “Mulutnya enak juga, rasanya sama kayak memek” balas pak Paidi dengan cengiran, membuat Jarot terbahak. “Apalagi memeknya, pak. Kontolku kayak dicengkram nih” Jarot mengeluarkan batangnya yang berukuran lebih besar, batang berwarna kehitaman itu terlihat begitu perkasa. “Ntar gantian ya” ujar pak Paidi, tangannya menjambak rambut erika, menggoyang kepalanya agar lebih cepat mengocok batangnya. “Siap, pak” Jarot mempercepat sodokannya, membuat erika mendesah tertahan. Sang lelaki kembali melompat keluar dari ruangan, kali ini berlari ke arah kamar nonor 39, emosi telah sampai di ubun-ubunnya. Sang lelaki melemparkan badannya menabrak pintu kamar sampai pintunya hampir terlepas dari engselnya. Jarot dan pak Paidi yang saat itu sedang makan terkejut melihatnya. “Ada apa nih?” Jarot terkejut dengan kedatangan lelaki itu, sementara sang lelaki pingsan tak sadarkan diri. =||= Malam telah menjelang. Sang lelaki yang telah bangun dari pingsannya telah berada di sebuah ruang makan. Istrinya erika berada di dekatnya, sementara itu di kursi yang lain ada Indra, pak Broto, Jarot dan pak Paidi. Mereka semua duduk melingkar bersiap untuk menyantap makanan yang telah tersedia. “Silahkan dinikmati” ujar sang lelaki memecah keheningan. Para hadirin segera menyantap hidangan di depan mereka masing-masing, termasuk erika. Sang lelaki masuk ke dapur, menyiapkan beberapa gelas minuman, tidak lupa menaburkan serbuk obat ke semua gelas itu. Sang lelaki kembali ke meja makan dengan membawa baki minuman. Satu persatu gelas dibagikan kepada para undangan. “Cheers” Jarot mengangkat gelasnya. “Untuk pernikahan mereka berdua” pak Paidi menambahkan. Ting, suara gelas beradu dengan gelas. Mereka semua segera meneguk minuman bercampur obat itu. “Ahh, badanku kok berasa ga enak ya” erika yang pertama bersuara. “Ga enak kenapa sayang?” sang lelaki berpura-pura tidak tahu. “Gatau nih sayang, kayak meriang” erika pertama kalinya memanggil suaminya dengan sebutan sayang. “Sebentar ya aku ambilkan obat” sang lelaki berlari ke arah kamar nomor 13. Hampir lima menit berlalu, sang lelaki belum juga kembali. Sementara itu para undangan mulai merasakan efek obat di minuman mereka. “Duh, punyaku tegang nih” Jarot berdiri dari kursinya, mengusap batangnya yang menggembung di balik celana. “Sama nih, aku juga” pak Paidi ikut berdiri. Diikuti oleh pak Broto dan Indra yang juga mengalami hal yang sama. Tanpa perlawanan erika pun mendekat kepada mereka, menarik gaunnya hingga terlepas, menampakkan tubuhnya yang montok dan mulus. “Nih cewek bodinya nilai sembilan deh” Jarot menatap tubuh erika penuh kekaguman. “Jangan cuma diliat aja” erika menggoda mereka. Dia duduk di lantai sambil menyibak liang kenikmatannya. Empat lelaki itu bagai dikomando oleh pimpinan mereka. Bergerak bersamaan mendatangi erika, mengambil posisinya masing-masing. Jarot di bawah, pak Paidi di atas, Indra di kanan dan pak Broto di kiri. “Yuk lanjutin yang tadi” pak Paidi kembali menjambak rambut erika, memaksanya mengulum batangnya yang lebih keras dari sebelumnya. Kedua tangan erika tidak diam saja. Yang kanan mengocok batang Indra, yang kiri mengocok batang pak Broto. Keduanya duduk sambil meremasi payudara montok erika. Jarot yang mendapat posisi paling enak. Batangnya yang besar kembali menyodok erika dari belakang, kali in sambil tangannya menceples pantat erika yang semok. Sang lelaki melihat dari kejauhan, perasaannya campur aduk, tapi dia membiarkan saja aktifitas mereka. Empat lelaki itu telah beberapa kali bertukar posisi. Semuanya juga sudah menyemburkan cairan masing-masing minimal dua kali, khusus erika bahkan hampir lima kali mencapai orgasmenya, namun sama sekali belum ada rasa puas bagi mereka, batang empat lelaki itu masih mengacung tegak, liang erika pun masih terasa gatal ingin dimasuki, padahal tubuh mereka semakin melemah. Sang lelaki kembali saat mereka semua terkapar tak berdaya. Matanya berkilat, wajahnya terlihat begitu kejam, sebuah pisau daging berukuran sedang berada di genggaman tangannya. “Masih kurang ya, bro? Masa lalu kalian belum usai ya?” sang lelaki mendekat ke arah Indra. “Aaaaa” teriakan Indra mengguncang mereka semua ketika pisau yang dibawa sang lelaki dengan mudahnya menebas batang Indra yang masih tegang. “Bos, kurang puas sama istrinya? Kerjaanku kurang baik atau emang pingin make erika?” sang lelaki berpindah ke pak Broto. Gerakan yang sama dengan sebelumnya, sekali tebas lepaslah batang gemuk lelaki tua itu. Pak Broto pingsan tak sadarkan diri. “Jarot, my best friend, fuck you” sang lelaki melanjutkan dengan menebas batang raksasa Jarot, membuatnya berteriak seperti anak kecil yang pertama kalinya terjatuh. “Pak Paidi, saya tidak kenal dengan anda, maka ini bukan masalah” pisau sang lelaki menebas batang terakhir yang masih berdiri. Membuat lantai ruang makan banjir darah. Membuat empat lelaki itu terkapar tak berdaya. “Erika, sayangku. Masih berasa gatal ya?” bisik sang lelaki pelan. “I,,iya, sayang” erika ketakutan setengah mati, wajahnya terlihat pucat, tubuhnya terasa semakin melemah. Sang lelaki masuk sebentar ke arah dapur, sebelum keluar sambil membawa sebuah terong besar berwarna ungu. “Aku bantuin ya sayang” mata sang lelaki mendelik keji, senyuman iblis tergambar di wajahnya. “Aaakhhh” teriak erika saat sang lelaki mengocok vaginanya dengan terong. Liangnya terasa sangat perih seolah hendak dirobek. “Enak ya sayang?” sang lelaki semakin liar menusukkan terong ke dalam liang istrinya, membuat erika menjerit seperti kesetanan. Erika terkulai lemas, darah mengalir dari liang vaginanya yang telah sobek, sebagian terong patah dan tertinggal di dalam liang erika. Sebelum pingsan erika sempat membisikkan sebuah kata kepada sang lelaki. Bagai tersengat listrik, sang lelaki meninggalkan sosok-sosok berlumuran darah itu, berlari menuju kamarnya, menggebrak pintunya hingga terbuka. Laptop istrinya telah menyala tepat di halaman login, seolah menunggu untuk diberi password yang tepat, maka sang lelaki mengetik sebuah kata hasil bisikan dari istrinya tadi. MENUR. Tombol enter ditekan oleh sang lelaki. Berhasil. Dia masuk ke tampilan awal. Sangat mencurigakan. Laptop itu kosong. Hanya ada sebuah file video di sana. Sebuah file berjudul gambir.3gp Sang lelaki mengklik video itu, menampilan sebuah tayangan dari sebuah kamar di hotel. Hotel yang sama dengan tempatnya sekarang, juga kamar dengan nomor 13. Seorang lelaki dan perempuan sedang asyik memadu kasih di atas ranjang, namun kedatangan seorang anak kecil menghentikan kegiatan mereka. Yang lebih mengherankan lagi anak kecil itu membawa sebuah pisau. Tanpa babibu lagi anak itu langsung menggorok leher sepasang suami istri itu sampai kepala mereka terlepas dari tubuhnya. Kemudian anak kecil itu mengjadap ke kamera, dengan santai dia menggorok lehernya sendiri sampai darah muncrat ke kamera. Sang lelaki jatuh di lantai. Dunianya terasa berputar. Sekelilingnya tiba-tiba terasa gelap. =||= “Bagaimana keadaan gambir, dok?” seorang lelaki gemuk dengan kaos bertuliskan angka 69 terlihat santai di dalam ruangannya. Papan nama putih terletak di atas mejanya. Brotoseno, pemilik rumah sakit. “Kondisinya tidak stabil, pak” balas sang dokter yang berkacamata. Nama Indra Wijaya tersemat di baju dinasnya, dengan nomor urut 1. Tak lama berselang masuklah seorang wanita berseragam putih-putih. Sebuah papan nama didekapnya erat-erat. Langkahnya agak terburu-buru. “Ada berita baru, suster erika?” tanya dokter Indra tenang. “Tidak ada, pak” suster erika kembali ke ruangannya. Dokter Indra keluar dari ruangan, menuju ke parkiran tempat mobilnya berada. “Pulang, pak?” seorang lelaki tua penjaga parkir datang menghampiri. “Iya, pak Paidi. Sendirian aja nih?” balas Indra tersenyum ramah. “Sama saya, pak” sebuah suara datang dari belakang mereka. Seorang lelaki tegap berseragam satpam. “Jarot dan pak Paidi, kombinasi biasanya ya. Kalau gitu saya pamit” dokter Indra melangkah ke mobilnya, meninggalkan mereka berdua, melewati papan nama besar dari bangunan itu. Rumah Sakit Jiwa Menur.
Hotel kelas Melati, kamar nomor 13. Sabtu, 31 desember 2016. Tepat pukul tujuh malam. “Udah siap, mas?” seorang wanita berumur duapuluhan mengedip manja ke arah pasangannya. Baju tidurnya yang minim membuat sebagian besar kulit putihnya terekspos. Tubuhnya yang sintal terlihat begitu menggoda. “Siap dong” balas lelaki yang terlihat seumuran dengan si wanita. Kemeja lengan panjang telah dia tanggalkan, pun celana panjangnya, menyisakan sebuah celana boxer ketat. Tanpa aba-aba, sepasang pemuda pemudi itu saling berpagutan. Lelaki itu menindih tubuh wanitanya, suara kecipak dari adu mulut mereka terdengar menggairahkan. “Susumu montok banget, erika” bisik lelaki itu ketika tangannya mulai meremas gundukan besar di dada wanitanya. “Iya, mas. Dulu banyak yang ngremesin” wanita bernama erika itu berbisik nakal ke telinga sang lelaki. Bisikan yang memicu hasrat, terbukti raut wajah sang lelaki terlihat semakin bernafsu. “Pengalaman ya kamu” kali ini sang lelaki memberi bisikan sekaligus jilatan ke telinga erika, membuatnya menggelinjang geli. “Kan itu yang bikin mas suka” erika mengerling genit kepada sang lelaki, dibalas dengan ciuman sang lelaki ke arah lehernya, tangan lelaki itu masih asyik meremas dada montok di depannya. “Ukuranmu berapa sayang?” bisik lelaki itu lagi. Kali ini tangan kanannya memelintir puting erika yang mulai menegang, selagi tangan kirinya masih meremas gundukan satunya. “Enghh, cuma 36c kok, mas” erika mendesah akibat plintiran sang lelaki, wanita itu sudah semakin dimabuk birahi. “Wah, pantesan gede gini” lidah sang lelaki semakin turun, menuju gundukan sebelah kiri, sementara gundukan kanan masih dijamah tangannya. “Ahh, enak mas” erika mendesah lagi ketika lidah sang lelaki menjilati putingnya, beradu dengan plintiran di sebelah kanan. Lelaki itu terhenyak ke belakang akibat dorongan erika. Wajah wanita itu terlihat jelas sedang dirundung nafsu. Sambil menggigit bibirnya dia membuka satu-satunya kain yang membalut sang lelaki. Batang sang lelaki mengacung ke atas, membuat mata erika berbinar, seolah sudah lama menantikan momen itu. “Maaf ya sayang kalau punyaku kecil” ujar sang lelaki agak minder. Dia mengerti masa lalu wanitanya yang telah beberapa kali berhubungan dengan mantan-mantan pacarnya, tentu saja dari sekian itu ada yang memiliki batang lebih besar dari miliknya yang berukuran rata-rata, bahkan bisa saja semuanya lebih ekstra darinya. “Iya gpp kok, mas” balas erika sambil menatap sang lelaki dengan penuh syahwat. Mau tak mau membuat lelaki itu semakin bernafsu untuk melanjutkan pengalaman pertamanya itu. Kedua insan itu memang agak bertolak belakang. Sang lelaki belum pernah melakukan hubungan intim sama sekali selama seperempat abad hidupnya, bahkan masturbasi pun tidak. Sedangkan erika telah berulang kali melakukannya dengan beberapa mantan pacarnya, hal yang diketahui oleh sang lelaki tetapi tidak membuatnya urung menikahi wanita itu. “Ahh,,” kali ini desahan dari sang lelaki. Tangan halus erika mengocok batang standart milik sang lelaki yang berdiri tegak. Satu hal yang disukai erika adalah kebersihan daerah kemaluan lelakinya, rambut di sekitar batang telah tercukur rapi. Erika membungkukkan badannya, lidahnya liar menjilati setiap bagian kemaluan lelakinya, mulai dari ujung hingga pangkal, bahkan kantungnya tidak lepas dari jilatan wanita itu. Kedua insan itu saling bertatapan, memancarkan nafsu masing-masing. Usai membasahi sekujur kemaluan lelakinya, tanpa ragu erika memasukkan batang lelaki itu ke dalam mulutnya. Mengulumnya seperti sedang menikmati permen lolipop. Memasukkan hingga mentok hampir masuk tenggorokannya. Kemudian mengocok keluar masuk ke dalam mulutnya. “Ahh,,enak sayang,,ahh” begitu racauan lelaki itu berulang-ulang, menanggapi sensasi nikmat yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Entah ingin memuaskan pasangannya ataukah karena memang doyan. Erika begitu liar memainkan batang lelakinya, sesekali menambahkan hisapan di setiap gerakan keluar masuk ke dalam mulutnya, tidak lupa menambahkan kocokan tangannya di batang sang lelaki. Alhasil membuat sang lelaki semakin keenakan dibuatnya. “Ahh,, maap sayang,,ahh” ujar lelaki itu terbata-bata, kalimatnya terpisah menjadi tiga tarikan nafas, berbarengan dengan semburan cairan dari batangnya yang juga sebanyak tiga kali, memenuhi mulut erika dengan cairan kentalnya. Erika buru-buru berlari ke kamar mandi, memuntahkan cairan di mulutnya, sebelum kembali lagi dengan raut wajah bangga. Sedangkan sang lelaki terlihat begitu puas, batangnya mulai melemas dan sedikit cairan masih merembes keluar dari ujungnya. “Buruan bersihin, mas. Nanti nempel loh” ujar erika sambil merapikan pakaiannya. =||= Sang lelaki keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk. Aroma segar menguar dari tubuhnya, membuat erika menoleh dari tayangan televisi yang dilihatnya. “Maaf ya mas, tadi banyak banget soalnya, makanya aku muntahin” ujar erika merasa bersalah. “Aku juga minta maaf sayang soalnya tadi keluar di mulutmu” balas sang lelaki tak mau kalah. “Gpp kok, mas” erika tersenyum manis, menenangkan hati sang lelaki. Sepasang pengantin itu berpelukan sembari berselimut, sang lelaki hanya memakai boxer dan erika masih memakai baju tidur yang tadi. “Kamu sakti banget ya sayang, blowjob doang bisa bikin aku keluar” sang lelaki membelai rambut panjang nan hitam dari wanitanya. “Iyalah, aku kok” erika kembali menggoda suaminya itu. “Critain dong pengalamanmu dulu” tambah sang lelaki. “Nggak ah, nanti mas cemburu” tolak erika. “Nggak, kan kamu tau sendiri kalo aku ngga cemburuan” sang lelaki merayu erika untuk mengisahkan masa lalunya. “Tapi aku malu mas kalau ingat masa laluku dulu, malas ingat-ingat lagi” erika kembali menolak. “Yauda gini aja, kamu ngga usah cerita tapi aku wawancara aja gimana?” sang lelaki tidak mau menyerah. “Yee, sama aja itu mas” erika menjulurkan lidahnya. Sang lelaki dengan sigap memagut lidah erika, keduanya pun kembali beradu ciuman, lidah mereka saling menjamah mulut lawannya. “Mantanmu itunya lebih gede dari punyaku ya?” ujar sang lelaki menghentikan ciumannya. “Ada yang lebih gede, ada yang sama aja kok” balas erika cepat, wanita itu kembali mencium bibir sang lelaki, seolah belum merasa puas. “Kamu suka yang gede ya?” tanya lelaki itu lagi, kembali menghentikan adu mulut mereka. “Bagiku semuanya sama aja sih, mas” erika kembali menjawab dengan singkat. “Blowjobmu tadi itu karna kamu ingin muasin aku atau karna kamu emang doyan ma batang?” pertanyaan sang lelaki semakin menggoda. Kali ini erika diam sejenak untuk berpikir. “Dua-duanya, mas” balasnya dengan senyuman nakal. Sang lelaki sudah tidak tahan lagi. Dia kembali mencumbu wanitanya itu, urutan yang hampir sama dengan permainan mereka sebelumnya, namun kali ini sang lelaki tidak membiarkan wanitanya kembali melakukan blowjob. “Buka sayang” bisik sang lelaki. Dengan sekali tarikan maka lepaslah baju tidur erika, membuat sekujur tubuh mulusnya terlihat jelas oleh sang lelaki, terutama daerah kewanitaan erika yang tadi belum sempat dijamah oleh lelaki itu. “Punyaku udah basah ini sayang” erika melebarkan pahanya, memamerkan liangnya yang berwarna kemerahan, dengan rambut lebat di sekelilingnya. “Kamu belum cukuran ya?” sindir lelaki itu, dia memang lebih suka yang mulus daripada yang berambut lebat, makanya dia selalu rajin mencukur rambut di sekitar batangnya. “Iya, mas. Maaf ya aku tidak sempat tadi” erika kembali merasa bersalah, dia tidak tahu jika lelakinya lebih suka yang bersih, erika hanya mengingat beberapa mantannya lebih suka yang berambut tebal. “Iya gpp sayang” sang lelaki mengarahkan wajahnya mendekat ke gundukan tembem milik erika, mencoba untuk membalas dengan blowjob juga. Namun gerakannya terhenti begitu dia mencium bau yang tidak familiar baginya, dia pun memundurkan kepalanya. “Langsung masukin aja mas, aku ga begitu suka di blowjob kok” ujar erika seolah membaca keraguan pasangannya. Namun sayangnya tiba-tiba batang sang lelaki kembali melemas, seolah kehilangan tajinya. “Maaf ya sayang, aku kecapekan kayaknya” ujar sang lelaki lirih. Dia memakai kembali boxernya dan duduk di sebelah erika. Suasana hening diantara mereka, hanya suara tayangan televisi yang menengahi mereka. Erika mencoba memecah keheningan dengan cara meraba-raba boxer lelakinya. “Masih pengen ya?” ujar sang lelaki lirih. Dia menatap mata erika yang menggoda, memandang lagi tubuhnya yang montok, kemudian menikmati rabaan tangan halus erika di celananya. Batangnya bangkit tak lama berselang. Sang lelaki kembali mencumbu wanitanya, kali ini tangannya langsung menuju area kewanitaan erika yang tak lagi berpenutup. Untuk pertama kalinya dia menggosok bibir bawah wanitanya. Jarinya yang kurang terampil bergerak acak saja, meski demikian tetap saja memberikan rangsangan yang lumayan bagi erika, membuat liangnya kembali basah. “Ayo masukin, mas. Aku udah ngga tahan” desah erika di telinga lelakinya. Membangkitkan semangat sang lelaki. Dengan lembut lelaki itu merenggangkan paha erika, membukakan ruang untuknya agar bisa leluasa melakukan penetrasi. Sementara itu erika meludahi dua jarinya, lalu dioleskan ke batang lelakinya untuk memberikan efek pelumas. “Aku masukin ya sayang” ujar sang lelaki, batangnya perlahan mencari lubang istrinya, kemudian pelan tapi pasti batangnya mulai masuk ke dalam liang kewanitaan erika. “Ahh” desah erika pelan, batang itu akhirnya masuk juga ke liangnya. Sang lelaki mulai menemukan ritme, batangnya bergerak keluar masuk dalam liang erika yang hangat, memberinya kenikmatan yang tidak pernah dibayangkan olehnya. “Ahh, enak banget sayang” komentar sang lelaki, batangnya seolah dijepit oleh himpitan area kewanitaan erika, kehangatan yang sangat melenakan. “Ahh,,iya mas, terus mas,,ahh” desah erika tak mau kalah, sudah lama dia tidak merasakan kenikmatan berhubungan intim, setelah berakhir dengan mantannya beberapa tahun yang lalu. Kali ini rasa nikmat itu kembali memenuhi tubuhnya. “Ahh,, aku ga kuat sayang,,ahh” tidak sampai lima menit kemudian sang lelaki tak kuasa menahan gejolaknya, dengan cepat dia mencabut batangnya karena mereka memang belum berniat untuk segera memiliki momongan, batangnya menyemburkan cairan kentalnya lagi, kali ini lebih deras di perut erika. =||= Tak terasa pagi telah menjelang. Sang lelaki terbangun setelah semalam ketiduran akibat kepuasan bermain bersama istrinya. Namun ia terkejut ketika erika tidak ada di sisinya. Sang lelaki bangkit dari ranjang, serabutan mencari istrinya kemana-mana, kamar mandi, kolam renang, kantin, bahkan lobby, namun sama sekali tidak ada tanda-tanda keberadaan istrinya. Sang lelaki kembali ke dalam kamarnya, mencoba mencari dengan cara lain, smartphone yang tergeletak di hadapannya segera digunakan untuk menghubungi istrinya. Beberapa panggilan tidak membuahkan hasil, semuanya tidak tersambung. Bodohnya dia baru menyadari kemudian jika yang dia gunakan adalah smartphone milik istrinya. Sang lelaki tak menyerah. Dia melihat laptop istrinya yang tergeletak di meja. Tanpa buang waktu dia segera menyalakan laptop itu. Namun dia terhenti akibat kolom login yang mengharuskan untuk mengisi password. Sekali percobaan, nama istrinya, salah. Percobaan kedua, namanya sendiri, salah juga. Setelah beberapa kali percobaan gagal, muncul tulisan warning yang sedikit berbeda dari laptop pada umumnya. “Jangan dibuka jika tidak ingin hubungan dan semua hal diantara kita musnah” Sang lelaki tidak berani mengambil resiko. Dia memilih keluar lagi dari kamar, mencoba untuk meneruskan mencari istrinya. Tempat-tempat yang sama kembali didatanginya, sayangnya menghasilkan hal yang sama, istrinya tidak terlihat batang hidungnya. Sang lelaki mencari lebih teliti lagi, setiap lantai hotel dia telusuri, mulai dari lantai terbawah sampai teratas, hasilnya tetap nihil. Sang lelaki mulai putus asa, dia berjalan gontai dari lantai paling atas. Setelah beberapa langkah dia bertemu dengan sebuah pintu yang agak mencurigakan. Pintu satu-satunya yang tidak memiliki nomer kamar, bentuk pintunya pun berbeda dengan pintu kamar yang lain. “Pintu apa ini?” gumam lelaki itu. Sekilas dilihatnya area di sekelilingnya, sepi dan tidak ada tanda keberadaan orang lain. Tangan lelaki itu meraih pegangan pintu, dengan agak ragu-ragu dia membukanya. Cklek, ternyata pintunya tidak terkunci. Lelaki itu bergegas masuk ke dalam, kemudian menutup kembali pintunya sebelum orang lain mengetahui perbuatannya. Kamar itu hampir kosong. Hanya ada sebuah kursi sofa dan sebuah layar televisi lcd yang berukuran cukup besar. Sebuah remot tergeletak di pinggiran kursi, sementara di layar televisi menampilkan gambar background biru dengan nomor saluran 0. Lelaki itu mengambil remot yang hanya memiliki tombol nomor 0-9 itu. Dicobanya satu-persatu mulai dari nomor pertama. Rupanya semua saluran tidak menampilkan tayangan televisi melainkan hasil tangkapan dari kamera tersembunyi yang ada di beberapa kamar yang ada di hotel itu. Kamar yang diselidiki tidak urut, ada nomor 1, 4, 6, 9, 17, 26, 39 dan 69, bahkan di saluran terakhir adalah nomor kamarnya sendiri, kamar nomor 13 yang kondisinya sama seperti saat dia tinggalkan tadi. Lelaki itu mengulang kembali mulai saluran pertama, kamar nomor satu itu berisi seorang lelaki yang wajahnya cukup familiar, salah satu wajah yang hadir di pernikahan sang lelaki dan erika, sang lelaki mengingatnya dari kacamata yang dipakainya. “Itu kan si Indra, salah satu mantannya erika, ngapain dia di sini?” gumam sang lelaki kepada dirinya sendiri. Lelaki bernama Indra itu hanya tiduran saja di atas ranjangnya yang empuk. Terlalu membosankan untuk terus dilihat, maka sang lelaki memindah salurannya ke nomor dua. Kamar nomor 4, seorang lelaki chinese sedang menelpon seseorang, dari nada bicaranya sepertinya dia sedang memarahi lawan bicaranya, kurang menarik untuk didengarkan, saluran kembali berpindah. Kamar nomor 6 kosong, tidak ada tanda-tanda keberadaan seseorang di sana, tentu saja saluran langsung berpindah. Kamar nomor 9, kali ini lelaki jepang, entah turis ataukah apa, tidak terdengar suaranya karena dia sedang asyik menyantap sushi sambil menatap layar handphonenya, hanya terdengar suara kecapan mulutnya setiap melahap sepotong sushi. Saluran terus berpindah, kali ini kamar nomor 17, lagi-lagi orang asing, seorang bule yang mengemil pizza di atas ranjang, matanya menatap ke layar televisi lcd di depannya. Saluran berikutnya adalah kamar nomor 26, kamar itu kosong tetapi televisinya masih menyala, terdengar suara lagu india yang mengalun syahdu, sebelum mengantuk sang lelaki memindah lagi salurannya. Kamar nomor 39, cukup jauh selisihnya dengan nomor sebelumnya, kali ini lagi-lagi berisi wajah yang familiar bagi sang lelaki, wajah yang juga datang di pernikahannya. Lelaki di kamar itu berbadan tegap dengan kulit coklat agak kehitaman, sepertinya sering terbakar panas matahari. “Jarot juga ada di sini” sang lelaki mengernyitkan keningnya. Tak lama berselang terdengar suara pintu diketuk. Lelaki bernama Jarot beranjak dari ranjang untuk membuka pintu kamarnya, seorang lelaki paruh baya yang wajahnya juga familiar muncul di sana. “Dari mana saja, pak?” tegur Jarot. “Biasa, cari angin” jawab lelaki paruh baya itu sekenanya. Meski kulitnya sudah mulai keriput dan rambutnya banyak yang beruban tetapi tubuhnya masih terlihat tegap, tidak kalah dengan Jarot. “Itu sudah aku ambilkan makannya, pak” ujar Jarot menunjuk ke meja di dekat mereka. Nada Jarot yang sopan menyiratkan bahwa ada hubungan kedekatan antara keduanya. “Makasih, nak” lelaki tua tersenyum, kemudian duduk di dekat meja yang dipenuhi makanan di atasnya. Saluran kembali berganti, kali ini meloncat jauh ke kamar nomor 69. Saluran terakhir ini lagi-lagi berisi seseorang yang familiar bagi sang lelaki, salah satu wajah yang hadir di pernikahan, salah satu undangan penting malahan. “Bos Broto?” sang lelaki sedikit memekik akibat keterkejutannya. Bos besar dari tempat kerjanya ternyata juga ada di sana. Lelaki berumur kepala empat dengan postur agak tambun itu duduk santai di kursi, sebuah cerutu hinggap di mulutnya. Saluran kembali ke nomor 0, background biru terang mencolok mata. Sang lelaki memutar otaknya, bagaimana mungkin beberapa orang yang dikenalnya bisa ada di satu hotel yang sama pada saat bersamaan. =||= Sang lelaki tidak bisa menemukan jawaban yang tepat atas keganjilan yang dia temukan. Rasa penasaran membuatnya kembali memindah saluran, mulai dari saluran pertama lagi. “Erika?” sang lelaki melompat dari kursi. Istrinya yang tidak ditemukannya dari pagi ternyata ada di kamar nomor 1 sekarang. Sang lelaki menaikkan volume suara televisi agar terdengar lebih jelas. “Sayang” ujar erika saat lelaki berkacamata itu bangkit mendatanginya. Padahal dia belum pernah memanggil suaminya dengan sebutan sayang. “Kangen ya sama aku?” lelaki bernama Indra itu membelai rambut erika. Matanya begitu bernafsu melihat erika yang memakai tanktop ketat berwarna ungu dan rok pendek hitam. “Nggak, kangen sama yang ini nih” erika meremas batang indra yang memang menggembung di celananya. Indra tidak mau kalah, tangannya sigap meremas dada montok erika, membuatnya menyadari jika erika tidak mengenakan bra. “Wah, udah siap nih” bisik Indra di telinga erika, di saat hampir bersamaan tangan satunya menyusup ke dalam rok kain erika, tidak menemukan keberadaan celana dalam di sana. Masa lalu mereka seolah terulang kembali. Pemuda pemudi seumuran itu saling memagut bibir satu sama lain, french kiss yang begitu berisik dan basah, membuat sang lelaki yang menatap mereka dari layar merasa marah bercampur nafsu. “Kayak biasanya dong sayang” bisik Indra lagi, erika mengganguk paham. Wanita itu sedikit menjauh dari Indra. Duduk di sofa sembari merenggangkan pahanya, otomatis roknya tersingkap ke atas dan memamerkan vaginanya yang dikelilingi rambut lebat di sekitarnya. “Masih inget ya kalo aku suka yang lebat” ujar Indra sambil melepas semua pakaiannya, membiarkan batangnya menjuntai. Erika meneruskan aksinya, jemarinya dengan lihai menggosok gundukan daging di selangkangannya, daging berwarna kemerahan itu makin lama terlihat makin basah, apalagi erika sesekali melumuri jarinya dengan liurnya. Indra mendekati erika, membiarkannya terus menggosok bibir vaginanya, sementara Indra membantunya dengan meremasi kedua payudara erika yang berguncangan. “ahh,,” jemari erika semakin liar, menusuk liangnya sendiri, bergerak keluar masuk seolah penis mini, membuat desahannya mulai muncul. Indra sudah tidak kuat, batangnya semakin menegang, ukurannya tidak beda jauh dengan suami erika yang sedang mengamati mereka berdua dari kamera tersembunyi. Sang lelaki merasa geram tetapi dia masih terpaku di sana, rupanya menikmati perselingkuhan mereka. “Punyamu masih rapet ya” Batang Indra menghujam ke liang erika. Pinggulnya bergerak maju mundur menggoyangkan batangnya yang licin akibat cairan pelumas erika. “Punyamu juga masih enak” erika yang bersandar di sofa keenakan menerima sodokan dari Indra. Tangannya menjambak rambut Indra, sementara tangan Indra menjamah gunung kembarnya. “Enghh,,anghh” desahan erika semakin keras, mengikuti irama sodokan Indra yang juga semakin cepat, untuk mengurangi suara yang muncul Indra menutup mulut erika dengan tangan kirinya. Lima menit sudah terlewati. Erika dan Indra masih memacu hasrat mereka di atas sofa. Sang lelaki juga masih mengamati mereka dengan seksama, hingga tak lama kemudian Indra mencapai puncaknya. “Ahh, aku mau keluar ini, sayang” batang Indra mulai berkedut, pertanda tak lama lagi cairannya akan muncrat. “Keluarin di dalam aja, sayang” ucapan erika menyulut kemarahan suaminya. Sang lelaki saja tadi memilih untuk mencabut batangnya agar tidak keluar di dalam, tetapi erika dengan entengnya meminta mantannya untuk menghamilinya. “ahhhh” Indra melenguh puas, batangnya telah tuntas menumpahkan cairannya di dalam liang erika, memberikan rasa hangat di liang erika. Sang lelaki bergegas keluar dari ruangan. Berlari menuju ke kamar nomor 1. Menggedornya pintunya dengan keras. Indra membuka pintu dengan cepat, meski wajahnya terlihat cemas. Sang lelaki segera menggeledah kamar lelaki berkacamata itu untuk mencari istrinya. Tetapi nihil, tidak ada sosok erika di sana. “Ada apa, bro?” Indra mulai terlihat tenang. Sang lelaki tidak menjawab. Dia meninggalkan kamar nomor 1 dengan perasaan campur aduk. Dia kembali memeriksa ke setiap sudut hotel, mencari keberadaan istrinya. =||= Sang lelaki kembali ke ruangan yang tadi. Tubuhnya lelah akibat mencari kesana kemari untuk kesekian kali. Kembali dipindahnya saluran televisi di hadapannya. Mencoba mencari istrinya dari sana. Tidak ada perubahan dari tayangan tiap saluran, hampir sama dengan saat lelaki itu melakukannya sebelumnya. Bedanya hanya tindakan dari tiap pemilik kamar, contohnya si Indra sekarang sudah tertidur pulas di ranjangnya. Sang lelaki yang kelelahan pun tertidur. Tidak lama, mungkin sekitar setengah jam. Hawa siang hari yang mulai panas membangunkannya. Secara reflek dia kembali memutar saluran televisi di hadapannya. Tidak ada yang istimewa sampai sebelum saluran terakhir. Kamar nomor 69 yang tadinya hanya berisi pak Broto, bos di kantornya, ternyata sekarang kedatangan orang baru. Yang kembali membuat sang lelaki tersentak. “Erika!” pekiknya tertahan, tombol volume up di remot ditekannya cepat-cepat. Erika duduk di tepi ranjang bersebelahan dengan pak Broto. Lelaki tua itu merangkul bahu erika yang saat itu hanya mengenakan baju tidur berenda yang transparan. “Bagaimana kerjaan suamiku di kantor, pak?” ujar erika memecah keheningan. “Belum ada perbaikan, kalo bukan karena kamu ya pasti dia sudah kupecat” mata lelaki tua itu menerawang ke tubuh erika. “Jangan pak, kasihani dia” wajah erika memelas, tangannya mengusap perut buncit lelaki itu. “Tenang aja, selama kamu masih bisa memuaskanku ya tidak masalah” pak Broto tersenyum penuh kemenangan. Dituntunnya tangan erika menuruni perutnya, menuju ke balik celananya. “Udah tegang aja, pak” sindir erika. “Iya nih, tiap sama kamu mesti tegang mulu” pak Broto mulai melontarkan rayuannya. “Dibuka aja ya, pak” erika melorotkan celana pak Broto tanpa menunggu persetujuannya. Batang gemuk pak Broto teracung ke atas, ukurannya mungkin lebih pendek dari suaminya tetapi diameternya lebih besar dan membuatnya terlihat gemuk. Sesuai dengan pemiliknya yang juga bertubuh buncit. “Kamu juga dibuka dong” pak Broto tidak mau kalah. Dengan sekali tarik robeklah baju tidur terusan erika. Memamerkan sekujur tubuhnya yang putih dan mulus. “Bapak nakal ya” wajah erika mulai menggoda, memancing birahi setiap lelaki yang memandangnya, tidak terkecuali pak Broto. “Eh, punyamu belum cukuran ya?” pak Broto memotong aktifitas mereka. “Tunggu sebentar ya” tambahnya lagi sebelum masuk ke kamar mandi. Pak Broto keluar membawa sebuah pisau cukur, matanya berkilat senang seolah akan melakukan kegiatan yang menyenangkan. “Nggak usah, pak” erika mulai memahami maksud pak Broto dan mencoba menolaknya. “Santai aja, jangan sungkan” pak Broto bersikeras dengan maksudnya. Maka erika terpaksa menurut dan duduk di ranjang sambil merenggangkan pahanya, membuka selangkangannya lebar-lebar. “Hati-hati ya, pak” ujar erika pasrah. “Tenang aja, aku udah pengalaman kok” pak Broto dengan lihai mencukur setiap helai bulu kemaluan yang tumbuh, bagaikan tukang cukur profesional yang sedang menangani pelanggannya. Beberapa saat kemudian area kemaluan erika bersih bebas dari bulu, cukuran pak Broto rupanya sangat rapi dan tidak memberikan bekas luka atau apapun. “Wah, bersih juga ya” erika tersenyum senang kali ini. Sementara itu pak Broto melanjutkan aksinya, jarinya yang gemuk menggosok bibir vagina erika yang kini terlihat jelas. “Ahh” desah erika pelan, jari pak Broto bergerak dengan gesit mengobok-obok vagina erika. Erika terkapar ke ranjang, mulai menggigit bibirnya sendiri, sambil sesekali menjilati jarinya sendiri. Pak Broto semakin bernafsu akibat tingkah erika, jarinya semakin cepat mengocok liang erika, kali ini ditambah dengan lidahnya yang menjilati klitoris erika. “Ahhh,,,emphh,,enakk pak” racau erika tak karuan, vaginanya telah basah kuyup akibat campuran antara liur pak Broto dan cairan pribadi erika. Pak Broto naik ke ranjang bersebelahan dengan erika. Kali ini gantian bibir erika yang disantapnya, tangannya masih mengocok liang erika dengan cepat, menimbulkan bunyi kecipak yang menggairahkan. Erika tidak mau kalah, tangannya yang bebas segera meraih batang pak Broto, mengocoknya naik turun dengan cepat, tidak lupa dia membasahi tangannya dengan liurnya terlebih dahulu. Kedua insan itu seolah berlomba untuk memuaskan lawannya. Jari pak Broto semakin cepat mengocok liang vagina erika, membuat erika kelojotan keenakan, sayangnya dia tak bisa bersuara karena bibirnya tertutup oleh bibir pak Broto. Tangan erika pun demikian, dengan cepat dia mengocok batang pak Broto baik turun, hingga akhirnya tak lama kemudian keduanya mencapai klimaksnya pada saat yang hampir bersamaan. “Aku mau kluar ini, pak” erika melepas ciuman pak Broto, meracau tak karuan sebelum akhirnya cairan kentalnya merembes keluar dan membasahi jari pak Broto. “Gantian aku nih” pak Broto mengubah posisinya sedikit, membuat erika lebih leluasa mengocok batang lelaki tua itu, tak lama berselang batang gemuk itu berkedut-kedut, menyemburkan isinya dalam beberapa hentakan, sebelum akhirnya melemas karena puas. Sang lelaki tidak mau ketinggalan kali ini. Dengan cepat dia berlari menuju kamar nomor 69 yang terletak agak jauh dari posisinya. Keringat bercucuran di dahinya, nafasnya tersengal ketika sampai di kamar yang dituju, tanpa ragu dia menendang pintu kamar hingga menjeblak terbuka. “Apa-apaan ini?” bentak pak Broto ketika sang lelaki masuk. Pak Broto sedang berbaring di atas ranjang. Lagi-lagi tidak ada keberadaan erika di sana, membuat sang lelaki semakin frustasi. Sang lelaki kembali berlari menuju ke ruangan kamera. Diputarnya lagi semua saluran satu persatu, fokusnya terhenti di kamar nomor 39, kamar yang tadi ditempati Jarot dan seorang lelaki tua. “Erikaaa” teriak sang lelaki ke arah televisi. Istrinya itu telah berada di sana. Kali ini malah telah dalam keadaan telanjang. “Gimana pak Paidi?” Jarot menanyakan kesan dari lelaki tua di hadapannini. Pak Paidi berdiri dalam keadaan telanjang. Batangnya yang berukuran sedikit di atas rata-rata sedang dioral oleh erika yang merangkak di atas ranjang, sementara itu Jarot menusuk liang erika dari belakang. “Mulutnya enak juga, rasanya sama kayak memek” balas pak Paidi dengan cengiran, membuat Jarot terbahak. “Apalagi memeknya, pak. Kontolku kayak dicengkram nih” Jarot mengeluarkan batangnya yang berukuran lebih besar, batang berwarna kehitaman itu terlihat begitu perkasa. “Ntar gantian ya” ujar pak Paidi, tangannya menjambak rambut erika, menggoyang kepalanya agar lebih cepat mengocok batangnya. “Siap, pak” Jarot mempercepat sodokannya, membuat erika mendesah tertahan. Sang lelaki kembali melompat keluar dari ruangan, kali ini berlari ke arah kamar nonor 39, emosi telah sampai di ubun-ubunnya. Sang lelaki melemparkan badannya menabrak pintu kamar sampai pintunya hampir terlepas dari engselnya. Jarot dan pak Paidi yang saat itu sedang makan terkejut melihatnya. “Ada apa nih?” Jarot terkejut dengan kedatangan lelaki itu, sementara sang lelaki pingsan tak sadarkan diri. =||= Malam telah menjelang. Sang lelaki yang telah bangun dari pingsannya telah berada di sebuah ruang makan. Istrinya erika berada di dekatnya, sementara itu di kursi yang lain ada Indra, pak Broto, Jarot dan pak Paidi. Mereka semua duduk melingkar bersiap untuk menyantap makanan yang telah tersedia. “Silahkan dinikmati” ujar sang lelaki memecah keheningan. Para hadirin segera menyantap hidangan di depan mereka masing-masing, termasuk erika. Sang lelaki masuk ke dapur, menyiapkan beberapa gelas minuman, tidak lupa menaburkan serbuk obat ke semua gelas itu. Sang lelaki kembali ke meja makan dengan membawa baki minuman. Satu persatu gelas dibagikan kepada para undangan. “Cheers” Jarot mengangkat gelasnya. “Untuk pernikahan mereka berdua” pak Paidi menambahkan. Ting, suara gelas beradu dengan gelas. Mereka semua segera meneguk minuman bercampur obat itu. “Ahh, badanku kok berasa ga enak ya” erika yang pertama bersuara. “Ga enak kenapa sayang?” sang lelaki berpura-pura tidak tahu. “Gatau nih sayang, kayak meriang” erika pertama kalinya memanggil suaminya dengan sebutan sayang. “Sebentar ya aku ambilkan obat” sang lelaki berlari ke arah kamar nomor 13. Hampir lima menit berlalu, sang lelaki belum juga kembali. Sementara itu para undangan mulai merasakan efek obat di minuman mereka. “Duh, punyaku tegang nih” Jarot berdiri dari kursinya, mengusap batangnya yang menggembung di balik celana. “Sama nih, aku juga” pak Paidi ikut berdiri. Diikuti oleh pak Broto dan Indra yang juga mengalami hal yang sama. Tanpa perlawanan erika pun mendekat kepada mereka, menarik gaunnya hingga terlepas, menampakkan tubuhnya yang montok dan mulus. “Nih cewek bodinya nilai sembilan deh” Jarot menatap tubuh erika penuh kekaguman. “Jangan cuma diliat aja” erika menggoda mereka. Dia duduk di lantai sambil menyibak liang kenikmatannya. Empat lelaki itu bagai dikomando oleh pimpinan mereka. Bergerak bersamaan mendatangi erika, mengambil posisinya masing-masing. Jarot di bawah, pak Paidi di atas, Indra di kanan dan pak Broto di kiri. “Yuk lanjutin yang tadi” pak Paidi kembali menjambak rambut erika, memaksanya mengulum batangnya yang lebih keras dari sebelumnya. Kedua tangan erika tidak diam saja. Yang kanan mengocok batang Indra, yang kiri mengocok batang pak Broto. Keduanya duduk sambil meremasi payudara montok erika. Jarot yang mendapat posisi paling enak. Batangnya yang besar kembali menyodok erika dari belakang, kali in sambil tangannya menceples pantat erika yang semok. Sang lelaki melihat dari kejauhan, perasaannya campur aduk, tapi dia membiarkan saja aktifitas mereka. Empat lelaki itu telah beberapa kali bertukar posisi. Semuanya juga sudah menyemburkan cairan masing-masing minimal dua kali, khusus erika bahkan hampir lima kali mencapai orgasmenya, namun sama sekali belum ada rasa puas bagi mereka, batang empat lelaki itu masih mengacung tegak, liang erika pun masih terasa gatal ingin dimasuki, padahal tubuh mereka semakin melemah. Sang lelaki kembali saat mereka semua terkapar tak berdaya. Matanya berkilat, wajahnya terlihat begitu kejam, sebuah pisau daging berukuran sedang berada di genggaman tangannya. “Masih kurang ya, bro? Masa lalu kalian belum usai ya?” sang lelaki mendekat ke arah Indra. “Aaaaa” teriakan Indra mengguncang mereka semua ketika pisau yang dibawa sang lelaki dengan mudahnya menebas batang Indra yang masih tegang. “Bos, kurang puas sama istrinya? Kerjaanku kurang baik atau emang pingin make erika?” sang lelaki berpindah ke pak Broto. Gerakan yang sama dengan sebelumnya, sekali tebas lepaslah batang gemuk lelaki tua itu. Pak Broto pingsan tak sadarkan diri. “Jarot, my best friend, fuck you” sang lelaki melanjutkan dengan menebas batang raksasa Jarot, membuatnya berteriak seperti anak kecil yang pertama kalinya terjatuh. “Pak Paidi, saya tidak kenal dengan anda, maka ini bukan masalah” pisau sang lelaki menebas batang terakhir yang masih berdiri. Membuat lantai ruang makan banjir darah. Membuat empat lelaki itu terkapar tak berdaya. “Erika, sayangku. Masih berasa gatal ya?” bisik sang lelaki pelan. “I,,iya, sayang” erika ketakutan setengah mati, wajahnya terlihat pucat, tubuhnya terasa semakin melemah. Sang lelaki masuk sebentar ke arah dapur, sebelum keluar sambil membawa sebuah terong besar berwarna ungu. “Aku bantuin ya sayang” mata sang lelaki mendelik keji, senyuman iblis tergambar di wajahnya. “Aaakhhh” teriak erika saat sang lelaki mengocok vaginanya dengan terong. Liangnya terasa sangat perih seolah hendak dirobek. “Enak ya sayang?” sang lelaki semakin liar menusukkan terong ke dalam liang istrinya, membuat erika menjerit seperti kesetanan. Erika terkulai lemas, darah mengalir dari liang vaginanya yang telah sobek, sebagian terong patah dan tertinggal di dalam liang erika. Sebelum pingsan erika sempat membisikkan sebuah kata kepada sang lelaki. Bagai tersengat listrik, sang lelaki meninggalkan sosok-sosok berlumuran darah itu, berlari menuju kamarnya, menggebrak pintunya hingga terbuka. Laptop istrinya telah menyala tepat di halaman login, seolah menunggu untuk diberi password yang tepat, maka sang lelaki mengetik sebuah kata hasil bisikan dari istrinya tadi. MENUR. Tombol enter ditekan oleh sang lelaki. Berhasil. Dia masuk ke tampilan awal. Sangat mencurigakan. Laptop itu kosong. Hanya ada sebuah file video di sana. Sebuah file berjudul gambir.3gp Sang lelaki mengklik video itu, menampilan sebuah tayangan dari sebuah kamar di hotel. Hotel yang sama dengan tempatnya sekarang, juga kamar dengan nomor 13. Seorang lelaki dan perempuan sedang asyik memadu kasih di atas ranjang, namun kedatangan seorang anak kecil menghentikan kegiatan mereka. Yang lebih mengherankan lagi anak kecil itu membawa sebuah pisau. Tanpa babibu lagi anak itu langsung menggorok leher sepasang suami istri itu sampai kepala mereka terlepas dari tubuhnya. Kemudian anak kecil itu mengjadap ke kamera, dengan santai dia menggorok lehernya sendiri sampai darah muncrat ke kamera. Sang lelaki jatuh di lantai. Dunianya terasa berputar. Sekelilingnya tiba-tiba terasa gelap. =||= “Bagaimana keadaan gambir, dok?” seorang lelaki gemuk dengan kaos bertuliskan angka 69 terlihat santai di dalam ruangannya. Papan nama putih terletak di atas mejanya. Brotoseno, pemilik rumah sakit. “Kondisinya tidak stabil, pak” balas sang dokter yang berkacamata. Nama Indra Wijaya tersemat di baju dinasnya, dengan nomor urut 1. Tak lama berselang masuklah seorang wanita berseragam putih-putih. Sebuah papan nama didekapnya erat-erat. Langkahnya agak terburu-buru. “Ada berita baru, suster erika?” tanya dokter Indra tenang. “Tidak ada, pak” suster erika kembali ke ruangannya. Dokter Indra keluar dari ruangan, menuju ke parkiran tempat mobilnya berada. “Pulang, pak?” seorang lelaki tua penjaga parkir datang menghampiri. “Iya, pak Paidi. Sendirian aja nih?” balas Indra tersenyum ramah. “Sama saya, pak” sebuah suara datang dari belakang mereka. Seorang lelaki tegap berseragam satpam. “Jarot dan pak Paidi, kombinasi biasanya ya. Kalau gitu saya pamit” dokter Indra melangkah ke mobilnya, meninggalkan mereka berdua, melewati papan nama besar dari bangunan itu. Rumah Sakit Jiwa Menur.
Click to expand…